Tumgik
nabhanmudrik · 17 hours
Text
Nggak Ada Pilihan Lain
Sesekali muncul, saat-saat di mana aku bingung. Bukan karena banyak pilihan tapi karena terbatasnya pilihan. Karena dalam perjalananku sekarang, keterbatasan pilihan adalah sesuatu yang mungkin muncul kapan saja.
Tumblr media
Ketika jatuh, nggak ada pilihan lain selain bangkit lagi. Jatuh 7 kali, bangkit 8 kali. Jatuh 999 kali, bangkit 1.000 kali.
Ketika tersudut, nggak ada pilihan lain selain bertahan. Lalu serang balik ketika momentum datang.
Ketika putus asa, nggak ada pilihan lain selain rehat dulu sejenak dan tarik napas dalam-dalam. Lalu mulai lagi ketika optimisme muncul kembali di kepala.
Ketika kalah, nggak ada pilihan lain selain menerima. Lalu ambil hikmahnya dan pastikan lebih siap untuk kalah—dan menang tentunya—di masa depan.
Ketika salah, nggak ada pilihan lain selain mengakui dan meminta maaf. Baik salah ke diri sendiri maupun orang lain, lalu setelahnya memulai kembali.
Ketika patah, nggak ada pilihan lain selain menjaga asa. Lalu mencoba untuk tumbuh lagi setelahnya.
Ketika energi habis, nggak ada pilihan lain selain memastikan hari terus berjalan walau perlahan. Lalu kembali mempercepat langkah saat energi sudah kembali.
It is only a bad day, not a bad life. Selamat istirahat, besok kita mulai lagi, ya :)
Ngampilan, 13 Juni 2024
21.42 WIB — Terima kasih mas Farchan untuk kutipan dari Tolstoy-nya🫡
0 notes
nabhanmudrik · 6 days
Text
Mereka Kekuatan Superku
Makin ke sini, aku makin sadar dan percaya bahwa diriku secara individu punya kualitas yang sangat buruk. Dibuktikan dengan banyak hal. Mulai dari minimnya prestasi individu, lambat dalam urusan akademik, lebih sering gagal di urusan asmara, sering grogi ketika bicara di depan publik, sampai sering bikin kesalahan-kesalahan kecil yang bodoh.
Maka makin ke sini aku makin yakin bahwa kalau ada hal baik dan pencapaian dari diriku, itu berkat orang-orang di sekitarku. Itu kekuatan dari mereka.
Terlebih satu-dua tahun belakangan, ketika aku makin sering merasa kerdil, krisis kepercayaan diri, sampai mempertanyakan apakah keputusan-keputusanku tepat atau enggak.
Tumblr media
Merekalah yang membuatku yakin bahwa di lorong gelap yang panjang ada secercah harapan. Ada proses yang sudah ditempuh dan kita akan sampai.
Merekalah yang membuatku yakin bahwa langkah-langkah berat mendaki ribuan anak tangga memang masih menanti di depan, tapi puluhan ribu di antaranya sudah kita tempuh bersama-sama. Itulah perkembangan baik yang perlu diapresiasi.
Kadang, ketika aku mempertanyakan mengapa aku sudi melakukan berbagai pilihan perjuangan serta keputusan sulit, mereka datang untuk meyakinkan. Hingga sampai pada kesimpulan bahwa mereka adalah salah satu alasanku berjuang, bangun pagi, dan mengejar kemustahilan-kemustahilan kecil tiap hari.
Di lain kesempatan juga menjadi energi tersendiri bagiku. Ketika jatuh dan patah, rasa antusias serta semangat mereka membuatku kembali bangkit dan menyelesaikan apa yang sudah dimulai.
Terakhir, meski banyak kurangnya aku merasa aku cukup punya keberhasilan yang bisa dibanggakan. Lewat berbagai terobosan dan kemustahilan yang berhasil kulewati. Nggak lain itu semua bisa terjadi berkat keterlibatan dan kegigihan mereka. Tugas A, acara B, kebutuhan C, program D, semuanya beres kalau dikerjakan bersama mereka.
Rasa-rasanya nggak ada balas budi yang mampu aku berikan ke mereka untuk kontribusi, semangat, dan kehadiran mereka. Tapi aku upayakan tetap berjalan, jatuh dan patah tapi bangkit kembali, serta menembus tembok-tembok tebal kemustahilan. Untuk mereka, untuk kami, untuk bersama-sama.
Setidaknya aku yakin bahwa mungkin aku punya banyak kekurangan, tapi aku punya teman yang cukup banyak dan keren-keren. Lebih penting lagi, kami bisa berjalan bersama. Nggak masalah penuh kekurangan, yang jelas dengan berjalan bersama banyak hal bisa dilakukan.
Terima kasih teman-teman semua. Kalian semua keren, dan sampai jumpa di "kenakalan-kenakalan" selanjutnya🙌🏻
--
Sutopadan, 23.07 WIB
8 Juni 2024 — Jelang IB Fest
0 notes
nabhanmudrik · 2 months
Text
Lebaran Tahun Lalu dan Lebaran Kali Ini
Tahun ini, hari lebaran Muhammadiyah dan pemerintah sama. Suasana lebaran bagiku terasa seperti lebaran seharusnya. Dan tentunya berbeda 180° dengan lebaran tahun lalu.
Tumblr media
Tahun lalu, lebaran versi Muhammadiyah jatuh pada 21 April. Sementara pemerintah menetapkan lebaran pada 22 April. Kami sekeluarga ikut lebaran 21 April, lokasinya di Pringsewu. Karena saat itu Bapak jadi khatib di Pringsewu.
Tahun lalu, dua-tiga hari sebelum lebaran Bapak memintaku untuk jadi imam salat 'id. Dengan setengah yakin, aku mengiyakan. Sambil menghapalkan ulang bacaan surat setelah al-Fatihah yang agak panjang (aku nggak ingat persis surat apa yang kubaca saat itu).
Yang jelas, semua berjalan lancar. Lalu setelah salat 'id kami melanjutkan perjalanan ke kampung bapak di Gisting, Tanggamus. Di sana kami ramah tamah dengan mbah, pakde, dan budhe. Suasana hangat meskipun mereka masih berpuasa, karena lebaran mengikuti keputusan pemerintah.
Sorenya kami sudah di rumah dan belum menerima tamu. Ketika lebaran berbeda, memang kami baru menerima tamu di hari lebaran idulfitri menurut pemerintah. Terkhusus di lingkungan rumah yang memang mengikuti keputusan pemerintah.
