Tumgik
millasofia · 7 years
Text
Boomerang dalam ingatan.
“Kirana, sayanglah sama Ibuknya…”
Itu cuplikan dari salah satu video Kirana, saat Kirana ditanya kalau Mbak No lagi marah itu kayak gimana.
Ngeliat bagaimana Mbak No bermain dan bicara ke Kirana, agak-agak mirip dengan bagaimana Ibuk bicara dengan kami, anak-anaknya.
Ibuk jarang marah menggunakan vokal. Atau berbicara dengan nada tinggi. Ibuk lebih memilih diam, kemudian mendudukkan kami dan bicara panjang lebar tentang kehidupan wkwkwk.
Kalau misalnya, anaknya bandel, gak mau makan, kayak aku, Ibuk bilang, “Adek ni, kok gak sayang sama Ibuknya? Kok gak mau dengerin Ibuknya?” atau “Adek, sayanglah sama Ibuknya…” atau “Ibuk tu suka sedih kalau adek gak mau makan. Kalau gak makan tu kasian badannya. Kasianinlah badannya tu.” kemudian walaupun dengan muka kesal, akhirnya makan. Hahaha.
The power of “Ibuk sedih kalau…” mayan ampuh juga. Karena ga ada anak yang pengen Ibuk Bapaknya sedih kan ya?
Jadi sadar bagaimana Ibuk selalu bisa bermain dengan kata-kata. Ketika air galon dispenser habis, dan Bapak akan berangkat kerja, terjadi sedikit drama, Aku : “Buk, air galon habis.” Ibuk : “Iya dek? Coba tanya Bapak dek, Bapak haus dak?” Aku :“Pak, Bapak haus pak?” Bapak : “Kenapa?” Ibuk: “Kalau haus Hana mau ngambilin minum Pak. Cuma air galonnya habis.” Bapak: “Oalah, mau minta ganti air galon aja kok panjang kali ceritanya.”
Kemudian air galon diganti. Wkwkwk. Padahal bisa aja langsung bilang minta ganti galon, tapi perasaan yang tertinggal setelah itu mungkin agak berbeda.
Eh, kok malah cerita galon.
Ya gitu, jadi dulu waktu Bela seumur Kirana, juga pernah nangis gitu, sama Ibuk dicuekin, Ibuk malah nyapu. Bela ngikutin terus. Aku kasian sama Bela, aku tanya, “Buk, ngapa Bela buk?” terus kata Ibuk, “Gak tahu, gak jelas ngomongnya, soalnya sambil nangis.” dan ketika agak tenang nangisnya, baru Ibuk dekati Bela, baru digendong, baru disayang-sayang.
Setiap Ibu pasti punya caranya sendiri dalam mendidik anak. Semua punya gaya sendiri. Bagaimanapun caranya, pasti untuk kebaikan anaknya. Pasti.
Aku gak yakin bisa mendidik anak dengan sabar dan penuh trik persis kayak Ibuk dulu. Tapi yang jelas, cara Ibuk akan menjadi contekan di masa yang akan datang.
Eh, kok udah ngomongin mendidik anak pulak ni? Ngasih makan ikan aja kebanyakan, mau ngomongin mendidik anak pulak.
348 notes · View notes
millasofia · 7 years
Text
Catatan bekal.
kadernya mama intelek, dan papa humanis.
Tumblr media
Dalam perjalanan mobil sekitar satu jam ke depan yang disetiri Mama, pada awalnya ia hanya diam. 
‘Terpaksa’, ia berkendara tiap pagi diantar Mama ke sekolah. Kantor Mama di Lemhanas dan sekolah menengah pertamanya sejalur. 
Mama kadang berceloteh ihwal kenaikan bahan bakar minyak. Atau kondisi runyam politik pada tahun itu, 2009, barangkali. Atau bahkan kondisi ekonomi.
Namun, walau belum kuasa paham, anehnya tak ada hal dari pembawaan Mama yang mengusik dirinya. 
Dengan setia ia menyimak. Bahasan serius, berat, serta penuh intrik dikemas dalam citarasa khas ibu yang hangat dan ringan.
Beranjak SMA, Ananda mulai gemar membaca buku-buku. Wawasan alternatif mulai terhimpun. 
Pelan-pelan ia mulai bisa menimpali. Bak kawan diskusi, percakapan mulai resiprokal, “Ma, aku nggak setuju karena ini…” 
Cah Lanang kesayangan Mama mulai nyaman utarakan opininya. 
Papa. Lalu bagaimana dengan Papanya?
