nafilalaa
nafilalaa
Anotasi Montessori
62 posts
Debu kosmik yang bergulung dalam dimensi manusia. Ejaannya tidak pernah sempurna.
Don't wanna be here? Send us removal request.
nafilalaa · 2 years ago
Text
Tanpa alarm, tanpa paksaan. Wanita paruh baya itu selalu bangun pukul tiga.
Kabut pun masih malas beranjak, namun rindunya akan munajat malam selalu menanjak. Didoakannya suami dan anak-anaknya satu persatu.
Ia mungkin hanya Ibu rumah tangga biasa, yang jauh dari gengsi dunia apalagi gelenyar mewah sosialita.
Namun doa tulusnya selalu berhasil membuka pintu langit, menyelamatkan keluarganya di saat-saat sulit.
Masih tanpa alarm, dan tanpa paksaan. Wanita di rumah lain terbangun di jam yang sama.
Menyiapkan berbagai keperluan kerja dan bekal untuk suami dan anaknya.
Sebanyak mungkin ia sisipkan cinta, pada baju yang disetrika dan makanan untuk dibawa.
Tidak banyak yang mengapresiasi geliatnya dalam sepi. Tapi malaikat toh selalu punya catatan amal yang rapi.
Di balik tembok rumah lain, seorang wanita tidur jauh lebih malam.
Adonan jajan pasarnya sudah rapi, siap digoreng esok pagi hari.
Ia menatap lekat wajah anaknya yang sudah lelap, meminta maaf untuk setiap irisan waktu yang tidak bisa dipergunakan untuk bermain bersama.
Bukan karena ia tidak mau, tapi karena ia tau bahwa tagihan-tagihan selalu menunggu.
Pasangannya semudah itu berlalu, meninggalkan petak kehidupan yang perlu diisi dengan keringat perjuangan.
Sementara seorang wanita lain terduduk kuyu, lagi-lagi hasil test pack yang terpangku memvonis sendu.
Keguguran berulang membuatnya pilu, belum lagi pertanyaan "kapan" yang membuatnya jemu.
Padahal di luar sana ia sering membantu anak saudara yang tak mampu, laku dan sikapnya sudah pantas membuatnya menjadi Ibu.
Tuhan hanya sedang menggoda batas sabarnya untuk menunggu.
Tumblr media
Kau tetap Ibu, sekalipun sehari-hari berdaster dan jauh dari polesan skincare bermutu.
Tanpa alis terukir dengan presisi, kau tetap ayu berseri. Ikhlasmu mundur dari gemerlap dunia, demi membangun pondasi anak dari tangan pertama.
Biarkan Tuhan meracik pahala untukmu, biarkan mereka mencibir betapa konvensionalnya pemikiranmu.
Sungguh surga adalah untuk mereka, yang kuat dalam tirakat dunia.
Kau tetap Ibu, sekalipun dunia menculik kehadiranmu dari waktu ke waktu.
Tapi kau pastikan niat bekerjamu lurus untuk kemaslahatan keluargamu, kau pastikan terpenuhi kewajiban utamamu, kau pastikan bekerjamu untuk kebutuhan alih-alih hanya sekedar memenuhi uang jajan tambahan.
Ada prioritas yang tidak selalu bisa ditakar pemirsa, pun pilihan bekerja adalah agar bermanfaat bagi sesama.
Mainkan peranmu, pilihanmu, tanggung jawabmu.
Kau tetap Ibu, sekalipun peran ganda Ayah kau pikul pada bahu dan benakmu.
Titipkan anakmu pada penjagaan Tuhan, pada kasih sayang dan pelukan yang selalu bisa kau sediakan.
Percayalah bahwa kekuatan kadang hanya perlu dipantik, abaikan mereka yang mencelamu dalam kritik.
Kaulah Ibu, dengan gayamu dan perjuanganmu. Anak-anakmu sungguh akan tumbuh segesit peluru.
Kau tetap Ibu, sekalipun Tuhan menunda hadirnya bayi mungilmu.
Karena menjadi Ibu bukan hanya soal keturunan biologis, namun juga berbagi kasih sayang secara psikis.
Kemuliaan dan pengabdian selalu bisa kita bagikan, pada setiap jiwa dimanapun mereka bertebaran.
Pahamilah bahwa Tuhan mungkin menciptakanmu, untuk menawarkan rengkuhan yang lebih banyak dari jumlah jemarimu.
Karena setiap dari mereka yang terlahir dengan kepemilikan rahim dan kromosom XX, adalah mereka yang akan menjadi Ibu dengan prediksi perannya yang berubah-ubah seiring waktu. Maka pujalah mereka, syukuri keberadaannya, muliakan perlakuan atasnya.
Karena setinggi-tingginya cinta adalah yang diterjemahkan dalam doa, maka pintakan keberkahan untuk para Ibu dan para calon Ibu.
Cukupkan penghakiman kita atas pilihan saudara wanita yang berseberangan dengan pilihan kita, kita tidak pernah tau benar seberapa krusial kehidupan yang harus ia bela.
Mengeja kata Ibu adalah tentang merumuskan kesederhanaan, teladan, sahaja, dan perjuangan membesarkan pendatang baru kehidupan.
Mengeja kata Ibu adalah tentang berjibaku pada masa hormonal, menjinakkan ego personal, menguatkan lebih dari satu dua nyawa dalam semangat yang kebal.
Ibu, semoga Tuhan selalu menghitung ikhtiarmu sebagai rangkaian kunci pembuka pintu surgamu.
Sekali Ibu, tetaplah Ibu. Teruskan dan genapkan pengabdianmu.
Ini bukan tentang sekedar memperingati satu hari khusus untuk Ibu, tapi tentang meresapkan betul bahwa yang mereka kerjakan adalah untuk dilanjutkan dan ditiru.
Melambungkan segenap doa untuk para Ibu dan calon Ibu ❤️
1 note · View note
nafilalaa · 2 years ago
Text
Guru. Digugu Ditiru
Orang Jawa bilang bahwa Guru adalah sosok untuk digugu dan ditiru. Digugu berarti segala perkataan dan perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan. Ditiru tentu berarti segala hal tentangnya dapat dijadikan panutan. Berat, bahkan dalam bahasa Sansekerta arti guru tidak jauh dari definisi “berat”. Berat dalam arti harfiah dan metafora.
Mengapa menjadi guru kemudian menjadi berat?
