Text
“Dulu, kukira impianku terlalu tinggi. Sekarang aku sadar, ternyata aku hanya salah memilih tempat bercerita.”
— Choqi Isyraqi
741 notes
·
View notes
Text
Ada banyak perasaan tertahan, banyak tulisan batal disampaikan. Dikira lupa, ternyata hanya bikin tumpukan pikiran yang bikin sesak dada.

381 notes
·
View notes
Text
yang harus selesai
gini loh, dek. habis menikah itu, masalah tuh tambah banyaaak, bukan jadi berkurang. kamu harus mikirin keuangan keluarga, kesehatan keluarga, pendidikan anak-anak, aktualisasi masing-masing anggota keluarga. itu dalam lingkup besarnya. dalam lingkup kecilnya? mikirin hari ini mau makan apa, jemuran sudah kering belum, pintu sudah dikunci belum. banyak yang diurus.
jadi, kalau memang niat menikah, ya kamu harus selesai dulu, dek, sama hal-hal dasar yang jadi pasaknya rumah tangga. kepercayaan, percaya nggak sama calon pasangan? kejujuran, bisa nggak kamu jujur sama diri sendiri dan sama calon pasangan? komitmen, kesetiaan, mau menerima, hal-hal seperti itulah.
kalau kamu dan calon pasanganmu sudah selesai sama hal-hal dasar itu, artinya kalian sudah siap untuk mempersiapkan diri untuk menikah. belum benar-benar siap menikah loh. kenapa? karena habis itu yang harus diobrolin masih banyak.
gimana kalian mengatur keuangan keluarga. mau tinggal di mana dengan cara apa, ngontrak kah nyicil rumah kah. gimana caranya bertukar sepatu biar sama-sama baik sebagai menantu. besok kalau punya anak gimana mendidiknya. apa bentuk melayani dan taat menurut masing-masing. rencana jangka panjang masing-masing dan gimana kalau itu harus dilebur. bahkan, bisa sampai seputar mau punya ART apa enggak. suka ngosek kamar mandi enggak. mau punya anak berapa (ini kendali Allah memang tapi bisa juga direncanakan).
juga, yang mungkin tabu diomongin di depan, seperti gimana kalau sampai terjadi masalah dan amit-amit harus berpisah. apa arti kekerasan dalam rumah tangga menurut masing-masing. dan lain-lain.
wajar sih, kalau saat mau menikah, kamu diselimuti kekhawatiran. akan langgeng nggak ya, dia akan setia nggak ya, akan bahagia nggak ya. itu memang tugasnya setan supaya yang mau menikah ragu-ragu dan nggak jadi menikah.
tapi, dek. ada banyak banget yang lebih penting dan utama untuk dipikirkan dan direncanakan daripada itu, apalagi daripada masa lalunya atau kekhawatiran tentang kesetiaan dia di masa depan.
intinya ya dek, setiap orang pasti punya masa lalu sehingga kamu nggak usah mikirin masa lalu calon pasanganmu. nggak usah, nyusahin. sekaligus, kamu jangan berharap deh bahwa kamu bisa mengubah seseorang. kalau sayang ya pasti dia menjadi dirinya yang terbaik. lagian, nggak enak menjalani hubungan yang penuh dengan tuntutan.
dah, selesaikan dulu yang dasar-dasar. kalau sudah siap untuk mempersiapkan diri untuk menikah, persiapkan diri (dan calon pasangan) untuk menikah. baru deh menikah.
prinsipnya kan, nanti gimana bukan gimana nanti. semangat persiapannya!
3K notes
·
View notes
Text
Tutorial Jatuh Cinta
Jatuh cintalah pada seseorang yang perasaan cintanya lebih besar darimu. Karena ia akan membuatmu menjadi sangat berharga. Bersedia untuk melakukan hal-hal kecil untukmu, menggendong anakmu saat kelelahan, membiarkanmu tetidur dan ia membereskan rumah, membelamu jika ada orang lain yang menyerangmu, menyediakan makanan-makanan kecil saat kamu malas memasak, dan tidak marah-marah saat kamu menghabiskan uang yang digunakan untuk kebutuhan kalian berdua. Jatuh cintalah pada seseorang yang memiliki cara berpikir yang baik, yang luas, yang terbuka. Karena di dalam pikirannya nanti kamu akan tinggal. Karena cara berpikirnya itulah yang akan kamu hadapi selama kalian bersama. Tentu merepotkan tinggal bersama orang yang ternyata cara berpikirnya mudah menerima hoax, tidak bisa mencerna informasi dengan baik, tidak bisa mengambil keputusan dengan bijak, tidak ada keinginan untuk berkembang, tidak punya pendirian yang kuat. Lelah sekali tinggal di pikiran yang seperti itu, bukan? Jatuh cintalah pada seseorang yang mudah diajak berbicara. Kamu tak perlu merasa takut untuk mengutarakan segala isi hatimu, mengutarakan segala penatmu, mengajaknya berdiskusi untuk keluargamu. Tentu tidak enak jika selama bersama, kalian tidak bisa membicarakan hal-hal penting untuk keluargamu. Bahkan, untuk sekedar mengatakan bahwa kamu lelah dan memintanya untuk mengasuh anak sebentar saja, kamu takut. Tak leluasa untuk berbicara. Padahal, memiliki teman bicara seumur hidup yang nyaman itu benar-benar anugrah yang tak ternilai.
