Text
Mewarnai
Beberapa hari lalu ada info di grup sekolah TK anak, tentang lomba mewarnai. Kebetulan si adek memang suka mewarnai tapi untuk mengisi waktu aja, bukan yang skillful teknik-teknik mewarnai, skill-nya masih anak-anak TK pada umumnya. Kebetulan setelah dicermati juga judul lombanya "Family Coloring Competition" jadi memang anak dan ortunya kerjasama buat mewarnai. Begitu ditawarin, anaknya mau, ibunya tentu dengan senang hati. Biar ada alasan jalan keluar rumah sama sekalian bonding.


Hari ini, pagi-pagi aku berdua sama Kama udah jalan duluan ke Pesona Square karena harus daftar ulang dulu. Jalan masih sepi, lift belum jalan, pintu mall juga masih banyak dikunci. Jadi kami datang lumayan awal dan dapat posisi di baris paling depan. Sebelum mulai, lihat-lihat dulu di booth-nya dan ada free coloring gitu. Liat spidol segitu banyaknya kayak memanggil-manggil innerchild-ku hadir.

Aku rasa, aku memang agak obsessed dengan alat-alat mewarnai, wkwk. Dulu waktu kecil kayaknya paling pol cuma punya 12 warna, mau itu spidol, pensil warna, krayon, dan cat air. Nggak akan lebih. Jadi sampe gede gini masih pengen punya koleksi alat mewarnai yang udah aku klaim ke anak-anak bahwa ini punya ibuk, mohon maaf kalian nggak bisa pakai karena kalian punya sendiri-sendiri. Meski reaksi mereka sangat nggak terima.
Waktu kecil aku pernah ikut lomba mewarnai atau menggambar, tapi nggak sering, dan aku nggak skillful dan nggak pernah juara juga. Aku merasa nggak punya banyak akses untuk tahu teknik-teknik menggambar atau mewarnai. Jadi aku merasa gambarku nggak berkembang dan heran kok yang lain pada bagus-bagus ya karya-nya. Paling yang sering aku lakukan adalah lihatin anak lain yang jago-jago waktu mereka gambar dan mewarnai di lomba, 'Ooh jadi gitu caranya'. Tapi itu kan nggak sering dan aku nggak ikut sanggar juga. Paling di rumah disuruh liat Pak Raden gambar di TVRI dan diikutin, tapi Pak Raden goresannya jago bangeet, aku si amatir ini ketar-ketir.
Seiring dewasa, aku masih kadang-kadang suka coba-coba mewarnai. Untuk mengikuti hasrat masa kecil aja. Atau kalaupun untuk hasrat dewasaku, bahasa kerennya sekarang 'theurapeutic'. Kalau dulu cuma punya 12 warna, sekarang aku bisa beli sendiri lebih banyak warna. Aku bisa latihan dengan warna yang lebih banyak dan praktekin apa yang aku lihat dulu. Iya, dulu banget.
Balik lagi ke lomba hari ini, kami berdua mewarnai bareng. Kama pilih objek apa yang dia mau warnai dengan warna yang dia pilih sendiri. Selain yang dia warnai, aku yang ambil alih, malah beberapa dia yang nyuruh aku warnain yang mana-mana aja. Beberapa pewarnaan dia aku halusin dan tambahin dikit-dikit. Lewat satu jam Kama udah mulai capek dan bosen jadi kami selesaikan tanpa ambisi apa-apa. Maklum, Afifah kecil sudah punya pikiran bahwa kalau menurut kamu itu bagus maka yang lain banyak yang jauh lebih bagus jadi nggak akan menang. Jadi selesai mewarnai kami langsung ke foodcourt buat makan, sholat, dan nggak begitu tertarik buat dateng ke pengumuman pemenang. Selesai sholat, di grup TK udah banyak yang pada ngucapin "Selamat Kamaniya", eh ternyata kami dapet Juara Harapan 3!