Mungkin karena timpangnya tanggung jawab dan apresiasi yang dikembalikan pada profesi yang sebetulnya adalah fitrah dari segala manusia. Sebelum ada institusi sekolah, semua dari kita adalah guru secara natural. Manusia di awal-awal evolusinya adalah spesies yang saling belajar, saling berguru dan kemudian saling menggurui. Manusia di masa sebelum pendidikan menjadi bisnis adalah guru untuk anak-anak mereka dan generasi yang lebih muda.
Hingga akhirnya masing-masing dari kita memilih pengkerucutan keilmuan dan meninggalkan fitrah mendidik, menitipkan anak-anak kita pada figur lain yang dianggap mumpuni. Maka lahirlah masa di mana guru bukan lagi profesi alamiah yang melekat pada tiap pribadi. Guru menjadi profesi karbitan yang dituntut untuk menyajikan pendidikan cepat saji, menyajikan akademik yang kurang nutrisi, menyajikan gimmick pendidikan yang dibalut “MSG dan pengawet” berjudul sekolah kekinian yang layak menagih uang pangkal dan bulanan mahal.
Padahal semua dari kita adalah guru. Semua dari kita memiliki sisi untuk digugu dan ditiru. Hanya kemudian kita menutupi dengan banyak lapisan alasan untuk mengungkap sisi guru alamiah yang telah ada dalam diri kita.
Akupun tidak pernah berpikir akan “menjadi guru”. Tidak dalam pendidikan konvensional, apalagi pendidikan non-konvensional seperti Montessori. 
Tumblr media
Lewat Montessori, ada bagian dari dalam diri yang mengalami evolusi berkelanjutan. Lewat Montessori, aku yang tidak pernah ingin menjadi guru kemudian melewati fase menjadi guru hingga menjadi pendamping belajar. Makna guru yang hari ini menyempit dan mengerdil, ditarik mundur ke belakang dan menjadi lebih luas, lebih hebat, lebih bijaksana.
Pendamping belajar dalam Montessori tidak pernah dengan sengaja mengajar, tidak pernah memaksakan mengisi dan menggembungkan anak dengan ilmu pengetahuan dan informasi, tidak pernah memberi anak kisi-kisi ujian, tidak pernah menghamba pada angka dan tertipu pada rangking atau lomba.
Montessori menempatkan guru sebagai pembuka jendela, pengasah indera, penyedia kesempatan, penyedia rasa aman dalam ruang eksplorasi dan observasi, pemancing minat dan ketertarikan, penggoda akan ilmu pengetahuan, pelayan pada kebutuhan tumbuh kembang anak. Dengan kembalinya generalisasi definisi guru dalam metode Montessori ini, rasanya tanggung jawab guru menjadi lebih manusiawi, lebih masuk akal untuk dikerjakan, lebih nikmat untuk dijalankan. Bahkan hingga menjadi guru untuk anak-anak sendiri di rumah.
Panggilan hati menjadi guru di rumah hanya akan terjadi jika kita menyempatkan diri mengevaluasi pemandangan pendidikan di sekitar. Montessori hadir menolong panggilan hati ini dengan metodenya yang paripurna. Meskipun hingga hari ini masih banyak ilmu Montessori yang belum genap terkumpul, ataupun yang telah terkumpul namun tercecer di jalanan. Montessori menjadi sarang pulang yang hangat, karena metodenya bukan hanya barisan panjang teori yang multi tafsir. Montessori adalah sintesis dari hasil observasi yang menjadi panduan prinsip serta deskripsi praktik menggunakan pendekatan material.
Jarak tempuh pendidikan yang terlihat panjang, menjadi lebih berkesan ketika kita berusaha mengupas lapisan filosofi dan arti dari tiap material. Kendala dalam proses belajar yang terlihat brutal, menjadi lebih ramah anak saat kita berusaha menghadirkan “directress” ketika membersamai anak baik dalam pendidikan maupun pengasuhan. 
Guru dalam lingkungan Montessori adalah jiwa yang tidak berhenti belajar, bersama anak. Banyak yang mengamini pernyataan bahwa guru sebaiknya tidak berhenti belajar, namun banyak juga yang mundur ketika terbuka kesempatan menjadi guru yang terus belajar. Ekses pendidikan konvensional yang menjadi “daki” seperti inilah yang menjadikan Montessori bagai sekedar mie instan. Terburu ingin mencapai puncak gunung tanpa tertatih mendaki perlahan dan mengobservasi sekitar. Fenomena booming-nya yang menjalar di mana-mana, dicomot influencer haus konten, dikemas dalam hestek menyesatkan, diperas sekolah yang setengah hati menerapkan filosofi, menyisakan Montessori menjadi uap di udara, menjadi komoditi. Yang pasti, anaklah korbannya.
Berat memang menjadi guru. Lebih berat lagi menjadi guru Montessori, di tengah atmosfer pendidikan negara yang entah mau dibawa kemana karena politisi tidak pernah menginginkan rakyatnya menjadi pintar secara holistik. Banyak memang yang meletakkan slogan-slogan lembaga pendidikan yang seirama dengan Montessori, tapi apa artinya jika penerapan harian dalam pendekatan akademik dan pengasuhan ternyata masih terasa bagai telur mentah. 
Yang bisa diandalkan jadinya kembali pada figur guru dalam diri sendiri, yang secara alamiah dan fitrah sudah diinstal Tuhan. Sosok guru itulah yang perlu dibangkitkan, dengan cara mengupas alasan dan mencari jalur belajar yang nyaman. Sosok guru itulah yang pertama harus belajar, karena tidak mungkin menuang tanpa berisi, tidak mungkin mendampingi tanpa memahami karakter yang akan didampingi.
Ketika berusaha memahami Montessori, ada kerak karakter dari dalam diri sendiri yang terasa sudah lapuk dan waktunya dibasmi, ada celah pengasuhan yang perlu diperbaiki, ada elemen penyampaian. dan cara mengundang anak dalam belajar yang akan kita pahami, ada material-material yang muncul dalam rupa esensi dan substansi alih-alih hanya memberi ceklis pada agenda kurikulum. Berguru dan menjadi guru dalam lingkungan Montessori adalah sebuah perjalanan spiritual, yang tidak tertukar dengan gelar kekinian, tidak termanifestasikan dalam potongan reels dan video pendek, tidak selesai dalam belasan kelas, bahkan tidak paripurna hanya dengan simbol pencapaian anak. 
“Guru” dalam Montessori adalah penyangga kehidupan. Air bagi tanaman, yang sebelum menyirami perlu melakukan perjalanan panjang dan siklus berputar mengelilingi banyak dimensi hingga mampu menjadi air yang segar, dengan hidrogen dan oksigen yang menumbuhkan.
