menjuduli
menjuduli
menjuduli
31 posts
salah paham, gagal fokus, baper adalah penyebab dari sesuatu tidak "terjuduli" dengan baik. percayalah!
Don't wanna be here? Send us removal request.
menjuduli · 5 years ago
Photo
Tumblr media
atau sebaliknya, terserah. Yang pasti, benar-benar pasti, semua butuh waktu.
2 notes · View notes
menjuduli · 6 years ago
Text
Do'a onlineku di sepertiga malam ini : Ya Rabb.. setelah memeriahrayakan hari kemenangan, jadikanlah hamba netizen budiman kaya gagasan nihil gasgasan.
- alanqosh
1 note · View note
menjuduli · 8 years ago
Quote
adalah kebahagiaan, orang-orang yang diberi kesempatan menjadikan kekalahan sebuah pilihan, bukan hukuman
menjuduli
3 notes · View notes
menjuduli · 8 years ago
Text
Keberisikan
Tumblr media
Kejuntrengan akhir-akhir ini adalah ketika titik yang di bayangkan sudah harus di-nyata-kan. Iya, menjadi mahasiswa semester ganjil terakhir dalam normalnya memahasiswa. Saya berkata demikian agar nanti kalian tak kaget dengan kata-perkata yang saya sampaikan yang  terkesan njlimet, random dan kaku. Maklumlah, sedang mencoba membiasakan diri dengan pengguaan kata konsepsius nan baku. Bukankah skripsi itu begitu? Seni yang kaku!
Begini, masih ingat Aksi 411? Superdamai 212? Aksi indosiar? Ngilu memang. Sudah. Move on lah. Atau aksi mendatang 121? Kalau itu saya rada setuju. Rada! Ah, Sudahlah, itu cuma konspirasi media. Pengalihan isu dari hal penting yang harus kalian ketahui. Nanti, 21 12 adalah tanggal dimana kegantenganku lahir. Iya, Saya ganteng dari lahir. Sungguh, saya ingin mengakhiri kalimat sebelum ini dengan tanda seru. skip.
Dari kenyataan hidup bernegara yang semakin ambyar ala-ala sego bungkus ora di kareti, saya semakin takut kehilangan status kesiswaan saya dan kemudian harus menjadi warga negara yang “beneran” diantara warga beneran lainnya yang sok pang-bener-­na! Maka dari itu sebelum mendongeng dengan anak-anak tiap sore di sela menjemput senja di loteng indekos, saya akan senantiasa berpesan kepada mereka, “Jangan jadi gede, gede itu susah dan nyusahin. Kalaupun jadi, jadilah orang gede yang tetep kecil. Tapi jangan kekanak-kanakan!”. Angguk mereka pasrah dengan ekspresi mlongo tidak paham atau bingung ala-ala bos bon cabe melihat berita harga cabai semakin melejit.
           Ngawur dengan anak-anak adalah ibadah. Asal diniatkan menggugah imajinasi si anak agar pola pikir mereka berkembang. Dan dongeng adalah ngawur yang paling tinggi derajatnya dalam kengawuran yang semakin berkeliaran nan liar di luar sana.  Dr. Boyke tempo hari pernah bilang : “Mendongengi anak adalah intervensi terpositif dalam masa tumbuh kembang otak dan perilaku dirinya”. Oleh karenanya ketika kang John F.Kennedy ngendiko “ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country”, saya akan menjawab bahwa saya sudah berhenti mengkonsumsi BBM bersubsidi, cabai-cabaian, dan (lewat dongeng) berusaha menyiapkan generasi pelurus bangsa!
