Tumgik
myanothernotes · 7 years
Text
Kekasihku, Yang Tidak Kekasih Lagi
<p>Sebelum ini, kasih<br />
Saya dan kamu ialah dua raga yang lebur jadi satu kata, kita - berdua ;<br />
pernah paling angkuh meniadakan detik yang membelenggu. sebab, detak terpacu lebih sinting dibanding arah bujur pada angka lewati waktu. <br />
Kita saling tahu, kasih.<br />
Tempo degup, erat peluk, nafas cumbu, hangat sentuhan, peluh kita semalam, tidak pernah terhitung matematis oleh kendali kepala. Lupakan saja! Tubuh dusta telanjangmu ialah surga dunia yang tak terhingga.<br />
Saya ini, kasih <br />
Pernah semampu-mampunya melumatkan dalih-dalih ucapan resahmu, tanpa saya harus berkata-kata, sebab decak lidah kita mampu meruntuhkan segala tanda tanya dalam ruang hampa.<br />
Lebih dari itu, kasih<br />
keragu-raguanmu, pernah saya rupakan menjadi desah yang menggetarkan seluruh sel-sel tubuh lugumu.<br/> Bermuaralah cemas serta amarah-amarahmu kepada pulang dalam palung yang paling lega. karena kepada saya, kamu temui sebuah telaga yang menghidupi keringmu dari sebuah dahaga.<br />
tak perlu menceritakan segalanya, kasih.
Kepalamu masih fasih mengeja namaku, Bahwa rintih-rintihku pernah menatih bulir berahimu.</p>
<p>Sebelum ini kasih<br />
Sebelum kata pernah membinasakan kita.</p>
<p>Kamulah kekasih,<br />
Kekasihku yang tidak menjadi kekasih lagi.<br />
Kita tahu betul,<br />
dalam yang pernah saling mencinta<br />
tidak ada yang benar-benar terlupakan,<br />
Kita hanya usaha pura-pura melupakan.</p>
<p>A.<br />
02.30 September, 2017.</p>
0 notes
myanothernotes · 7 years
Text
4
Resahku mencuat meninggi bagai Ilalang-ilalang sepi Ku cari-cari Jemariku tak menemukan apapun Tapi ribut mampir kepala Teriak-teriak bersuara Ingin di abadikan kata. Sialan!
A. 02.29 13 September 2017
0 notes
myanothernotes · 7 years
Text
3
Langkah kaki berdiri Beranjak pagi pagi sekali Tidak ada kecup mesra Tidak ada degup debar asmara Ia buka mata Dengan ruang ruang hampa Ia mengerti;
Pagi tidak membolehkannya Lanjut bermimpi.
A.
14.52 11 september 2017
0 notes
myanothernotes · 7 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Ini lebih dari sekedar bicara politik. Sanguinis melankolis.
0 notes
myanothernotes · 7 years
Text
2
Ku kira, bila puntung rokok itu bisa misuh Mungkin manusia manusia itu tidak akan menyebutnya kawan. Tergeletak diatas asbak, Terlihat muak. Mereka mereka Menyalakan bara api Di antara raungan sepi Melebur sehalus asa yang mengudara Hilang seketika termakan mikroba Sebelum ia dibuang cuma cuma Bibir-bibir manusia keparat itu, Pernah mencumbunya. Disesap sampai habis, Dilenyapkan jua ironis.
A 00.40 8 september 2017.
0 notes
myanothernotes · 7 years
Text
1
Sebelum gelap runtuh Langit pernah Secerah matamu Seluas semesta Hadir dalam tatapmu
A 18:23 7 september 2017
0 notes
myanothernotes · 7 years
Text
Minyak Kayu Putih Yang Dicecap diatas Bibir Seorang Lelaki.
