nabhanmudrik
nabhanmudrik
Nabhan Mudrik
679 posts
amatiran, soal menulis maupun soal cinta.
Don't wanna be here? Send us removal request.
nabhanmudrik · 1 month ago
Text
Setelah (Hampir) Empat Bulan
Malam ini, aku memutuskan kembali menulis. Diawali dengan membaca beberapa tulisanku di Tumblr belakangan. Harus aku akui, kesibukan di Jakarta makin terasa. Dimulai dari Ramadan lalu, semua seakan harus dikejar dan selesai segera.
Dua pekan setelahnya usai libur Lebaran, semua pekerjaan menumpuk. Banyaknya urusan bikin aku nggak sempat lagi menulis. Bahkan sekadar untuk baca buku pun aku harus curi-curi waktu. Terlebih, di luar pekerjaan, energiku sudah habis untuk mengurus sidang dan yudisium yang benar-benar aku perjuangkan sampai hari terakhir pendaftaran.
Akhirnya, malam ini aku kembali mengingat-ingat dan menulis apa yang sudah terjadi hampir empat bulan belakangan. Dimulai sejak kamu dan aku sepakat untuk berjalan beriringan.
Setelah hampir empat bulan ini, rasanya aku semakin paham bahwa aku memang paling cocok dengan bentuk-bentuk cinta yang sederhana. Bukan yang megah-gumregah.
Ini kontras dengan pikiranku dahulu. Saat aku mengimpikan cinta yang melukiskan sejarah. Seperti official soundtrack Habibie Ainun (lagian siapa sih yang nggak mau punya kisah cinta seperti Bu Ainun dan Pak Habibie? Beliau berdua begitu keren dan idaman banget kisah cintanya).
Tumblr media
Hari ini, dengan semua yang kita lalui, apa yang sudah kamu dan aku lakukan rasa-rasanya sangat sederhana. Jujur. Tanpa banyak syarat. Nggak bertele-tele. Dimulai dengan nggak yakin-yakin amat. Tapi bunga-bunga cinta tetap mekar meski semua berakar dari komitmen dan tanggungjawab.
Ada beberapa rintangan yang datang, mulai dari sikapku yang buruk, sedikit perbedaan caraku dan kamu kita dalam menghadapi persoalan, sampai keadaan yang memang nggak mengizinkan kita untuk sering-sering bertemu.
Ada juga rintangan yang (buatku) nggak sembarangan. Bikin aku khawatir dan kepikiran. Aku sampai harus bertindak "rusuh" untuk dapat perhatian.
Tapi beberapa rintangan tersebut sepertinya justru membuat kamu dan aku makin memahami dan mendukung satu sama lain. Rasa-rasanya dengan kehadiran dan kata-katamu, semua jadi teduh, separuh beban terasa hilang. Langkah-langkah yang perlu aku tempuh jadi ringan.
Rintangan yang datang lebih berat? Kita menyelesaikannya dengan obrolan biasa saja. Tanpa drama dan tanpa konflik berkepanjangan.
Kalau boleh berharap, sebenarnya aku ingin bertemu sekarang juga. Dan ingin bertemu lebih sering lagi. Tapi apa boleh buat, kita sedang dalam fase hidup yang mengharuskan kita untuk berada dan memusatkan perhatian di tempat kita masing-masing.
Setelah berbagai rintangan berlalu, masih ada banyak hal yang akan kita jumpai. Mungkin pengalaman baru, mungkin pembicaraan yang lebih serius, atau mungkin perjalanan yang lebih jauh.
Apapun itu, asal sama kamu, aku sih gaaasss teruus.
Menutup tulisan ini, aku mau menyampaikan terima kasih sudah berjalan bersama sampai sejauh ini. Terima kasih untuk berbagai bentuk dukungan darimu. Semoga cerita dan kebersamaan ini tetap jujur, sederhana, dan bertahan selama mungkin.
Cilandak, 23.16
17 Juni 2025
2 notes · View notes
nabhanmudrik · 4 months ago
Text
Ringkasan Jogja dalam Dua Hari
Katamu bulan lalu, laju kita terlalu cepat. Katamu tadi di stasiun, interaksi-interaksi kita dua hari belakangan juga terlalu cepat.
Aku setuju.
Tapi ijinkan aku menambahkan: Semua ini terjadi begitu cepat, tapi memang perlu dilakukan. Dengan kata lain, tepat.
Tumblr media
Ibarat penerbangan, saat ini adalah momen take-off. Sangat penting tapi harus dilakukan sesegera mungkin. Alasannya rasional: take-off boros bahan bakar, semakin cepat dilakukan akan semakin baik. Dalam perjalanan panjang 3-8 jam penerbangan pun, take-off hanya berdurasi pendek 5-8 menit.
Setelahnya pesawat memasuki ketinggian dan kecepatan jelajah.
Artinya, banyak yang akan kita jalani ke depan. Misalnya, kita mulai membicarakan mimpi-mimpi. Pun kita juga membicarakan rencana dalam tahun-tahun ke depan.
Meski demikian, sebelum ke sana, perlu untuk menyiapkan pondasi di awal. Apalagi "pondasi-pondasi" ini harus diakui cukup banyak daftarnya. Mengingat baik aku maupun kamu nggak hidup di ruang hampa, masing-masing kita ada dalam jejaring besar.
Diri dan cerita kita bukan hanya "milik kita" tapi juga "milik orang-orang di sekitar kita".
Maka mumpung pas Ramadan, sekaligus kebetulan aku berkesempatan ke Jogja berulang kali, sekalian saja proses take-off ini kita cicil satu-satu. Tentu di pekan-pekan mendatang kita juga akan membereskan masing-masing di kotamu maupun kampungku.
Harapannya, empat-lima pekan lagi, kita sampai pada ketinggian jelajah. Kita mungkin akan menemui turbulensi, atau sebaliknya, menjumpai pemandangan indah silih-berganti.
Akhirnya, malam ini aku sampai pada kesimpulan bahwa perjumpaan denganmu selalu menyenangkan. Selain memang pada dasarnya kamu selalu membawa atmosfer positif, kamu juga minim melontarkan perkataan dan keputusan impulsif. Sangat membantu suasana hari dan interaksi kita.
Ditambah lagi katamu ada kebetulan-kebetulan baik yang mempertemukan kita. Kebetulan yang bagiku betul-betul menyenangkan.
Kebetulan yang bagiku memantapkan langkah menuju "ketinggian jelajah".
Meski demikian, kebetulan hanya bunga-bunga, hanya penyempurna keadaan. Kebetulan nggak ada artinya tanpa keyakinan hati kita, tanpa niat baik kita, juga tanpa diusahakan satu per satu.
Saat ini pesawat terus melaju, begitupun aku dan kamu.
Lepas Stasiun Gombong, 02.16
10 Maret 2025
1 note · View note
nabhanmudrik · 5 months ago
Text
Musim Hujan 2025 dan Keberuntungan
Sepulang kerja tadi, sepatuku lembap. Kaos kaki tipisku juga setengah basah. Tapi kepala dan badanku hanya sedikit terkena hujan. Nyaris nggak ada bekas kebasahan.
Seingatku, kejadian sepatuku lembap dan basah ini baru kedua kalinya di musim hujan kali ini. Kejadian sebelumnya adalah saat menerabas hujan dari FX Sudirman ke Stasiun Senayan untuk menginap di rumah Brilliant—yang ternyata Pak Menteri juga menginap di rumah tersebut. Lalu pagi harinya menuju Karawang.