Lalu malam hari aku habiskan untuk koordinasi, mengerjakan berbagai kerjaan. Aku ingat salah satunya saat itu aku sangat pusing dengan urusan TMU yang membuat tenaga dan pikiran benar-benar habis. Lelah dan letih dengan segala tantangan dalam penyelenggaraannya, termasuk banyak drama yang terjadi. Emosiku pun sangat terkuras. Dan malam itu, aku tidur kelewat larut.
Pagi hari lebaran (menurut pemerintah), aku baru bangun lewat jam 6 pagi di hari lebaran. Padahal pekerjaan rumah banyak belum selesai. Saat aku membuka mata, sudah ada suara ibu marah-marah karena anak-anak—termasuk aku—nggak sigap membereskan rumah untuk menyambut tamu. Dengan langkah gontai sambil memendam emosi, aku pun mulai bergerak membersihkan kaca.
Baru akan mulai membersihkan kaca, terdengar teriakan dari adikku. Memintaku dengan marah-marah untuk ikut membersihkan rumah. Aku yang merasa sedang menjalankan tugas pun tersinggung menimpali dengan teriakan.
Sampai terlontar kata, "Yasudah minggat aja kalo nggak mau bersih-bersih rumah."
Aku jawab dengan nggak kalah emosi, "Oke aku pergi aja."
Asal mengemasi barang ke dalam tas carier, lalu memesan gocar. Saat gocar sampai, bapak yang nggak tahu apa-apa sempat bertanya, "Mau ke mana?"
"Minggat pak, aku udah nggak dibutuhin lagi," lebih kurang begitu kata-kataku saat itu. Sambil menahan air mata yang sudah di pelupuk mata. Kepalaku juga terasa begitu panas saat itu. Nggak peduli lagi dengan salat idulfitri di lapangan sebelah yang sedang berjalan saat aku pergi dari rumah.
Tujuan Gocar saat itu: bandara. Pagi-pagi di hari lebaran tentu saja lengang. Sampai di bandara, aku belum memutuskan ke mana tujuanku, aku ke toilet, mencuci muka, lalu saat itulah air mata nggak terbendung lagi. Terhitung belasan menit menangis dan wajahku merah sekali waktu itu, tentu saja dalam keadaan belum mandi.
Setelah hampir satu jam belum ada keluarga yang mencariku, aku mantapkan diri untuk terbang ke Jakarta. Pesan tiket di bandara. Terbang sekitar jam 8.30. Saat pesawat mendarat sebelum jam 10, barulah ada pesan masuk dari om-ku yang berbasa-basi mencari kunci (sebenarnya untuk menanyakan aku di mana saat itu).
Setelahnya, aku melanjutkan perjalanan ke rumah seorang teman. Yang ada di kepalaku saat itu: Tiket ke Jogja habis tapi aku bersiap untuk pergi ke Jogja saat tiket sudah tersedia, mungkin ini saatnya bersiap untuk hidup sendiri terpisah dari keluarga.
Tapi usaha selanjutnya dari om dan tanteku mulai berjalan untuk memintaku pulang. Aku bilang, "Nggak mau pulang kalau nggak ada obrolan untuk ngobrolin semuanya." Lalu aku menghabiskan malam sambil menerawang, apa yang kira-kira akan terjadi besok?
Esok paginya, bapak mulai menghubungi, kembali merayu memintaku pulang. Aku masih dengan pendirianku, mau ke Jogja saja (atau entah ke mana) kalau memang nggak ada usaha untuk ngobrol dan membereskan semuanya. Tapi kemudian bapak bilang akan ada kumpul keluarga begitu aku sampai di rumah.
Akhirnya aku luluh juga. Mencari transportasi ke pelabuhan dan kapal tercepat sampai Lampung. Seingatku, jelang maghrib aku naik kapal. Setelah isya' sampai di Bakauheni. Dijemput bapak, lalu sebelum jam 9 sampai rumah.
Setelah makan dan bebersih, obrolan keluarga dimulai. Bapak, ibu, dan empat anak kumpul di kamar, ditambah satu anak yang demam dan hanya bisa tidur. Di situlah kemudian banyak menguak masalah yang selama ini dipendam. Bukan hanya soal yang terjadi kemarin, tetapi juga banyak hal, bertahun-tahun bahkan puluhan tahun belakangan.
Saat itulah curhatan setiap anggota keluarga mengalir, air mata tumpah, dan mungkin pertama kalinya bapak juga ibu curhat secara terbuka kepada anak-anak. Aku jadi yakin meskipun membuat kesal seluruh anggota keluarga, ada benarnya aku kabur dari rumah dan menghabiskan tabunganku cukup banyak.
Intinya, aku menggarisbawahi bahwa liburan dan lebaran itu momen yang sangat langka bagi keluargaku saat ini. Kelima anak merantau, ibu dan bapak sibuk sekali dengan urusan pekerjaan dan organisasi. Sehingga, momen pulang juga menjadi waktunya anak-anak mencari ketenangan dari kebisingan dan perjuangan yang dihadapi sehari-hari saat merantau. Sehingga saat pulang ingin tenang, tentu juga membantu urusan rumah, tapi nggak perlu saling marah, teriak, apalagi membentak. Refleksiku saat itu aku tuliskan di postingan Instagram ini.
Apa yang ingin kami sampaikan sudah tercurahkan saat itu. Keesokan hari kami pulang kampung ke Lampung Timur, yang sempat tertunda karena aku minggat dari rumah. Lalu tiga hari kemudian aku kembali ke Jogja untuk menyelami berbagai urusan yang harus dituntaskan.
---
Fast forward ke lebaran kali ini, pemerintah dan Muhammadiyah sama hari lebarannya, ditambah suasana rumah lebih tenang. Hampir nggak ada teriakan, urusan rumah juga beres meski nggak secepat yang diharapkan. Aku juga nggak jadi imam salat 'id. Lebaran pertama kami pulkam ke Gisting, lebaran kedua ke Purbolinggo.
Karena ibu lebih jarang marah-marah, tiap anak berusaha berbagi tugas dengan cukup baik. Pulang kampung juga dijalani dengan mulus-mulus saja. Aku senang sekali dengan situasi yang "biasa-biasa aja" ini. Karena bagiku suasana tenang dan tanpa memikirkan berbagai urusan adalah kemewahan. Nyaris nggak bisa didapatkan ketika aku di Jogja, apalagi Jakarta.