Tumblr media
0 notes
nafilalaa · 2 years ago
Text
Sedikit Menjadi Bukit
Bertahun-tahun tidak membuka Tumblr, terasa jadul dan wagu sekali membaca tulisan sendiri di masa lampau. LAMPAU. Seperti bertemu dengan sisi diri dari Nafila yang belum mengenal percik revolusi mental. Yang masih menganalogikan dirinya sendiri sebagai Pengendali Api. Masa-masa sebelum mengenal sebuah ilmu pedagogi bernama Montessori.
Tumblr media
Melihat ke belakang, rasanya perjalanan belajar Montessori ini mulai bisa dikatakan tidaklah sebentar. Tahun 2017 memulai perjalanan berburu Montessori dengan ikut kelas lepasan, tahun 2018 diijabah Allah untuk mengambil diploma Montessori bersama MMI, tahun 2019 diberi kesempatan mengajar, tahun 2020 muncul ide Buku Cerita Montessori dan mulai menyusun naskahnya, tahun 2021 mulai masuk ke Montessori Elementary bersama tim The Cosmic Learner, tahun 2022 nekat homeschooling dan mencicipi belajar bersama lembaga terafiliasi AMI.
Yang awalnya kukira belajarku sedikit, ternyata lama-lama menjadi bukit. Persis seperti kata pepatah. Termanifestikan jauh lebih nyata dan kuat, ketika belajar berangkat dari keinginan diri sendiri, bukan karena kewajiban. Lima tahun dan masih akan berlanjut, belajar kali ini terasa sangat lebih hidup.
Tumblr media
Nafila yang pernah menulis di blog ini bertahun-tahun lalu sama sekali tidak pernah terpikirkan, sama sekali tidak pernah membayangkan, sama sekali tidak pernah merencanakan akan mencicipi dunia homeschooling. Sebuah kemustahilan mengingat diri ini sangat jauh dari karakter keibuan dan kehangatan seorang pendidik. Sebuah keniscayaan mengingat preferensi kehidupan instan yang kupilih, kemampuan suami untuk “membeli” pendidikan, dan kemudahan akses pilihan sekolah anak di tempat tinggal kami semula.
Blog ini nampak seperti puzzle janggal yang kehilangan kepingan penting. Kepingan kisah ketika aku belajar Montessori dan jatuh bangun mengejar keinginan hati. Seperti ada lompatan waktu yang tidak terekam, yang terlihat sementara ini seperti sebatas hak istimewa. 
Tidak mengapa. Tidak semua orang perlu tahu bagaimana getirnya berjuang dan belajar. Tidak semua orang perlu mendengar cerita transisi dari hari ke hari.
Yang pasti, segala kemudahan yang nampak dalam pengasuhan dan pendidikan di rumah hingga hari ini tentunya adalah buah langkah dari periode sebelumnya yang dieja dengan penuh tenaga dan doa. Yang dilihat orang lain sebagai “pantas saja bisa”, bagi kami tidak serta merta lahir dari keberlimpahan. 
Merangkai yang sedikit hingga menjadi bukit. Peribahasa ini benar-benar nyata. Lain kali akan kutuliskan aliran rasa, tentang dinamika menyediakan pendidikan dan pengasuhan di rumah sebagai tangan pertama. Meskipun kami masih hilir-mudik, masih lintang-pukang, masih bongkar-pasang atau geradakan dalam prosesnya. 
Semoga yang ditabung sedikit-sedikit ini juga akan menjadi bukit pengalaman yang bisa kami rekam untuk warisan bacaan dan refleksi di masa depan. 
Hei, Pengendali Api, lanjutkan api belajarmu.
Tumblr media
0 notes
nafilalaa · 8 years ago
Text
Belajar Cara Belajar
Membaca tugas NHW#5 dari kelas Matrikulasi IIP rasanya tiba-tiba membuat otak saya sedikit hang. Bingung.  Cara berpikir saya yang biasanya berjalan casual dan go with the flow tiba-tiba mendapat tugas untuk berpikir secara konseptual dengan membuat design pembelajaran.  Saya kemudian belajar memetakan kembali kerangka berpikir yang sistematis, sembari mencari sumber tentang design pembelajaran. Belajar cara belajar, unik.  Satu definisi design pembelajaran yang saya pilih karena paling aplikatif. Gentry, 1994, desain pembelajaran adalah suatu proses yang merumuskan dan menentukan tujuan pembelajaran, strategi, teknik, dan media agar tujuan umum tercapai Berkaitan dengan NHW sebelumnya, maka desain pembelajaran ini perlu saya pakai sebagai senjata pendukung tercapainya milestone dan target yang telah saya terapkan.  Salah satu target yg saya tuliskan dalan NHW sebelumnya adalah tentang belajar ilmu marketing online agar saya tetap bisa menggunakan waktu luang saya di rumah untuk tetap produktif. Sehingga desain pembelajaran kali ini saya coba setting untuk melengkapi perjalanan pembelajaran ilmu marketing online Saya berusaha mengadaptasi design pembelajaran sebagaimana dipaparkan oleh Gerlach & Elly (1971), disesuaikan dengan target pembelajaran saya dan suami.  1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran     Tujuan mempelajari ilmu marketing online adalah salah satu upaya kami untuk memanfaatkan waktu luang menjadi produktif. Untuk menekuni kegiatan berjualan tanpa membuat rekan sosial media lainnya merasa terganggu.   2. Menentukan Isi Materi      Cakupan materi pembelajaran marketing online sementara ini belum bisa kami batasi karena kami masih mengumpulkan ilmu dari berbagai sumber. Namun kami akan fokus pada teknik berjualan via sosial media. 3. Penilaian Kemampuan Awal Siswa      Sebagai pendatang yang benar-benar baru di dunia bisnis dan marketing, kami tentunya berangkat dari titik 0 dan level beginner. Sehingga kami meraba detailnya dari dasar.  4. Menentukan Strategi     Kamipun mencoba menemukan panduan dengan bahasa yang ringan untuk dipelajari, praktikal dan konten yang langsung pakai.  Selain itu kami juga berusaha berusaha bergabung di beberapa komunitas marketing online untuk menambah wawasan dan keluwesan kami dalam menjalankan marketing online. 5. Pengelompokkan Belajar     Tidak ada pengelompokan belajar karena kami belajar dengan saling melengkapi satu sama lain. Pesertanya hanya saya dan suami sehingga kami saling membagi info dan mempelajari mana yang paling pas pada kami.  6. Pembagian Waktu      Karena dalam proses belajar ini hanya terdiri dari saya dan suami, maka pembagian waktu selama pembelajaran adalah seputar pengumpulan informasi dan referensi serta praktek langsung di sosial media kami.  