Ini kontras dengan pengalamanku di musim-musim hujan sebelumnya. Biasanya aku selalu punya masalah tersendiri dengan hujan. Kehujanan tiba-tiba saat sedang nggak bawa jas hujan sudah berkali-kali terjadi. Dihajar cipratan air yang deras karena mobil lewat juga bukan hanya sekali.
Pernah juga tiba-tiba malam hari turun hujan, membuat pasporku basah (kok bisa hujan deras tanpa ancang-ancang saat kebetulan pasporku terbawa). Lalu penggantian paspor jauh lebih repot dan mahal dibanding pembuatan paspor baru. Ada pula waktu di mana supra-ku tiba-tiba mati, karena biasanya hujan merepotkan kerja busi.
Tumblr media
Tapi di musim hujan kali ini, aku nyaris selalu beruntung. Sangat sedikit terkena hujan. Contohnya tadi siang saat berangkat ke kantor aku nggak bertemu hujan meski awak hitam sudah menggantung. Beberapa saat kemudian hujan deras mengguyur. Lalu aku harus kembali ke Cipete sore hari, ternyata hujan sudah reda. Tinggal sisa gerimis saja.
Hal semacam ini terjadi terus-menerus. Di Jakarta, di Lampung, di Malang, di Jogja, aku hanya sedikit terkena hujan dan karenanya aku merasa beruntung.
Yang biasanya aku lelah dengan hujan, karena capek kedinginan, lelah dengan baju dan jaket yang basah, di musim hujan kali ini aku selalu lebih tenang. Nggak ada upaya berlebih untuk melindungi diri pun nggak masalah. Aku jadi sangat bersyukur soal ini.
Aku nggak tahu dengan bercerita seperti ini akan mengurangi keberuntunganku atau enggak. Tapi semoga saja nggak mengurangi keberuntunganku, ya, hehehe..
Lalu bicara soal keberuntungan, ada satu lagi keberuntunganku di awal tahun ini. Aku bertemu seseorang yang sangat baik, tepat, sekaligus (terlalu) menggemaskan. Makin menggemaskan karena saat postingan ini ditulis, ia masih belajar menyampaikan kata-kata manis.
Nggak pernah ada dalam bayanganku bisa bersama dirinya sebelum awal tahun ini. Tapi apa yang terjadi, terjadilah. Semua terjadi dalam tempo yang cukup cepat, tapi juga di momen yang tepat. Walhasil dua bulan belakangan benar-benar jadi momen penuh warna dan paket komplet bagiku, juga dia.
Puncaknya, 21 Februari yang lalu di Terminal 1 Soetta. Entah ada hubungannya antara keberuntungan ini dengan keberuntungan di musim hujan, atau tidak.
Yang jelas, dengan dua keberuntungan besar ini, sekali lagi aku bersyukur sebanyak-banyaknya :)
Cipete, 00.32
28 Februari 2025
0 notes
nabhanmudrik · 5 months ago
Text
Langkah Mundur Pertama
Sebulan terakhir mungkin langkahku terlalu kencang. Dari pertemuan pertama yang mungkin mengagetkanmu, perjumpaan di tiga kota dalam tiga pekan, sampai obrolan kita dalam gawai yang seperti tiada habisnya.
Ini tentu baik—setidaknya bagiku. Tapi di sisi lain ini sangatlah berisiko. Tinggal menunggu waktu saja sampai aku terpeleset, berbuat kesalahan entah disengaja atau tidak, lalu membuatmu kecewa. Dan benar saja, itu yang terjadi.
Begitu aku meninggalkan kotamu akhir Januari lalu aku langsung menyadari: ada sesuatu yang nggak beres terjadi. Dan ini bisa jadi menjadi langkah mundur pertamaku dalam upaya menuju kamu.
Kalau nggak salah hitung, butuh sepekan untuk melakukan resolusi dari langkah mundur pertama. Hampir setiap hari aku bertanya-tanya dalam diri sampai pada kesimpulan: ini pasti ada yang salah, tapi apa?
Sampai pada waktunya menuntaskan segala yang mengganjal, hari itu aku beranikan diri untuk bertanya padamu: ada apa? Aku tahu aku salah, aku minta maaf. Kamu bilang semua baik saja, tapi dilihat dari sikapmu, nggak mungkin seperti itu. Pun aku juga harus minta maaf karena aku nggak semudah itu paham di mana letak kesalahanku.
Saat tiba waktunya kamu dan aku bicara, aku sudah bersiap untuk menerima kata-kata paling pahit, misalnya: "Berhentilah mendekatiku, dan pergilah jauh-jauh dari hidupku."
Untungnya ternyata obrolan sore hari itu nggak seburuk itu. Sulit untuk berbicara dengan leluasa pada saat itu. Nada bicara dan sikapmu juga masih menyisakan kecewa.
Satu hal yang aku syukuri, pembicaraan berakhir dengan baik. Sekurang-kurangnya kamu menutup pembicaraan kita sore hari itu dengan senyuman.
Obrolan sore itu memang terasa belum sepenuhnya menyelesaikan masalah. Tapi aku tahu, obrolan itu membawa kelegaan setidaknya bagi diriku—dan semoga kamu juga lega.
Untungnya lagi makan malam hari itu sangat membantu. Nasi bebek yang lezat plus petuah kakek dan nenek di ruang tamu membuat aku cengar-cengir dalam hati. "Pas banget situasiku sekarang dan obrolan tadi sesuai dengan petuah kakek dan nenek," kataku dalam hati.
Ketika ini ditulis pun membayangkannya saja membuatku terkekeh.
Akhirnya aku kembali ke Jakarta dalam kondisi cukup lega. Dengan segala lika-likunya, kembali dari kotamu menjadi energi tersendiri. Aku paham perjalanan ke depan masih sulit dan terjal. Aku paham banyak variabel yang mempengaruhi bisa atau tidaknya kita bersatu. Aku juga paham masih banyak ragu dalam benakmu.
Saat itu, di kereta api, yang aku tahu hanyalah aku mencoba bukan hanya menyukai dirimu. Tetapi aku mencoba untuk menyukai aktivitas ini. Deg degan, grogi, merasa ada yang kurang ketika belum menyapa, salah memilih kata, memberi kejutan kecil, sampai keceplosan menyebut namamu di depan orang-orang.
Yak betul, aku mencoba menikmati setiap aktivitas dan tanda-tanda jatuh suka. Eh, atau malah jatuh cinta?
---
Di langit Jakarta-Jogja, 19.41
18 Februari 2025
0 notes
nabhanmudrik · 5 months ago
Text
Merasa Cukup
Hari-hari anak muda jaman sekarang itu godaannya ternyata masyaallah. Bukan godaan-godaan klasik, melainkan godaan yang datang bersama dengan banjir informasi. Godaan yang hadir berbentuk banyaknya pilihan serta distraksi.
Karena banyaknya pilihan, kadang kita terjebak dalam paradox of choice. Sedikit pilihan kita stres, tapi terlalu banyak pilihan justru membuat kita bingung. Banyaknya pilihan kadang juga membuat kita terdistraksi.
Maka, rasa-rasanya ada satu sikap yang penting untuk dipelajari dan dikuasai belakangan ini. Sikap tersebut adalah merasa cukup.