Waktu itu habis pulang dari pesta kawannya, kulihat ia menyerobot masuk dapur, membawakan aku sekotak bubur ayam malam malam, ia mengerti jelas kalau malam aku malas makan, apalagi barusan pulang bekerja, aku mana sempat ambil piring dan yang lain, aku lebih milih bermanja pada kasur dan mengantuk. Pemandangan yang begitu ganjil, tidak biasanya ia menaruh perhatian lebih dan membeberkan secara mentah mentah seperti itu, lelaki itu tiba tiba manis. Ini tidak wajar, ku tanya…bagaimana pestanya? Sebetulnya ia mengajakku, tapi tidak bisa. Aku sedang bekerja, jadi ku biarkan ia mendatangi pesta kawannya sendiri. Dia bilang, pestanya cukup menarik. Ia sedikit minum, untuk menghargai teman temannya saja, tapi tidak sampai mabuk. Ku kira penjelasannya logis, karena memang ku dengar ia bicara secara sadar. Namun ada yang beda, tatapannya aneh. Tidak biasanya seperti itu, atau aku yang sedang aneh? Toh, Aku hanya membelah rambutku, lalu ku kepang dua dan ku arahkan seluruhnya kedepan. Makeup ku belum luntur, aku tak sempat membersihkannya sehabis pulang bekerja, malah langsung keluar kamar dan sudah memergokinya.
“Kamu nunggu aku? Aku bawain bubur ayam telor setengah matang yang langsung diceplok diatas bubur yang masih panas banget. Enak deh” tangannya sudah menyerahkan piring beserta sendok diatasnya, berharap aku segera mengambil.
“Tapi aku kan ndak suka bubur, kaya orang sakit.” aku menatapnya sambil memajukan bibir, tanda rewel. Tapi ia malah mencomot pipiku.
“Ya tapi yang ini enak…coba dulu deh” ia merayuku, untuk segera memakannya. Lagi lagi lelaki ini aneh, tapi kenapa malam-malam?
Karena rasa lapar yang juga datang, dan tidak ada makanan lain yang bisa ku makan. jadi ku lahap saja bubur itu, ku kira itu bubur ayam pertama yang ku makan di tahun ini. Sudah lupa, mungkin bahkan bertahun tahun aku tidak makan bubur. Rasanya selalu mual, mending makan lontong jika aku sedang sakit. Tapi beberapa kali saat mengecapnya, entah rasa lapar atau memang enak. bubur ini hampir habis, dan ia menatapku menggoda. Ingin menonyor saja kepalanya, tapi aku belum sempat. Aneh batinku. Hatiku menghangat.
“Habiskan? Masih bilang ndak enak?” ia mengambil piring dari tanganku, lalu mengambilkanku air minum dikulkas. Eh, sebentar. Dia ini? Ndak mabukkan?
“Hehe makasih ya..kok tumben banget sih”
Kulihat ia mengambil korek dan menyumbat bibirnya pakai rokok, dibarengi membuang nafas kepulan asapnnya ikut dihembuskan.
“Iya sama sama. Tadi sekalian aja mampir. pasti kamu belom makan juga. Jadi aku bawain” ia menatapku, tapi aku tidak peduli. Tidak mau lihat, karena tatapannya sedang aneh.
“Kamu lebih cantik deh dikepang dua begitu”
Deg!
“ndak usah muji gitu. Aku emang cantiknya dari zigot”
“Bego hahahahaha”
Aku memang selalu bercanda hal hal remeh seperti ini dengannya, dia sudah biasa memujiku sekaligus meledekku dalam satu waktu. Tidak ada yang aku ambil hati, sinting saja meladeni omongannya.
Sehabis aku dimaki bego olehnya, ada senggang yang cukup lama. kami berdiam diri masing masing, ia duduk dan asik menghabiskan rokoknya, sedang aku kekenyangan hingga tidak mampu berdiri lalu memutuskan untuk membiarkan jariku berselancar diatas layar gadget.
Dengan niat sembunyi sembunyi mencolong tatap kearahnya, lha tapi kok ia sudah lebih dulu memergoki! Sial! Ternyata ia tak lepas memandangku. Kampungan! Tolong jangan beri debar, aku sedang tidak khusyuk cinta-cintaan. Batinku.
aku diam saja lagi, tidak ambil peduli. Jantungku sedang lari maraton, tapi aku tetap bungkam, sibuk membunuh kegugupanku sendiri. Sampai ia berdiri dan mematikan puntung rokoknya, mau tidak mau pandanganku menjuru kearahnya karena sudah meninggalkan tempatnya yang lalu. Ia berjalan kearah wastafel tempat pencucian piring, Krain air ia buka, lalu wajahnya menengadah dibawah pancuran air, bibirnya terbuka, dan air jatuh di dalam rongga mulutnya. tidak..ia sedang tidak minum dari kran kurasa. Karena ia hanya mengocok ngocok air diseluruh dinding dinding mulutnya. Ia berkumur. aku memerhatikannya lebih jelas, air jatuh luruh membasahi lehernya, melewati benjolan kecil yang menonjol ditengah leher gagahnya yang dinamai prominentia laryngea dalam bahasa latin atau yang bisa disebut jakun. Aku menelan ludah.
