Text
“Do you ever sit there and wonder why you’re still alive? After all the attempted overdoses on painkillers, the amount you smoke, all the alcohol you’ve consumed, the experiments with drugs..You do all this self destructive shit and you’re still alive and you don’t know why?”
— (via mcmobent)
5K notes
·
View notes
Text
Tak ada yang tersisa dari harapan harapanku. Ia telah menemukan titik. Akhir yang luka. Jalan yang buntu. Sinar yang akhirnya padam.
Aku paham bahwa waktu tak pernah di pihakku. Aku adalah anomali, cacat, kekacauan dari penciptaan. Rusak yang-dari-pabrikan.
Tak ada ampun. Tak ada kasih. Aku ditampar dan dilempar ke kenyataan. Tak ada impian. Tak ada kisah. Hidup adalah hitam tak berkesudahan.
Entah apa yang menjadi rahasia semesta. Atau mungkin memang gamblangnya adalah aku bukan kesukaan yang kuasa. Diciptakan sebagai pengingat bahwa selalu ada yang lebih.
Lebih pantas dicinta. Lebih pantas dibela. Lebih pantas diberi warna. Aku hanya merupa tanah, merupa angin, merupa semua yang samar dalam bumi.
Tak pernah ada aku. Aku hanya bayang, yang tak akan pernah terkenang.
Tiada.
0 notes
Text
jika aku orangnya, kau tak akan pusing saat berkelana. kau tau aku pandai menyelesaikan rupa-rupa persoalan. tetek bengek besar besar, perkara rumit kecil-kecil.
jika aku orangnya, hari hari kita akan serupa rimbun rimbun hutan. kau yang paling tahu bahwa setiap peperangan kita hanya ada di kepala dan menjelma angin angin tenang.
jika aku orangnya, akan kuangkat setengah beban di pundakmu. seperti yang sejak dulu kukatakan, tugasku adalah menopang dan menjagamu.
jika aku orangnya, akan kupetik bunga-bunga magnolia. kusisipkan di jejari yang lelah, di wajah yang lelah. akan kuajak kau menari dan tertawa di tengah lagu-lagu lama.
jika aku orangnya, akan kulepas segala hitam dan gelap. akan kuhapus segala luka dan duka. akan kugenggam tanganmu erat-erat, menjadikanku, menjadikanmu, menjadikan kita rumah.
jika aku orangnya, akan kuberikan cinta, yang lebih purba dari usiaku. yang lebih panjang dari seluruh perjalananku. kau tau aku selalu kembali padamu.
jika aku,
aku orangnya, yang akan melepaskanmu. penuh sayang, penuh rela, penuh bahagia, penuh doa.
0 notes
Text
Terminal
Semua makhluk bermimpi menjadi rumah: perhentian akhir yang aman dan nyaman, perhentian seumur hidup. Tapi, semesta tak melulu adil ke seluruh makhluk, beberapa dijadikannya: terminal.
Puluhan ratusan ribuan orang lalu lalang. Sebagian menetap beberapa waktu dengan tak nyaman. "Ah aku hanya menanti hujan," "Ah aku hanya melepas lelah," "Ah aku hanya menunggu bus". Ah, aku kesepian - kata sang terminal.
Di tengah malam di rumah-rumah yang hangat, ada tawa dan marah yang tersisa. Ada piring-piring yang dibiarkan tergeletak, ada segelas susu yang dibiarkan basi, atau makanan yang lupa disimpan dalam pendingin.
Sedikit saja, sang terminal ingin merasakan menjadi susu basi itu: merekam tawa yang jujur dari orang yang pernah singgah di buihnya. Sedikit saja, sang terminal tak ingin merasa kesepian di malam hari.
Di tengah malam di rumah-rumah yang hangat, ada luka yang tersisa. Penghuninya berjalan pergi, duduk di terminal yang kesepian itu. Terminal itu diam, menjalankan tugasnya, hingga sang penghuni merasa lebih baik dan meninggalkan terminal itu, lagi.
Kini hanya luka yang tertinggal di terminal itu. Hanya bekas tetes-tetes air mata yang mengering. Selamanya ia hanya digunakan seadanya. Selamanya ia hanya menjadi persinggahan. Selamanya, ia hanya menjadi sementara.
0 notes
Text
Senyum di wajah orang-orang, sepucuk harapan bahwa waktunya akan datang: waktu untuk berbahagia, waktu untuk menerima yang didoakan.
Sepanjang jalan kusesapi senyum di wajah orang-orang, sepucuk kenyataan bahwa waktuku sudah datang: waktu untuk menerima, bahwa bahagia adalah yang dicecap sekitarku.
: waktu untuk mendoakan dan selalu kudoakan untuk kamu dan semua kamu
: waktu untuk menerima, bahwa selamanya, bahagia tak akan aku pernah aku pahami
0 notes
Text
Aku menutup mata dan wajahmu terlintas di kepalaku. Ada mata air yang berderai-derai bagai hujan yang dirindukan kemarau. Andai derainya menghidupkan yang layu, andai derainya menutupi luka.
Aku menutup mata dan selalu kudoakan kamu sehat dan bahagia, selalu penuh dan dijauhkan dari sepi. Aku lupa berdoa supaya aku bisa sedikit hadir di dalamnya. Tapi begitupun tak apa, Tuhan selalu mengajarku untuk memiliki hati seluas samudera.
Aku menutup mata dan kubayangkan setiap luka yang hadir di jarak-jarak kita. Kurasa kamu tahu, bahwa yang paling pahit sekalipun, hanya akan aku telan sendiri. Kudoakan kamu melangkah di tanah yang manis, di tanah yang lembut dan mudah.
Sayangku, kita baru melempar bibit dan menyiram sedikit air. Aku lalai dan mengacak-acak tanahnya, tapi bukan berarti semuanya akan mati. Tidakkah hidup begitu lekat dengan salah? Tidakkah seharusnya kita belajar untuk menjadi sedikit kuat?
Sayangku, sungguh aku begitu lelah. Aku adalah kumpulan derai-derai air mata, yang menunggu hingga akhirnya kering tak bersisa. Hingga akhirnya mati, tak berguna. Tetapi, semoga, kamu hidup dan hidup dan tumbuh dan abadi karenanya.
0 notes
Text
Guandalupe Nettel, from her novel titled "Stillborn," originally published in 2020
2K notes
·
View notes
Text
Langkah-langkahku hanya berisi hampa, ditindas waktu, dilucuti semesta. Mereka tertawa-tawa, melihatku jatuh ke lubang yang sama berkali-kali dan terus menerus lebih dalam. Aku merangkak naik, dan diberikannya minyak di telapak tanganku, ditebarnya abu di mataku.
Pikirku hidupku begitu lucu. PikirMu hidupku begitu lucu. Semua yang baik lenyap daripadaku, kini yang tersisa hanya luka, hanya hampa, hanya cerca, hanya langkah-langkah yang selalu lebih dahulu pergi. Kini yang tersisa adalah air mata, dan tawa bagi yang menonton, dan jijik bagi yang hadir.
Hidup adalah kolam luka, tanpa penawar, tanpa pelupa rasa sakit. Hidup sepenuh-penuhnya adalah derita.
0 notes