Sikap ini akhirnya aku coba pelajari dan praktikkan ketika berurusan dengan kamu. Karena aku tau benar, kemungkinan gagalku lebih besar dibanding kemungkinan berhasil.
Itulah mengapa setiap perjumpaan kecil aku hargai sebaik-baiknya. Bisa bertemu denganmu, bagiku sudah cukup.
Misal merasa cukup senang dengan pengalaman berdebar sebab tiba-tiba ada kesempatan bercakap-cakap di Renon.
Saat datang ke Jogja, bisa berbincang tiga jam di kafe, lebih dari cukup. Hujan-hujanan lalu keliling Amplaz sambil menonton penampilan Imlek dan mengejar barongsai, bagiku pun lebih dari cukup.
Situasi menjadi rumit karena kesalahanku pekan lalu, aku merasa cukup. Bukan cukup dalam konteks mensyukuri kesalahan, bukan. Aku bersyukur dan merasa cukup karena kerumitan ini justru membawaku pada bab baru interaksi yang belum pernah aku alami sebelumnya.
Kerumitan ini pula yang kembali mengingatkanku untuk merasa cukup—bahwa alih-alih menuntut lebih banyak, lebih baik merasa cukup dengan semua yang telah dilalui.
Sebenarnya kemarin pun aku merasa cukup dengan berjumpa nggak lebih dari 5 menit. Tapi situasi membawa kamu dan aku mengurai benang kusut lebih lebih dari satu jam. Lagi-lagi bagiku ini cukup, disertai bonus.
Sore tadi, ketika aku tau petualangan kita ini belum waktunya dibawa maju, nggak masalah buatku. Dengan apa yang terjadi empat pekan belakangan, bagiku sangatlah cukup.
Karena kalau dipikir-pikir lagi, bisa berjumpa di tiga kota dalam sebulan, dengan jadwal yang begitu rumit, adalah suatu keajaiban.
Sukses membuatku bukan hanya merasa cukup melainkan merasa beruntung. Sangat beruntung.
Terima kasih untuk seharian ini dan selamat istirahat.
---
Cengger Ayam Dalam, 00.15
9 Februari 2025
0 notes
nabhanmudrik · 6 months ago
Text
Malang yang Berbahagia
Katamu, kamu masih perlu bertanya pada diri sendiri, apakah gelisah jika kita tak saling berkomunikasi dalam waktu lama?
Sampai sekarang aku nggak tahu jawabannya. Tentu karena kamu belum cerita soal itu. Terlebih karena memang (entah kebetulan atau diada-adakan) nyaris setiap hari aku dan kamu berada dalam situasi yang memerlukan komunikasi.
Tumblr media
Tapi kalau dari sudut pandangku, cukup jelas jawabannya. Tadi siang saat kamu memasuki daerah susah sinyal, aku bolak-balik mengecek WA. Setiap setengah jam aku tatap lamat-lamat kolom obrolan dengan namamu. Centang satu.
Enggak, bukan berharap dibalas, melainkan aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Lebih baik chatku dibiarkan centang biru ketimbang harus menunggu centang satu berubah menjadi centang dua. Karena centang biru pertanda dirimu baik baik saja, sementara terlalu banyak kemungkinan untuk centang satu.
Setelah hampir empat jam, barulah kamu kemudian mengabari. Lega sekali rasanya. Respons positif darimu pun kuanggap sebagai bonus. Hadiah utamanya tetap centang dua dan memastikan kamu baik-baik saja.
Dalam urusan mengetuk pintu hatimu, aku memang nggak berharap banyak. Mengagumimu dari jauh sudah cukup. Bertemu kamu adalah prestasi tersendiri buatku. Yang terpenting memastikan kamu baik-baik saja dan berbahagia.
Dengan ala kadarnya saja aku sudah cukup bahagia. Aku sudah cukup bersyukur masih bisa menaruh perasaan, juga mengalami gelombang naik-turun setiap hari. Perasaan ini ternyata adalah perasaan yang super seru dan perlu dinikmati tanpa berlebihan berharap pada hasil.
Itulah kira-kira yang terjadi padaku di Malang. Kejutan kecilku berhasil, aku juga senang sekali dengan responsmu hari ini.
Kota ini boleh bernama Malang, tapi aku berbahagia di sini, sama sekali tidak merasa malang.
Semoga aku benar-benar bisa berjumpa dirimu nanti.
---
Sengkaling, 00.17
2 Februari 2025
0 notes
nabhanmudrik · 6 months ago
Text
Sepi di Jogja, Ramai di Hati
Dua edisi terbaruku pulang ke Jogja terjadi dalam suasana yang identik: libur panjang. Pertama, akhir Desember saat libur nataru. Kedua, akhir Januari ini saat long weekend Isra Mikraj dan Imlek.
Bedanya, pada kesempatan kedua aku merasakan transisi di akhir long weekend. Jogja yang tadinya ramai dan begitu padat sontak berubah drastis sejak Rabu sore kemarin.
Jalanan mulai lengang, kemacetan mulai hilang. Jalan di bilangan Jlagran, selatan Stasiun Tugu ramai mobil antre masuk stasiun, sementara di jalanan one-way tiga lajur justru sangat sepi.
Hujan yang sejak siang mengguyur Jogja menyempurnakan transisi dari kemacetan di mana-mana kembali jadi Jogja seperti biasanya. Sebegitu berpengaruhnya kepergian wisatawan keluar Jogja. Wisatawan dari berbagai daerah yang membuat tiket pesawat, kereta api, sampai bus benar-benar ludes sejak Kamis pekan lalu.
Tumblr media
Satu hal yang tidak aku perkirakan bakal terjadi, dalam suasana Jogja yang mulai sepi, hatiku justru sangat ramai.
Ramai dengan pertanyaan-pertanyaan.
Meletup-letup setiap hari.
Menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Nanti maupun esok hari.
Juga harap-harap cemas akan jawaban dari kolom obrolan WhatsApp. Diiringi sorak-sorai karena biasanya jawaban dari kolom obrolan tidak pernah membosankan, malah menurutku mengesankan.
Ketika jalanan Jogja lengang dan menjadi sangat sepi, rasa-rasanya hati justru terus bertambah ramai. Tapi ini ramai yang aku harapkan. Jika ini kemacetan, maka menjadi kemacetan yang aku nikmati dan aku biarkan.
Jogja sepi, tapi nama, tatapan, dan senyum lebarmu tidak pernah berhenti membuat keramaian dalam hati.
Ngampilan, 23.38 WIB
30 Januari 2025
0 notes
nabhanmudrik · 6 months ago
Text
Seakan Tiada Hari Esok
Aku sepenuhnya sadar dan paham bahwa rumus untuk bertahan dalam kehidupan yang keras ini adalah dengan tidak banyak berharap.
Praktiknya, tidak banyak berharap diiringi dengan langkah-langkah bersiap untuk masa depan. Tetap pesimis dengan segala kemungkinan. Mengurangi rasa berharap. Sesekali cemas dengan apa yang akan terjadi besok.
Perasaan-perasaan yang kelihatannya negatif ini ternyata bermanfaat untuk membuat jatuh yang kita rasakan nggak terlampau sakit. Juga bermanfaat untuk bangkit lagi.
Sederhana: nggak banyak berharap mengurangi dampak buruk dari kegagalan.
Tumblr media
Ternyata, dalam urusan-urusan di atas, aku ahlinya.