Kalau kamu ingin jatuh cinta, tutup sejenak matamu dari hal-hal yang kamu lihat darinya. Rasakan dari hatimu, berpikirkan sejauh mungkin. Seberapa bisa kamu hidup dengan sosok sepertinya. Karena apa yang kamu lihat dari matamu, seperti kecantikan/ketampanan itu akan usang dimakan usia, harta bisa hilang, jabatan bisa lepas. Kalau nanti kamu jatuh cinta, kamu tak lagi takut jatuh ditempat yang menyakitkan karena kamu bisa memilih di tempat seperti apa cintamu jatuh. Hati-hatilah memilihnya. Kalaupun harus menempuh jalan yang panjang dan berliku, tidak apa-apa. Kalau harus menempuh waktu yang lama, tidak apa-apa. Tidak apa-apa.
©kurniawangunadi
3K notes
·
View notes
Photo

Panceeen edaan! Proses vaksinasi merupakan kewajiban pemerintah sesuai yg diamanat kan UU. Vaksin gratis adalah HAK RAKYAT, udah selayaknya ditengah puncak pandemi dan krisis seperti ini rakyat mendapatkan akses vaksin gratis, bukan malah membebankan ketidakkompetenan pemerintah dalam mengatasi pandemi kepada rakyat. Padahal sebelumnya pemerintah udah dibantu dg kebijakan Vaksin gotong royong yg dibantu perusahaan. Perusahaan membeli vaksin dari pemerintah buat diberikan ke karyawannya. Eh ini masih aja berbisnis ketika berada di puncak pandemi dengam dalih untuk mempercepat proses vaksinasi. Iyaa bener, bagi kalangan menengah keatas yg punya uang bisa langsung datang ke Kimia Farma membayar untuk sesuatu seharusnya menjadi haknya dan keluar dg perasaan tenang karena udah mendapatkan vaksin. Bagaimana dengan kalangan menengah kebawah yg selama PPKM ini perekonomian nya mengalami krisis, ketika berjualan bukan nya untung malah buntung karena teguran dari aparat yg represif. Mereka hanya bisa mengelus dada sambil menunggu untuk mendapatkan informasi agar bisa mendaftarkan diri untuk ambil antrian. Harusnya pemerintah lebih memfokuskan di proses pendistribusian vaksin yg masih penuh ketidakjelasan. Bukan malah mengambil jalan pintas sambil cuan! Di ponorogo sendiri akses untuk memperoleh informasi vaksinasi gratis sangat sulit. Media untuk announce mengenai vaksinasi gratis sangat tidak relevan, selama ini masyarakat hanya mendapatkan info melalu broadcast WA Grup. Bagaimana dengan orang-orang tua di desa yg gagap teknologi untuk mendapatkan info vaksin gratis? Di desa saya bisa dibilang yg sudah mendapatkan vaksin nakes, PNS atau orang-orang yg bekerja di pemerintahan, selain itu mungkin tidak terfikirkan bahwa mereka harus dapat vaksin, mending macul ng sawah pak! Apalagi untuk Vaksinasi mandiri, mending gae tuku pupuk yg ketersediannya juga sangat terbatas! Bagaimana proses pendistribusian vaksinasi gratis dari hulu ke hilir nya? Bagaimana agar masyarakat dapat mendapatkan akses Informasi mengenai vaksinasi gratis? Kalo udah ada yg berbayar gini bagaimana dengan stok vaksin gratisnya? Cari jalan pintas kok sambil cuan? ....... *lanjut di comment lurr 😅 https://www.instagram.com/p/CRNMa6HLugQ/?utm_medium=tumblr
0 notes
Text
Selamat Menginjak 33
Salam untuk mama. Terima kasih telah menghadirkanmu, pria luar biasa sepertimu ke dunia. Selamat hari mama dan ulang tahun untukmu.