Meskipun agak nyesel juga karena Kama nggak bisa langsung pegang piala dan naik panggung karena kami nggak ada di tempat dan udah kelewatan. Tapi kami, khusuzon aku, udah seneng banget segitu mah. Innerchild-ku kayak legaaa dan hepiii banget akhirnya dapet apresiasi begini. Kegagalan masa kecil yang terbayarkan dengan juara lomba mewarnai anak-anak di usia hampir 34 tahun :'D. Selamat ya!
Depok, 26 Mei 2024.
0 notes
Text
Ketika dalam perjalanan
Sering teringat mereka
Yang sudi menungguku
Sedang apa mereka
Lalu sedih membayangkan jika
Memikirkan tak ada mereka yang menungguku
Rumahku
Iya, hanya kesedihan yang aku ciptakan sendiri
Tapi jadi syukur untuk saat ini
Dan menghargai setiap waktu bersama
Apakah ini rindu?
Dari aku si kaku
0 notes
Text
How's Life Lately?
Bismillahirrahmanirrahim,
9 tahun usia pernikahan kami, luar biasa bersyukur dengan apa yang telah Allah titipkan saat ini. Alhamdulillah kami diberikan banyak nikmat. Aku bersyukur kami semua diberikan nikmat iman, kesehatan lahir dan batin.
Remy, suamiku, saat ini meskipun sedang sibuk-sibuknya ngerjain Project Petani kayaknya sih nggak stres-stres banget karena dia punya tim yang lumayan supportif. Masih bisa membeli mainan hobinya dan yang terakhir dibeli kayaknya sebuah pencapaian.
Saka, anak pertamaku, saat ini kelas 2 SD dan berusia 8 tahun. Aku bersyukur dia sudah paham waktu dan cukup mandiri. Pembawaannya sudah lebih santai dan usil. Sekarang sedang suka (atau karena disuruh bapaknya) baca buku Harry Potter. Love languagenya sejauh pengamatanku adalah receiving gift, jadi baru saja kami 'menghadiahinya' naik kereta cepat dan kereta panoramic. Kami rasa, sebagai orang tuanya, itu adalah hal yang disukainya sebagai pecinta kereta.
Kamaniya, anak keduaku, saat ini TK A dan berusia 5 tahun. Meski masih sering drama, tetapi anaknya cukup menyenangkan dan enjoy. Berhati lembut dan naluri ngemongnya cukup kuat, jadi sekarang minta dipanggil 'Kakak' no debat. Ibunya masih sering bilang 'adek' dan tanpa celah dia akan segera meralatnya. Banyak rasa bersalahku kepadanya sedari dia lahir, tapi nggak perlu berlarut-larut. Yang perlu aku lakukan adalah memberikan dia kasih sayang dan perhatian yang tulus. Love language-nya adalah quality time jadi dia akan sangat senang jika ditemani bermain, diajak jalan-jalan, dijamin mood tuan putri langsung bagus.
Aku sendiri di usia menjelang 34 tahun, mulai khawatir dengan kesehatan. Olahragaku masih kurang dan pola makanku yang masih belum sehat-sehat banget. Mulai kepikiran buat melanjutkan sekolah tapi masih naik turun semangatnya, lebih banyak ndolosornya sih.
Di usia 9 tahun pernikahan ini, aku tengok lagi usiaku saat menikah dulu. Muda dan naif. Di usia yang sama pula aku hamil dan melahirkan. Saat itu, pun sampai hari ini aku sangat bersyukur telah menjalaninya meskipun terseok-seok. Kalau aku pikir sekarang dengan pola pikir perempuan jaman sekarang, apakah dulu aku sudah cukup siap dengan kehidupan pernikahan dan memiliki anak di usia itu, rasanya aku belum siap-siap banget. Tetapi jika kuingat saat itu, aku cukup percaya diri dalam menentukan pilihanku (menikah dan memiliki anak). Hari ini, aku bersyukur menatap anak-anakku yang sudah tumbuh besar. Aku ingat bagaimana harus mencuci popok-popok mereka, berdamai dengan gumoh-muntah di jam aku pengen istirahat, menggendong mereka kesana kemari, sabar di sakit mereka, marah-marahku saat hamil muda sambil toilet training, dan semuanya. Aku coba maafkan diriku untuk kesal dan marahku di awal pernikahan dulu dan hingga saat membersamai anak-anakku saat ini.