Berikut sedikit kutipan dongeng kemaren dengan anak-anak ketika mereka mampir ke indekos selepas mereka sepulang sekolah diniyah seperti biasa;
“.. setelah padamnyanya kebakaran hutan yang cukup besar yang menyebabkan banyak hewan mati bahkan kehilangan tempat tinggalnya, hewan-hewan yang masih hidup jelas harus mencari cara agar tetap hidup disaat makanan semakin sulit untuk dicari. Begitulah yang dirasakan 2 ekor hewan yaitu si Ular dan si Katak. Dua-duanya adalah 2 jenis hewan yang mempunyai cara yang berbeda dalam mempertahankan hidup. Selain manusia, ternyata penyakit tidak merasa puas juga menjangkiti hewan. Suatu ketika si Katak merasa tidak puas dengan hasil buruannya, jelas saja, dia tidak lantas kenyang kemudian tidur nyenyak setelah rutinitas berburu dirasa sudah melelahkan. Lain halnya dengan si Ular yang selalu memplokamirkan kekenyangannya dengan tidur sepanjang hari. Hal tersebut membuat si Katak iri.  Keesokan harinya mereka sama-sama bangun tepat pukul 04.11. Iya, keduanya masih memegang teguh budaya bangun pagi agar rezeki hari ini tidak dipatok Ayam. Ada agenda yang tidak biasa bagi si Katak pada hari itu. Si Katak berencana memata-matai aktivitas perburuan si Ular dalam mencari mangsa. Si ular pada hari itu memulai perburuannya di Lembah Koha. Si Ular melata dengan santainya, antara menunggu atau mencari mangsanya. Tiba-Tiba suara sergapan begitu cepat di dengar Si Katak. Meskipun pandangannya dikarunia Tuhan dengan penuh keterbatasan. Ya, benar saja, si Ular dengan cepat menyergap si Ayam Hutan yang ukurannya hampir 3x lebih besar dari tubuh si Ular sendiri. Kemudian dia dengan lahap dan cepat menyantapnya, sebelum tidur nyenyak seharian. Si Katak kaget menyaksikannnya dan lantas pulang dengan keiirian luar biasa kepada si Ular hingga dia memikirkan terus menerus bagaimana dia harus sepert si Ular dalam mencari mangsa. Bahkan memikirkan bagaimana meniru si ular dalam berkehidupan yang terkesan penuh kenikmatan. Learning by doing, begitulah si Katak keesokan harinya. Dia mencoba bagaimana si Ular mempertahankan hidup dan berkehidupan. Dia memulai meniru si Ular bagaimana cara si Ular berjalan. Si Katakpun memotong empat kakinya agar fasih melata sebelum mencari mangsa. Tidak menunggu lama, mangsanya pun lewat di depannya, Si Nyamuk. Dengan mencoba meniru kesantaian si Katak, si Ular menerkam si Nyamuk dengan lidahnya seperti biasa. Namun hasilnya gagal. Dia lantas berfikir nampaknya ada yang kurang. Kemudian dia memotong sedikit lidahnya agar lebih serupa dalam menerkam mangsa seperti hal-nya ular. Dia mencoba kembali mencari Nyamuk. Hasilnya masih sama, gagal. Tidak langsung menyerah, Si Katak kembali berfikir dan lantas memutuskan untuk membutakan matanya atau minimalnya agar matanya samar dalam melihat agar lebih total dalam meniru kesuksesan si Ular. Kemudian melanjutkan aksi berburunya dengan rasa lapar akaibat kegagalan aksi-aksi sebelumnya. Jelas saja, Dia semakin tak berdaya sebagai pemangsa di depan mangsanya. Akhirnya, dalam keputusasaan, dia mati dalam kelaparan. Dan dalam kebingungan jati dirinya yang melulu memikirkan tantang siapa dan harus menjadi seperti apa, dirinya.”
“Apa hikmah yang bisa diambil dari kisah diatas dak ? (red; barudak; sapaan kepada sekumpulan anak dalam bahasa sunda)”. Tanyaku seperti biasa setelah mengakhiri dongeng.
Anak-Anak menggeleng seperti halnya para petinggi negeri ini ketika ditanya siapa yang menaikkan harga urus STNK. Eaaaa….
Ceplos seorang anak bernama gania ; “jadilah diri sendiri kang!”
Saya memberi 3 jempol + temumulen kepadanya sebelum bergegas ke kamar mengejar tayangan tv Katakan Putus yang saya lupa ternyata sudah hampir beres.
Begitulah cuplikan dongeng si Katak dan Si Ular. Bagaimana semua makhluk hidup atau sekumpulan makhluk hidup mempunyai “versi” hidup dan berkehidupannya sendiri yang kemudian kita sebut sebagai fitrah. Lantas apa yang sekarang terjadi pada Indonesia kita hari ini? Hmmm. Mohon sabar ini ujiaan,
 Begini, biar elok, seharusnya, kita senantiasa menjadi Indonesia dengan tidak menjadi siapa-siapa. Namun, yang terjadi malah demikian ; menjadikan Indonesia seperti siapa atau menjadi indonesia adalah  tidak menjadi apa-apa. Sungguh miris nan inleanderable. Bangsa ini sudah sepatutnya tidak menjadi siapa-siapa, karena kita adalah “siapa” itu sendiri. Kita dilahirkan dengan jadi diri yang tegas, terbukti dari kemerdekaan yang terlahir dari perjuangan sampai telolet menginvansi peradaban tertidakpenting  di lini media daring dunia.