Papa bagai suara rakyat kecil yang berjalan. Papa tidak pernah suka berlama dengan orang kaya. Papa lebih suka bercengkrama dengan kalangan menengah ke bawah. 
Dalam sekejap, Papa dapat tahu informasi menarik dari tempat baru yang ia kunjungi. Seperti restoran Padang yang ia sekeluarga kunjungi saban waktu, dari Papa-lah ia tahu jika pemiliknya orang Jawa. 
Papa punya magnet, sehingga orang baru kerasan bercakap lama dengannya.
“Papa humanis,” begitu ia mengenang. Sedang Mama-nya sesosok intelek.
Bertahun kemudian, seusai ‘masa kaderisasi’ selama empat setengah tahun dari Mama di mobil, serta pengajaran Papa-nya akan kepedulian– didapuklah ia menjadi pemimpin sebuah lembaga tinggi di kampus. 
Dialah Ardhi Rasy Wardhana, Presiden Keluarga Mahasiswa (KM-ITB), periode 2017-2018.
Mendengar cerita Ardhi, ketika mewawancarainya untuk suatu proyek (hehe), ada beberapa yang aku garisbawahi. 
Bahwa seorang ibu yang mengasah intelektualitas serta memperluas wawasannya, berpotensi kuat untuk mencetak sosok pemimpin dalam diri anaknya. Ia mendidik pola pikir ‘kader kecil’-nya.
Namun, di satu sisi, belajar dari sosok ‘Mama’– ia pun harus berempati terhadap anggota keluarganya. 
Bagaimanapun, ibu tetaplah ibu yang perlu terus-menerus menempa sifat keibuannya. 
Perhatikan bagaimana ibu Ardhi mengemas bahasan-bahasan intelektual dari kantornya, menjadi sedemikian membumi bagi anaknya. 
Ini poin penting!
Bagaimana dengan ‘Papa’? Papa humanisnya Ardhi? 
Papanya adalah sosok yang membebaskan. 
Kendati mengajarkan sikap tegas dan wibawa pada anaknya, seorang pemimpin tak boleh menanggalkan sisi kemanusiaannya. 
Semoga dapat bermanfaat, terlebih jika kau tertarik melahirkan dan membesarkan calon-calon pemimpin!
*Gambar dari sini.
63 notes · View notes
millasofia · 7 years
Photo
:))
Tumblr media
118 notes · View notes
millasofia · 7 years
Text
Nah. Serupa dengan visi misi bahwa pernikahan tak sekedar pernikahan, tapi peleburan dua insan yang saling bersinergi untuk (produktif) beribadah demi mencapai bahagia dunia akhirat.
lajangku adalah ajangku. lajangku (lebih dari sekedar) penantian berharga.
Tumblr media
Seorang kawan perempuan yang kusayangi, kerapkali menge-bel ku. Isi ceritanya tak jauh-jauh dari seputar tekanan soal jodoh dari dalam maupun luar.
Aku beri saran yang hampir sama dari waktu ke waktu. Sampai-sampai kubuka pula polemik diri. Aku paparkan pula keruwetan pribadiku soal jodoh, kemudian berbagi cara sok iyey untuk menghadapinya.
Kemudian, dalam satu percakapan yang sesungguhnya tak bertema jodoh-jodohan, seorang kawan lelaki selewat menyelipkan gelisahnya soal usia-usia rawan. Tak ragu, ia ungkapkan jika ia diterjang pula kebingungan soal jodoh, soal si eta yang katakanlah dicinta.
Aku hanya bisa tertawa kecil, kemudian memutarbalik percakapan pada tema semula.
Kemudian (lagi!) seorang kawan berkisah akan mantannya yang akan menikah tak lama lagi. Ada (lagi!) yang curhat colongan soal kecengannya yang akan melamar perempuan yang bukan dirinya.
Belum lagi, dedek-dedek berusia tiga, empat, bahkan lima tahun yang ikut-ikutan galau soal jodoh, dalam beragam varian. (Apa yang tua yang ikut-ikutan? Hahaa).
Oh. Betapa duapuluhlimaku terlanda galau akut dari berbagai penjuru!
Keep reading
86 notes · View notes
millasofia · 7 years
Photo
:') mba Yuna pasti meleleh baca ini. Selamat yaaa atas kelahirannya :))
Tumblr media
assalamualaikum anak sholehah, sedang apa di perut Ibu? masih betah ya di dalam sana? nggak papa, Kak. insyaAllah Bapak sama Ibu sabar menunggu. Kakak sangat berarti untuk Bapak Ibu. semua yang sangat berarti selalu layak ditunggu.