Aku juga bisa mulai memikirkan apa yang mau aku tulis dalam proposal tesis, sambil membayangkan rencana-rencana ke depan, ditambah juga "melatih" perasaan menghadapi bunga-bunga hati yang sudah beberapa tahun nggak aku lakukan.
Lalu aku habiskan liburan yang tinggal 2-3 hari dengan kumpul bersama teman, main game, sampai menulis cerita ini. Cerita yang selama setahun aku simpan rapat-rapat. Hanya aku ceritakan ke beberapa orang, bisa dihitung dengan jari, terutama yang sedang membutuhkan dukunganku saat ada masalah dengan keluarganya.
Demikian, terima kasih sudah membaca. Ini lebaranku tahun kemarin dan kali ini. Bagaimana dengan lebaranmu?
Hajimena, saat masih ingin malas-malasan tapi sudah waktunya menentukan tanggal kembali ke Jogja. 22.17 WIB, 14 Maret 2024
1 note · View note
nabhanmudrik · 7 months
Text
Hari ini Menyenangkan!
Hai Dersik, akhirnya aku bisa cerita lagi.
Hari ini menyenangkan, tapi aku nggak tau kenapa. Jadi aku cerita saja untuk mengurai alasan kenapa hari ini menyenangkan.
Dimulai dari bangun agak pagi, aku memulai hari dengan lambat sebelum melesat ke kampus untuk ikut konferensi. Menyimak satu-dua presentasi sebelum tanganku gatal membuka laptop atau--lebih buruk lagi--ngantuk.
Konferensinya lumayan rame. Diikuti akademisi dari berbagai daerah dan negara. Topik-topiknya juga lumayan menarik. Tapi bagiku, ini menarik karena aku nyaris nggak pernah ikut forum keilmuan semacam ini selama S1. Jadi hari ini adalah penebusan dosa, sambil belajar duduk menyimak pembicaraan full berbahasa Inggris.
Tumblr media
Di konferensi ini, aku hanya ikut sebagai penulis kedua, membantu Laila yang lebih berpengalaman dan lebih menjiwai urusan akademik. Dan benar saja, saat presentasi Laila sangat memukau. Pemilihan katanya keren dengan bahasa Inggris yang jago banget. Ibu-ibu dari Filipina sampai berulangkali memuji Laila.
Lebih dari itu, aku menghitung-hitung ternyata paperku dan Laila ini adalah paper keduaku tahun ini. Akan bertambah jadi tiga di akhir tahun nanti. Dari sini aku sadar bahwa dengan segala ambyarnya perjalananku tahun ini, masih ada hal positif yang terasa menyenangkan, kalau kita mau merayakan hal-hal positif itu--sekecil apapun.
Setelahnya, aku mampir menyapa teman-teman di PP IPM yang sedang rapat. Sebelum geser ke Couvee untuk ngopi, lalu menghabiskan waktu main FM sampai kafe mau tutup.
Tapi nggak cuma main FM aja. Aku sambil mengendurkan urat syaraf, sedikit berefleksi.
Di sela-sela main game, sempat ada yang menghubungi untuk persiapan interview YSEALI. Setelah Achdan dari Aceh yang baru saja pulang ke tanah air, ada Sarah dari Malang yang mengontak. Terdekat ada satu orang dari Lampung (aku lupa namanya siapa) yang menghubungi untuk minta saran terkait interview, sekaligus mock-interview.
Meskipun bahasa Inggrisku nggak seberapa, aku senang bisa membantu teman-teman yang daftar YSEALI bersiap interview. Semoga mereka semua lolos, deh, ya.
Tumblr media
Hari ini juga muncul lagi optimisme untuk bisa mengunjungi New York, entah kapan dan gimana caranya. Juga muncul lagi optimisme untuk cepat garap tesis, lulus, dan nyari beasiswa S3 ke Amerika. Yang penting disebut dulu deh, ya. Terwujud atau enggaknya urusan belakangan.
Oke cukup. Sepertinya mulai terlihat mengapa hari ini menyenangkan buatku. Terima kasih sudah menyimak!
00.06, 9 November 2023 Ternyata sudah berganti hari
0 notes
nabhanmudrik · 8 months
Text
Cerita kepada Dersik
Hai Dersik, hari ini aku senang. Betul-betul senang walau saat ini rasanya badan capek luar biasa. Tungkaiku kayak mau patah. Betisku gempor luar biasa. Belum lagi kulit yang hitam legam.
Pagi tadi aku nyobain main mini soccer. Lomba kecil tahunan yang dibuat alumni sekolahku. Aku main bola lagi setelah tahunan lamanya ngga main bola. Walaupun, ya, kali ini sekadar mini soccer.
Aku senang karena aku dapat momen mengembalikan kepercayaan diri, juga dipercaya. Seperti yang sudah kamu tau, bulan-bulan belakangan berat buatku. Seperti badai dan taufan yang menghajar rasa percaya diri dan menghilangkan banyak hal.
Tapi di lapangan tadi pagi, aku memulai dengan baik. Bermain lepas. Bertahan rapat. Membayangi lawan dengan baik. Sebelumnya aku ngga percaya diri, kawan-kawan juga lupa kalau aku bisa main bola. Tapi karena kesempatan tadi, aku jadi tau bahwa aku masih bisa menendang bola.
Aku juga bertahan cukup lama di lapangan. Pertandingan kedua aku malah main penuh. Juara dua, lumayan untuk kami yang main seadanya, juga lumayan jadi pelipur lara kekalahan di lapangan badminton pekan lalu. Ingin rasanya mengajak kamu datang menyaksikan, tapi aku tau pasti ngga memungkinkan.
Tumblr media
Selain lomba ini. Aku juga bikin acara bareng Bagas, Mayda, Hanif. Empat orang doang tapi tergolong sukses.
Ada aja halangannya, tapi aku udah belajar untuk mewajarkan halangan-halangan semacam ini. Kaya lampu merah dan palang pintu kereta yang ga bisa terus-terusan kita hindari. Jadi ya, jalani aja, tungguin aja, akhirnya bakal terjadi dan bakal selesai juga.
Syukurlah rekan-rekanku sejak masa pandemi ini sat-set banget. Jadi bisa backup aku yang bolak-balik lokasi acara dan lokasi lomba. Semoga laporannya besok juga beres deh, ya.
Nah, untuk acara ini aku senang-ku bukan cuma karena acaranya lancar. Tapi juga karena aku bisa menguji apa yang sudah aku pelajari satu setengah tahun belakangan. Betul, belajar untuk biasa aja.