 Yang terjadi sekarang adalah pertarungan menerjemahkan apa itu “indonesia”. Demokrasi adalah alatnya.Atau lebih tepatnya Demokarasi diperalat! Dimulai dari mengaku menjunjung tinggi kebhinekaan dengan asa ika, namun mendeskreditkan pihak lainnya. Hingga timbulah keberisikan nusantara. Indonesia di dekade kedua era milenia digadang-gadang menjadi Leicester nya perekonomian dunia justru kini di khawatirkan nasibnya seperti klub divisi utama Liga Kongo yang hancur berkat ketidakharmonisan pemainnya dikarenakan saling iri antar pemain. Bagaimana tidak, dari 27 pemain yang dimiliki hanya Uvuvwevwevwe Onyetenyevwe Ugwemubwem Osas yang terkenal.
Tidak berisik bukan berarti diam. Jelas. Diam adalah keadaan dimana tidak bersuara, bergerak, atau memfungsikan indra kemanusiaannya sama sekali. Tidak berisik adalah kondisi dimana besuara, bergerak, dan penggunaan dalam batas wajar nan-proportionalable.
Kebenaran macam apa yang melahirkan kebencian dan keberisikan. Kita disuguhi dengan kebenaran standar ganda. Pantas saja, Kang Douglas Kellner dekade lalu menulis Kebenaran dan Kegilaan dalam bukunya Budaya Media yang pada intinya : yang selalu mencari kebenaran dia mendapat kegilaan. Kebenaran akan dibenturkan dengan kebenaran yang lainnya. Antarkeduanya menganggap dirinya paling benar sehingga menimbulkan keberisikan yang puncaknya menjadi kegilaan membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Dan penonton atau pendengar akan ketularan gila. Mirisnya, para idola kita dengan modal eksistensi maya turut bersuara. Jamaahnya turut serta dari makmum masbuk samapai makmum mabuk. Kalo sudah begitu, Pria polos seperti saya justru terpaksa mempercayai tagline rokok dibawah Jalan layang pasupati, yang berbunyi “berisik gue berisi”. Sebuah satir sosial nan meaningfullable.
Oleh karenanya, harap dimaklum, filsuf abad 21 tidak punya tempat lagi untuk merenung. Dan akhirnya, selalu terlahir dalam perenungan-perenungan hikmatnya di keheningan toilet demi mencapai derajat wali dalam persufian nusantara. Matursuwun, Bangsa ini baik-baik saja. Tinggal kita yang kurang bodo amat menanggapinya. Percayalah!
|Bandung, 18 Desember 2016 
1 note · View note
menjuduli · 8 years ago
Text
belajar gila dari uut
Tumblr media
Warga Keputran Gg 7 atau sering disebut Kampung Sehat Jawa Tengah (👈xombong) sering memanggilnya Uut. Tanpa permatasari. Ditengah-tengah warga lain yang lupa gila atau terpaksa sehat atau pura-pura sehat yang bahkan kepura-puraannya diakui pemerintah, Beliau jujur gila sejak umur belasan. Rajin jamaah dan muslim paling mengimplementasikan tuah senyum itu ibadah. Salut.
Menggila diantara kewarasan tentu menimbulkan keresahan. Bahkan, untuk menggoyahkan ketegaran prinsip beliau di jalan kegilaaan, warga kota pernah menjadikan seorang dokter sebagai Walikota 2 periode sekaligus. Meskipun si Walikota dengan rentetan penghargaan regional maupun nasional atau di masa depan akan membuat anekdot “enak jamanku mbiyen to” karena berhasil memasukkan kota ini sebagai satu-satunya (pada waktu itu) kota di kawasan asia tenggara ke dalam jaringan creative city UNESCO, serta sedikit hiburan dengan mengganti logo kota yang kerugiannya ditaksir 550 juta di era akhir kepemimpinannya juga tidak menjadi jaminan untuk menggoyahkan pendirian uut di jalan kegilaaan. 
Selanjutnya, si mantan wakil menggantikannya. Mencoba melawan uut dengan latar belakang dirinya sebagai pembisnis ulung. Menerka si uut pura-pura gila karena himpitan ekonomi dan tergolong rakyat miskin kota. Yang terjadi justru uut lebih sering tertawa sejadi-jadinya melihat strategi si bisnisman tersebut dalam mengelola kota. Uut tidak sehina itu! “Gila adalah ideologi bukan sebatas obrolan tentang nasi”, katanya tempo hari.