Pikiranku selalu berisi pesimisme, kecemasan, dan harapan yang minim. Aku juga selalu menyiapkan belasan langkah antisipasi dalam setiap keputusan penting.
Meski sikapku berbeda 180°, tapi soal pikiran begitulah isi kepalaku. Selalu membayangkan kemungkinan terburuk.
Tapi ada satu hal yang membuatku melupakan soal kemungkinan terburuk, yaitu: kamu.
Aku tau semua kemungkinan dapat terjadi. Aku tau ritme dan rencana perlu diatur baik-baik. Aku pun tau bahwa bahagia perlu diatur secukupnya saja.
Meski begitu, berurusan dengan kamu membuat aku melupakan semuanya.
Aku senang dan ingin aku habiskan sekarang.
Aku berbunga-bunga dan ingin aku lakukan tanpa berpikir nanti dan besok.
Aku merindu dan ingin menyampaikannya sekarang juga.
Sekali lagi, aku benar-benar tau apapun bisa terjadi besok. Apa yang aku nikmati sekarang bisa tiba-tiba menguap menghilang.
Tapi aku nggak lagi peduli. Berkat kamu, aku hanya memikirkan dan mensyukuri apa yang ada sekarang. Memikirkan tentangmu, mensyukuri hadirmu, sebanyak-banyaknya, sekarang juga, seakan tiada hari esok.
---
Cipete, 02.32
24 Januari 2025
0 notes
nabhanmudrik · 6 months ago
Text
Jawaban yang Tidak Terucap
Sore itu aku tidak mengharapkan apapun. Aku tau bisa bertemu saja sudah lebih dari cukup. Waktuku di Bali tinggal sedikit, sementara jadwalmu di Bali masih begitu padat.
Maka obrolan seperlunya saja. Secukupnya tanpa dilebih-lebihkan.
Ternyata situasi malah meninggalkan kita berdua di serambi tengah kafe tersebut, di antara ruang utama dan area merokok. Pembahasan soal kegiatan yang akan datang berlangsung dengan baik.
Di akhir obrolan, saat kamu memusatkan perhatian pada gawai, sebelum satu orang lagi datang meramaikan meja, aku sempatkan mengambil momen.
Foto-foto pertama candid. Lalu aku iseng menyebut namamu. Kamu menoleh ke arahku. Demikianlah foto kedua dan ketiga merekam mata bulat dan senyum tipismu.
Keesokan pagi ketika foto itu aku kirimkan, kamu menanggapi,
"Kenapa memuji? Pasti ada maunya, nih."
Aku tidak merespons hingga keesokan hari. Dan memang aku biarkan hingga seterusnya.
Karena, jika aku menanggapi, tanggapan yang akan aku lontarkan adalah tanggapan yang (jujur dan benar, tetapi) kurang ajar,
yaitu, "Aku nggak menginginkan apa-apa, kok. Aku, kan, maunya kamu."
---
Cipete, 00.47 WIB
20 Januari 2025
4 notes · View notes
nabhanmudrik · 11 months ago
Text
Pekan yang Berakhir Bahagia
Pekan lalu cukup chaos. Tiba-tiba aku harus berangkat ke Medan-Pematang Siantar tanggal 20 Agustus. Padahal sebelumnya direncanakan ke kota lain di awal September. Karena cukup chaos dan aku pengen menuliskannya, jadi mari kita runut.
16 Agustus tiba-tiba Bapak ngabarin kalau mau ke Solo. Aku cukup panik karena sudah merencanakan mendaki Merbabu tanggal 17-19 bersama Nimal dan Hammam. Ketika konfirmasi final untuk keberangkatan, ternyata Hammam meriang. Pendakian harus ditunda (entah sampai kapan).
Di satu sisi menyesal, tapi di satu sisi patut disyukuri. Karena aku jadi bisa ke Solo hari Sabtu. Lalu malamnya kembali ke Jogja dan malas-malasan dua hari. Sebelum menemui kesibukan lagi.
Senin tengah malam (19 Agustus), aku menuju Jakarta. Selasa pagi (20 Agustus) lanjut transit sebentar di Kalibata untuk menuju ke Medan hari Selasa sore. Hari Selasa itulah bertambah lagi kemungkinan chaos dalam pikiranku. Putusan MK soal pembatalan ketentuan usia dan parliamentary treshold untuk Pilkada resmi diketok.
Hari Rabu saat aku sedang di Pematang Siantar, Baleg DPR membuat manuver kontroversial dengan pembahasan Revisi UU Pilkada yang terlampau buru-buru. Netizen pun mulai protes dan jauh lebih keras dari biasanya. Berhubung Kamis jadwal rapat paripurna DPR, dalam benakku langsung terbayang: besok pasti ada demo besar-besaran.
Dan pikiranku nggak bisa berhenti karena urusan ini bukan hanya urusan idealisme saja. Melainkan orang-orang terdekatku sebagian ikut demo. Teman-temanku sebagian orang politik, pasti akan terdampak. Lalu sebagian senior-senior di Muhammadiyah juga terdapat dalam pusaran tersebut.
Tumblr media
Maka aku melanjutkan kerjaan di Medan sambil terus was-was dengan perkembangan terkini. Hari Jumat adalah hari terakhir kerjaan di Medan, ditutup dengan pengambilan gambar di Istana Maimun dan Masjid Raya Medan. Sialnya, drone nggak bisa mengudara karena berada dalam no-fly zone di sekitar Lanud Polonia. Di Istana Maimun pula petugas keamanan minta uang damai.
Di sela-sela padatnya kerjaan, aku sempat memikirkan juga apa yang akan terjadi di sisa tahun. Sepertinya, peran sebagai entrepeneur baru aku sadari dan ternyata berat juga. Aku merangkak pelan-pelan dan sejauh ini, nggak gagal, tapi juga nggak bisa dikatakan berhasil. Perjalanan tahun ini pun rumit dengan persoalan manajemen dan keuangan yang tiada habisnya. Tapi aku yakin dengan perencanaan matang, akhir tahun nanti perjuangan selama beberapa bulan belakangan akan terbayar lunas.
Kembali ke urusan kerjaan, Jumat siang urusan Medan-Pematang Siantar beres. Menuju ke bandara sekitar pukul 10.40 WIB. Sampai bandara, aku berdebat panjang lebar dengan petugas AVSEC karena tripod yang aku bawa. Lolos ke kabin ketika menuju Medan, tapi nggak dibolehkan masuk oleh AVSEC Bandara Kualanamu sebelum menuju Jakarta. Padahal maskapainya sama persis. Akhirnya aku harus mengalah dan ikut apa kata mereka. Untungnya, penerbangan menuju Jakarta cukup lancar.
Tumblr media
Jumat malam, sesampainya di Jakarta aku lanjut dengan kereta api menuju Jogja. Konsidi kembali ke Jogja tergolong baik, karena kerjaan beres dan aku senang karena bisa mengunjungi Danau Toba untuk pertama kalinya (sebelumnya hanya pernah lewat saja). Tinggal ujung dari rangkaian demonstrasi ini yang belum kelihatan. Tapi pikiran juga belum bisa tenang karena aku harus menyambung kereta api.