Kakak, nanti kalau Kakak sudah besar, Kakak akan menemukan rintangan-rintangan dalam hidup. ujian-ujian, cobaan-cobaan, tantangan-tantangan. sama seperti sekarang–rintangan untuk keluar dari perut Ibu. saat-saat itu, Ibu sama Bapak mungkin nggak selalu ada, Kak. tapi Allah selalu ada. Allah selalu ada di mana-mana, lebih dekat dari Ibu, lebih dekat dari apapun. Kakak nggak perlu khawatir apalagi takut. Allah sudah janji bahwa setelah setiap kesulitan selalu ada kemudahan.
Kakak, Ibu dan Bapak minta maaf kalau keluarga kita penuh dengan ketidakadaan, ketidaknyamanan. Bapak kerap jauh dari kita. Ibu kerap sibuk dengan urusan-urusan pekerjaan yang adalah untuk keluarga kita, Kak. seringkali, kemudahan memang perlu diperjuangkan–tidak datang tiba-tiba. Ibu dan Bapak nggak akan pernah bisa ngasih Kakak kemudahan–yang ini datangnya hanya dari Allah. Ibu dan Bapak hanya bisa mengajarkan caranya berjuang agar kemudahan selalu menyertai kita. kita akan berjuang sama-sama, Kak.
di keluarga kita, semuanya adalah pejuang. di keluarga kita, semuanya berjuang untuk menjadi kuat. dengan menjadi kuatlah kita bisa menjadi hebat. Kakak juga.
ikhlas, sabar, dan bersyukur selalu ya, Kak. Bapak Ibu ridho dan ikhlas. semoga Allah juga ridho sama kita. Bapak Ibu nungguin Kakak, kok. Bapak janji akan berusaha supaya bisa hadir saat Kakak lahir. selamat dan semangat ndusel-nduselnya ya, Kak.
Bapak Ibu sayang Kakak. selamat dan semangat berjuang.
340 notes · View notes
millasofia · 7 years
Quote
Kalau kesetiaan hanya untuk negara, tidaklah akan terbesit pada Rasulullah untuk meninggalkan Makkah. Kalau kesetiaan hanya untuk kabilah, tidaklah akan terbesit pada Baginda Nabi untuk memerangi Quraisy Kalau kesetiaan hanya untuk keluarga, tidak akan terbesit pada hati Rasul untuk melawan kejahatan Abu Jahal. Sebab akidah itu lebih tinggi untuk dibela dari segala hal. Namun yang perlu kita cermati, bukan berarti kita merenggangkan jarak antara keluarga, bangsa dan negara. Itu salah besar. Yang ada adalah; menjadikannya mozaik indah jua saling berharmoni. Tersusun rapi dalam prioritas dan semuanya berkelindan dengan kemegahan Islam. Itu dia yang sekarang kita semua ingin wujudkan.
@edgarhamas (via edgarhamas)
97 notes · View notes
millasofia · 7 years
Text
Seperti bayangan keinginan saya meski masih sama-samar. Dan tulisan ini sangat menjelaskan, terima kasih! :)
Bersamamu, Aku Ingin Membangun Peradaban!
Apa sih yang ada di benakmu ketika mendengar kata memilih pasangan? Sejauh ini, yang saya dan sebagian besar teman-teman bayangkan tentang memilih pasangan hanyalah tentang cara memilih pasangan, cara yang baik mendapatkan pasangan dan cara yang tepat mengenali diri pasangan. Tapi ternyata, berbicara tentang memilih pasangan tidak hanya sekadar itu. Lebih jauh lagi, ini adalah tentang membangun peradaban. Wow! Hmm, tapi gimana sih maksudnya? Sini duduk manis, saya akan menceritakan hasil diskusi NuParents dengan teteh kami, teh Yuria Pratiwhi Cleopatra atau yang lebih akrab dikenal dengan nama teh Patra. Seluruh tulisan ini adalah hasil saya mendengar buah pikirnya beliau. Stay tune, ya!
Memilih pasangan bukanlah proses main-main, tapi merupakan proses yang memang harus disikapi secara serius, sebab sebagai calon orangtua kita memiliki kewajiban terhadap (calon) anak untuk memilihkan calon ibu atau ayah yang baik. Satu hal yang perlu kita ingat, menikah perlu dilakukan dengan proses yang sesuai dengan syariat, termasuk juga ketika memilih dan mengenali pasangan ini. Kalau begitu, jika prosesnya diawali dengan ikatan-ikatan tidak halal yang tidak sesuai dengan syariat, itu bagaimana? Di hati sudah ada jawabannya, ya! Teh Patra menyampaikan, 
“Mengenal calon pasangan sebelum nikah bukanlah jaminan pernikahan akan berlangsung dengan baik karena semua sifat asli akan muncul setelah menikah sehingga proses mengenal pasangan adalah proses seumur hidup.”