Meski ada letupan-letupan. Meski ada setumpuk penasaran. Meski ada seribu pertanyaan. Semua bisa aku simpan dan bisa biasa saja. Ternyata semua baik-baik aja. Malah aku senang, dan lega luar biasa.
Tumblr media
Semoga senang, lega, dan menang selanjutnya segera datang, dan hal-hal baik juga tumbuh setelah ini. Untuk aku, untuk kamu, dan orang-orang di sekitar kita.
Kepada Dersik, terima kasih sudah menyimak cerita hari ini😁
Tamansiswa, 20.24
Ditulis dengan adrenalin dan dopamin yang benar-benar habis
2 notes · View notes
nabhanmudrik · 11 months
Text
Habis Ini Mau Ngapain?
Bagi aktivis IPM, dan mungkin organisasi lain yang menyita waktu cukup panjang di masa muda, ada kisah menarik sekaligus menggelisahkan di bagian akhir.
Di akhir periode, apalagi di pimpinan pusat akan muncul pertanyaan:
Mau ngapain setelah purna dari PP IPM?
Mau kerja atau kuliah?
Sudah dapat apa aja di IPM?
Punya keahlian apa aja?
Aku kira pertanyaan-pertanyaan semacam ini nggak akan mendatangiku. Karena aku cukup percaya diri dengan apa yang aku lakukan di IPM. Aku juga merasa sudah banyak sekali terobosan kecil dan besar aku perbuat di IPM. Diriku juga banyak tumbuh dan berkembang lewat proses-proses di IPM setidaknya selama 10 tahun belakangan.
Tumblr media
Tapi begitu akhir periode ini datang, ternyata aku cukup gelisah juga dengan pertanyaan-pertanyaan itu.
Aku memang sedang kuliah S2 dan sejauh ini yakin akan aman-lancar sampai selesai. Tapi masih belum 100% yakin untuk lanjut S3. Selain urusan biaya dan sadar diri karena nggak pintar-pintar amat, aku juga belum yakin karena pengen lanjut tapi sangat menghindari jadi dosen dengan tuntutan jadwal dan administrasi yang bikin pening.
Terkait pekerjaan, aku juga pengen punya uang banyak, tapi juga nggak siap dengan rutinitas pekerjaan. Kerja pagi-sore dan hanya punya waktu luang saat weekend masih aku buang jauh-jauh dari imajinasiku.
Soal keahlian, aku bisa menulis. Cukup baik sebagai social media admin & analyst. Juga punya pengalaman di manajemen tim dan kepemimpinan. Bahasa Inggris-ku juga nggak buruk-buruk amat.
Tapi, tentu saja aku belum cukup yakin bisa bersaing di dunia profesional betulan. Nggak ada apa-apanya dibanding orang-orang keren yang bersliweran di linimasa media sosia.
Ada juga teman-teman, secara pribadi maupun yang terhubung dengan kerjaan, perlu aku pikirkan dan aku coba bantu. Salah satunya karena posisiku di IB. Ini bener-bener perlu uang, bukan cuma manajemen dan pikiran-pikiran yang canggih aja.
Untuk saat ini, aku nggak tau apa yang bakal terjadi besok. Aku punya idealisme yang cukup besar, tuntutan yang tinggi, niat baik yang terlalu optimis, tapi nggak cukup percaya diri dengan kualitas diriku sekarang. Aku juga berharap dapat lebih banyak titik terang dan keajaiban.
Aku cuma bisa mengusahakan, berharap diriku bisa diajak berpikir lebih keras, bekerja lebih efektif, lebih disiplin, berkolaborasi dengan orang lain, dan bikin keputusan serta pilihan yang tepat.
Sisanya, aku baru bisa percaya bahwa beban bisa dituntaskan dan mimpi-mimpi bisa terjadi. Kata kutipan setelah aku nonton film 5 cm kemarin:
"Yang bisa dilakukan seorang makhluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya."
Di dalm KA Manahan, 11.36 WIB
27 Juli 2023
11 notes · View notes
nabhanmudrik · 1 year
Text
Secapek-capeknya Capek
Hari ini: - Pembukaan TMU - 3 sesi materi - 2 rapat - 2 Zoom meeting
Rasanya, ya, jelas capek. Senang dan lega karena peserta sudah hadir, banyak pula kekhawatiran yang terjawab komitmen serta semangat teman-teman fasilitator dan panitia. Tapi selebihnya, aku capek. Secapek-capeknya Capek. Phisically and mentally.
Capek dengan segala keruwetan. Capek menerima drama-drama yang semestinya bisa banget loooh dihindari. Capek dengan ketidakefektifan. Capek dengan tuntutan yang sukanya nabrak-nabrak. Capek dengan ketidakpastian. Capek dengan penolakan. Capek nyambi-nyambi.
Sebenarnya harus mulai mengurangi nyambi-nyambi, lebih banyak menolak, dan memilih yang penting-penting saja. Di naskah buku tentang kesan dan cerita selama program YSEALI, ada satu bab khusus tentang kebiasaan buruk--sekaligus keahlianku--yang satu ini. Harapannya aku bisa lepas dari lingkaran setan ini di 2023.
Tumblr media
Tapi apa daya, tuntutan materi dan masa-masa suram awal 2023 bikin aku meneruskan jadi Yes Man agar bisa menyambung hidup dan tetap bisa ngisi bensin si Supra. Karena aku harus kuliah offline dan belum pensiun dari IPM, situasi ini jadi menciptakan kecapekan combo yang bikin aku pengen melompati periode-periode sibuk dan riweh. Tapi ya tentu saja nggak bisa.
Jendela kesempatan selanjutnya ada di Agustus. Pensiun dari IPM lalu bisa fokus mengurus tesis dan menata kesibukan lebih baik lagi. Tapi sebelum itu sepertinya aku perlu sabbatical leave sebelum siap menghadapi kesibukan-kesibukan baru pasca-IPM.
Meski terdengar mustahil, mari semogakan dahulu.
Tamansiswa - di tengah rapat yang demanding tapi kehadiranku di sini nggak penting-penting amat
9 Mei 2023, 22.02 WIB
10 notes · View notes
nabhanmudrik · 1 year
Text
Keputusan-keputusan Sulit
Beberapa hari terakhir, aku harus terlibat dalam keputusan-keputusan sulit. Bahkan juga menjadi pengambil keputusan terdepan.