Aku bukan perempuan, istri, ibu yang sempurna tetapi denganmu aku berterimakasih karena telah menerima, menemani, menjaga, mengomeli, memaksa, memberikan aku tempat yang nyaman agar aku tetap bisa berperan dengan baik. Terimakasih telah hadir untuk kami, Remy. Selamat 9 tahun, di tahun ke-sepuluh Insyaallah kita bisa lebih baik ya.
Eling lan waspada, sadar lan sabar, setiti lan ngabekti, semeleh tur sareh.
2 notes
·
View notes
Text
Melihat video ini waktu nengok ponakan baru kemaren, liat diri sendiri, liat raut muka, rasanya...aku udah jadi ibu ya, udah melewati hamil-melahirkan-menyusui 2 season ternyata ya, melewati keriwehan bawa balita ke mana-mana. Sekarang, di masa-masa 'menanam' yang masih terus meraba-raba, insecure mempertanyakan diri sendiri bener nggak ya aku ngedidik anak, mereka nanti gedenya sehat jiwa raga dan akhlaknya nggak ya, kalau anakku begini mungkin karena aku ya, salahku bersikap di mana, bener nggak ya aku jadi ibu, dst. Jadi pengen peluk, pukpuk diri sendiri, sama bilang..tenang yaa..pasti nggak mudah melewati fase demi fase itu, sekarangpun begitu..tapi bisa kok, nggak papa pelan-pelan..ibu..we love you, you did well, you should love yourself too, it's okay..aal izz well.
Semarang, Januari 2024
1 note
·
View note
Text
Belitong
Berawal dari liat kalender, long weekend, liat-liat tiket, terus laporan haha hihi sama suami. Sepertinya respon awal dia gak terlalu yakin sama ajakanku jadi ga berani beli tiket. Tapi beberapa hari kemudian dia bilang, ayok!
Gass!

Jadilah sekeluarga ke Belitung 1-3 Juni lalu. Pengalaman yang menyenangkan buatku karena memang ini pertama kali ajak anak-anak main agak jauh. Aku nggak bilang ini “making memories” buat mereka, selain karena lebih ke misi lama pribadi aku dan suami, juga kadang anak-anak tu yang bener-bener berkesan buat mereka belum tentu yang diajak liburan ke mana, dibelikan mainan bagus seperti apa. Kayak mereka jawab apa yang paling diinget dan disuka waktu bareng sama bapak ibuk, ‘Main petak umpet di rumah dimatiin lampunya terus ibuk kaget’ (padahal kagetnya pura-pura juga ya) sesimpel itu. Jadi nggak muluk-muluk pengen mereka inget kita main ke mana, tapi kalo inget lebih bagus sih nak! sip!








Semoga waktu kalian liat fotonya kita bisa inget lagi menyenangkan dan hangatnya hari itu ya.
Selama dan sepulang dari Belitung, aku setuju kalau Belitung tempat yang pas buat pergi sama keluarga mendang-mending kaya aku. Selain pantai dan lautnya bagus banget, biaya ke dan di sana lumayan terjangkau. Orangnya ramah dan daerahnya aman nyaman. Cukup ideal untuk bawa anak-anak main.
Simpan di sini ya.