Aku cemas, degup ini semakin bajingan. Ditambah ia sedang berbalik dan mengunjungiku, menghampiriku. Kaos oblong menjadi alternative untuk mengusap ujung bibirnya yang basah karena air. Ia mendekat dan menatapku seperti sedang menerkam mangsa, aku sudah mempunyai kendali bila ia sedang ingin usil terhadapku.
Namun pradugaku salah, ia berjongkok dihadapanku yang sedang duduk.
Lalu satu kecupan mendarat tepat dikening.
“Habis ini tidur ya, jangan main gedget mulu. Besok sift pagi kan?”
Aku diam. Melongo. Heran saja tidak cukup jelas untuk mendeskripsikan rautku yang begitu kehilangan kesadaran diri seketika itu.
Aku menatapnya, mencari tahu jawabannya. Namun tidak kutemukan. Ia seperti lelaki yang belum ku kenal walau kami sudah lama bertemu berkali kali.
Hening seketika membuat dua lapis daging segar sudah saling melumat, bibir kami saling tumpang tindih, menukarkan air liur satu dan yang lain, membiarkan tangannya merengkuh belakang punggungku. kadang kadang sedikit menekan, kepalanya mengikuti arah berlawanan gerak kepalaku. kami berciuman. Perlahan, Namun melenakan.
Aku merasakan rasa aneh yang tidak pernah kurasakan, tembakau atau sisa beer yang masih kental didalam mulutnya, Juga turut ku cecap. ku mainkan bibir bawahnya, ku gigit gemas, ku lumat lagi, terus menerus seperti sedang kecanduan. kami berdua seakan tidak ingin usai, begitu lama..dan semakin dalam kami meninggalkan jejak pada bibir bibir kami. Kuusapkan jemariku pada helai helai rambutnya sebagai sesuatu yang bisa ku genggam, ku jambak perlahan sesuai ritme gerak tubuh kami. Lidahku fasih menari nari didalam mulutnya, walau percaya ataupun tidak. Aku tidak pernah melakukan sebelumnya, ia sesuatu yang aku tunggu. Lelaki itu juga semakin tak ingin berhenti, bibirnya merambat menemui telinga, lalu diciumi pula, hingga turun ku leher jenjangku. Desah nafasnya hangat, tulang hidungnya mampu ku terka, ia bergerilya diatas pori pori kulit, mengendus wangi parfumku, menciumnya, menyesap dengan penuh debar dan sabar, desah mengerang keluar dari bibirku, kini lidahnya terulur, menjilat seakan leherku adalah es cream yang harus dihabiskan sampai tuntas.
ciuman pertama kami, yang tidak pernah aku rencanakan akan berada di dapur! Terlalu lama bibir kami berpaut, membuat aku dan lelaki ini kurang pasokan oksigen, kita saling melepas. Tapi tidak ingin jauh. Iya rengkuh seluruh wajahku dengan dua buah telapak tangannya. Didekatkannya wajahku kepada wajahnya hingga tidak ada jarak yang membunuh diantara kami. Hidung kami saling bertemu, mata kami saling menikam, didalam kepala mungkin sedang ada pesta malam yang kisruh, detak jantung kami seakan lebih cepat, ciuman yang cukup melelahkan.
Ia bersuara, dan mengusap lembut pipiku. Seakan mengerti isi kepalaku sedang tidak asik. lebih berisik daripada nenek nenek lansia.