Pusing sudah pasti. Sebagian orang menyesali. Sebagian lain bersedih hati. Tapi bukan berarti aku tenang-tenang saja dan merasa semua baik-baik saja. Ada rasa khawatir, juga ikut bersedih.
Khawatir apakah keputusan-keputusan ini sudah tepat. Sedih karena orang-orang terdekat bisa terdampak dari keputusan berdasarkan "kebaikan yang lebih besar".
Tumblr media
Tetapi pasti akan tiba masa di mana kita harus memilih satu di antara pilihan-pilihan sulit. Menentukan mana yang dipilih dan tidak, dengan dampaknya masing-masing, yang semuanya bikin pusing tujuh keliling. Cepat atau lambat, kita akan berada di situasi ini.
Jadi,
Nggak papa kita terjebak dalam pilihan sulit dan harus memilih
Nggak papa kita pusing dengan opsi yang terbatas
Nggak papa sedih dengan pilihan-pilihan kita
Kadang juga memang terpaksa menyakiti diri sendiri, atau bahkan orang lain—juga orang terdekat.
Yang penting, kita tahu pilihan kita paling baik di antara opsi lain, kita belajar dari pengalaman serupa, dan kita yakin akan pilihan kita.
Karena memilih walau pahit, memilih walau memusingkan, dan memilih walau harus bersedih, adalah bagian dari tumbuh dewasa.
---
Ngampilan,
8 April 2023 | 00.30 WIB
4 notes · View notes
nabhanmudrik · 1 year
Text
Saya cukup pontang-panting di awal 2023 ini. Ada beberapa kabar baik, tapi nampaknya awal 2023 nggak mudah untuk dihadapi.
Karir, organisasi, dan kehidupan pribadi sedang menemui fase terjal. Berguncang dari segala arah. Memang ada titik terang untuk 2023 di ketiga aspek tersebut, tapi hari ini jelas sedang terasa gelap.
Satu hal positif adalah ternyata 2023 sudah 45 hari berlalu dan saya masih bisa bertahan. Berarti, saya akan bertahan di hari-hari ke depan.
Yang penting yakin dulu, dan jalan terus aja.
Winter is coming!
Di dalam Kereta 6 KA Mataram
14 Februari 2023, 22.50 WIB
5 notes · View notes
nabhanmudrik · 1 year
Text
Mengkhawatirkan Masa Depan
Kalo dipikir-pikir, aku makin dan masih terlampau sering mengkhawatirkan masa depan. Contohnya saat skripsian, aku cuma khawatir soal kelulusan. Setelah skripsi selesai, bukannya tenang malah lebih banyak hal yang aku khawatirkan.
Mulai dari IPM, kerjaan, jodoh, sampai rencana perjalanan sepekan ke depan. Pokoknya ada saja energi untuk risau tiap hari, seolah gabut banget aku ini kebanyakan overthinking.
Keadaan ini bikin aku mikir ulang soal kekhawatiran sambil belajar fokus pada apa yang aku lakukan sekarang. Naban pernah ada di titik bodo amat dengan masa depan, tapi ngga tau kenapa sekarang lebih banyak khawatir soal masa depan (bahkan masa depan yang jauh)
Abis ini aku belajar menikmati keberhasilan kecil, dan momen-momen yang ada sekarang, deh. Menikmati kepusingan dan nyicil tugas-kerjaan. Menikmati pertemuan. Menikmati interaksi. Sampai menikmati jatuh cinta setiap hari pada orang yang sama.
Aku percaya, hasil akan datang dengan atau tanpa direncanakan. Seringkali hasil baik datang dari arah yang ngga disangka-sangka 😁
Tumblr media
Tengah malam setelah perjalanan super panjang, 22 Desember 2022
Aceh Singkil, 00.08 WIB
5 notes · View notes
nabhanmudrik · 2 years
Text
Kekuatan Superku
Dalam sebuah sesi kuliah di University Nebraska at Omaha (UNO) Dr. Patrick McNamara bertanya kepada kami peserta YSEALI:
“Apa yang kamu lakukan untuk memulihkan diri dari keadaan atau hari yang berat?”
Ada yang menjawab jalan-jalan, menyendiri, journaling, sampai menggambar dan ngobrol dengan orang lain.
Lalu Aku menjawab dengan menyakinkan, “Tidur.”
Fast forward tiga pekan belakangan Aku merasakan sakit tenggorokan yang lebih panjang dari biasanya. Sejak baru sampai Batam sampai kembali ke Jogja lebih dari 10 hari, sakit tenggorokan nggak kunjung hilang. Padahal sudah minum obat, mengurangi minum es, juga dilengkapi multivitamin.
Sebenarnya sempat demam sejenak, juga batuk dan pilek. Tetapi demam, batuk, dan pilek tergolong cepat sembuh. Aku pun heran, karena nggak biasanya begini.
Nah, saat mencari penyebabnya, Aku teringat dengan nasihat Bapak. Saat Aku sakit, Bapak selalu mengingatkan untuk; 1) minum obat demam/batuk’semacamnya cukup sampai gejalanya sembuh, 2) minum antibiotik harus habis, 3) minom obat harus tertib, 4) (yang nggak kalah penting) istirahat yang cukup.
Di poin keempat inilah masalahnya. Tiga pekan terakhir jadwal tidur malamku brantakan. Entah karena ada kepentingan atau (yang ini lebih sering terjadi) karena menonton pertandingan Piala Dunia.
Benar saja, dua malam terakhir Aku tidur lebih awal. Sekitar jam 10 atau paling lambat jam 11 malam. Lalu setelahnya keadaan tenggorokan mendingan, bahkan sekarang sakit tenggorokan sudah nyaris hilang.
---
Bagian awal tulisan ini menjelaskan bahwa tidur menjadi kunci kesehatan mentalku. Selanjutnya menjelaskan bahwa bagiku tidur juga menjadi kunci kesehatan fisik. Tapi lebih dari itu, bagiku tidur bisa memperbaiki mood, meredakan sakit kepala, mengendurkan kecemasan, sampai menjawab soal ujian yang bikin pusing.
Sama dengan yang disampaikan Matt Walker dalam sebuah video YouTube oleh TED, tidur adalah kekuatan superku.