Aku pernah bilang, belum ada yang bisa membuatku memaklumi sebanyak ini. Aku pernah bilang, belum ada yang berhasil membuatku tersiksa rindu sesering ini. Aku pernah bilang, belum ada yang sukses membuatku mematikan kepala demi bisa bersama meski hanya beberapa lama. Aku pernah bilang, belum ada yang membuatku terdiam dan ingin mendengar lebih banyak lagi, apa-apa yang ada di kepalamu. Aku pernah bilang, susah untuk tak jatuh hati padamu. Semoga kau percaya.
Terima kasih sudah pernah memutuskan untuk egois dan terus menggenggam tanganku. Terima kasih sudah selalu menyediakan dada dan lengan kapan saja aku ingin ditenangkan. Terima kasih sudah selalu sabar dan tersenyum, meski kadang kekakuanku di luar akal sehat. Terima kasih sudah mau berbagi ilmu dan tak bosan mengajariku untuk menjadi lebih ‘kaya’ setiap harinya. Terima kasih, karena masih ada di sampingku hingga kini. Ada jutaan mimpi di kepalamu, aku akan mengaminkan setiap satunya hingga semua tercapai. Ada banyak cita-cita yang masih ingin kau gapai, belokan kecil tak akan mampu membuatmu tersesat. Kejar, taklukkan mereka, sayang. Aku percaya, tak ada yang tak mampu engkau lakukan. Ada bismillah dan aminku pada setiap semogamu, ada atau tidak namaku di dalamnya.
Sehat-sehat, sayang. Dunia tidak akan lebih lunak sekarang. Kau kuat, pasti bisa.
Selamat ulang tahun, mas….
472 notes
·
View notes
Text
Khawatirmu Tentang Masa Depan
@edgarhamas
Jujur saja, sebenarnya apa hal yang lebih membuatmu khawatir dibanding ketakutanmu pada masa depan?
Itulah yang membuat manusia yang kamu lihat —dan barangkali kita sendiri— belajar mati-matian demi ijazah, katanya agar di ‘hari depan’ diterima di universitas ternama. Sibuk kuliah dan ingin cepat lulus, demi 'masa depan’ yang cerah di perusahaan besar. Kerja lembur bagai kuda dengan misi menciptakan 'masa depan’ karir yang gemilang.
Kekhawatiran kita akan masa depan itu seperti kita berlari mengejar bayang-bayang kita sendiri. Tak pernah berakhir, dan selalu membuat hati gelisah. Menghidupkan hari ini demi esok hari. Sebuah cara hidup paling menyiksa yang pernah ada. Dibayang-bayangi esok akan jadi apa dan akan makan apa. Cara pandang seperti itulah yang melahirkan hamba dunia.
Untungnya, kita punya iman. Dengan iman, kita seperti punya obor yang menuntun kita menyusuri hari-hari ke depan yang gelap temaram. Iman membuat kita tahu bahwa selalu ada jalan bagi mereka yang yakin bahwa segala sesuatu —rizki, cinta dan pencapaian hidup— ada di tangan Allah. Maka mereka tenang, namun tak juga berpaku tangan. Mereka tenteram, tapi justru berkarya makin melesat!
Perkara rezeki dan karunia di esok hari, Allah bilang padamu dengan terang, “Kamilah yang membagi-bagi penghidupan mereka dalam kehidupan dunia” (Az Zukhruf 32) Semua sudah ada jatahnya, sudah ada pembagian seadil-adilnya.
Allah tak pinta kita untuk sibuk menghabiskan waktu demi karir. Justru Allah ingin karir kita hidup untuk menyelamatkan waktu kita yang sempit ini; menghidupkannya menjadi ibadah yang bernilai berat di timbangan akhirat.
Bahkan sejatinya, kerja kita, belajar kita, kegiatan kita, koneksi yang kita bangun, relasi yang kita kumpulkan; hakikatnya bukan untuk mencari penghidupan, tapi untuk bersyukur pada Allah. Unik kan? Kerja bukan demi rezeki, tapi sebagai tanda syukur.
Tapi memang begitulah aslinya. Dan itulah yang Allah ajarkan pada Nabi Daud dan keluarganya, “Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (Saba’ 13)
Dan kamu pasti tahu, keluarga Nabi Daud justru menjadi keluarga paling kaya sepanjang sejarah manusia. Ia menjadi raja dan anaknya menjadi raja. Bukan sembarang raja.
Yang kamu khawatirkan tentang masa depanmu, sudah Allah cover.
Bersyukurlah dengan menjalani hidup yang bermanfaat bagi dakwah dan umat, itulah cara kita mencover waktu menjadi bulir-bulir pahala yang berat di timbangan amal.