Akibat pesan dalam waktu yang terlalu mepet, aku kehabisan tiket Jakarta-Jogja langsung. Aku pun memutar otak. Akhirnya pilihan jatuh pada opsi pesan tiket Jakarta-Purwokerto, berhenti jam 1.40-2.50, lalu lanjut Purwokerto-Jogja. Berhasil dengan cukup mulus, tapi membuat aku super ngantuk karena tidur jadi kurang dan nggak nyenyak.
Sampai di Jogja pun aku masih belum bisa santai-santai. Aku harus ikut agenda MPI di Solo hari Sabtu-Ahad, 24-25 Agustus. Untungnya Sabtu pagi aku menyempatkan tidur. Rencana 1 jam saja, tapi bablas menjadi 3 jam. Baru bangun jam 9 pagi lalu buru-buru ke stasiun untuk mengejar kereta api tercepat.
Sampai di Solo pun aku nggak menikmati acara. Karena harus pulang ke Jogja sore hari, lalu lanjut ngopi dengan teman-teman di Jogja. Meski begitu, alhamdulillah setidaknya bisa bertemu dengan Mas Kalil, Imam, Pak Agus, senior-senior MPI, dan beberapa relasi baru di agenda ini. Silaturahmi juga jadi rezeki yang perlu disyukuri.
Ohiya, selain ketemu teman-teman, aku juga harus kembali ke Jogja untuk mengambil beberapa buku, lalu dijual di lokasi acara MPI di Edutorium UMS.
Sampailah aku pada hari Ahad pagi. Tergopoh-gopoh menggotong satu kardus buku dengan menumpang KRL menuju Solo. Lalu di hari Ahad, peranku di Edutorium UMS berubah menjadi penjual buku, hehehe. Lumayan, hasilnya bisa untuk menolong keuangan PT yang sedang sulit.
Ahad malam, aku kembali ke Jogja menumpang mobil PP Muhammadiyah. Mampir makan bakmi di Klaten lalu turun di bawah jembatan Lempuyangan. Ambil motor di parkiran stasiun, memangku kardus buku yang tersisa, lalu kembali ke kontrakan. Akhirnya bisa sedikit bernapas lega.
Pekan yang chaos kututup dengan main badminton. Seperti biasa, badminton buatku selalu bisa menjadi salah satu peredam pikiran yang terlalu ramai dan kelelahan luar biasa. Pikiran menjadi lebih tenang setelah main badminton semalam.
Terlebih lagi, ternyata semua berjalan cukup baik. Kerjaan selesai dengan cukup oke. Harapan untuk keuangan PT mulai muncul. Putusan MK diakomodasi. Kawan-kawanku yang ikut demo semua dalam keadaan baik. Juga nggak ada pertentangan signifikan dengan senior dan teman-teman. Intinya, aman, lega, semua berakhir dengan cukup. Dan ini bagiku merupakan kebahagiaan kecil.
Demikian chaos dalam hidupku sepekan kemarin. Hari ini aku merasa cukup ayem dan senang karena Pak Afnan tinggal menunggu deklarasi cawalkot Jogja. Bersiap maju didukung Golkar, Gerindra, PKS, PPP, dan PKB.
Sutopadan, 26 Agustus 2024 13.44 WIB - Malas malasan dulu setengah hari sebelum kembali sibuk sepanjang pekan dan melanjutkan perjalanan.
0 notes
nabhanmudrik · 11 months ago
Text
Makan Malam yang Aneh
Seharian aku sangat lambat dan kurang produktif. Maka di malam hari aku memutuskan makan di warung sup kaki kambing favorit. Salah satu makanan favorit, tapi aku nggak bisa sering-sering ke mampir, karena satu porsinya seharga tiga kali lipat jatah makanku.
Ketika baru mulai makan, aku menengok pelanggan di sebelah. Bapak-ibu muda dengan satu anak. Masing-masing memegang hp. Setelah selesai makan sang Ibu menghisap rokok. Sambil fokus pada hp masing-masing. Nyaris tanpa kata.
"Aneh sekali," batinku.
Tapi aku memilih pura-pura nggak peduli. Lalu memalingkan pandangan pada makananku. Sekaligus membuka hp dan menyimak linimasa yang sedang ramai karena Indonesia akhirnya mendapat medali emas pertama di Olimpiade 2024.
"Ironis sekali, aku juga aneh, makan sambil buka hp. Nggak peduli dengan keadaan sekitar," kataku dalam hati seolah melawan kata batin yang sebelumnya.
Setelah makananku tandas, aku segera menghabiskan jeruk hangat yang tersisa setengah gelas. Lalu beranjak, dan ternyata pelanggan di sampingku telah berubah.
Tumblr media
Kali ini sama-sama 3 orang, bapak-ibu muda dengan satu anak. Tapi sang ibu nggak merokok. Mereka bertiga juga nggak sibuk dengan hp masing-masing. Satu hal yang menarik perhatianku, mereka makan dengan 3 piring nasi, tetapi hanya satu mangkuk sup dimakan bersamaan.
Sederhana tapi sangat menyentuh. Pemandangan yang kontras dibanding 15 menit sebelumnya. Juga jadi makan malam yang aneh buatku.
Menutup Hari yang Aneh
Makan malam yang aneh ini seakan mewakili hari yang nggak kalah aneh. Semalam aku capek sekali, sampai rumah langsung tidur, lalu bangun di waktu subuh.
Nggak lama kemudian tidur lagi. Bangun kesiangan lalu tubuh seperti sangat malas untuk olahraga pagi. Walhasil aku lanjutkan tidurku.
Setelah zuhur baru aku mulai beranjak. Siap-siap memulai hari. Jam dua siang barulah hariku resmi dimulai. Banyak urusan tertinggal tapi kebanyakan bisa dikejar. Walaupun tetap mengantuk karena terlalu banyak tidur pagi-siang hari.
Siang selesai mengurus perekrutan staf media MPI. Lalu buku yang aku garap sejak Juni, hari ini selesai. Tinggal menunggu kurasi.
Sore hari, sesi online AIMEP sudah menanti. Harus fokus karena full bahasa Inggris. Selesai tepat jam 6 sore, dan saat itu aku baru bisa membatalkan puasa sekaligus memikirkan mau makan apa.
Malam hari aku menyambut teman-teman magang via Zoom. Lalu ingin segera pulang ternyata masih ada satu pengajuan kerja sama yang tanggung kalau nggak diselesaikan malam ini. Maka aku menuju kafe teman di dekat ringroad barat Jogja.
Menyelesaikan kerjaan setengah serius, dan kebetulan bertemu beberapa teman SMA yang lama sekali nggak jumpa. Di sela-sela waktu ngafe yang juga aneh ini, aku membaca beberapa halaman buku Brianna & Bottomwise-nya Andrea Hirata.
Hari yang sungguh aneh. Dimulai dengan lambat, dilengkapi dengan makan malam yang aneh.
Aku kira jadi hari yang buruk. Tapi ternyata banyak juga daftar kerjaan yang bisa aku lakukan.
---
Cerita di tulisan kali ini nggak ada hikmahnya. Tapi aku senang aja, karena siang hari aku merasa gagal dan nggak punya semangat hidup. Tapi kemudian malam hari perasaanku cukup baik.
Siap menyambut Jumat yang semoga diiringi berkah dan kelancaran. Semoga pembaca tulisan ini hari-nya yang menyenangkan.