Untuk suami, waktu belajarnya adalah di kala istirahat dari kewajiban kantor.  Untuk saya, waktu belajarnya adalah ketika urusan anak dan pekerjaan rumah telah selesai minimal 80% 7. Memilih media      Karena materi belajar kami adalah seputar marketing online maka kebanyakan referensi kami juga berasal dari sumber digital meskipun kami juga masih menggunakan sumber konvensional berupa buku fisik untuk acuan.  8. Evaluasi Hasil Belajar     Evaluasi tidak bisa kami lakukan secara periodik mengingat materi belajar kami yang dinamis. Salah satu tolak ukurnya (meskipun rezeki adalah kuasa Allah), adalah makin luwesnya kami dalam berjualan dan adanya kenaikan pendapatan.  9. Menganalisis Umpan Balik      Analisa dalam pembelajaran, ketika kami berperan ganda sebagai guru dan muridnya nampaknya agak sulit untuk dilakukan secara objektif. Berjualan di sosial media, goalsnya adalah tetap membuat rekan merasa nyaman tanpa terganggu dengan materi jualan. Sehingga analisa yang bisa kami lakukan adalah dengan mengukur intensitas interaksi kami dengan rekan-rekan di sosial media kami.  Ketika belajar adalah tugas manusia hingga ke liang lahat, maka belajar apapun materinya akan berlangsung seumur hidup. Dan design pembelajaran ini bukan formasi kaku untuk kami terapkan, melainkan sekedar garis start untuk tahu kemana kami harus melangkah.  Ada harap dan doa ketika membuat design pembelajaran. Saya bersyukur telah dipertemukan dengan IIP, melaluinya saya dilatih untuk membuat konstruksi pembelajaran dan pemikiran yang lebih rapi. Semoga dengan membuat dan meresapkan NHW, ada beberapa langkah maju yang bisa kami daki.  Nafila Rahmawati Ditulis untuk NHW#5 Kelas Matrikulasi Batch 4 Depok Institut Ibu Profesional
0 notes
nafilalaa · 8 years ago
Text
Mendidik Anak Dengan Kekuatan Fitrah
Mendidik Anak Dengan Kekuatan Fitrah NHW #4 Membersamai sebuah keluarga bertumbuh, telah menjelma menjadi satu sekolah jangka panjang bagi saya. Yang jam belajarnya seumur hidup, tugasnya setiap saat dan ujiannya sewaktu-waktu.  Meraup segala macam informasi seputar mendidik anak dan mengurus keluarga seperti yang pernah saya lakukan ternyata hanya mengkerdilkan peran identitas saya sendiri. Pada akhirnya saya (dan suami) hanya memerlukan satu yang tepat dan sesuai dengan identitas keluarga kami.  Menjalani matrikulasi IIP adalah memetakan ulang poin penting untuk tumbuh bersama sebagai keluarga yang sehat, sebagai Ibu yang bermutu.  Ketika pada NHW #1 saya memilih mengembangkan jurusan ilmu kesabaran dan inner child, kemudian saya menyelaraskan lagi dengan kebutuhan hidup kami, rasanya saya masih meninggalkan satu area untuk dikembangkan.  Saya ingin membaktikan sebagian waktu saya, untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat bagi sesama. Entah dalam bentuk support dana maupun tenaga. Karena tiap manusia nyatanya memiliki intersection minat dan kebutuhan yang sama, yang bisa saling menambal satu sama lain. Berstatus sebagai ibu rumah tangga pun semakin melejitkan keinginan saya untuk berbuat lebih banyak untuk orang lain, untuk memperlebar amal jariyah dan manfaat berkelanjutan. Memasang target buat saya nampaknya masih perlu banyak klik reset. Cukup lama berada di zona nyaman sebagai ibu rumah tangga biasa ternyata membuat saya menjalani rutinitas sekedarnya tanpa ada nilai tambah.  Masih banyak yang perlu revisi, mengingat saya masih sering menggunakan waktu luang untuk scrolling sosial media alih-alih menambah nutrisi jiwa seperti membaca lebih banyak buku atau beribadah.  Memasang target juga mencambuk diri saya sendiri agar tidak jam karet. Karena hal tersulit adalah melawan diri sendiri, melawan rasa malas belajar dan rasa puas diri.  Saya tetap menulis, sembari memberi semangat pada wanita lain yang menjalani pilihan di jalan yang sama sebagai ibu yang bekerja di ranah domestik. Karena Ibu adalah penentu ritmik, yang akan mengawal kemana suami dan anak akan bergulir. Maka saya merasa perlu menguatkan diri sendiri, menguatkan para Ibu yang membutuhkan suntikan semangat dari waktu ke waktu.  Saya menyadari, bahwa peran saya masih kelas minor. Masih hanya menjangkau segelintir orang. Namun sebagaimana perjalanan besar selalu dimulai dengan langkah kecil, maka saya niatkan berbagi untuk sebetul-betulnya manfaat.  Passion saya di dunia wanita dan dunia buku akan terus memacu saya menjadi Ibu pembelajar yang tetap menyemangati naik turunnya stase hidup wanita dan menemukan celah mengembalikan minat baca.  Saya memerlukan asupan keilmuan baru atas kefahaman feminis tanpa meninggalkan kodrat dan hukum syar'i. Saya memerlukan pengetahuan tambahan seputar literasi dan mitigasi screen time pada anak-anak dan keluarga.  Menjelang umur 30 tahun yang akan saya jalani dalam 3 tahun mendatang, disesuaikan dengan target upgrade kesabaran dan kebermanfaatan, rasanya akan pas menerapkan milestone berikut: KM 0 - KM 1 (tahun 1) umur 26 tahun:  Mempelajari ilmu seputar praktik pengasuhan anak usia dini KM 1 - KM 2 (tahun 2) umur 27 tahun:  Mempelajari ilmu seputar wanita dan geliat buku KM 2 - KM 3 (tahun 3) umur 28 tahun:  Mempelajari ilmu seputar marketing online dan bisnis mandiri KM 3 - KM 4 (tahun 4) umur 26 tahun:  Mempelajari ilmu dan mengikuti lebih banyak komunitas produktif yang memberikan manfaat nyata.  Bismillah, semoga guideline yang disusun secara sadar ini mampu diejawantahkan dengan sebesar-besarnya semangat dan kemampuan Nafila Rahmawati Matrikulasi Batch IV - IIP Depok 2
0 notes
nafilalaa · 8 years ago
Text