3K notes
·
View notes
Text
Ditenangkan lagi takbirnya, dipanjangkan lagi rukuknya, dilemaskan lagi sujudnya, dan diresapi lagi hatinya. Sholat itu soal meminta dan mengharap, bukan lomba. Karena ada orang yang raganya sholat tapi hati dan pikirannya tidak, sibuk pada urusan dunia dan gelisahnya. Seperti orang meminta tapi tidak beradab. Apa iya kaya gitu caranya sholat ? Wajar jika pinta dan doa masih jauh dari kata ijabah.
1K notes
·
View notes
Photo

Pernahkah kamu menemui hari paling menyedihkan di dalam hidupmu? Hari di mana tidak ada satu orang pun yang mau memperhatikan dan mendengarkanmu. Seperti seorang yang terperosok ke dasar jurang, kamu tidak tahu harus meraih tangan siapa. Anehnya di atas rasa sakitmu, orang-orang seperti semakin menjauh dari hidupmu. Mereka seolah tertawa melihat penderitaanmu. Kamu semakin bertanya-tanya. Ke mana saja suara tangisan mereka yang sering kamu redam dengan telingamu? Di mana pundak mereka yang sering kamu peluk saat mereka butuh tempat untuk bersandar? Hingga kamu sadar, bahwa satu-satunya orang yang paling bisa memahami keadaanmu hanyalah dirimu sendiri. Mereka tidak perlu tahu jika kamu sedang terluka. Mereka tidak perlu tahu jika hatimu menangis. Mereka hanya perlu tahu jika suatu hari nanti, orang yang pernah mereka remehkan adalah orang yang tidak pernah menyerah melawan keadaannya. Meski sekarang, di hadapan mereka, kamu hanya bisa berpura-pura untuk tersenyum. Namun, setiap mengalami masalah yang membuat kita merasa sulit bahkan untuk sekadar tersenyum, barangkali kita perlu mengingat: "Kita memang bukan diciptakan untuk bahagia. Kita dicipta untuk diuji. Adalah pilihan kita sendiri, mau menjalani ujian dengan perasaan menderita atau bahagia." Perfect pict 📷 by @ell.soe_ #ketikamelihattebingseketikaterfikirkancaptionyangsangatrandom #exploredieng #kawahsikidang #explorewonosobo (di Kawah Sikidang,Dieng Plateau,Wonosobo) https://www.instagram.com/p/CDqGsdBgsy7/?igshid=1lczhnq1x458a
#ketikamelihattebingseketikaterfikirkancaptionyangsangatrandom#exploredieng#kawahsikidang#explorewonosobo
0 notes
Text
Jika namamu adalah yang tertulis untuk melengkapi separuh agamaku. Semoga Tuhan mencukupi segala kekuranganku untuk menggenapimu.
—ibnufir




629 notes
·
View notes
Text
Menilai Jalan Orang Lain yang Agak Memutar
Hidup ini, tidak selamanya tentang salah dan benar. Kalau kita berhasil melewati suatu masalah, bukan berarti orang-orang yang tak berhasil melewatinya adalah orang-orang yang salah. Bisa jadi, mereka memang sedang dilatih ketahanan dan ditempa untuk menjadi pribadi yang mereka butuhkan kelak di kemudian hari.
Kalau kita berhasil melewati fase kuliah dengan tepat waktu, baik, dan langsung mendapatkan peluang untuk masuk fase berikutnya. Bukan berarti, orang-orang yang butuh waktu lebih lama lulusnya, kuliah yang sulit untuk dimengerti, dan tidak mudahnya untuk masuk fase bekerja dsb. Bukan berarti mereka adalah orang-orang yang gagal dan kita adalah orang berhasil. Tidak juga ada satu alasan pun untuk kita merasa bahwa diri kita ini telah menjadi orang yang benar dan memaksa orang lain untuk menempuh jalan yang sama dengan kita.
Apa sulitnya menyebut dan mengakui bahwa kita adalah orang yang tumbuh dengan privilage.
Kemarin, kita mungkin akan bercerita tentang betapa kerasnya hidup kita, asal kita yang dari desa yang jauh, segala hal yang rasanya sangat heroik. Tapi coba akui bahwa kita dikelilingi oleh privilage, entah orang tua yang mendukung kita untuk berpendidikan tinggi, kesempatan untuk berorganisasi tidak hanya di kampus tapi juga di luar, kesempatan untuk mendapatkan beasiswa pengembangan diri, lingkaran pertamanan yang tidak toxic, dan sebagainya.
Hari ini, sampai kita berumah tangga pun. Kemudian mendapatkan pasangan yang bisa diajak melangkah dengan leluasa, kita bisa fokus mengembangkan karir, pasangan kita juga punya ruang aktualisasi. Semuanya adalah privilage.
Kalau ada orang lain bertanya, “Kok kamu bisa sih produktif banget gitu meski udah menikah.”