3 notes
·
View notes
Text
2022
Kalo di IG pada bilang good bye 2022, welcome 2023 waktu tahun baru, emang telat sih baru nulis tentang tahun ‘ini’ sekarang. Cuma mau bilang, tahun 2022 bener-bener jadi milestone yang penting banget di hidupku dan keluarga. Banyak banget penyesuaian, peralihan dan pelajaran baru yang bikin puyeng bener tapi banyak Alhamdulillah-nya juga. Apalagi setelah hampir 6 tahun lebih di rumah dan udah mulai menerima yaudah lah mungkin tempatku di rumah seterusnya. Meskipun banyak khawatirnya juga. Tiba-tiba di malam yang santai, bojo masih ngadep leptop sambil kerja, aku tiduran sambil nge-scroll IG atau shopee sampe panas hapenya, ditanya “Kamu nggak coba daftar?” aku yang hah heh hoh karena udah mager banget mikir. Yaudah liat-liat, mikar-mikir, pilah-pilih formasi yang liat dari lokasi, bisa naik kereta nggak, dan yang nggak usah jauh-jauh, deket sama kantor suami nggak. Akhirnya keterusan bukan karena pengen lulus tapi karena pengen buktiin ke diri sendiri karena meskipun hobi bobo siang sama anak-anak bisa ngerjain step demi step yang sebenernya insecure juga saingannya freshgrad atau experience. Lalu di sinilah aku dengan kemumetanku di dunia besi baja dan ke-material metalurgi-an. Ah lagian daridulu juga mumetan, masuk IE aja mumet, lhah ini tambah cengo. Wkwk. Tapi nggapapa, di dunia yang bener-bener baru ini aku menikmati, belajar hal baru yang banyak banget, dapet insight, melihat kenyataan di antara baik dan buruk dunia ini. Weeess...abot..abot..
Peralihan hidup keluarga ini juga kurasa cukup smooth, anak-anak nggak langsung tiba-tiba ditinggal ortunya kerja full dari pagi sampe sore di luar rumah. Ada proses antara aku sama suami yang kayak bertukar posisi di mana dia kerja di rumah dan aku kerja di luar rumah. Jadi lebih saling menghargai. Ada hikmahnya juga efek covid yang bikin di antara delapan tahun keluarga ini, kita dikasi waktu kurang lebih dua tahun buat sama-sama di rumah. Ada banyak proses yang bisa kita lakukan sebagai sebuah keluarga. Dan kurasa setelah waktu itu ‘habis’ kita bisa lebih siap untuk menjalani kehidupan keluarga yang baru.
3 notes
·
View notes
Conversation
Pillow talk with 4 yo daughter
Kama: Buk, padahal aku tuh masih pengen dianterin ibuk
Afifah: Iya dek, maaf ya. Sekarang ibuk udah harus berangkat pagi.
Kama: Aku pengen ibuk kayak dulu lagi, nggak kerja. Jadi bisa anterin aku, jemput aku.
Afifah: Iya maaf ya dek *nggak bisa nggak nangis*. Ibu minta maaf yaa..
Kama: Ibuk kenapa minta maaf, ibuk kan nggak salah.
Afifah: Karena nggak bisa nganter sama jemput adek sekolah
Kama: Nggak papa kok, aku tetep sayang ibuk *senyum*
Afifah: *makin ngucur*
Kama: Kenapa ibuk sedih?
Afifah: *sambil geter ngomongnya* Ya ibuk tu juga pengen nganter adek, jemput adek sekolah, tapi sekarang jalannya ibuk kerja lagi. Jadi kita syukuri aja ya dek, kita jalani yaa. Walaupun ibuk nggak bisa anter atau jemput adek, ibuk tetep sayaang banget sama adek.
Kama: Aku juga. Cuci muka buk, kalau ibuk nangis nanti banjir kamarnya kita tenggelem, hehehe. Udah tidur yuk.
Afifah: Hehe iya, yaudah bobo yuk. *merem tapi masih neteees aja*
Kama: Ibuk jangan sedih lagi ya. aku juga minta maaf ya
Afifah: Minta maaf kenapa?