Sutopadan, 00.12
9 Agustus 2024 - Setelah hari yang lambat dan aneh
1 note · View note
nabhanmudrik · 1 year ago
Text
Ternyata, Badaimu Kuat Juga
Pukul 22.12 WITA, telepon dari seseorang yang terkait dengan post Tumblr sebelum ini selesai setelah 1 jam 41 detik. Usai menutup telepon aku buru-buru menyiapkan bakpia, lalu meminjam motor Hafez di rumahnya daerah Monang-Maning. Kemudian lanjut ke rumah Pakde di Kuta Selatan untuk mengantar bakpia.
Total 46 kilometer bersepeda motor dalam dua jam. Selama perjalanan aku teringat momen 8 Juni lalu, hari di mana aku seminar proposal tesis sekaligus mati listrik se-Sumatra bagian selatan selama tiga hari.
Tumblr media
--- Malam hari setelah sempro, listrik mulai menyala di beberapa daerah, walaupun baru sementara. Aku sendiri berada di sebuah kafe kecil sekitar pusat Kabupaten Pringsewu. Mulai merapikan daftar revisi proposal sembari menunggu kabar darimu, di bagian Pringsewu yang lain.
Ketika mulai malam dan kurang dari satu jam kafe tutup, spekulasiku akhirnya terjawab. Aku mendatangimu dan kita menyusuri jalan Pringsewu-Kemiling yang gelap-gulita. Sebelum menuju Gang Langgar, saat kita mulai bicara, saat itu waktu seperti terhenti sejenak.
Memang benar kata orang, sebuah tempat walaupun biasa saja, jika diisi dengan hal spesial—apalagi ditemani sosok spesial—akan menjadi spesial juga rasanya. Obrolan pinggir jalan saat itu sepertinya menjadi pembicaraan yang sama kualitasnya dengan obrolan di depan Big C Ratchadamri dan di MovyLodge Ratchatewi.
Setelahnya, aku kira semuanya akan makin membaik, atau minimal baik-baik saja.
Ternyata aku salah. Badaimu cukup kuat juga. Bisa muncul karena kesalahanku (beberapa hari setelah 8 Juni) atau muncul tiba-tiba (akhir pekan lalu), yang baru saja berakhir dengan telepon malam tadi.
Ketika kamu bertanya apakah aku sebal, enggak juga. Aku hanya heran, dan in a way merasa nggak tega.
Aku heran, karena dalam keadaan aman-aman saja, damai, bahkan sedang baik-baiknya ternyata bisa berbalik seratus delapan puluh derajat dalam jangka pendek. Tapi aku sebatas heran, nggak terlalu kaget, karena persoalan impulsivitas semacam ini sudah aku sampaikan ke kamu sekaligus aku antisipasi sejak jauh-jauh hari.
Aku juga merasa nggak tega ketika harus menyikapi pesan panjangmu yang tiba-tiba. Karena seperti kita ketahui bersama, ketika seseorang sedang dalam keadaan nggak baik-baik saja selalu memerlukan sosok yang bisa menemani. Sedang pilihanmu adalah menyendiri, yang terbukti nggak menolong, bahkan melanjutkan mimpi buruk di hari-hari belakangan. Kasihan dirimu dan kasihan tubuhmu.
Tapi setelah percakapan tadi, semoga setelah ini semua membaik. Aku hanya bisa berharap kamu bisa menemui ketenangan dari hal-hal sederhana. Makan, olahraga ringan, membaca, menulis, dan rutinitas kecil lainnya. Karena alangkah capeknya jika ketenangan harus kita jemput di negeri dan kota-kota yang jauh.
Semoga juga ada kesempatan untuk jumpa lagi. Memang seakan perjumpaan bukan hal berarti. Tapi bagi manusia-manusia pascapandemi seperti kita, perjumpaan punya makna tersendiri di tengah perhatian kita yang terpusat pada gawai 6 inci. Gawai yang menghadirkan badai distraksi, sekaligus mendekatkan yang jauh tetapi juga menjauhkan yang dekat.
Mungkin kita bisa berjumpa untuk membicarakan apapun, tentang impian-impian kecil, rencana mengelabui seisi medsos, kesedihan akhir-akhir ini, atau kalau kamu mau boleh juga tentang segala hal yang bukan tentang kita.
Semoga lancar pagi nanti. Selamat istirahat dan lekas pulih.
Denpasar Selatan, 00.58 WITA 12 Juli 2024
1 note · View note
nabhanmudrik · 1 year ago
Text
Ada Apa dengan Jakarta?
Tiga kali ke Jakarta, tiga kali pula ada hal-hal yang tidak mengenakkan terjadi. Apa yang seharusnya baik justru yang terjadi menunjukkan sebaliknya.
Apa yang sudah terbayangkan akan terjadi, entah bagaimana caranya Jakarta selalu membuyarkan semuanya.
Apa yang sudah aku rencanakan akan kulakukan, ternyata tidak mungkin terjadi. Dan itu baru dapat dipastikan setelah sampai Jakarta.
Tapi kalau dipikir-pikir tetap ada yang tercapai. Tetap bisa digapai juga tanpa ke Jakarta. Tetapi ketika sampai di Jakarta, apa yang terjadi justru memunculkan tanda tanya besar:
Sebenarnya, ada apa dengan Jakarta?
0 notes
nabhanmudrik · 1 year ago
Text
Nggak Ada Pilihan Lain
Sesekali muncul, saat-saat di mana aku bingung. Bukan karena banyak pilihan tapi karena terbatasnya pilihan. Karena dalam perjalananku sekarang, keterbatasan pilihan adalah sesuatu yang mungkin muncul kapan saja.
Tumblr media
Ketika jatuh, nggak ada pilihan lain selain bangkit lagi. Jatuh 7 kali, bangkit 8 kali. Jatuh 999 kali, bangkit 1.000 kali.
Ketika tersudut, nggak ada pilihan lain selain bertahan. Lalu serang balik ketika momentum datang.
Ketika putus asa, nggak ada pilihan lain selain rehat dulu sejenak dan tarik napas dalam-dalam. Lalu mulai lagi ketika optimisme muncul kembali di kepala.
Ketika kalah, nggak ada pilihan lain selain menerima. Lalu ambil hikmahnya dan pastikan lebih siap untuk kalah—dan menang tentunya—di masa depan.
Ketika salah, nggak ada pilihan lain selain mengakui dan meminta maaf. Baik salah ke diri sendiri maupun orang lain, lalu setelahnya memulai kembali.
Ketika patah, nggak ada pilihan lain selain menjaga asa. Lalu mencoba untuk tumbuh lagi setelahnya.
Ketika energi habis, nggak ada pilihan lain selain memastikan hari terus berjalan walau perlahan. Lalu kembali mempercepat langkah saat energi sudah kembali.
It is only a bad day, not a bad life. Selamat istirahat, besok kita mulai lagi, ya :)
Ngampilan, 13 Juni 2024
21.42 WIB — Terima kasih mas Farchan untuk kutipan dari Tolstoy-nya🫡
1 note · View note
nabhanmudrik · 1 year ago
Text
Mereka Kekuatan Superku
Makin ke sini, aku makin sadar dan percaya bahwa diriku secara individu punya kualitas yang sangat buruk. Dibuktikan dengan banyak hal. Mulai dari minimnya prestasi individu, lambat dalam urusan akademik, lebih sering gagal di urusan asmara, sering grogi ketika bicara di depan publik, sampai sering bikin kesalahan-kesalahan kecil yang bodoh.