“Hey, kamu ngga apa? Sssstttt. Apa yang harus kamu pikirkan, aku tahu kamu memikirkan sesuatu. Sampai kapan kita akan saling berpura pura? Aku muak harus menjadi Kawanmu. Aku muak kamu ndak mau jujur. tidak ada yang perlu dikhawatirkan, jatuh cinta tidak sesalah itu Dan aku sadar aku melakukan ini semua, aku tidak mabuk. Tidak perlu bantuan wine, cukrik, sloki, atau soju untuk membuat aku jujur ke kamu. Aku sadar, walaupun aku belum sepenuhnya menerima. Kenapa aku jatuh cinta denganmu”
lagi lagi cinta, aku berurusan lagi dengan cinta. Kemarin lalu bantalku seperti terkena ompol karena basahnya sudah tidak karuan kena air mata. Jatuh cinta yang tolol dan bertele-tele. kenapa mesti cinta? Aku cukup dengan keberadaanya, entah itu berkawan atau sebagai pasangan, ku kira aku mampu melakukan keduanya secara bersamaan, rasanya lidahku aneh berbicara cinta terlalu dini. Atau hatiku sudah lebih dulu mati, namun ciuman ini menggetarkan. Bikin aku sadar, aku masih hidup. apalagi kalau namanya bukan cinta? Intensitas pertemanan kami tidak cukup untuk menampung libido yang lebih keparat, ia akan mempunyai alasan untuk menjamahku bila aku menjadi perempuannya. Bukannya aku tidak percaya cinta, tapi bukankah cinta tidak hanya menyongsong hanya pada seorang saja? Ada cinta yang lebih besar kapasitasnya melebihi itu. kasih penuh ibu, misalnya. Ku kira itu benar cinta, ia merawat serta mencintai tanpa menunggu dibalas pamrih, ibu menitih dari engkau merangkak hingga berdiri, namun ia tidak minta hasil, ikhlas, tidak pura-pura.
dan cinta dengan lawan jenis itu tidak mampu disebut cinta, bagiku itu hanya reaksi kimia dan hormonial secara ilmiah untuk merangsang sel sel pada otak agar merasa bahagia, dopamin.
sebelum ia berani mengorbankan dan membagi separuh hidupnya untukku, aku tidak percaya siapa saja yang datang mengatasnamakan cinta.
“Mas, tolong jangan ribut ngomongin cinta. Kamu tadi minum apa? Rasanya seperti minyak kayu putih”
begitulah aku,
Masih tidak khusyuk cinta-cintaan. Lebih baik aku tiadakan rasa semu sementara itu, dan meminimalisir rasa naif diantara kami. ketika cinta sudah tidak lagi berpihak, kami bagai manusia yang lahir sebagai raga baru. Nanti akan asing, dan berakhir tidak seru. kehilangan cinta juga kehilangan status pertemanan. Nanti aku bisa lebih pilu dibanding dulu. Aku ndak mau lagi. bukannya aku trauma atau takut memulai. Aku hanya memproteksi hatiku agar tidak mudah patah, dan mencegah sesuatu yang sia-sia. aku hanya berusaha meringankan hidupku dari keruwetan asmara yang masih penuh dengan ketidakjelasan. Jatuh cinta kepadaku itu mahal, mas. Kamu harus menyewa penghulu, katering, kuade, dan mahar untukku. bicara cuap cuap tentang cinta saja tidak cukup mampu membuatku percaya, perempuan yang kau cintai ini keragu-raguannya tinggi. Aku memang sedingin itu, tunggu saja. nanti aku akan lebih hangat melebihi kopi yang saban hari aku buatkan sebelum kamu ngantor, kalau memang cinta berpihak pada kita. Dan semesta merestuinya.
Jadi jelas, malam itu. Ada yang sedikit sesak. Namun ku pastikan ia tidak sampai pingsan akan hal ini. Karena aku rasa, ini lebih baik. Ia tidak tahu, aku tidak menerimanya bukan karena tidak cinta, namun rasa ku lebih besar dari pengakuan yang ia inginkan itu sendiri. Dan bubur ayam itu ngomong-ngomong enak, nanti aku pesan lagi untuk dibawakan olehnya saja dan balas budinya adalah bibirnya sebagai dessert untuk menetralkan rasa amis karena telor setangah matangnya itu.
1 note · View note
myanothernotes · 7 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
Lelaki Harimau book of Eka Kurniawan.