Namun akhir-akhir ini, senyum uut rada mengkerut. Karena mulai ada warga yang gila karena nasi hingga muncul kegilaan yang amatiran. Jelas itu menodai marwah dan hakikat nilai-nilai kegilaaan. Gila karena nasi mulai (kembali) mewabah di kota ini. Iya “kembali”, kota ini pernah menjadi role model strategi pengentasan rakyat miskin kota. Jelas strategi tersebut sudah kadaluarsa di zaman “kuota”. 
Ketika ditanya kenapa akhir-akhir ini senyumnya mengkerut, Beliau ngelantur dengan berucap :
 “Jelas saja orang menggadaikan kewarasaanya demi nasi. Mereka semakin tercekik. Rasio gini cenderung naik. Apa kesejahteraan hanya untuk bos-bos batik dan pabrik?, belum lagi rentetan masalah banjir setiap hari di bagian utara kota. Bahkan mas Gubernur tahun lalu berkunjung dan banjir masih saja terjadi sampai hari ini. Khusnudzonku, Pak Gubernur lagi fokus ke masalah lingkungan yang lainnya. Iya, fokus menukar kebijakan pro-lingkungan dengan mengorbankan potensi pendapatan daerah mencapai 5 triliyun di kota sana. Tentu perlu mikir keras. Tapi perasaan, itu juga tak terselesaikan kan? Perihal semen, kamu tau? Hingga kali ini aku dipaksa bersu'udzon oleh keadaan bahwa pada waktu dia kesini hanya ingin batik untuk cadangan pakaian tuntutan nongol di media dan langganan mbak najwa!”.negeri ini memang harus mulai meminimalisir gas emisi dengan beralih ke sepeda. Tapi banyak tapinya. Mau ngegowes gimana kalau jalannya belubang dan kebanjiran".
Lanjutnya dengan memelankan nada bicara seakan menyuruh saya harus benar-benar menyimak : 
“Intinya kota ini kaya penghargaan miskin menghargai. Atau bahkan sebagian banyak orang berkehidupan demikian”.
Begitulah uut. Analisator ulung. Dengan setelan rambut haji lulung. Ngelantur ngalor-ngidul, menyisipi tanda tanya namun seakan tak butuh jawaban dengan kembali melanjutkan lanturannya. Semuanya semaunya.
Di kampung manapun, “kata mbahe” (kata nenek) seakan wajib diimani diatas nilai-nilai kebenaran dari pengetahuan yang aqli. Pun halnya di kampung ini ; Uut memilih gila ketika beliau tersandung sebuah bambu mengejar layang-layang di kebun samping sungai. Saya kira di puncak kegilaannya, apapun itu kata orang dia tidak akan menyanggahnya. Bagi beliau, Gila adalah sebuah penggunaan akal pada derajat tertinggi sebagai manusia. Gila adalah cara dia memahami kewarasan yang sebenarnya. Dan bagiku uut lebih dari sekedar manusia yang dikatai-katai standarisasi keawaman,  Uut adalah simbol warga kota seharusnya. Kota ini atau kota di luar sana. kini atau selamanya.
Selain menjadi liburan terlama sejak 7 tahun mengembara mencari kitab suci.eh janji suci, bisa berkesempatan foto sekaligus ber- imagidiscuss dengan beliau jelas menambah kesan tersendiri. Meskipun dari foto diatas dapat disimpulkan bahwa : kali ini uut lebih sadar dari pada saya. Sadar kamera!
|Pekalongan, Januari 2017
0 notes
menjuduli · 9 years ago
Link
Hal yang menyenangkan dari semua ini adalah ada beberapa orang yang masih peduli, bukan hanya pada kemajuan dan kemakmuran dirinya sendiri, melainkan juga pada mereka-mereka yang tidak begitu dikenali.
Saya gak tahu banyak soal dunia pendidikan di Indonesia. Tapi, saya tahu di Indonesia ini banyak berdiri dan beroperasi sekolah-sekolah bagus bergengsi dengan anak-anak didiknya yang memiliki peralatan sekolah lengkap, ada anak-anak- Indonesia berprestasi yang dikirim ke luar negeri lalu pulang membawa piala hasil menang di sebuah perlombaan, ada juga sekolah-sekolah yang lusuh hampir terlupakan, bangunan tempat ilmu-ilmu dikenalkan dan dipelajari yang kurang dapat perhatian karena keterbatasan. Seperti bangunan di Desa Gunung Sembung Subang ini.