Kama: Karena aku marah-marah kalo bangun pagi
Afifah: Ahaha, nggakpapa :)
Dari Kama lahir, dulu aku udah sering sedih dan merasa bersalah. Takut nggak adil, takut nggak bisa kasih yang sama kayak masnya. Aku udah minta maaf sama dia sejak dia masih bayi *cry*. Tapi aku juga janji kalau sayangku ke dia nggak akan berbeda. Yang sering bikin sedih, aku sering bandingin dia sama masnya. Aku di rumah sama anak-anak sampai masnya usia 6 tahun, sedangkan dia cuma 3 tahun. Masnya bisa kuanter jemput sampai TK B tapi dia masuk playgroup aku cuma bisa anter kadang-kadang. Dia mungkin inget waktu-waktu masih belum sekolah dan bareng sama aku nganter dan jemput masnya sekolah, tapi waktu dia sekolah malah nggak dianter jemput ibunya, hiks. Tapi masih bersyukur, karena masih bisa dianter jemput bapaknya. Aku takut ini nggak adil buat dia, tapi aku sadar kalau semua juga nggak bisa disamakan. Waktu berlalu, Kama tumbuh jadi anak yang baik insyaallah. Komunikasinya bagus, dia bisa mengutarakan perasaannya dengan baik. Pernah di waktu aku mau keluar kota dia bilang "Buk, aku belum siap ibuk pergi", kujawab "oh oke, kalau gitu apa yang bisa kita lakuin biar adek siap?". Meskipun aku tau itu nggak akan bikin dia jadi 100% siap. Tapi paling nggak saat dia bisa bilang perasaannya, aku bisa menanggapi dan cari solusi bareng-bareng. Aku sangat menghargai caranya berkomunikasi tanpa tangisan atau rengekan. Aku mengingat diriku sendiri di usia yang sama, mungkin nggak bisa ngomong kayak gitu ke ibuk, bahkan di usia yang lebih besar. Meskipun obrolannya jadi berat dan merasa dia jadi dewasa dan bikin aku terpotek-potek tapi kurasa itu lebih melegakan. Semoga kita bisa terus berkomunikasi dengan baik ya dek. Kita jalani ini semua bareng-bareng ya. I love you adek.
4 notes
·
View notes
Text
Untuk Afifah
Untuk Afifah 20 tahun lalu,
Yang begitu ingin cepat dewasa. Yang ingin segera bisa pergi kemanapun sendirian. Yang ingin cepat diakui sebagai identitas sendiri, bukan lagi anak kecil. Ingin kukatakan, nikmatilah masamu, masa peralihanmu menjadi remaja, tak perlu tergesa.
Untuk Afifah 10 tahun lalu,
Yang ingin segera belajar terbang sendiri. Meski sambil menahan sesak meninggalkan tempat nyamannya menuju tempat yang mendengarnya saja asing, yang sama sekali tidak dikenal, dan tidak tahu dengan siapa akan bertemu. Ingin kukatakan, tak apa untuk sedih dan menangis.
Kini seiring waktu kamu berdiri di atas kakimu sendiri, dihadapkan dengan pilihan-pilihan serius. Beberapa keputusan telah diambil dengan kebijaksanaan usiamu saat itu, kenaifan, dan keyakinan atau meyakinkan diri bahwa itu adalah keputusan yang paling tepat. Meski di waktu-waktu setelahnya, mungkin kamu menyadari bahwa yang dikatakan orang sebelumnya bisa jadi tidak salah tapi kamu sangkal.
Untuk Afifah saat ini,
Kini kamu menyadari kamu dewasa ketika menentukan waktu untuk perjalanan singkat menuju rumah, untuk kembali kepada sang ibu. Memberinya waktu untuk kembali menjadi anak perempuannya. Tidur berdua, ngobrol berdua, dan makan bersama. Waktu yang menyempit, hanya sehari semalam tapi kuharap beliau tahu bahwa anak-anaknya akan hadir dan peduli untuknya.