Bagi pembaca sekalian, atur tidurmu dengan baik. Sediakan waktu yang cukup dan teratur untuk tidur. Karena tidur penting banget buat kesehatan dan hidupmu secara keseluruhan, dalam jangka pendek maupun panjang.👌
Setelah memulai Senin dengan lambat
Yogyakarta, 12 Desember 2022 | 18.43 WIB
Tumblr media
6 notes · View notes
nabhanmudrik · 2 years
Text
Nggak Siap Menghadapi Desember
Sekitar setahun lalu, di bulan Desember, dalam penerbangan menuju Kalimantan Tengah, hidungku mulai berair. Sampai di Palangkaraya, keadaan makin parah, Aku harus mengamini bahwa kondisi tubuh sedang nggak baik-baik saja—tapi saat dites, hasilnya negatif COVID-19.
Selama 4 hari di Kalteng, Aku pun dalam keadaan kurang fit. Mulai dari pilek, pusing, sampai sedikit demam. Keadaan Desember tahun lalu serupa dengan yang kualami Desember kali ini. Semua diawali kesibukan sejak November.
Pekan pertama kembali ke Indonesia usai program YSEALI. Langsung mendarat di Solo.
Pekan kedua, menyelesaikan ujian susulan lalu ke Jakarta untuk Rapat Pleno PP IPM.
Pekan ketiga, setelah dari Jakarta, ke Solo selama 5 hari untuk Muktamar. Lalu kembali ke Jogja untuk istirahat sehari.
Setelahnya langsung ke Batam untuk menjadi Fasilitator TM3 IPM Kepri. Sesampainya di Batam, badan mulai drop, demam, pilek, pusing, batuk. Bahkan lidah juga terasa pahit. Badan ngedrop mah biasa, tapi aku lupa kapan terakhir lidahku terasa pahit.
Beruntung di 2 hari terakhir keadaanku membaik. Tugas kefasilitatoran masih bisa dilakukan dengan cukup oke. Saat menuju Singapura dan Malaysia, badan sudah mulai bugar. Tinggal batuk yang tersisa. Harapanku saat itu, setelah kembali ke Jogja Aku bisa pulih sepenuhnya.
Ternyata, sesampainya di Jogja semua orang di sekitarku kurang fit, ada aja sakitnya. Batuk lah, pilek lah. Fahrudin malah sudah sepekan tumbang dan sampai harus opname. Akhirnya keadaan tubuhku kembali labil, didukung dengan cuaca Jogja yang selalu muram dari hari ke hari.
Sampai saat mengetik postingan ini, tenggorokanku masih agak sakit dan batuk belum sepenuhnya hilang. Malah hari ini suaraku kembali bindeng.
Kondisi badanku lebih kurang menggambarkan ketidaksiapan menghadapi jadwal Desember yang sepertinya akan makin padat. Mulai akhir pekan ini, sampai pekan-pekan setelahnya.
Terasa nggak siap, tapi apa boleh buat? Waktu nggak akan pernah peduli. Waktu yang fana itu, entah kenapa, punya kekuatan untuk menelan kita yang abadi—saat kita ragu dan nggak siap.
Jadi, Aku berharap saja semoga kondisi badan makin membaik. Dan Desember jadi penutup yang manis untuk tahun yang memusingkan tapi juga menggembirakan ini.
---
Oh iya, aku juga sama sekali belum sempat kembali ke kontrakan dan mencuci baju sendiri sejak kembali dari Amerika
Yogyakarta—setelah sedikit hujan-hujanan,
7 Desember 2022 | 23.37 WIB
Tumblr media
2 notes · View notes
nabhanmudrik · 2 years
Text
Belajar Menjadi Teman yang Baik
Ada satu hal yang pasti dan pahit akan atau sudah kita alami, yaitu perpisahan. Termasuk salah satunya perpisahan dengan teman, melalui berbagai cara.
Bagiku pribadi, perpisahan yang sering terjadi dan selalu membekas adalah perpisahan dengan teman-teman setelah acara yang cukup lama. Misalnya TM1, TM2, dan TM3 di IPM yang menyita waktu sampai sesama peserta saling kenal cukup mendalam. Lalu setelahnya terpisah begitu saja.
Perpisahan semacam ini juga Aku alami setelah selesai mengikuti YSEALI. Dan tentunya perpisahan serupa juga Aku alami setelah mengakhiri masa sekolah di Muallimin, juga setelah mengakhiri masa kuliah S1 di GEL UGM.
Jenis perpisahan selanjutnya adalah ketika Aku memutuskan untuk mengurangi interaksi dan kedekatan. Bukan karena ingin, tetapi karena harus. Terjadi ketika ada orang-orang yang berstatus teman, namun seiring berjalan waktu bukannya membantu tetapi justru mengganggu dan bukannya melegakan tetapi justru memberatkan.
Perpisahan semacam ini adalah pilihan terakhir. Tapi tetap saja pahit. Apalagi perpisahan semacam ini biasanya bukan menjauh secara fisik, melainkan hatinya yang menjauh.
Selanjutnya, perpisahan untuk selama-lamanya. Dibanding dua perpisahan lain perpisahan ini paling menyakitkan, pahit dan susah dilupakan. Ada beberapa 2-3 perpisahan semacam ini yang pernah Aku alami, tapi Aku akan ceritakan satu yang paling membekas.
Juli 2018, Nabila Azzahra Pamuji, salah satu anggotaku di PD IPM Jogja mengalami kecelakaan di depan Hotel Satoria, Maguwo. Aku dan beberapa temannya sempat menunggu di RS saat keadaan kritis. Nggak lama kemudian dokter mengumumkan kalau nyawa Nabila nggak dapat diselamatkan.
Sampai sekarang, 4 tahun setelah kejadian, ketika Aku lewat di depan Hotel Satoria, selalu teringat Nabila. Entah merasa bersalah atau sekadar teringat kesedihan yang amat mendalam. Yang jelas, masa-masa sebelum wafat memang menjadi momen kembalinya Nabila ke PD IPM Jogja setelah sempat keluar sebelumnya.
---
Jelas, namanya perpisahan pasti pahit dan nggak kita inginkan. Tetapi perpisahan selalu terjadi. Bagi anak-anak rantau yang jauh dari keluarga sepertiku, perpisahan dengan teman setara rasanya dengan perpisahan dari keluarga. Karena teman-temanku lah keluargaku selama di perantauan.
Perpisahan nggak bisa kita lawan. Pasti akan datang. Maka untuk menghadapi perpisahan dengan teman, yang mungkin Aku lakukan adalah perlahan belajar menjaga teman. Saat dalam keadaan normal Aku coba bantu sebisaku—atau sekadar mendengarkan cerita mereka, saat sedang memungkinkan mencoba menemani saat mereka butuh Aku, saat sedang sakit Aku coba jaga sebisaku.