Menjaga Peradaban dari Rumah Menangkap sinyal Allah kadang adalah satu tugas yang buram. Karena hikmah dan pelajaran kehidupan hanya bisa disaring dengan hati yang suci, dengan pemikiran yang bebas dari justifikasi, dengan skill untuk mendaras suatu kejadian dari kacamata objektivisme.  Sebagaimana pernikahan, ketika naik turunnya atmosfer pernikahan hanya menjadikan beban bagi pemikiran tanpa ada evaluasi dan revisi berkelanjutan, mungkin saya masih perlu remidial dan menangkap ulang pesan apa yang ingin disampaikan oleh Allah.  Bersuamikan seorang Aldy Reza Pambudi, adalah salah satu cita-cita saya sejak SMA. Mengapa?  Nafila yang berumur 15 tahun, dulu mengaguminya sebagai karakter yang sabar dan tidak aneh-aneh seperti anak laki-laki SMA pada umumnya.  Kami pacaran sejak kelas satu SMA, dan mengenalnya sedemikian lama membuat saya paham bahwa baginya memang tidak perlu "aneh-aneh" menjalani hidup. Hingga kuliah dan kerja, ia tetap menjadi pribadi yang sederhana dengan mencukupkan keinginannya, gemilang dan brilian di sisi akademis, setia dan benar-benar tidak butuh mencoba hal aneh-aneh untuk menikmati hidup.  Padahal ia bisa, karena sebagai laki-laki bujang yang penghasilannya lumayan ia mudah mengakses segala pilihan gaya hidup, bebas memilih mau menjadi apa dan dengan siapa.  Aldy Reza Pambudi, bagi saya adalah rem duniawi. Yang mampu menyiramkan air di saat api di kepala saya sedang meletup, yang mengingatkan untuk sabar-istighfar ketika banyak hal terjadi di luar nalar, pengendali air yang menjinakkan pengendali api.  Figur laki-laki dimana saya berani menggantungkan kebutuhan emosi, karena kesabaran dan kesederhanaan berpikirnya serta kejutan lompatan akademisnya selalu membuat saya takjub. Secara sadar saya membutuhkannya untuk menjadi pemimpin dan panutan bagi keluarga kecil kami.  Ritme keseharian berkeluarga mungkin penyebab saya lupa, bahwa cinta eros pun perlu revisi maksimal. Mungkin saya pun masih lupa, betapa we time seharusnya lebih kami utamakan ketimbang me time.  Kelahiran anak kami pun lumayan menyebabkan distraksi karena konsentrasi musti terbagi. Membersamai Khaylila tanpa jeda karena saya memilih menjadi ibu rumah tangga menimbulkan banyak kontemplasi tersendiri.  Dua tahun belakangan melihatnya berkembang pesat, mengamati dimana kelebihan dan kekurangannya. Meskipun masih batita, kami menemukan sisi persisten pada kesehariannya, mewarisi sifat sedikit keras kepala dari saya, mewarisi kelembutan hati dan ceria dari Ayahnya.  Bagaimanapun ia adalah duplikasi dari kami berdua, yang masih bisa diraba dan direparasi kekurangannya dengan cara mereparasi terlebih dulu emosi kami sendiri.  Sebagai ibu rumah tangga, yang secara sadar memilih jalan pengabdian dari rumah tanpa ada unsur intervensi dan paksaan, saya menyadari penuh arti keberadaan saya.  Saya harus di rumah, karena jika saya memaksakan berkelebatan bekerja hanya untuk "tambahan" bukan karena "kebutuhan", maka ada esensi keibuan yang tidak bisa saya penuhi. Saya di rumah untuk belajar lebih banyak bersyukur, belajar tirakat, belajar menyederhanakan keinginan. Jikapun ada saatnya saya perlu berloncatan lagi keluar rumah, semoga demi misi melebarkan sayap kebermanfaatan dan berkah untuk sesama manusia. Bukan lagi untuk mengejar hirarki duniawi karena tiket masuk surga tidak dicetak dari rupiah atau jabatan yang kita duduki.  Dengan ketegasan dan kedisiplinan yang saya warisi pula dari keluarga inti saya, maka prinsip ini pula yang coba saya tanamkan di keluarga baru saya guna menjaga mereka dari terlalu lenturnya norma-norma jaman sekarang.  Masih ada jalan rezeki yang bisa saya daki tanpa perlu meninggalkan rumah. Menjadi seorang Senior Book Advisor telah membuka jalan rezeki materi dan pemikiran bagi saya. Berangkat dari kecintaan pada buku, sayapun ingin membagikan ulang kecintaan tersebut pada anak-anak dan orang tua lainnya.  Berstatus sebagai ibu rumah tangga yang meninggalkan meja kerja pun membuat saya mampu menghadirkan motivasi ikhlas bagi sesama wanita yang memilih berjuang dari jalan sunyi.  Kontribusi saya untuk kehidupan mungkin masih pecahan-pecahan yang secuil. Namun lebih baik menyalakan lilin, ketimbang mengutuk kegelapan. Semoga ayunan langkah kaki saya selalu dalam ridho Allah agar dipertemukan dengan orang-orang baik dan komunitas positif, demi misi mengamalkan kebermanfaatan dan keberkahan. 
0 notes
nafilalaa · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Indikator Ibu Profesional
Momen Ramadan kali ini, nampaknya Allah mengisyaratkan pada saya untuk berbenah dan muhasabah. 
Selain berbagi momentum memperbaiki kualitas diri lewat target-target ibadah di bulan suci, bertepatan pula dengan momen ulang tahun Khaylila yang kedua serta kepesertaan saya dalam Institut Ibu Profesional yang salah satu tugasnya adalah tentang “meramu” indikator profesionalisme sebagai istri dan ibu. 
Bismillahirrohmaanirrohiim.. 
Karena yang kita perangi pertama kali adalah diri sendiri.
Semoga Allah berkahkan dan mudahkan jalan menjadi istri dan ibu kebanggan keluarga.
https://docs.google.com/spreadsheets/d/1zkG80ptcoE55r3NjX6W6lItBS6LO3JGOiMgtaSzO5YY/edit?usp=drivesdk
Ditulis untuk tugas NHW#2 Nafila Rahmawati Matrikulasi Batch 4, Institut Ibu Profesional
0 notes
nafilalaa · 8 years ago
Text
Momen Ramadan kali ini, nampaknya Allah mengisyaratkan pada saya untuk berbenah dan muhasabah.  Selain berbagi momentum memperbaiki kualitas diri lewat target-target ibadah di bulan suci, bertepatan pula dengan momen ulang tahun Khaylila yang kedua serta kepesertaan saya dalam Institut Ibu Profesional yang salah satu tugasnya adalah tentang "meramu" indikator profesionalisme sebagai istri dan ibu.  Bismillahirrohmaanirrohiim..  Semoga Allah berkahkan dan mudahkan jalan menjadi istri dan ibu kebanggan keluarga. https://docs.google.com/spreadsheets/d/1zkG80ptcoE55r3NjX6W6lItBS6LO3JGOiMgtaSzO5YY/edit?usp=drivesdk
0 notes
nafilalaa · 8 years ago
Text
Peta Ibu Pembelajar
A longlife learner. 