Lalu, kamu ingat anak-anakmu. Dunia mereka yang belum terlalu luas, masih begitu melekat denganmu, masih ingin banyak sentuhanmu, yang kadang kau kesali. Namun kelak, jangan sampai kau sesali ketika mereka sudah benar-benar dewasa. Nikmatilah hari ini, sekarang, tidak perlu buru-buru.
0 notes
Text
Terkait
Pernah ketika di jalan dalam perjalanan berangkat kerja, tiba-tiba terdengar suara ‘Ibuk..!’ dari arah kanan. Aku tengok dan nggak ada anak kecil di sekitar. Tapi suara tadi mirip sama suara Saka atau Kama. Lalu terasa sesak di dada, kebayang sedih ya rasanya kalau seperti ada yang manggil tapi anaknya nggak ada. Ternyata seberharga itu dipanggil anak. Padahal kadang suka ngomel ke mereka kalau dikit-dikit manggil, dikit-dikit ‘Ibuk’, dikit-dikit merajuk. Tapi masa kecil mereka nggak lama, masa mereka terus mencari dan membutuhkan ibunya nggak lama. Kelak mereka dewasa akan dengan dunia mereka, dengan teman-teman mereka, dan berusaha kuat dengan dirinya sendiri. Cepat-cepat aku bersyukur dan akan lebih menikmati panggilan-panggilan mereka di masa ini. Panggilan yang pasti aku rindukan kelak.
Beberapa waktu lalu aku menyaksikan seorang ibu yang kehilangan anak lelaki sulungnya yang tiada karena covid. Anak kebanggaannya, harapannnya, yang walaupun sudah cukup lama berlalu masih terasa kerinduannya sampai sekarang. Kerinduan yang hanya bisa diterbangkan ke semesta. Nyesek banget rasanya pasti. Dan sekarang lagi, melihat ibu dengan perihnya melepas anak lelakinya, tanpa melihat jasadnya, yang tidak bisa ia lihat dan sentuh untuk terakhir kalinya. Terasa begitu terkait karena aku punya hubungan yang sama, ibu dan anak laki-lakinya. Memperlihatkan aku sebagai ibu bentuk keikhlasan, kesabaran, dan ketegaran.
Depok, 4 Juni 2022
0 notes
Text
Hyah Ra We
Babak baru yang bikin kaget gak kaget. Yang tadinya iseng dan dibilang “Ya pikirin nanti”, ketika waktunya mikir tiba ya ambyar juga. Kalau yang dipikirin akhirnya bikin mumet, akhirnya “Yaudah jalanin aja” karena nggak bisa overthinking lama-lama, capek. Sungguh tahapan yang sudah biasa terjadi. Tapi mau gimana lagi selain dijalani aja, sambil merapal doa-doa memohon dimampukan atas ketidakmampuanku, merengek minta dikuatkan atas kelemahanku, meminta agar semua tidak terasa sulit, kalaupun sulit ya semoga aku bisa mengatasinya, dan di atas itu semua, memohon bahwa ini membawa kebaikan, keberkahan.
Kadang masih sering terpikir, apa ini benar? apa aku bisa? apakah ini baik? Tapi melihat bagaimana aku sampai di sini dengan kemudahan yang Allah beri, sebaiknya aku berpikir ya beginilah yang harus dijalani, yang harus didasari syukur dan sungguh-sungguh. Kesedihan dari ketakutan yang kubuat sendiri sudah berlalu, bukankah saatnya bersemangat? Karena ini skenario terhebat Yang Maha Kuasa.
1 note
·
View note
Text
Sedang merindukan rumah yang ada bapak, ibuk, dan habib.
Sedang mengenang banyak tempat dan momen seremeh apapun itu, juga orang-orang yang sudah mendahului pergi.
Missing the old good times..
Fyuh..