Ya karena pasangan itu mendukung kita untuk produktif. Dan dukungan itu, adalah privilage yang kita miliki. Sesuatu yang mungkin tidak ada di keluarga lainnya.
Lantas, apakah kalau keluarga lainnya tidak produktif (dalam standar kita), kita bisa menuduh mereka telah salah jalan, salah ini itu, pokoknya salah. Jangan-jangan, hati kitalah yang keras. Kita telah kehilangan satu sifat bijaksana, bernama empati. ©kurniawangunadi
754 notes
·
View notes
Photo

UPDL Semarang, saya menghabiskan hampir 6 bulan terakhir waktu saya disini. Banyak cerita yg hadir disini. Mulai dari tentang sesuatu yg berhubungan dg profesi, menjalin silaturahmi secara mendalam, bener2 dalam, gimana ga dalam coba, mulai mata terbuka, makan, apel pagi, belajar, sholat, apel malam, main game, kami lakukan secara bersama. Kami ini tentang 80 manusia yg memiliki gender sama yaitu laki-laki. Bisa dibilang lebih cocoknya disebut Pesantren Putra UPDL Semarang sih. Tapi bukan itu yg ingin aku bicarakan disini. Tapi tentang bagaimana menghabiskan waktu ku disini ketika pembelajaran terhenti cukup lama dan menjadi pengangguran yg dibayar. Mulai dari keseharian yg paling positif hingga paling negatif terjadwal secara rapi dan matang. Satu hal yg ingin aku share adalah bagaimana aku mulai membedah kembali life mapping ku satu persatu, karena dg keberadaan ku di Kota Lumpia ini, menjadi penggugur rencana2 yg sudah tertuliskan sebelumnya. Berat awalnya ketika harus menerima keberadaan ku disini, dan project kedepan yg harus aku emban disini. Sangat bertentangan dg Life plan yg sudah aku buat sebelumnya. Aku sempat demotivated habis2 an awalnya. Miris sekali. Lemah. Namun, di tengah masa menjalani pendidikan aku iseng mengikuti beberapa seminar online yg cukup menarik, dan benar adanya bahwa managemen ekspektasi ku masih cukup buruk disini. Kita boleh berencana ,manusia pada hakikat nya hanya bisa berikhtiar dan berdoa, mengenai apa yg akan terjadi kedepannya itu sudah bukan jobdest dari makhluk yg bernama manusia ini. Alhasil, aku pun kembali terfikirkan salah petuah dari Simon Sinek dari buku Start With Why. Tentang teori Golden Cyrcle nya yaitu What, Who, Why. Tentang kembali mencari alasan "mengapa" aku terus bergerak sejauh ini, bukan tentang apa yg aku kerjakan, atau bagaimana untuk menjadi sesuatu tersebut. Tetapi tentang "mengapa". Singkat cerita sejengkal demi sejengkal aku mulai bangun dari mimpi buruk ku yg panjang. Dan mulai memperbaiki apa yg harus diperbaiki, serta meminta bantuan kepada teman2 ku yg aku tau mereka lebih tau dariku untuk menumpahkan kenyataan pahit ini. Iya pahit, sangat amat pahit. (Lanjut di kolom komentar) (di PLN Corporate University - Semarang) https://www.instagram.com/p/CBAYmK8AgSl/?igshid=fxefqdeirn5m
0 notes
Text
Allah tidak pernah lupa setiap kebaikan yang kamu lakukan, tidak pernah lupa pula saat kamu membuat orang lain tersenyum bahagia yang sebelumnya berderai airmata karena gelisah dan dukanya. Teruslah menebar kebaikan, sebab Allah tidak pernah melupakanmu meskipun kamu dilupakan oleh mereka yang mendapatkan senyum karena kebaikanmu.
@jndmmsyhd
2K notes
·
View notes
Photo

If an egg is broken by an outside force, life ends. If broken by an inside force, life begins. Great things always begin from the inside and real change can only come from within, so don't waste your energy trying to change opinions. Remember, to fall in love with yourself is the first secret to happiness. If you don't love yourself, nobody will. And not only that, you won't be good at loving anyone else. People always try to fall you down, they make you cry, give you bruises, insult you in from everyone, they bully you, no matter how people treat you. You are the one, no one is like you, you are rare. Never underestimate your value. You are always priceless. No one can down your value. You are valuable, and when you go through hard moments you will learn that all that only makes you more valuable, because you are stronger and wiser 🔥🔥🔥 (di Setukpa Lemdikpol Sukabumi) https://www.instagram.com/p/CAPZoKHgj0J/?igshid=1eivxpzud48a1
0 notes
Text
Dapet di wa, tanpa saya tau siapa penulisnya.