Maka makin ke sini aku makin yakin bahwa kalau ada hal baik dan pencapaian dari diriku, itu berkat orang-orang di sekitarku. Itu kekuatan dari mereka.
Terlebih satu-dua tahun belakangan, ketika aku makin sering merasa kerdil, krisis kepercayaan diri, sampai mempertanyakan apakah keputusan-keputusanku tepat atau enggak.
Tumblr media
Merekalah yang membuatku yakin bahwa di lorong gelap yang panjang ada secercah harapan. Ada proses yang sudah ditempuh dan kita akan sampai.
Merekalah yang membuatku yakin bahwa langkah-langkah berat mendaki ribuan anak tangga memang masih menanti di depan, tapi puluhan ribu di antaranya sudah kita tempuh bersama-sama. Itulah perkembangan baik yang perlu diapresiasi.
Kadang, ketika aku mempertanyakan mengapa aku sudi melakukan berbagai pilihan perjuangan serta keputusan sulit, mereka datang untuk meyakinkan. Hingga sampai pada kesimpulan bahwa mereka adalah salah satu alasanku berjuang, bangun pagi, dan mengejar kemustahilan-kemustahilan kecil tiap hari.
Di lain kesempatan juga menjadi energi tersendiri bagiku. Ketika jatuh dan patah, rasa antusias serta semangat mereka membuatku kembali bangkit dan menyelesaikan apa yang sudah dimulai.
Terakhir, meski banyak kurangnya aku merasa aku cukup punya keberhasilan yang bisa dibanggakan. Lewat berbagai terobosan dan kemustahilan yang berhasil kulewati. Nggak lain itu semua bisa terjadi berkat keterlibatan dan kegigihan mereka. Tugas A, acara B, kebutuhan C, program D, semuanya beres kalau dikerjakan bersama mereka.
Rasa-rasanya nggak ada balas budi yang mampu aku berikan ke mereka untuk kontribusi, semangat, dan kehadiran mereka. Tapi aku upayakan tetap berjalan, jatuh dan patah tapi bangkit kembali, serta menembus tembok-tembok tebal kemustahilan. Untuk mereka, untuk kami, untuk bersama-sama.
Setidaknya aku yakin bahwa mungkin aku punya banyak kekurangan, tapi aku punya teman yang cukup banyak dan keren-keren. Lebih penting lagi, kami bisa berjalan bersama. Nggak masalah penuh kekurangan, yang jelas dengan berjalan bersama banyak hal bisa dilakukan.
Terima kasih teman-teman semua. Kalian semua keren, dan sampai jumpa di "kenakalan-kenakalan" selanjutnya🙌🏻
--
Sutopadan, 23.07 WIB
8 Juni 2024 — Jelang IB Fest
3 notes · View notes
nabhanmudrik · 1 year ago
Text
Lebaran Tahun Lalu dan Lebaran Kali Ini
Tahun ini, hari lebaran Muhammadiyah dan pemerintah sama. Suasana lebaran bagiku terasa seperti lebaran seharusnya. Dan tentunya berbeda 180° dengan lebaran tahun lalu.
Tumblr media
Tahun lalu, lebaran versi Muhammadiyah jatuh pada 21 April. Sementara pemerintah menetapkan lebaran pada 22 April. Kami sekeluarga ikut lebaran 21 April, lokasinya di Pringsewu. Karena saat itu Bapak jadi khatib di Pringsewu.
Tahun lalu, dua-tiga hari sebelum lebaran Bapak memintaku untuk jadi imam salat 'id. Dengan setengah yakin, aku mengiyakan. Sambil menghapalkan ulang bacaan surat setelah al-Fatihah yang agak panjang (aku nggak ingat persis surat apa yang kubaca saat itu).
Yang jelas, semua berjalan lancar. Lalu setelah salat 'id kami melanjutkan perjalanan ke kampung bapak di Gisting, Tanggamus. Di sana kami ramah tamah dengan mbah, pakde, dan budhe. Suasana hangat meskipun mereka masih berpuasa, karena lebaran mengikuti keputusan pemerintah.
Sorenya kami sudah di rumah dan belum menerima tamu. Ketika lebaran berbeda, memang kami baru menerima tamu di hari lebaran idulfitri menurut pemerintah. Terkhusus di lingkungan rumah yang memang mengikuti keputusan pemerintah.
Lalu malam hari aku habiskan untuk koordinasi, mengerjakan berbagai kerjaan. Aku ingat salah satunya saat itu aku sangat pusing dengan urusan TMU yang membuat tenaga dan pikiran benar-benar habis. Lelah dan letih dengan segala tantangan dalam penyelenggaraannya, termasuk banyak drama yang terjadi. Emosiku pun sangat terkuras. Dan malam itu, aku tidur kelewat larut.
Pagi hari lebaran (menurut pemerintah), aku baru bangun lewat jam 6 pagi di hari lebaran. Padahal pekerjaan rumah banyak belum selesai. Saat aku membuka mata, sudah ada suara ibu marah-marah karena anak-anak—termasuk aku—nggak sigap membereskan rumah untuk menyambut tamu. Dengan langkah gontai sambil memendam emosi, aku pun mulai bergerak membersihkan kaca.
Baru akan mulai membersihkan kaca, terdengar teriakan dari adikku. Memintaku dengan marah-marah untuk ikut membersihkan rumah. Aku yang merasa sedang menjalankan tugas pun tersinggung menimpali dengan teriakan.
Sampai terlontar kata, "Yasudah minggat aja kalo nggak mau bersih-bersih rumah."
Aku jawab dengan nggak kalah emosi, "Oke aku pergi aja."
Asal mengemasi barang ke dalam tas carier, lalu memesan gocar. Saat gocar sampai, bapak yang nggak tahu apa-apa sempat bertanya, "Mau ke mana?"
"Minggat pak, aku udah nggak dibutuhin lagi," lebih kurang begitu kata-kataku saat itu. Sambil menahan air mata yang sudah di pelupuk mata. Kepalaku juga terasa begitu panas saat itu. Nggak peduli lagi dengan salat idulfitri di lapangan sebelah yang sedang berjalan saat aku pergi dari rumah.
Tujuan Gocar saat itu: bandara. Pagi-pagi di hari lebaran tentu saja lengang. Sampai di bandara, aku belum memutuskan ke mana tujuanku, aku ke toilet, mencuci muka, lalu saat itulah air mata nggak terbendung lagi. Terhitung belasan menit menangis dan wajahku merah sekali waktu itu, tentu saja dalam keadaan belum mandi.
Setelah hampir satu jam belum ada keluarga yang mencariku, aku mantapkan diri untuk terbang ke Jakarta. Pesan tiket di bandara. Terbang sekitar jam 8.30. Saat pesawat mendarat sebelum jam 10, barulah ada pesan masuk dari om-ku yang berbasa-basi mencari kunci (sebenarnya untuk menanyakan aku di mana saat itu).
Setelahnya, aku melanjutkan perjalanan ke rumah seorang teman. Yang ada di kepalaku saat itu: Tiket ke Jogja habis tapi aku bersiap untuk pergi ke Jogja saat tiket sudah tersedia, mungkin ini saatnya bersiap untuk hidup sendiri terpisah dari keluarga.
Tapi usaha selanjutnya dari om dan tanteku mulai berjalan untuk memintaku pulang. Aku bilang, "Nggak mau pulang kalau nggak ada obrolan untuk ngobrolin semuanya." Lalu aku menghabiskan malam sambil menerawang, apa yang kira-kira akan terjadi besok?