Sedikit tersendat-sendat saya membaca buku ini, sehari paling tidak 2 lembar. Lebih lama berkali kali lipat dari novel teenlit yang bisa saya habiskan hanya beberapa jam saja Buku yang isinya lebih banyak narasi daripada dialog ini membutuhkan tingkat fokus yang lebih dibanding novel novel biasanya. Setting alur, tempat, waktu, dan tokoh beberapa laki-laki di dalamnya membuat saya untuk ikut memainkan imajinasi saya, seperti sedang berada di atmosfer cerita itu sendiri, kadang rasanya saya merasa tidak sedang membaca, tapi saya juga sebagai pelaku yang juga menjadi saksi cerita itu terjadi.
Dengan terik matahari yang pasti lebih menyengat pada pukul 3 sore hari, saya kembali membacanya. Didalam kamar kos berlantai dua yang persis menghadap kearah matahari dan seluruh dindingnya masih berbahan batu bata tanpa di plester semen atau cat, cukup membuat keringat begitu subur keluar dari pori pori kulit saya. Fuuuhhhhh. batu bata selalu mampu menyimpan energi, panas ataupun dingin. Kalau siang menjelang sore begini sih ngga ada sejuk-sejuknya sama sekali! seperti sedang ada pada ruang terapi pembakaran lemak dengan suhu 35 derajat celcius (mungkin segitu kalo diitung BMKG) hahaha Walaupun saya nyalain kipas angin dengan nomer paling besar dengan harapan menciptakan hawa yang lebih sejuk, nyatanya tidak ada titik terang. nihil. angin yang dihasilkan mengeluarkan hawa yang panas pula. Tidak merubah keadaan. syedih. tapi, herannya kalau sudah diatas jam 7 malam hawa dikamar saya juga cukup nyaman, hawa panas yang membakar kamar saya kian reda, di ganti angin malam yang sepoi ssepoi, kadang lebih keparat bila sudah beranjak ke waktu subuh! Bisa bikin gigil! Oke, ini bukan menceritakan suasana kos-an saya yang lebih pantas disebut neraka dibanding sebuah kamar. Dan kenapa saya membaca buku pada pukul 3 sore di kamar kosan seorang diri sedangkan manusia muda yang lain sedang beraktivitas diluar sana? Saya lagi nganggur, sudah hampir 2minggu habis resign dari tempat kerja saya yang dulu. Jadi saya menciptakan quality time dan punya waktu sendiri sebelum saya menjalani rutinitas yang kembali memuakkan dan tidak menarik karena konstruksi sosial yang membosankan itu. Jadi biarkan dulu saya menikmati sensasi sauna di kosan saya sendiri. Oke, ini lebih curhat daripada tadi.
Jadi….
saya masih pada halaman 29, ketika menceritakan kronologi Margio yang misterius membunuh Anwar Sadat secara tiba-tiba. Diselingi beberapa tokoh lain dan konflik yang cukup pelik, saya dijejali banyak pertanyaan..apa yang begitu membuat Margio seperti orang pesakitan hingga tega membunuh sesama manusia dengan giginya! Anwar Sadat yang mengenaskan, mati dengan leher putus seperti bekas sembelih yang belum tuntas.
kemisteriusan Margio, membuat saya terus menelusuri cerita itu. Membawa saya dan membiarkan mata saya dibanjiri susunan kalimat yang diringkas secara apik, padat, lugas, dan menggetarkan. tidak salah lagi, bila buku ini diterjamahkan beberapa bahasa karena sangking bagusnya struktus bahasa yang dimainkan Eka Kurniawan, jebolan sarjana Filsafat di Universitas Gajah Mada itu
Jadi? masih adakah lelaki seperti Margio? Membunuh seseorang dengan cara masih primitif dizaman yang sudah milenium hingga masuk pada fase global warming? (Ngga nyambung anya!).
1 note · View note
myanothernotes · 7 years
Photo
Tumblr media
0 notes
myanothernotes · 7 years
Audio
Did i drive you away? I know what you’ll say You say “oh, sing one we know” But i promise you this I’ll always look out for you That’s what i’ll do I say “oh” I say “oh” My heart is yours Is you that hold on to, That was i do I know i was wrong But i won’t let you down And i saw sparks……….
0 notes