Karena beberapa tahun belakangan Aku terlalu sibuk dengan berbagai urusan, di masa depan salah keinginanku adalah mengurangi kesibukan dan menyediakan lebih banyak waktu luang. Tujuannya untuk bisa lebih banyak ketemu teman-teman, mungkin bercerita, membantu sebisaku, atau meringankan beban saat mereka membutuhkan.
Sekali lagi, bukan untuk melawan perpisahan. Tetapi meastikan saat kita berpisah, rasa penyesalan akan berkurang. Karena kita tahu sudah berusaha menjaga teman sebaik-baiknya, saat mereka ada di sekitar kita.
Setidaknya, ini cara-cara kecilku belajar menjadi teman yang baik. Sesuatu yang nggak bisa Aku lakukan di masa lalu, karena berbagai alasan. Mulai dari kesibukan, atau Akunya saja yang dulu belum paham cara berteman.
RS PKU Muhammadiyah Gamping
3 Desember 2022, 17.44 WIB
Tumblr media
4 notes · View notes
nabhanmudrik · 2 years
Text
Dua Kalimat Bahagia
Sudah lumayan lama aku dengar dua kalimat pendek:
1. Temukan dan nikmati kebahagiaan-kebahagiaan kecil.
2. Ciptakan kebahagiaan dari diri sendiri, tanpa menunggu orang lain.
Tapi, sejak dulu aku belum menangkap maknanya. Lebih menjadi semacam pepesan kosong dan nasihat b aja. Typically kata-kata bijak di medsos yang bersliweran, disave/screenshot, lalu dilupakan.
Tumblr media
Empat bulan belakangan, dengan segala roller coaster di dalamnya barulah aku paham makna mendalam dari dua pesan itu. Aku juga mempraktikkan langsung. Menjadikan capaian-capaian kecil, bahkan rutinitas sebagai kebahagiaan. Juga menciptakan kebahagiaan tanpa menunggu orang lain memberi rasa bahagia untuk diriku.
Terima kasih empat bulannya.
Ngampilan, 01.37 WIB
7 Agustus 2022. Habis war promo tiket kereta.
5 notes · View notes
nabhanmudrik · 2 years
Text
Mencari dan Menemukan Tuhan
Di lubuk hati yang terdalam, aku ingin menjadi manusia yang bisa menjalankan ibadah ritual dengan baik. Misalnya berdialog dengan Tuhan di sepertiga malam. Curhat, menangis, tersedu-sedan, ataupun sebatas bercerita tentang beban yang sedang terjadi belakangan.
Sepertinya sangat menenangkan bisa merasa didengarkan dan dipeluk oleh Dia yang menyayangi kita tanpa syarat dan bersedia ditemui kapanpun.
Tapi sepertinya inginku hanya jadi angan.
Tumblr media
Ritual-ritual ibadah sunah ngga mungkin aku jalankan dalam keadaan sekarang, di mana aku larut menjalankan sunah-sunah (atau malah kewajiban) yang lain. Kegiatan sosial, membantu diriku dan orang-orang terdekat, sampai belajar dan jadi penghubung di banyak urusan.
Oke sebagian dari pembaca bisa menyebut ini sebatas ngeles saja. Aku coba yakinkan: kalaupun aku rehat atau punya waktu senggang, ritual-ritual sunah juga ngga tersentuh. Entah itu ketiduran, lupa atau kelupaan, atau distraksi-distraksi lain.
Jadi, ini yang aku rasakan sekarang:
Aku ngga bisa menemukan Tuhan dalam salatku. Aku tetap salat wajib dan terkadang sunah, tapi jarang bisa khusyuk. Diusahakan konsentrasi pun tetap sama.
Aku ngga menemukan Tuhan dalam doa-doa. Doa tetap aku lakukan, tapi ngga pernah dengan penuh pengharapan. Doa dan lupakan.
Aku ngga menemukan Tuhan dalam khutbah jumat. Yang kadang bikin mengantuk, di kesempatan lain bahasannya tidak simpatik dan itu lagi-itu lagi.
Aku ngga menemukan Tuhan dalam ceramah-ceramah yang tegas dan keras. Bagaimana bisa bertemu Tuhan, karena yang aku tau ceramah-ceramah yang keras rentan menjurus pada hal-hal “menjual agama”.
Tapi, aku menemukan Tuhan dalam puasaku. Kadang aku puasa Senin Kamis, saat puasa seringkali aku ngga sahur, tapi aku tetap menjalankan dengan baik tanpa terasa lemas. Sepertinya aku lebih menikmati puasa dibanding salat.
Aku menemukan Tuhan dalam setiap babak kehidupan di mana aku bertemu kesulitan yang kelewat memusingkan. Seakan tidak ada hari esok, tapi ternyata aku bertemu hari esok lagi dan lagi.
Aku menemukan Tuhan di gunung, di pantai, di laut. Saat tubuh sangat lelah, saat keputusasaan hadir, kedinginan, saat takut kapal terbalik, di situlah aku merasa Tuhan hadir dan membawa ketenangan.
Aku menemukan Tuhan di setiap diri orang-orang terdekat yang banyak membantu. Dengan bawaan diriku yang tentu saja banyak kurangnya, aku merasa diberkati dengan orang-orang yang bersedia membantu. Aku bukan siapa-siapa tanpa orang-orang terdekat.
Aku menemukan Tuhan dalam setiap kesempatan aku masih bisa cukup makan dan minum, juga istirahat. Masih bisa merebahkan badan tiap malam dan bangun dengan sejumput harapan keesokan harinya.
Aku menemukan Tuhan dalam setiap orang yang bertarung untuk diri, keluarga, orang terdekat, dan orang banyak. Selalu ada orang yang bertarung dengan trauma, bergelut dengan kesulitan hidup, dan berbuat untuk dirinya dan orang lain. Termasuk mereka yang menyampaikan kasih sayang dan berdakwah dengan ramah dan dengan niat merangkul tanpa merendahkan.
Aku menemukan Tuhan dalam tarikan nafas. Baik nafas tanpa sadar, nafas biasa dengan sadar, maupun tarikan nafas dalam-dalam pertanda dunia sedang tidak baik-baik saja tapi hidup harus terus berlanjut.
Aku juga menemukan Tuhan dalam dirimu, yang sudah berbaik hati dan menyediakan waktu membaca tulisanku sampai sejauh ini.
---
Aku ngga tahu apakah yang aku lakukan bisa dimaklumi atau menjadi dosa buatku.