0 notes
Text
Sulungku
Dulu beberapa waktu sebelum menyapih galau sedih takut kehilangan kelekatan sama Saka. Dari yang tadinya mencoba mengurangi kuantitas menyusui agar si anak terbiasa akhirnya malah tiap anaknya minta pasti kuturutin dengan dalih menikmati saat-saat intim dengan anak di waktu-waktu terakhir menyusui, toh nanti kalau memang waktunya berhenti juga akan berhenti. Takut Saka nggak deket lagi sama aku, takut Saka nggak butuh aku lagi, haha. Tapi seiring waktu ya akhirnya dijalani aja. Saka selesai menyusu menjelang usia dua tahunnya. Setelah itu, setelah proses penyesuaian tentunya, enak banget tidur malamku Ya Allah, karena sebelumnya Saka tipe yang sering kebangun untuk nyusu dan lama. Akhirnya aku bisa tidur malam dengan lebih nikmat. Aku nggak galau-galau lagi. Selesai menyapih eeh hamil lagi. Dimulai kegalauan baru takut 'kehilangan' Saka lagi ketika adiknya nanti lahir, takut nggak adil, takut cuma punya sedikit waktu khusus buat dia. Begitu terus yang ada di pikiran sampai adiknya lahir. Akhirnya ya dijalani saja. Nggak galau-galau terus. Bagaimanapun akan ada jarak antara aku dan Saka setelah adiknya lahir. Dia yang semakin mandiri dan adiknya yang maunya nempel ibunya. Kadang suka kangen tapi dia tetap cinta pertamaku. Akan tetap kuingat bagaimana pertama kami saling memandang. Mungkin nanti akan ada kegalauan-kegalauan lagi tentang aku dan Saka, tentang jarak dan waktu kami berdua, yang akan berubah seiring dia bertambah dewasa. Tapi kurasa kami akan menemukan bentuk kedekatan yang berbeda. Kedekatan yang juga mendewasa, yang tumbuh. Seperti yang sudah-sudah, dijalani saja. Karena sayangnya ibuk akan selalu ada.
0 notes
Text
Realita dan Harapan, tsah!
Desember. Hujan sudah mulai sering turun. Efeknya sering membangkitkan antara kenangan dan keinginan makan mi instan.
Teringat Desember 2017 saat keluarga kecil kami masih kinyis-kinyis, yah..sekarangpun masih, sedang dalam masa kegalauan, keresahan, penuh harapan dan rencana. Lalu bagaimana kami menerima ketika rencana dan harapan itu tak terjadi di tahun setelahnya, 2018. Kami merasa masih di tempat dan posisi yang sama. Hal yang mungkin tak seindah rencana yang kita inginkan sebelumnya, tapi hal yang jauh jauuuh lebih baik adalah hadirnya seorang anggota keluarga baru di keluarga kecil ini. Yang membuat tahun setelahnya, 2019, menjadi seakan terasa cepat. Saka yang sudah mulai bergabung Kelompok Bermain dan Kama yang semakin memenuhi hati kami. Ya Allah..i couldn't ask for more. Semoga kami selalu diliputi rasa syukur. Semoga tahun-tahun ke depan kami bisa lebih kuat.
0 notes
Text
Yang menyedihkan dari perpisahan adalah ketidakpastian akan pertemuan kembali
1 note
·
View note
Text
Jogja, sejak aku pergi hubungan kita jadi rumit. Karena untuk Jogja yang sekarang, aku adalah asing. Baginya aku adalah masa lalu karena Jogja yang kukenal pun itu dulu. Heu..tapi aku rindu. Yang bikin sedih setiap pulang aku tak bisa begitu menikmatimu. Atau hanya belum saja?. Jogja, baik-baik ya.
1 note
·
View note
Text
Tak selalu hidup akan baik-baik saja, akan ada masa hidup sedang tak baik-baik saja. Tak selalu kabar yang datang adalah baik, maka bersiap-siaplah untuk kabar yang buruk yang bisa tiba-tiba datang.
Ya Allah..kuatkan kami..mampukan kami..
0 notes