Dunia anak-anak gak pernah rumit, jika mau belajar menyederhanakan sesuatu, belajar dari mereka. Selama ada teman, di sana ada kebahagiaan, sejelek apa pun bangunan tempat belajar, mereka akan tetap merasa nyaman. Tetapi, tidak akan ada yg merasa keberatan dengan perbaikan, kan?! Kebahagiaan yg sederhana milik mereka bisa kita bantu buat lebih baik dengan memfasilitasi, tidak mewah, hanya sepantasnya..menjadikannya lebih layak untuk anak-anak.
Monggo. Silakan.. untuk teman-teman yg ingin bantu, ikut partisipasi menyenangkan mereka, adek-adek yang “bersenang-senang” di Yayasan Fathul Khoirul Haq, Desa Gunung Sembung, Subang, bisa ikut bantu. Bantuan bisa berupa apa saja..
Untuk lebih jelas dan tervaliditas, bisa klik link di atas.. (oke ini rima banget).
Atau hubungi Om Idol ini @alanqoshdana.
Terima kasih sebelumnya! Selamat hari Mingguuuu! 
Bahagia bukan datang sendiri, ia harus kita ciptakan dari dalam hati. Caranya? Bisa-bisa kita aja…  ~ :)
73 notes · View notes
menjuduli · 9 years ago
Quote
Kadang, sebelum ku sastrakanmu, aku dibingungkan akan penggunaan kata "kau" atau "kamu". Bukan perihal keelokan, bukan hal ikhwal keestetikaan, bukan pula perihal dua kata yang dibandingkan. Tapi, yang ku yakini, namamu tidak bisa kuganti. Meskipun sekedar kata ganti !
-alanqosh
3 notes · View notes
menjuduli · 9 years ago
Photo
Tumblr media
3 notes · View notes
menjuduli · 9 years ago
Photo
Tumblr media
#TeachIsTouch Selamat berlibur. Senantiasa, buanglah waktu pada tempatnya. (at Kertasarie, Jawa Barat, Indonesia)
0 notes
menjuduli · 9 years ago
Text
Yang ke 30 – Nun
          Aku harap semuanya bisa berbalik kebelakang. Bukan melawan waktu,  aku tidak mau merepotkan si waktu untuk menghantarkan jiwa seraga-raganya. Biarkan ingatanku saja yang pergi kesana. Menemui artefak-artefak  kisah kita dalam museum linikala, kala itu, dulu dan semacamnya. Lewat ingatan, Aku hanya ingin menemukan bahagia versi kita dulu. Lebih dari bahagia yang sederhana apa kata orang di era lini socialmedia. Versi kita lebih bahagia, pun jauh amat lebih sederhana. Mari nun, sejenak melupakan angan dan kembali menengok kenangan. Nun, mari..
           Apa kabar dirimu? senyum manis itu? mata pandamu? hidung mancung uzbekistanmu? Pipi merah saat tertawa puas atau ketika kau malu? Kuharap prasangka baik perihal kabar baikmu benar-benar betul. Pun baik pula senyum manis zero sugar yang dikaruniakan Tuhan kepadamu. Menyegarkan dan menyehatkan. Dan seakan, lewat itu, Tuhan memaksaku untuk lebih merasa tidak sia-sia mengenangmu. Baiklah, aku kalah, aku semakin merasa tidak sia-sia dan justru cenderung wajib, mengenangmu. Dan lewat surat ini, aku bermaksud menjadikanmu editor sekaligus klarifikator perihal kisah-kisah kita di linikala. Agar shohih, kredibel dan disepekati kedua belah pihak!
           Nun, sumpah aku pun bisa melebay demi apa yang mereka sebut dari hati dan cari perhatian. kau tidak percaya?, sebentar. sebelum aku membuktikan, hal pertama yang mesti kau percayai adalah “kau” dalam tulisan ini adalah kau, Nun. benar-benar kau, Nun. lebih dari pembuktian sebelumnya, yang hanya senyum asemku ketika memandang haram wajah subhanallah mu di bawah tulisan “ Pintu Gate 3” bandara ketika berpisah dulu. Sudah hampir setengah dekade ya nun. Seingatku.