●Bolu Pisang dan Es Krim ●
"Ma, kakak ranking satu, mana janji mama mau beliin es krim," rengek Dika putra sulungku. Sejak pulang sekolah ia selalu saja menagih janjiku. Mana kutahu bila si sulung yang baru kelas dua SD akan meraih ranking satu, pikirku saat berjanji paling dia hanya akan masuk sepuluh besar saja seperti biasa.
"Sabar ya, Nak, tunggu ibu gajian tanggal satu," janjiku, padahal aku pun tahu tanggal satu nanti upah menjadi buruh cuci separuhnya akan habis menyicil hutang pengobatan ketika almarhum suami sakit dulu.
Dika cemberut. Aku tahu dia kecewa. Tak banyak pinta anak ini sebenarnya, hanya sebuah es krim ketika ia ranking satu. Tapi bagiku itu barang mahal.
Ah seandainya saja Dika ranking dua atau tak usahlah ranking sekalian, ia pasti tak sekecewa ini.
Keterpurukan hidupku bermulai ketika suami yang tiap hari bekerja sebagai buruh bangunan kecelakaan dan lumpuh. Tiap Minggu harus bolak balik kontrol ke rumah sakit, walau pakai BPJS namun kerepotan ini tetap membutuhkan biaya hingga hutang pun menumpuk.
Ketika suami akhirnya pergi selamanya, hutang-piutang pun berdatangan meminta haknya untuk dilunasi.
Aku pasrah. Memohon kepada si pemberi hutang agar memberi kelonggaran dengan mencicil.
Bukan tak mau bekerja lebih giat lagi, namun selain Dika, aku memiliki Anita putri bungsuku yang masih berusia dua tahun. Tak semua orang mau menerima pekerja rumah tangga yang membawa balita.
Sejak itu aku melakukan kerja apapun, mulai dari buruh cuci, hingga upahan membuat kue. Kebetulan kata orang-orang bolu pisang buatanku enak.
(Mbak, bisa buatin bolu pisang?) Sebuah pesan masuk.
Aku bersorak. Alhamdulillah tak sia-sia mengisi pulsa data beberapa hari yang lalu dan mengaktifkan WA ku. Ada pesanan masuk.
(Bisa Mbak, mau berapa loyang?)
(2 loyang, ngambilnya habis Zuhur bisa?)
(Bisa Mbak.) Aku menyanggupi.
(Tapi bolu pisangnya jangan pakai gula ya, biar manisnya ngambil dari pisangnya saja. Anakku alergi gula.)
(Siap, Mbak. Otw dibuat.)
(Berapa harganya?)
(50.000 Mbak.)
(40.000 saja ya, kan gak pakai gula.)
Aku menelan ludah. Ya Tuhan, padahal dalam tiap loyangnya aku hanya mengambil untung 20.000.
(Ya sudah karena Mbak ngambil dua, aku kasih.)
(Oke, tapi aku gak bisa ngambil ke rumah ya, Mbak. Aku mau pergi liburan, jadi jam 1 aku tunggu di depan SMP yang ada di simpang itu.)
(Oke siap.)
Aku segera gerak cepat menyiapkan semua bahan dan mulai bekerja. Baru jam sembilan berarti masih banyak waktu luang. Kebetulan ada pisang Ambon yang belum terpakai jadi gak perlu beli ke pasar.
Alhamdulillah aku bisa mendapat untung dua puluh ribu dari penjualan dua loyang bolu pisang.
Sepuluh ribunya bisa buat beli es krim harga lima ribu untuk si sulung dan bungsu dan sisanya untuk tambahan belanja besok.
Setelah sholat Zuhur, jam 12.30 aku segera berangkat menuju tempat yang dijanjikan. Si sulung mengekor langkahku dengan riang karena terbayang es krim yang bakal didapat. Si bungsu sedang tidur siang jadi kugendong saja.
Tempat janjian kami cukup jauh sekitar setengah kilometer dari rumah. Walau tengah hari dan terik matahari tengah garang menyerang, aku tetap semangat, demi 20.000.
Jam satu kurang lima menit kami telah tiba di tempat janjian. Mungkin sebentar lagi yang memesan akan datang.
Sepuluh menit, dua puluh menit hingga tiga puluh menit berlalu namun tak kunjung ada tanda bila si pemesan akan datang.
Beberapa pesan telah kukirim sejak tadi namun hanya terkirim dan belum dibaca.
Aku menelpon berkali-kali pun tak kunjung diangkat. Sudah hampir satu jam menanti.
Si sulung telah lelah dan merengek sementara si bungsu telah bangun dan ikut meraung karena kepanasan.