Saya lupa kapan dan dimana menemukan istilah ini, namun sebaris kalimat ini menjadi cambuk tersendiri bagi saya. 
Menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan yang saya ambil secara sadar. Ada sedikit perjuangan yang perlu disesuaikan pada awalnya, mengingat tidak murah menyelesaikan masa kuliah saya dan betapa saya sudah memiliki pekerjaan yang cukup memuaskan di segitiga emas ibukota. 
Pilihan menjadi ibu rumah tangga ternyata signifikan mempengaruhi cara berpikir saya. Yang tadinya seringkali duniawi oriented, menjadi lebih sederhana.
Saya memetakan kembali kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri saya. Makhluk kecil bernama “anak” itulah yang mampu menunjukkan di titik mana saya harus menambal kebocoran karakter dan ilmu saya sebagai Ibu dan istri. 
Nampak jelas bahwa pada beberapa kesempatan, saya masih saja dihantui masa lalu dengan inner child yang belum termaafkan sehingga saya masih mutlak harus meng-upgrade kesabaran. 
Di sinilah saya akan belajar, di jurusan melatih kesabaran dan memaafkan inner child. Karena di sinilah kunci awal menjadi Ibu yang ikhlas, menjadi Ibu yang waras, menjadi Ibu yang sadar penuh bagaimana manuver tanggung jawabnya dipenuhi tanpa merasa perlu menuntut balas di kemudian hari. 
Karena anak dan keluarga saya berhak mendapatkan versi terbaik dari saya. Karena menjadi Ibu adalah perjalanan panjang untuk terus belajar dan terus memaafkan.
===
Ilmu diikat dengan tulisan dan amal perbuatan. Belajar di jurusan ilmu sabar dan management inner child memerlukan kombinasi antara teori dan praktek.
Sembari berusaha merepetisi perbaikan diri untuk bersabar dan memaafkan salah asuhan di masa lalu saya, saya pun menikmati betul mengejawantahkan segala pemikiran dalam bentuk tulisan. 
Praktek writing for healing dan mendekatkan diri dengan komunitas positif dan produktif (dalam hal ini adalah komunitas Book Advisor) adalah strategi utama saya dalam menuntut ilmu sabar dan berdamai dengan inner child. 
Allah berkenan mudahkan jalan saya menuntut ilmu dengan menunjukkan kebaikan pada saya. Bertemu dengan sekian wanita lain yang berjuang dengan caranya masing-masing demi memberikan yang terbaik untuk keluarga, menjadi satu insight tersendiri yang saya sarikan hikmahnya. 
Saya menemukan hati yang lebih ikhlas, lebih lapang dan selalu merasa butuh dalam mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan menjadi Ibu positif dan produktif.
Sebelumnya saya adalah tipe yang mudah merasa “cepat puas dengan pencapaian temporer”, maka saya geser pemikiran untuk merencanakan pencapaian jangka panjang demi kontribusi nyata pada keluarga. Saya dan suami mulai menemukan core value keluarga kami.
Maka benar bahwa Ibu adalah salah satu dinamo penggerak keluarga yang butuh selalu belajar. Karena Ibu akan menemani Ayah dalam memberi nyawa pada keluarga, maka keduanya perlu belajar dan praktek nyata bersama. 
Maka benar bahwa status Ibu rumah tangga atau Ibu pekerja tidak akan menjamin kematangan emosi dan keilmuan yang dimiliki seorang Ibu. Hanya Ibu Pembelajar,  A Longlife Learner yang akan melewati masa keibuan dengan aplikasi kesabaran dan kebijaksanaan. 
~Nafila Rahmawati Ditulis untuk menggenapkan penghayatan atas Nice Homework 1
Kelas Matrikulasi Batch IV  Institut Ibu Profesional
1 note · View note
nafilalaa · 8 years ago
Text
Peta Ibu Pembelajar
A longlife learner. 
Saya lupa kapan dan dimana menemukan istilah ini, namun sebaris kalimat ini menjadi cambuk tersendiri bagi saya. 
Menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan yang saya ambil secara sadar. Ada sedikit perjuangan yang perlu disesuaikan pada awalnya, mengingat tidak murah menyelesaikan masa kuliah saya dan betapa saya sudah memiliki pekerjaan yang cukup memuaskan di segitiga emas ibukota. 
Pilihan menjadi ibu rumah tangga ternyata signifikan mempengaruhi cara berpikir saya. Yang tadinya seringkali duniawi oriented, menjadi lebih sederhana.
Saya memetakan kembali kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri saya. Makhluk kecil bernama “anak” itulah yang mampu menunjukkan di titik mana saya harus menambal kebocoran karakter dan ilmu saya sebagai Ibu dan istri. 
Nampak jelas bahwa pada beberapa kesempatan, saya masih saja dihantui masa lalu dengan inner child yang belum termaafkan sehingga saya masih mutlak harus meng-upgrade kesabaran. 
Di sinilah saya akan belajar, di jurusan melatih kesabaran dan memaafkan inner child. Karena di sinilah kunci awal menjadi Ibu yang ikhlas, menjadi Ibu yang waras, menjadi Ibu yang sadar penuh bagaimana manuver tanggung jawabnya dipenuhi tanpa merasa perlu menuntut balas di kemudian hari. 
Karena anak dan keluarga saya berhak mendapatkan versi terbaik dari saya. Karena menjadi Ibu adalah perjalanan panjang untuk terus belajar dan terus memaafkan.
===
Ilmu diikat dengan tulisan dan amal perbuatan. Belajar di jurusan ilmu sabar dan management inner child memerlukan kombinasi antara teori dan praktek.
Sembari berusaha merepetisi perbaikan diri untuk bersabar dan memaafkan salah asuhan di masa lalu saya, saya pun menikmati betul mengejawantahkan segala pemikiran dalam bentuk tulisan. 
Praktek writing for healing dan mendekatkan diri dengan komunitas positif dan produktif (dalam hal ini adalah komunitas Book Advisor) adalah strategi utama saya dalam menuntut ilmu sabar dan berdamai dengan inner child. 