          Jadi begini. intinya, jangan khawatir tentang siapa yang ada disampingmu kini ataupun kelak. perbaiki saja dirimu.benar-benar. pun halnya  aku. begitu. sebodoamatnya aku dalam sedemikianrupa adaada saja  dan ketidakjelasan diriku beserta perkataanya. aku masih dan semoga tetap dalam jalur yang kau pun demikian. bukankah asik ketika aku dan kamu tanpa ciee bertemu dalam titik ujung jalur itu? iya menurutku sih iya. kamu? kupikir kamu perempuan yang pandai memendam iya dengan berkali-kali gelengan kepala, tapi disela gelengan itu senyum manjamu menyiratkan iya. jauh dari kata pendusta. karena diposisi seperti itu akupun akan begitu. kau menjaga segala rasa demi sebuah kewajiban. jauh dari esensi kewajiban yang memberatkan. kupikir kau tidak keberatan dengan rasa-rasa yang datang dengan segala tawaranya yang sedemikian rupa. tentu kau punya hak untuk mengganti gelengan kepalamu dengan anggukan kepala muliamu kebawah dan kemudian kau angkat keatas sehingga senyummu semakin terlihat jelas. pada siapa saja kau berhak begitu. pada siapa saja kuharap kau sudah sampai ke titik ujung jalur itu. aku hanya berharap kau strong melewatinya. entah siapun yang menjemputmu di ujung sana. aku tanpa ciee mau berkata “selamat” dengan senyum yang seperti biasa. 
           Sudah Nun, pada intinya, surat pertama ini menjadi awal dari perjalanan waktuku. Tujuanku bukan menemui. Garis bawahi Nun. Tujuan bukan menemui. Tujuanku menuju satu keutuhan. Bukan keutuhan hatiku bertemu hatimu, Ragaku bertemu ragamu. Cuma lewat yang ke-30 ini aku bermaksud menghitung mundur menuju satu. Satu keutuhan cerita. Yang manis. Dan kau setujui. Sudah. Itu saja. Bonusnya, Kau sehat disana.
1 note · View note
menjuduli · 10 years ago
Photo
Tumblr media
 “ono loro keadaan ketika koe oleh ngeluh le. pertama, wektu koe neng nduwur sajadah nekakke gusti Allah ngrembuke masalahe. kedua, wektu koe nulis utowo diwawancarai penulis buku biografimu” .
(ada dua keadaan ketika kamu boleh mengeluh nak. pertama, ketika kamu diatas sajadah dan menghadirkan gusti Allah mendiskusikan masalahnya. kedua, disaat kamu menulis atau diwawancarai penulis buku biografimu).
yeah... itu salahsatu kalimat bijakmu Pak! Aku bangga jadi muridmu, dirumah. dan semoga murid-muridmu pun begitu, di sekolah. Tapi bolehkah rasa bangga ini dilebihkan daripada  rasa bangga murid-muridmu disekolah? bapak mau tau aku berkata begitu karena apa ?. Jelas pak! di sekolah, bapak bisa saja berkongkalikong dengan rekan-rekan untuk menumbuhkan rasa bangga murid-muridmu dengan progam-progam nylenehmu itu, belumlagi rentetan piala dibalik foto itu yang katanya juga kurang space untuk puluhan piala tambahan tahun ini yang pastinya menaikkan citra dan rasa bangga murid-muridmu.ah kau juga pandai mendramatisir cerita bersama rekan-rekanmu tentang kisah sekolah dan perjuangan mendidikmu kepada para murid itu, kisah tentang pengalaman mendidikmu selama hampir tiga dekade, kisah tentang sebuah sekolah swasta di tengah kota yang luput dari mata mereka yang padahal nantinya (kini) banyak menciptakan kepala-kepala dalam tubuh mereka. Untuk mendengar kisah itu aku iri pak, bagaimana tidak, aku tidak bisa melihat pencitraanmu disekolah secara langsung, malah aku disekolahkan disekolah yang jauh berbeda keadaanya, sekolah yang miskin akan kisah pencitraan dan penghargaan seperti sekolahmu pak. aku iri! meskipun alesanmu waktu itu, aku harus jadi anak mandiri, jikalau rangking itu karena dirimu sendiri dan Tuhan, jikalau tak naik kelas itu karena dirimu sendiri dan kemalesan. ah bapak lempar tanggung jawab dan se-SD itu aku tetep iri! titik! kasih seru!