Ting! Sebuah pesan masuk. Hatiku bersorak, dari si pemesan kue.
(Ya Allah Mbak, maaf ya aku lupa. Ini suami berubah pikiran, awalnya dia bilang berangkat habis Zuhur eh tahunya jam sepuluh udah mau buru-buru. Jadi gak sempat kasih kabar. Mbak, jual bolunya sama orang lain saja ya, aku udah otw ke kampung.)
Aku langsung terduduk lemas. Ya Allah, ya Allah, ya Allah. Apalagi ini? Aku tak meminta banyak ya Allah, hanya es krim saja.
Peluhku yang sudah sejak tadi mengucur, kini bercampur dengan air mata.
Siapa yang ingin membeli bolu pisang tanpa gula dengan rasa manis yang alakadarnya?
Ya Allah, berkali aku menyeka air mata yang terus membasahi wajah.
Sulungku berhenti merengek, ia langsung diam melihat air mataku. Lama ia menatapku iba. Kedua netranya mulai berkaca. Tak tega hati ini melihatnya. Ia hanya ingin es krim seharga 5000 ya Allah.
"Dika gak akan minta es krim lagi Bu, tapi ibu jangan nangis." Dika kecilku berkata dengan suara yang bergetar. Sepertinya ia pun menahan tangis.
"Kita pulang, Nak," ucapku. Dika mengangguk, si bungsu pun tangisnya mulai mereda. Sepertinya ia mengerti akan kegundahan hati ini.
Ya Allah, beginilah rasanya. Sakit ya Allah, sakit, sakit, sepele bagi mereka namun begitu berat bagiku. Bahan-bahan bolu itu adalah modal terakhir dan kini seolah sia-sia.
Ya Allah, berkali aku menyebut nama-Nya. Berat, sungguh berat, belum lama suamiku pergi dan kini rasanya aku lemah.
Tak banyak ya Allah hanya ingin es krim saja, itu saja, untuk menyenangkan buah hatiku dan kini bukan untung yang kudapat malah kerugian yang telah nyata di depan mata.
Aku baru saja memasuki halaman rumah kontrakan ketika Bu Tia tetanggaku kulihat telah menunggu.
"Eh, ibunya Dika, dicariin, untung cepat pulang."
"Ada apa Bu?" tanyaku. Semoga saja wanita baik ini akan memberikanku perkerjaan. Apa saja boleh, bahkan yang terkasar sekalipun akan kuterima. Tapi gak mungkin, di rumah besarnya sudah ada dua pembantu yang siap sedia. Aku kembali membuang anganku.
"Gini, ibu jangan tersinggung ya." Bu Tia menatapku.
Aku mengangguk, ingin kukatakan bila rasa tersinggung itu sudah lama lenyap dalam kamus hidupku.
"Papanya anak-anak kan baru pulang jemput kakek neneknya dari bandara. Ya dasar laki-laki tahunya kan cuma nyenengin anak tapi gak tahu yang baik. "
Aku mengangguk walau belum paham kemana arah pembicaraan.
"Masa dia ngebeliian anak-anak es krim sampai lima buah. Padahal anakku kan masih batuk pilek parah. Jadi, daripada buat rusuh, mau ya Bu nerima es krim ini, untuk Dika dan adiknya." Bu Tia menyerahkan plastik putih berisi es krim padaku.
Aku terdiam tak sanggup berkata-kata.
"Asikkk." Dika bersorak, aku masih bergeming.
"Lo, yang ibu bawa itu apa?" tanya Bu Tia melirik kantong hitam berisi dua kotak bolu pisangku.
"Bolu pisang Bu, tapi gak manis, kebetulan yang mesan batal. "
"Wah kebetulan, neneknya di rumah itu diabetes jadi gak bisa makan manis. Saya beli ya untuk cemilan."
"Benar Bu?" Aku bertanya tak percaya.
"Iya, berapa harganya?"
"Berapa saja, Bu. Terserah, asal jadi uang."
"Ya sudah." Bu Tia menyerahkan dua lembar uang merah ke dalam genggamanku.
"Ya Allah Bu ini kebanyakan ," ucapku.
"Sudah, gak apa. Ambil saja, kalau mesan yang kayak gini emang mahal kok Bu." Bu Tia langsung mengambil kantong berisi bolu pisang dan bergegas pergi.
Aku masih diam dengan air mata yang mulai menetes lagi. Baru saja mengeluh akan pahitnya hidup dan kini semua telah terbayar lunas.
***
Bu Tia meletakkan bolu pisang yang baru ia beli di atas meja makan.
Ia duduk dan memandang dua kotak bolu pisang itu dengan tatapan berkaca.