Esok paginya, bapak mulai menghubungi, kembali merayu memintaku pulang. Aku masih dengan pendirianku, mau ke Jogja saja (atau entah ke mana) kalau memang nggak ada usaha untuk ngobrol dan membereskan semuanya. Tapi kemudian bapak bilang akan ada kumpul keluarga begitu aku sampai di rumah.
Akhirnya aku luluh juga. Mencari transportasi ke pelabuhan dan kapal tercepat sampai Lampung. Seingatku, jelang maghrib aku naik kapal. Setelah isya' sampai di Bakauheni. Dijemput bapak, lalu sebelum jam 9 sampai rumah.
Setelah makan dan bebersih, obrolan keluarga dimulai. Bapak, ibu, dan empat anak kumpul di kamar, ditambah satu anak yang demam dan hanya bisa tidur. Di situlah kemudian banyak menguak masalah yang selama ini dipendam. Bukan hanya soal yang terjadi kemarin, tetapi juga banyak hal, bertahun-tahun bahkan puluhan tahun belakangan.
Saat itulah curhatan setiap anggota keluarga mengalir, air mata tumpah, dan mungkin pertama kalinya bapak juga ibu curhat secara terbuka kepada anak-anak. Aku jadi yakin meskipun membuat kesal seluruh anggota keluarga, ada benarnya aku kabur dari rumah dan menghabiskan tabunganku cukup banyak.
Intinya, aku menggarisbawahi bahwa liburan dan lebaran itu momen yang sangat langka bagi keluargaku saat ini. Kelima anak merantau, ibu dan bapak sibuk sekali dengan urusan pekerjaan dan organisasi. Sehingga, momen pulang juga menjadi waktunya anak-anak mencari ketenangan dari kebisingan dan perjuangan yang dihadapi sehari-hari saat merantau. Sehingga saat pulang ingin tenang, tentu juga membantu urusan rumah, tapi nggak perlu saling marah, teriak, apalagi membentak. Refleksiku saat itu aku tuliskan di postingan Instagram ini.
Apa yang ingin kami sampaikan sudah tercurahkan saat itu. Keesokan hari kami pulang kampung ke Lampung Timur, yang sempat tertunda karena aku minggat dari rumah. Lalu tiga hari kemudian aku kembali ke Jogja untuk menyelami berbagai urusan yang harus dituntaskan.
---
Fast forward ke lebaran kali ini, pemerintah dan Muhammadiyah sama hari lebarannya, ditambah suasana rumah lebih tenang. Hampir nggak ada teriakan, urusan rumah juga beres meski nggak secepat yang diharapkan. Aku juga nggak jadi imam salat 'id. Lebaran pertama kami pulkam ke Gisting, lebaran kedua ke Purbolinggo.
Karena ibu lebih jarang marah-marah, tiap anak berusaha berbagi tugas dengan cukup baik. Pulang kampung juga dijalani dengan mulus-mulus saja. Aku senang sekali dengan situasi yang "biasa-biasa aja" ini. Karena bagiku suasana tenang dan tanpa memikirkan berbagai urusan adalah kemewahan. Nyaris nggak bisa didapatkan ketika aku di Jogja, apalagi Jakarta.
Aku juga bisa mulai memikirkan apa yang mau aku tulis dalam proposal tesis, sambil membayangkan rencana-rencana ke depan, ditambah juga "melatih" perasaan menghadapi bunga-bunga hati yang sudah beberapa tahun nggak aku lakukan.
Lalu aku habiskan liburan yang tinggal 2-3 hari dengan kumpul bersama teman, main game, sampai menulis cerita ini. Cerita yang selama setahun aku simpan rapat-rapat. Hanya aku ceritakan ke beberapa orang, bisa dihitung dengan jari, terutama yang sedang membutuhkan dukunganku saat ada masalah dengan keluarganya.
Demikian, terima kasih sudah membaca. Ini lebaranku tahun kemarin dan kali ini. Bagaimana dengan lebaranmu?
Hajimena, saat masih ingin malas-malasan tapi sudah waktunya menentukan tanggal kembali ke Jogja. 22.17 WIB, 14 Maret 2024
1 note · View note
nabhanmudrik · 2 years ago
Text
Hari ini Menyenangkan!
Hai Dersik, akhirnya aku bisa cerita lagi.
Hari ini menyenangkan, tapi aku nggak tau kenapa. Jadi aku cerita saja untuk mengurai alasan kenapa hari ini menyenangkan.
Dimulai dari bangun agak pagi, aku memulai hari dengan lambat sebelum melesat ke kampus untuk ikut konferensi. Menyimak satu-dua presentasi sebelum tanganku gatal membuka laptop atau--lebih buruk lagi--ngantuk.
Konferensinya lumayan rame. Diikuti akademisi dari berbagai daerah dan negara. Topik-topiknya juga lumayan menarik. Tapi bagiku, ini menarik karena aku nyaris nggak pernah ikut forum keilmuan semacam ini selama S1. Jadi hari ini adalah penebusan dosa, sambil belajar duduk menyimak pembicaraan full berbahasa Inggris.
Tumblr media
Di konferensi ini, aku hanya ikut sebagai penulis kedua, membantu Laila yang lebih berpengalaman dan lebih menjiwai urusan akademik. Dan benar saja, saat presentasi Laila sangat memukau. Pemilihan katanya keren dengan bahasa Inggris yang jago banget. Ibu-ibu dari Filipina sampai berulangkali memuji Laila.
Lebih dari itu, aku menghitung-hitung ternyata paperku dan Laila ini adalah paper keduaku tahun ini. Akan bertambah jadi tiga di akhir tahun nanti. Dari sini aku sadar bahwa dengan segala ambyarnya perjalananku tahun ini, masih ada hal positif yang terasa menyenangkan, kalau kita mau merayakan hal-hal positif itu--sekecil apapun.
Setelahnya, aku mampir menyapa teman-teman di PP IPM yang sedang rapat. Sebelum geser ke Couvee untuk ngopi, lalu menghabiskan waktu main FM sampai kafe mau tutup.
Tapi nggak cuma main FM aja. Aku sambil mengendurkan urat syaraf, sedikit berefleksi.
Di sela-sela main game, sempat ada yang menghubungi untuk persiapan interview YSEALI. Setelah Achdan dari Aceh yang baru saja pulang ke tanah air, ada Sarah dari Malang yang mengontak. Terdekat ada satu orang dari Lampung (aku lupa namanya siapa) yang menghubungi untuk minta saran terkait interview, sekaligus mock-interview.
Meskipun bahasa Inggrisku nggak seberapa, aku senang bisa membantu teman-teman yang daftar YSEALI bersiap interview. Semoga mereka semua lolos, deh, ya.
Tumblr media
Hari ini juga muncul lagi optimisme untuk bisa mengunjungi New York, entah kapan dan gimana caranya. Juga muncul lagi optimisme untuk cepat garap tesis, lulus, dan nyari beasiswa S3 ke Amerika. Yang penting disebut dulu deh, ya. Terwujud atau enggaknya urusan belakangan.
Oke cukup. Sepertinya mulai terlihat mengapa hari ini menyenangkan buatku. Terima kasih sudah menyimak!
00.06, 9 November 2023 Ternyata sudah berganti hari
1 note · View note