Dan perihal rasa bangga ini melebihi rasa bangga murid-muridmu disekolah-ini perihal pendapat anakmu yang sudah gede pak- yeaah. Gini pak... kupikir, karena lebih dramatisnya kisahmu ketika “mendidik” di rumah. Dirumah, bapak mendidik kami tanpa rekan. karena rekanmu terlebih dahulu di pensiunkan dini oleh Tuhan sejak 14 tahun yang lalu. Dan bapak tetap saja mampu mendidik sekaligus menjinakkan aku dan dua pejantan lainnya menjadi jinak dan ganteng. aku jauh lebih bangga dari mereka pak! . Perihal pembanding banyaknya piala yang ada disekolahmu, maaf pak, kita bertiga tidak cukup banyak pak. Namun bukannya bapak pernah ngomong, bahwa cukup kita sholat tepat waktu dan rajin nyayiin yasin buat rekanmu yang dipensiunkan itu cukup menebus semua piala yang ada di dunia ini? seingatku bapak pernah ngomong gitu. Aku bukan berarti menuntut bapak mengingatnya. ku yakin bapak bukan pengingat yang handal di saat ini. pun transferan bapak yang udah tak pernah nyampe selama setahun ini. hahahaha engga pak engga itu guyon. kalaupun bapak tersinggung dan marah. mohon segera marahi dan kirimi yes. Pun dengan ditulisnya tulisan ini, dalam rangka memuji untuk dikirimi daaaaaan SELAMAT HARI BAPAK PAK! tetap jadi guru, bapak sekaligus ibu yang baik di sekolah 7x8meter kita. 
0 notes
menjuduli · 10 years ago
Photo
Tumblr media
Betapa Tumblr juga sudah mengingatkanmu untuk mencantumkan “source”, ketika barangkali kutipan yang kamu post, adalah bukan kutipanmu, bukan hasil kerja dari kepala dan hatimu.
Cheers! :D
271 notes · View notes
menjuduli · 10 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
29K notes · View notes
menjuduli · 10 years ago
Quote
untuk benar mencintaimu, kukira harus belajar dari mama mu. untuk menjinakkannya, kukira harus banyak belajar dari Tuhannya. yaudah… Wahai Tuhan yang T-nya besar, diakan-lah jodohku
qosh
3 notes · View notes
menjuduli · 10 years ago
Quote
Lupa. Kita bermain ular tangga. Mengocok dadu saling besar angka. Pada langkah pertama, kau menginjak tangga, meninggalkanku yang masih berkutat dengan dadu berangka satu-dua.
(via kotak-nasi)
62 notes · View notes
menjuduli · 10 years ago
Text
tanpa ciee
sumpah aku pun bisa melebay demi apa yang mereka sebut dari hati dan cari perhatian. kau tidak percaya?, sebentar. sebelum aku membuktikan, hal pertama yang mesti kau percayai adalah “kau” dalam tulisanku ini adalah kau. benar-benar kau. lebih dari pembuktian sebelumnya, yang hanya senyum asemku ketika memandang haram wajah subhanallah mu. 
jadi begini. intinya, jangan khawatir tentang siapa yang ada disampingmu kini ataupun kelak. perbaiki saja dirimu.benar-benar. pun halnya  aku. begitu. sebodoamatnya aku dalam sedemikianrupa adaada saja  dan ketidakjelasan diriku beserta perkataanya. aku masih dan semoga tetap dalam jalur yang kau pun demikian. bukankah asik ketika aku dan kamu tanpa ciee bertemu dalam titik ujung jalur itu? iya menurutku sih iya. kamu? kupikir kamu perempuan yang pandai memendam iya dengan berkali-kali gelengan kepala, tapi disela gelengan itu senyum manjamu menyiratkan iya. jauh dari kata pendusta. karena diposisi seperti itu akupun akan begitu. kau menjaga segala rasa demi sebuah kewajiban. jauh dari esensi kewajiban yang memberatkan. kupikir kau tidak keberatan dengan rasa-rasa yang datang dengan segala tawaranya yang sedemikian rupa. tentu kau punya hak untuk mengganti gelengan kepalamu dengan anggukan kepala muliamu kebawah dan kemudian kau angkat keatas sehingga senyummu semakin terlihat jelas. pada siapa saja kau berhak begitu. pada siapa saja kuharap kau sudah sampai ke titik ujung jalur itu. aku hanya berharap kau strong melewatinya. entah siapun yang menjemputmu di ujung sana. aku tanpa ciee mau berkata “selamat” dengan senyum yang seperti biasa. 