Sungguh zolim sebagai tetangga, bahkan ada seorang janda yang kesusahan pun ia tak tahu. Sementara baru saja ia membeli tas branded seharga jutaan dan tak jauh dari rumahnya ada seorang anak yatim merengek pada ibunya hanya demi sebuah es krim.
Untung saja Fahri putranya bercerita, bila tidak pastilah kezoliman ini akan terus berlangsung.
"Ma, tadi yang juara 1 Dika, tetangga kita yang di ujung itu." lapor putra sulungnya.
"Bagus dong, les dimana dia?"
"Gak les kok, Ma. Orang dia miskin kok."
"Hey, gak boleh menghina orang lain." Bu Tia melotot pada putranya.
"Gak menghina kok. Kenyataan emang dia miskin. Kasihan deh Ma, masa kan ibunya janji mau beliin dia es krim kalau ranking satu eh pas dia ranking malah ibunya bilang tunggu ada uang. Kasihan banget Dika ya , Ma. Mana kalau di sekolah dia suka mandang jajanan temannya kayak ngeiler gitu tapi pas dikasih dia nolak. Malu mungkin ya, Ma." Fahri bercerita panjang lebar.
Bu Tia terdiam.
Ya Allah mengapa ia tak tahu? Selama ini, ia aktiv ikut kegiatan sosial, mengunjungi panti asuhan ini dan itu. Namun ia abai akan keadaan di sekitar.
"Ma, bolunya gak ada rasa, kurang enak," ucap Fachri membuyarkan lamunannya.
"Sengaja, makannya bukan gitu. Tapi kamu oles mentega dan taburi meses atau kamu oles selai buah."
"Ohhh, gitu ya. Tumben mama pesan bolu tawar."
"Lagi pengen aja."
Bu Tia menghela napas panjang. Tak akan terulang lagi, jangan sampai ada tangis anak yatim yang kelaparan di sekitarnya.
Anak yatim itu bukan tanggung jawab ibunya saja tapi keluarga dan orang sekitar.
***
Sepele bagi kita namun berarti bagi mereka.
Ada kala sisa nasi kemarin sore yang tak tersentuh di atas meja makan kita adalah mimpi dari anak-anak yang telah berhari-hari terpaksa hanya berteman dengan ubi rebus saja.
Jangan heran menatap binar seseorang yang begitu terharu ketika gaun pesta yang menurut kita sudah ketinggalan jaman itu kita berikan pada mereka.
Uang lima puluh ribu yang sangat mudah lenyap ketika dibawa ke mini market bertukar dengan kinderj*y dan beraneka jajanan yang habis dalam sekejap itu adalah setara dengan hasil kerja keras seorang buruh dari subuh hingga menjelang Magrib.
Bersedekah itu gak perlu banyak, sedikit saja dari yang kita punya. Memberi itu jangan menunggu kaya, saat kekurangan lah justru diri harus lebih bermurah hati.
Beruntunglah bila di sekitar begitu banyak ladang sedekah dimana kita dapat menukar rupiah menjadi pahala. Kaya itu bukan pada jumlah harta tapi bagaimana kita membelanjakannya. Akherat itu ada dan sudah kah kita menyiapkan hunian di sana?
1K notes
·
View notes
Quote
Dari semua kesalahan yang pernah terjadi dalam hidupku. Pernah mencintaimu, adalah satu yang tak pernah aku sesali sama sekali.
(via mbeeer)
738 notes
·
View notes
Photo

Kita yang hari ini adalah hasil tempaan hari-hari kemarin. . Yang hidupnya kalem-kalem saja, yang harinya santai-santai saja, yang urusannya mulus-mulus saja, ia akan mudah jatuh dan tenggelam ketika diterjang badai masalah. . Sementara yang hari-harinya penuh kesulitan, yang sedikit-sedikit diterpa ujian, atau yang sering menjadi pundak bagi teman-temannya untuk bersandar, ia cenderung akan tenang-tenang saja ketika menghadapi semuanya. . Pun ketika masalah yang ia hadapi begitu besar, ia tidak langsung panik dan tidak langsung terpuruk dalam kesedihannya. Kenapa? Karena ia sudah berkali-kali ditempa dan mulai terbiasa. . Lalu apakah kamu sudah sadar apa yang menjadikan kamu berbeda? Kamu sudah berkali-kali ditempa. . Apakah kamu sadar kenapa kamu perlu bersyukur ketika Tuhan berikan ujian? Karena Tuhan mengajarkanmu untuk pelan-pelan menjadi lebih kuat, tapi kamu tidak menyadarinya. . #janganpatahdulu #yourdaystarttomorrow (di Coban Jahe) https://www.instagram.com/p/B6INl5QAFCU/?igshid=1qflrqmsly0ta
0 notes