Ketika melihat ayah dan ibu, saya merasa mereka berdua begitu cocok. Lalu, saya pernah bertanya-tanya, apakah dua individu yang dipertemukan dalam ikatan pernikahan selalu berarti keduanya cocok bagi satu sama lain? Ternyata tidak. Setiap manusia unik, karenanya memang tidak ada satu orang individu yang akan benar-benar cocok untuk individu yang lainnya. Kalau kata teh Patra, 
“Kesempurnaan pasangan justru terletak pada ketidaksempurnaannya. Jika keduanya sudah sempurna, dimanakah letak peran untuk saling mengisi dan saling menghebatkan?”
Lalu, apa yang sebaiknya menjadi landasan kita dan pasangan memberanikan diri untuk terikat dalam pernikahan? Tidak ada yang lain selain untuk beribadah, untuk membangun peradaban agar anak-anak kita kelak menjadi kontributor dalam peradaban Islam. Nah lho, atas tujuan sebesar dan seserius ini, mungkinkah jika kita mengawalinya dengan hubungan dan perasaan yang justru tidak terletak dalam koridor keridhoan Allah?
Menikah adalah satu-satunya cara untuk membangun keluarga. Tapi, jangan sampai kita menjadi keluarga yang sekedar bertahan: sekedar bisa hidup, memiliki keturunan dan menjalani hidup selayaknya orang kebanyakan. Mengapa? Jelas, sebab kita tidak bisa menjadi keluarga yang biasa-biasa saja untuk membangun peradaban.
Apa yang perlu dilakukan untuk bisa membangun peradaban?
Pertama, mau membangun peradaban berarti mau berjuang untuk mewujudkannya. Bagaimana cara berjuangnya? Cara yang paling konkret adalah dengan tidak berhenti belajar; yang pertama dan utama adalah belajar ilmu agama (termasuk Tafsir, Sirah Nabawiyah dan Fiqih praktis), ilmu bahasa, menguatkan spesialisasi pada suatu keilmuan atau peminatan serta mengupdate wawasan tentang apa yang sedang terjadi pada realitas sekarang ini.
Kedua, membangun peradaban bersama keluarga berarti juga bahwa keluarga tersebut harus memiliki visi dan misi yang jelas serta sama-sama memiliki semangat dan usaha untuk dapat mewujudkannya. Untuk dapat mewujudkan setiap visi dan misinya, milikilah proyek bersama keluarga yang tentunya mengandung kebermanfaatan yang lama, luas dan juga banyak. Untuk menunjang hal ini, alangkah lebih baiknya jika diadakan semacam rapat keluarga. Itu kan kalau sudah menikah, kalau belum, apa yang bisa dilakukan? Sebelum menikah, lihatlah seseorang dari potensi yang dimilikinya, lalu kelak ketika sudah menikah berilah ia kesempatan untuk mengoptimalkan potensinya. Niatkan dalam hati, “Setelah menikah dengan saya, pasangan saya bisa menjadi seseorang yang hebat.” Ayo buatlah resolusi dan beranilah untuk memperjuangkannya!
Ketiga, perjuangkanlah komunikasi dengan pasangan (dan seluruh anggota keluarga). Mengapa perlu diperjuangkan? Sebab, membangun peradaban tentu tidak dilakukan dengan komunikasi biasa yang ala kadarnya. Dalam pernikahan nanti, komunikasi ini sering bisa menjadi masalah, maka salah satu harus ada yang mengalah meski ia tidak bersalah. Selain itu, ketika ada perbedaan pendapat, jangan baper alias terbawa perasaan.
Serius nih mau membangun peradaban? Kalau begitu, jangan tunggu menikah dulu, yuk persiapkan sejak sekarang! Semoga Allah mempertemukan masing-masing dari kita dengan orang yang bisa diajak kolaborasi sepanjang hidup dan membersamai kita dalam langkah-langkah untuk mewujudkan cita-cita besar membangun peradaban. Pesan teh Patra, carilah yang berpotensi berjuang! ;)
Sampai bertemu di review-review selanjutnya. Untuk membaca tulisan parenting atau pra-nikah lainnya, klik disini.