Jika bisa dimaklumi, aku bersyukur sebanyak-banyaknya. Jika itu menjadi dosa, semoga ampunan Tuhan terbuka buatku, dan semoga aku berkesempatan menebus dosa di hari-hari mendatang selama hayat masih di kandung badan.
Ngampilan, 00.51
2 Agustus 2022. Kalau bukan karena pesan-pesan super pendek sepanjang Ahad dan Senin, dua tulisan ini pasti ngga akan jadi.
4 notes · View notes
nabhanmudrik · 2 years
Text
Aku Kewalahan?
Sebelum (siapapun) kamu baca tulisan ini, mungkin bisa menyempatkan scroll ke bawa sejenak, ke tulisan sebelum ini. Tulisan tersebut seingatku aku tulis di awal Juni.
Betul sekali, hampir dua bulan jarak tulisanku sebelumnya dengan tulisan ini.
Kegiatan memang cukup padat setelah wisuda. Aku sampai ngga sempat menulis dan sangat sedikit membaca. Selalu capek tiap malam, ngga cukup energi untuk menulis. Sedangkan pagi harinya aku biasa memulai hari dengan terburu-buru, di Jogja maupun dengan berbagai urusan dari kota ke kota.
Tapi kali ini aku akhirnya sempat menulis lagi. Badan capek setelah tiga hari beruntun penuh urusan dan tiga hari beruntun olahraga lumayan berat, tapi pikiran masih cukup segar. Bahkan bisa jadi akan ada satu tulisan menyusul setelah tulisan ini.
Lalu, apa yang terjadi sampai aku sangat sedikit menulis?
Aku terlalu disibukkan berbagai urusan mulai dari bertemu dan berbincang dengan banyak orang, berurusan langsung dengan kerjaan (yang sudah ada sebelumnya), sampai menambah-nambah kerjaan baru.
Setelah lulus, memang keadaan cukup berat buatku. Harus segera S2 dan tembus beasiswa, atau kalau beasiswa ngga tembus, berarti aku perlu side job. Dan ternyata, sejauh ini yang terjadi adalah beasiswa ngga tembus.
Tumblr media
Side job jadi pilihan. Tentu saja aku pilih-pilih yang bisa digarap remote, dan ngga hanya mencari materi saja--alias mesti ada tujuan lain, entah itu pengembangan diri atau kontribusi sosial. Mirip dengan prinsip “ikigai” lah kira-kira. Tapi seberapapun fleksibelnya, pekerjaan tetaplah pekerjaan. Pekerjaan pasti menyita waktu, pikiran, dan tenaga.
Kalau ditanya kenapa, ini aku lakukan karena aku ngga mau merepotkan Bapak dan Ibu. Kini Bapak dan Ibu harus membiayai kuliah empat anaknya, dan satu anak sudah kelas 5 di Muallimin. Itupun sampai saat ini aku masih dikirimi bulanan oleh Bapak. Aku sampai ngga enak hati, tapi kalau bulanan ditarik, aku pusing juga hehe.
Maka, yang aku bisa aku lakukan adalah memastikan bulanan yang dikirim Bapak tetap, ngga bertambah sejak enam tahun lalu aku masuk kuliah. Juga aku menjadikan beban ngekos/ngontrak jadi tanggunganku.
Tapi, ya, walhasil seperti sekarang. Perlu agak ngoyo untuk cari tambahan, agar tetap bisa makan, punya tempat tinggal, bisa jalan ke luar kota ketika dibutuhkan, juga bisa menabung.
Hal ini yang bikin aku cukup pusing. Saat ini sepertinya aku sudah mendekati (atau malah melampaui?) titik kewalahan. Kegiatan-kegiatanku cukup penuh setiap harinya. Selalu ada to-do list yang terlewat setiap hari, kadang karena mager, di hari yang lain karena waktuku benar-benar habis. Padahal belum masuk kuliah, nih. Besok saat masuk kuliah pasti tambah pusing dengan materi dan sederet tugas. Tapi di sisi lain berbagai urusan ini ngga bisa seenaknya aku lepas karena konsekuensinya cukup besar.
Sampai detik ini pun aku belum punya keputusan mau bagaimana. Tapi setidaknya aku tulis dulu. Siapa tau akan ada ide atau solusi datang menyusul. 
Atau kalau kamu mau ngasih saran juga boleh :)
Ngampilan, 00.16
2 Agustus 2022. Betis remuk redam pasca-badmintonan.
4 notes · View notes
nabhanmudrik · 2 years
Text
Buat aku yang gampang lupa, tergolong mudah membedakan apakah seseorang itu cukup penting. Kalau terus teringat, maka seseorang itu bagiku cukup penting.
Khusus perihal kamu, bukan hanya teringat. Masih sangat membekas betapa perjumpaan dengan kamu ini menyenangkan sekaligus merepotkan dalam waktu bersamaan. Karena kata-katamu, tembok yang aku bangun tebal-tebal beberapa bulan belakangan harus aku runtuhkan lagi. Sialnya, pemilihan keputusan dan keterburu-buruan mengacaukan semuanya.
Kalu membaca perlahan kata-kata di atas, seakan aku sedang kacau, kan?
Padahal engga juga. Di saat bersamaan aku juga senang. Aku senang karena bisa memaksa diri menurunkan ekspektasi. Aku senang karena bisa tau sejauh mana aku bisa bertahan. Aku pun senang karena sekarang bahagiaku makin sederhana, makin mudah bahagia karena hal kecil.
Sebelum saat-saat ini, aku membayangkan mendapatkan hal besar itu membahagiakan. Memang benar, tapi aku baru sadar kalau kebahagiaan karena hal-hal besar 11-12 saja dengan kebahagiaan karena hal-hal kecil.
Sekarang aku ngga berharap bisa bertemu.
Ngga akan berharap bisa ngobrol lagi.
Sadar diri untuk ngga berharap chat akan dibalas.
Centang biru sangat cukup untuk membuat mataku berbinar dan girang dalam diam.
Atau, kalau ngga ada centang biru darimu pun, membuka roomchat dan melihat tulisan o-n-l-i-n-e sudah jadi bahagia tersendiri buatku.
Sekarang ini, jika waktu tiba-tiba mempertemukan, mungkin aku langsung menghilang dari hadapanmu karena malu dan takut-takut, sambil berperang dengan diri sendiri untuk memulai obrolan atau tetap hening dan memendam.
Lalu dalam diam aku bertanya: apa kabar, kamu?
0 notes