Allah berkenan mudahkan jalan saya menuntut ilmu dengan menunjukkan kebaikan pada saya. Bertemu dengan sekian wanita lain yang berjuang dengan caranya masing-masing demi memberikan yang terbaik untuk keluarga, menjadi satu insight tersendiri yang saya sarikan hikmahnya. 
Saya menemukan hati yang lebih ikhlas, lebih lapang dan selalu merasa butuh dalam mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan menjadi Ibu positif dan produktif.
Sebelumnya saya adalah tipe yang mudah merasa “cepat puas dengan pencapaian temporer”, maka saya geser pemikiran untuk merencanakan pencapaian jangka panjang demi kontribusi nyata pada keluarga. Saya dan suami mulai menemukan core value keluarga kami.
Maka benar bahwa Ibu adalah salah satu dinamo penggerak keluarga yang butuh selalu belajar. Karena Ibu akan menemani Ayah dalam memberi nyawa pada keluarga, maka keduanya perlu belajar dan praktek nyata bersama. 
Maka benar bahwa status Ibu rumah tangga atau Ibu pekerja tidak akan menjamin kematangan emosi dan keilmuan yang dimiliki seorang Ibu. Hanya Ibu Pembelajar,  A Longlife Learner yang akan melewati masa keibuan dengan aplikasi kesabaran dan kebijaksanaan. 
~Nafila Rahmawati Ditulis untuk menggenapkan penghayatan atas Nice Homework 1
Kelas Matrikulasi Batch IV  Institut Ibu Profesional
1 note · View note
nafilalaa · 8 years ago
Text
Jalan Panjang Seorang Ibu
Bagi sebagian orang, mengubah status menjadi Ibu -terutama Ibu biologis- adalah jalan panjang yang bisa jadi penuh perjuangan. Mengalami sendiri sempat diberi kesempatan "pacaran berdua dulu" oleh Allah selama satu tahun setelah menikah, ternyata memang menyisakan rongga yang sepi. Bukan semata karena ingin dilihat lengkap berkeluarga, tapi memang secara naluriah ada rasa keibuan yang ingin diejawantahkan. Dan naluri keibuan tersebut tidak dapat ditimbun atau dialihkan dengan kegembiraan lain macam apapun. Tidak pula dengan status berkecukupan materi, tidak pula dengan akses kemudahan duniawi. Menuju satu tahun pernikahan kami tanpa ada tanda kehamilan sama sekali, akhirnya mengantarkan kami pada ruang periksa obgyn di RSPP. Dokter menyatakan sama sekali tidak ada masalah, yang jadi masalah waktu itu hanya kondisi kami dalam long distance marriage sehingga kemungkinan masa subur belum termanfaatkan dengan baik. Gelenyar rasa rindu akan hadirnya seorang anak, membuat saya berintrospeksi apa yang membuat saya belum pantas menjadi seorang Ibu. Waktu itu kebetulan saya sedang menikmati naik daun, menjadi wanita karir di segitiga emas ibukota dengan penghasilan yang lebih dari cukup. Berbenah di sana sini, tirakat dan mulai mereduksi ambisi duniawi, akhirnya Allah mengijabah doa kami tepat sebulan setelah peringatan satu tahun pernikahan kami. Di usia kehamilan empat bulan, Allah memberikan jalan untuk resign dan menekuni betul amanah baru menjadi Ibu. Mei 2017, akan menjadi genap dua tahun perjalanan saya membesarkan seorang gadis ceria. Lubang-lubang ilmu parenting masih jelas ternganga dengan minimnya pengetahuan saya, pun demikian dengan kesabaran yang masih saya tisik pelan-pelan agar terjalin kekonsistenan demi tidak mewariskan inner child yang anyir pada anak saya. Bukankah menjadi Ibu adalah jalan panjang yang memerlukan teman seperjalanan? Karena Ibu adalah peran yang haram berhenti belajar, selalu butuh masukan dan pengetahuan, selalu butuh me-recharge semangat dan kesabaran. Karena Ibu adalah gantungan nyawa lain yang butuh fotosintesis kehidupan. Belajarnya seorang Ibu adalah untuk suami yang berjuang memakmurkan keluarga di garda terdepan. Belajarnya seorang Ibu adalah untuk membekalkan kebaikan pada anak-anak yang terlahir memegang tongkat estafet peradaban. Belajarnya seorang Ibu, adalah demi melatih dirinya sendiri menjadi pribadi yang meluapkan kebijaksanaan dan tetap menjaga kewarasaan. Happy Mom raises Happy Family. Peradaban lahir dari Ibu yang terus belajar. Melewati panjangnya jalan menjadi Ibu dengan merelakan lebihan waktu untuk menimba ilmu di Institut Ibu Profesional. Semoga banyak ilmu yang terkumpul dari kelas Institut Ibu Profesional. Semoga banyak gelembung silaturahmi yang terkumpul dari bergandengan tangan bersama para Ibu lain yang juga selalu semangat belajar. ~Nafila Rahmawati Ditulis untuk kelas Pra Matrikulasi IIP Depok, 19 April 2017
1 note · View note
nafilalaa · 10 years ago
Text
Kalau kurenggangkan hidupku, kamu mau apa. Seujung kuku pun bukan milikmu. Aku merdeka. Seharusnya. Kalau lipatan-lipatan itu kubuka. Lalu debu bertebaran. Kamu bisa apa. Tapi itu seandainya. Penghiburanku tinggal satu. Itupun kucari sendiri, mengeruk mengetuk. Duniaku sudah diiris tipis. Lenganku sudah kurus tirus. Aku menepi untuk mengabdi. Kupikir aku bisa beristirahat dalam pelukan senja. Ternyata sama saja. Kita duduk berjauhan. Mencumbui layar yang berbeda. Bolehkah aku mengadu pada ilalang. Kesepian, pada akhirnya terpinjam. Aku masih menghiasmu hingga manis. Walau aku melambat terkikis.
0 notes
nafilalaa · 10 years ago
Text
Dunia, menuliskan wanita sebagai makhluk nomor dua. Adam dan Hawa. Pelengkap. Penuh misi. Tapi Tuhan menyematkan surga di bawah telapak kakinya. Penuh intrik. Tunduk. Dengan mahkota, dengan upacara. Wanita-wanita bermakmum sejak lahir hingga mati. Berlomba memilin kehidupan. Atas nama bakti. Merajuk, menggebu, menggeliat. Dipoles tutur laku, anak perempuan bersimpuh. Bergelayut pada pundak-pundak pinisepuh. Pada gelang-gelang yang disepuh bersama akad. Melilit rapi pada lengan gemulai. Tugasmu, taatmu, surgamu. Tinggal mereka menghambur dalam tarian jatuh bangun. Demit, membuat jalan menuju surga menjadi rumit. Banyak dari mereka menjerit. Sesak, perih hingga kebas makin menghimpit. Aku melihat mereka. Jutaan kasta wanita. Jutaan dengking. Beberapa lumpuh. Beberapa mengoyak. Lirih mengaduh. Garang menyalak. Permisi, Tuhan. Adakah jalan pintas ke surga untuk membayar kelelahan kami? Budak-budakMu yang berbeda kromosom, kadang terlalu interpretatif. Melesakkan tempat duduk kami, melambungkan kursi mereka. Pada rumah bilik kayu. Pada istana lapis emas debu. Ceritanya sama. Wanita sedang menebus dirinya sendiri. Menjahitkan benang baja pada batin. Menisikkan ketangguhan. Kalau mau mengaku. Wanita punya nyawa seribu.