kau belum juga percaya?, kauuuu belum......... ah seengaknya bayangan tentang senyum lebarmu itu sedikit nyata dibantu layar laptop itu. nah kaaaan. kau semakin nyata. maksudku senyummu semakin nyata. seperti halnya jarak antara tulisan ini dibuat dan kau menytalkernya. yeah hahaha. semua butuh proses. tapi niat akan selalu tetap dalam proses menjadi nyata. dalam usaha-usaha yang dijaga. aku mau berusaha baik bukan untuk dianggap baik atau mendapatkan yang baik seperti mu. baik untuk kebaikan. berhenti disitu. kebaikan adalah katakerja yang tidak memerlukan objek. objek sering melunturkan esensi kebaikan dengan konsepsi keikhlasan yang tidak ada standarnya. jadilah subjek dalam kebaikan. jangan dipikir kau mau baik bagaimana jika objeknya tidak perlu diadakan. itu teka-tekinya. kau jangan mikir. nanti jadi nggak senyum. senyum lagi gih. sekian dan emuah nya nanti. kalo udah...... udah 
4 notes · View notes
menjuduli · 10 years ago
Text
tanya, tanda petik do’a
“Anakku, pukul sembilan sekarang, dengarlah! Angin malam berdesir dan udara berubah sejuk, Mungkin terlalu dingin untukmu, keningmu hangat Kau bermain begitu semangat. Kau pasti lelah, kemarilah, pangkuanku menunggu”
“ah buk, biarkan aku, sebentar.Begitu lembut berbaring disini. dan disana… di atas pangkuanmu aku segera tertidur,Tanpa tahu apa mimpiku, tapi disini, disini aku segera tahu apa mimpiku, dan tanyakan apa artinya. Dengarlah… itu apa buk?”
“itu kelapa jatuh”
“Sakitkah kelapa itu?”
“kurasa tidak.. kata orang buah dan batu itu tak punya perasaan”
“bunga juga tidak merasakan apa-apa?”
“tidak.. kurasa tidak. Kata orang bunga juga tidak punya perasaan”
 “Kalau begitu kenapa ibuk waktu kemarin kupatahkan bunga pukul empat,         ibuk berkata aku menyakitinya?”
“anakku.. bunga pukul empat begitu cantik, kau koyak kelompak lembutnya, sedih kumelihat bunga malang itu, sekalipun dia sendiri tidak merasakan apaapa, aku merasakannya untuknya, karena dia begitu cantik”
“Tapi buk, cantik jugakah kau?”
“tidak, anakku… kurasa tidak”
“Tapi ibuk punya perasaan?”
“ya, orang punya perasaan tapi tidak semuanya sama.dan adakah yang sama? Kau bakal menanyakan itu nak?”
“Tidak buk, aku masih sibuk dengan jawaban mimpiku disini, Tidak sempat menanyakan tentang  perasaan ,tentang persamaan, ataupun perbedaan disana”
“Yasudah, sebelum kelak atau entah kau lega dan kau temui pertanyaan seperti itu dan mengalihkan mimpimu, ini kuwejangi ; tentang perasaan, hidup atau matinya makhluk itu prediktif, dia abstrak dalam harap dan ke-waswas-an. Percayalah nak semuanya sebenarnya sama dan itu-itu saja dalam kemajemukan kausalitas-Nya. Kamu kelak dalam mimpi atau nyatamu jangan membedakan. Jangan mengelak dalam prasangka. Temui. Temui tiap prasangka dengan duga bertatap nyata.” 
“maksud ibuk apa?
“tidak apa-apa, bunga yang kau petik nan cantik sore itu berharap maaf darimu. Tidak cukup seperti itu, kukira kau perlu menyirami dan menanam bunga sejenisnya disampingnya nak. Dia kesepian dalam pesakitan, dengan perasaan yang dibuat-buat, dia menyembunyikan sakitnya itu dengan purapura tak punya perasaan”
“Ah ibuk selalu saja pintar mengalihkan perhatian. Apa maksudmu tadi buk?”
“sudah nak, lanjutkan mimpimu disana. Cepat bangun. Ada mimpi yang kau lewatkan. Wejangan itu untuk mimpi yang kau lewatkan. Pulaslah nak, sempurnakan mimpimu. Dan sadarlah sepenuhnya. Sesadar-sadarnya”
“baik buk. Do’akan.”
Tumblr media
0 notes