638 notes · View notes
millasofia · 7 years
Quote
Saya mendalami agama islam, belajar tentang Allah SWT, tentang nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, belajar kisah para nabi, belajar pahala dan dosa, memahami syurga dan neraka, dan berbagai ilmu islam, bukan karena saya ngefans sama islam.
Tapi karena saya adalah seorang muslim.
Bagaimana bisa kita beragama akan sesuatu yang kita sendiri tidak pahami?
(via choqi-isyraqi)
113 notes · View notes
millasofia · 7 years
Quote
Remembering that I’ll be dead soon is the most important tool I’ve ever encountered to help me make the big choices in life. Because almost everything — all external expectations, all pride, all fear of embarrassment or failure — these things just fall away in the face of death, leaving only what is truly important. Remembering that you are going to die is the best way I know to avoid the trap of thinking you have something to lose. You are already naked. There is no reason not to follow your heart.
Steve Jobs :)
70 notes · View notes
millasofia · 7 years
Quote
Setiap guru punya gaya mendidiknya masing-masing. Dan apakah kamu tahu apa salah satu “lahjah tarbiyah”, apa gaya Dzat Sang Mahabesar untuk mendidik manusia? Jawabannya : Mengisahkan sejarah. “Belajar sejarah secara umum, dan sejarah Islam secara khusus adalah kata kerja untuk generasi Robbani”, kata DR Raghib Sirjani.
(via edgarhamas)
Ohh ini! Bekal nanti.
36 notes · View notes
millasofia · 7 years
Text
Kemahalan Hidayah
Kata Ustadz di kajian dzuhur di kantor kemarin; Hidayah itu mahal sekali harga nya. Bayangkan, Abu Jahal, yang pamannya Nabi SAW, yang rumahnya tetanggaan, yang setiap hari ketemu... tak dapat hidayah tu.. Abu Thalib, yang pamannya Nabi SAW, yang jelas-jelas mendukung perjuangan Nabi, namun tak pula dapat hidayah.. Mendukung tapi tak mengakui.. mensupport tapi tak beriman.. Kita, yang ke makam nya saja belum, rumahnya ribuan kilo jauh nya, tapi Alhamdulillah mendapat hidayah keimanan.. Masya Allah.. Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau dustakan? Sungguh mahal sekali harga nya hidayah itu.
0 notes
millasofia · 7 years
Photo
I think it is true.
Tumblr media
I think this is right.
205 notes · View notes
millasofia · 7 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
31 notes · View notes
millasofia · 7 years
Quote
There are things we don’t want to happen but have to accept; things we don’t want to know but have to learn; and people we can’t live without but have to let go.
Unknown (via onlinecounsellingcollege)
1K notes · View notes
millasofia · 7 years
Text
Katakanlah aku ini memang geer. Saat merasa berat sekali hidup ini, Ada untaian quote-quote dari instagram, atau rangkaian indah kata-kata pengingat di tumblr. Padahal tak sengaja mencari, Hanya membuka social media saja biar tak bosan Tapi rasanya seolah diberikan 'kode' Duh Tuhan, malu aku ini Terima kasih ya
0 notes
millasofia · 7 years
Text
Renungan!
Mari kita tanyakan pada diri sendiri, sudah berapa usia kita saat ini? Lalu, sudah berapa usia kita yang dicuri oleh waktu? Tahukah kamu bagaimana waktu mencuri usia manusia? Waktu mencuri usia manusia melalui angan-angan akan hari esok sehingga kita melupakan hari ini, terus berulang setiap harinya hingga usia kita habis. Saat kecil, kita ingin menjadi remaja. Saat remaja, kita ingin menjadi dewasa. Saat dewasa, kita ingin menikah dan berkeluarga. Saat berkeluarga, kita ingin melihat anak kita tumbuh dewasa. Dan kita sendiri telah menua. Di hari tua, kita ingin kembali ke masa muda, sementara senja sudah di depan mata.
1K notes · View notes
millasofia · 7 years
Text
But the problem is having a coworker who like a lot gossiping. Hard to avoid this kind of person 😯
How to Stop Gossiping
1. Try to stop yourself when you are having negative thoughts about people.
2. Remind yourself that you have power over your thinking.
3. Remind yourself that your thoughts affect the way you relate to that person - and often in a negative way.
4. Try to replace negative, critical thoughts with positive, understanding thoughts.
5. Try to put yourself in their place, and imagine how you’d feel if it was you.
6. Remind yourself of who your best self is, and commit to being that person.
7. Ask a trusted friend to say something when you find yourself gossiping.
Remind yourself that even if you recognise a friend’s annoying flaws and habits you don’t have to mention them.
1K notes · View notes