Tumgik
menjatidiri-blog · 5 years
Text
Hakikat Manusia
Tuhan, aku ingin berhenti
Menjadi sama dengan manusia lainnya
Yang kian tak pernah puas
Dan selalu ingin lebih
Tuhan, matikan perasaanku
Lunturkan egoku
Biarkan segala hidupku
Ditata baik oleh jalanMu
Mungkin ini semua terdengar hipokrit,
namun bukankah engkau lelah,
Menaruh harapan untuk lebih dan kecewa ketika semuanya palsu,
Saat kau sebenarnya bisa mensyukuri apa yang telah kau punya?
1 note · View note
menjatidiri-blog · 5 years
Text
Masih
Satu hari, dua hari, tiga hari
Aku masih mencari
Bagaimana cara hati
Agar tidak pundung kembali
Tanpa ada mereka yang menemani
Untuk sisa kehidupan nanti
0 notes
menjatidiri-blog · 5 years
Text
Tersadar
Menjadi dewasa adalah sesuatu yang sulit namun tak terelakkan, sampai hari ini tiba.
Aku dan semua egoku yang membaluti persahabatanku. Aku rasa, ini adalah waktu yang tepat untuk merubahnya.
Tanpa aku sadari, ialah menyebalkan berteman dengan sesosok galak dan kasar layaknya diriku. Terkadang semena-mena dan juga egois.
Hai, diriku. Ternyata kamu mempunyai seseorang di punggungmu.
Seseorang yang terlihat tidak tidak peduli, yang ternyata paham betul tentang seluk belukmu. Dia yang selalu sabar meski diserang ego yang membabibuta. Yang terlihatnya cuek tapi menghargaimu sebagaimana kau layak dihargai. Dia yang rela menerobos hujan demi dirimu yang egois.
Sayangnya aku bukanlah orang yang selalu membawa payung bersamanya. Huft, andai waktu bisa diputar. Entah, aku bingung harus membalasnya dengan apa lagi sekarang. Yang pasti, hanya tersisa satu hal yang dapat aku lakukan. Berdoa. Mendoakan seorang sababat layaknya seorang kakak yang mendoakan adiknya. Setulus dan seputih itu. Atas dasar satu, untuk melihat masing-masing menuju sukses. Aku yakin, asamu itu akan terwujud suatu hari nanti. Aku percaya, sobat!
0 notes
menjatidiri-blog · 5 years
Text
Beritahu Aku
Sepi tak pernah terasa seperih ini. Satu kali hati tergores, siapa peduli? Dua kali perasaan terhantam, siapa peduli?
Semua memang terasa kosong. Telinga yang tertutup dan ucap yang terbebaskan tanpa arah. Bukan lagi waktunya untuk hal seperti itu. Karena satu hal yang pasti,
siapa peduli?
0 notes
menjatidiri-blog · 5 years
Text
Senja yang Sendu
Perpaduan terbaik untuk berpikir dan merenung bagiku adalah suara kaitan helm dan terpaan udara yang mengibas pelan wajahku. Entah, hal tersebut selalu membawaku terlarut ke dalam pikiran-pikiran yang dalam. 
Menengok ke arah langit, akupun tersadar. Senja kali ini, cukup indah. Suara klakson di keramaian disertai perpaduan warna jingga dan ungu di langit, cukup melegakan penat hari yang tak kuasa ditahan sendirian.
Terbesit di pikiranku. Mungkin, di sisi sana, kamu juga sedang merasakan senja yang sama denganku. Dengan orang yang berbeda, di atas kendaraan yang berbeda.
-- Aku, si pengendara motor. (2019)
0 notes
menjatidiri-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
Hujan di Sore Itu — Langit yang mendung menandakan akan turun hujan. Bagaimana halnya dengan hati yang murung? Sore itu, kami berada di satu tempat yang sama. Berpapasan berkali-kali tanpa sapa, berkontak mata satu sama lain tanpa sepatah kata apapun. Diiringi dengan rintik hujan yang kian menderas, terlintas di pikiran saya. Apakah saya ini berharga? Menyadari bahwa sayalah satunya yang selalu meminta maaf dan mengalah, sayalah satunya yang memulai segalanya, sayalah satunya yang berusaha membahagiakan, dan juga sayalah satunya yang menangisimu, tanpa mengharapkan budi namun tak dihargai. Sampai tiba di satu titik saya berpikir. Pernahkah engkau melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan? Peenahkah engkau merasa hampa tanpa ada saya? Pernahkah engkau merasa bersalah dalam bertindak apapun terhadap saya? Pernahkah engkau merindukan hal-hal kecil yang dulu kita sering lakukan? Dan juga, pernahkah engkau menangisi saya karena kehilangan saya? Terdorong oleh rasa rindu yang sangat membara, saya membuka album foto dan kembali melihat foto-foto dan kenangan kecil yang sempat kita sulam bersama. Rindu, sedih, dan bangga. Semuanya bercampur aduk. Entah apa yang harus saya lakukan sekarang selain menatap hujan yang berbeda dari hujan biasanya. Hujan kali ini, memang terasa hampa. Hujan yang bersatu menutupi linangan air mata saya di atas pipi ini.
0 notes
menjatidiri-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
Ambang diantara Ekspektasi dan Realita —
Mereka bilang, ekspektasi tidak sesuai dengan realita. Dan hari Sabtu itu, tepatnya tanggal 18 November 2017, saya percaya akan hal itu.
Malam minggu identik dengan hal-hal yang membuat bahagia. Namun, tidak dengan saya. Tepat di malam minggu, dengan penuh kepercayaan diri, saya kembali dibodohi oleh ekspektasi diri saya sendiri akan sebuah perbaikan yang sangat beresiko. Yang mengajarkan saya bahwa memberi kesempatan kedua memang tidak pernah salah, namun juga menyadarkan saya bahwa kesempatan kedua memang bukanlah sebuah penyelesaian.
Dengan semua persiapan yang saya siapkan, semua hal yang saya asakan untuk terjadi, gagal begitu saja. Untuk kesekian kalinya, karena ekspektasi yang salah dan juga ego yang membara.
Yang awalnya membuka peluang besar dalam perbaikan dan harapan baru, dipatahkan dengan mudahnya, menjadi potongan-potongan yang bahkan tak bisa lagi disatukan.
Kehilangan. Sebuah kata yang memang dapat mendeskripsikan saya sekarang juga. Sebuah tangan kanan yang patah. Sebuah rumah yang telah terbengkalai. Lebih menyakitkan lagi, sebuah kupu-kupu yang meninggalkan kepompongnya.
Lagi, saya ditinggalkan sendirian. Dengan sejuta pelajaran, dan kenangan tak terhingga.
18 November 2017, hari terakhir kami saling berkomunikasi, setelah setahun lebih lima puluh enam hari pembicaraan tak terhenti.
1 note · View note