0 notes
nafilalaa · 10 years ago
Text
Khaylila, Perjalanan Lembaran Putih Menjadi Buku
Moment menyusui Khaylila di malam hari selalu menjadi moment refleksi dan introspeksi. Bahwa makhluk mungil yang hari ini masih bisa ditimang sepanjang lengan, akan tergesa dewasa. Dia yang polos seperti kertas putih, akan menua bersama lembarannya menjadi buku berdikari. Masalahnya ada pada tinta dan pena. Tinta dan pena yang akan menggores cerita, membentuk alur, memasukkan jiwa, menumbuhkan paragraf yang penuh makna. Tinta dan pena itu, adalah kami orang tua. Pertalian orang tua dan anak menjadi simbiosis tinta, pena dan kertasnya. Saling mempengaruhi. Kita bisa memilih tinta dan pena pasaran untuk menulis, tapi sebentar saja kepekatan dan coretannya mulai pudar, makin lama makin hilang. Sama dengan gaya mendidik yang pasaran, sekenanya, asal kasih fasilitas, tidak menanamkan nilai-nilai kehidupan dan agama. Sementara tinta dan pena berkualitas, hasil goresan akan bertahan lama. Lembaran kertas akan awet menyimpan ilmu dan nilai-nilai penting kehidupan, terkumpul menjadi buku yang bermanfaat. Lalu Khaylila, satu lagi perempuan terlahir yang menambah rasio gender inequality di muka bumi. Sebagai sesama perempuan, aku mulai membayangkan betapa sengitnya dunia perempuan sekitar 20 tahun lagi. Sekarang untuk mendapatkan kursi di commuter khusus wanita saja harus saling sikut. Belum lagi animo perempuan korban mode yang hectic mengurus how to curve your eyebrow dan lomba tirus-tirusan rahang. Ditambah lagi gempuran ideologi feminis yang melambungkan wanita dengan iming-iming emansipasi yang terlalu jauh, hingga wanita ikut bertransformasi menjadi buruh kapitalis yang meninggalkan rongga-rongga kodrati mereka. Masih ditambah lagi kepungan laki-laki yang berkeliaran dengan niat jahat. Duh, Nak... apa yang bisa kami bekalkan padamu? Apa yang harus kami tuliskan pada lembaran putihmu? Masya Allah, di balik kebahagiaan menatap wajah teduhnya, kami simpan pula kekhawatiran. Khawatir lembaran putih itu akan salah terisi. Agama. Iman. Akhlak. Sejatinya itulah paragraf pertama dalam lembaranmu. Paragraf yang harus terus ditulis ulang, dari bab awal hingga akhir. Tidak peduli seberapa bosan, seberapa malas, seberapa berat. Dunia akan selalu membuat kita tersesat. Tersesat pada sudut ragawi. Maka agama, iman dan akhlak adalah benang baja merah berkilau yang akan mengikat kita agar tidak terlampau sesat jauh. Benang baja yang meskipun sedikit menyayat tidak nyaman, akan mengantarkan kita selamat dunia akhirat. Agama tanpa iman hanya akan berakhir di kartu identitas. Dan iman tanpa akhlak hanya akan berakhir di hati atau di bibir. Tugas besar kami untuk merangkaikan kerangka utama pada lembaran kertas putih bernama Khaylila. Bekal selanjutnya adalah pendidikan. Ah, betapa pendidikan kadang juga instrumen komersil para kapitalis. Lembaga pendidikan dikotakkan menjadi institusi bergengsi, bayar mahal, taraf internasional. Semoga kami selalu ingat bahwa pendidikan adalah mutlak untuk kepentingan anak. Bukan untuk jor-joran gengsi. Tidak masalah lembaran kertas putih kami tidak mahir terisikan segala macam bahasan. Secukupnya, sakpol kemampuan. Buku yang berkualitas adalah buku dengan satu bahasan tema besar. Tereksplorasi dengan tepat. Sementara kumpulan kertas yang terisikan terlalu banyak konten, disebutnya koran. Meskipun terlihat variatif dan multi talent, sejatinya hanya sepotong seiris. *inhale* *exhale* Besarnya tanggung jawab kami menjadi tinta dan pena. Kadang mungkin lembaran kertas pun berubah tekstur bergelombang, licin, susah untuk ditulis. Semoga kami tidak pernah kehabisan sabar dan istiqomah mengisi ulang tinta dalam pena komitmen kami. Halaman per halaman, semoga tetap kami isi dengan hati-hati, penuh nilai dan prinsip. Kami juga terus belajar. Belajar tidak melanggengkan kesalahan sesepuh terdahulu dalam membesarkan anak. Semoga kami tidak hanya menjadi "Pilot" atau "Faster" tiga ribuan yang cepat pudar, menguning atau bahkan terselip entah di mana dan hilang begitu saja. Semoga kami bisa menjadi "Mont Blanc" untuk teman metamorfosa lembaran putih menjadi buku. Penuh doa. Penuh ikhtiar. Jalan masih panjang.
0 notes
nafilalaa · 10 years ago
Text
Thought via Path
Marriage costs a lot. It costs free time, careless hang out nights and flirty soul for boys. It costs me-time moment, youth, drama affair even career for some girls. That's why the one who can settle down for a marriage is man and woman. It isn't always a playground to legalize what you can't do to something legal, either a camping site to have fun all the time. It is mostly a longlife school where you learn, tested, through trial and error until you find the best way to adjust others with various emotions included like lovey dovey period, cold war to real war, financial consideration, origin family matter, or babies or designing how your old time will be. There's never too young age to conduct a marriage as long as you are certain you're ready. I was in sickening wondering about how ready we were, eventhough I had always dreamt for it. But he took that leap, convinced me by his words and act, right just after his graduation. When he just started to shine as bright as his friends. Slicing his sparkling time to settle down. How wouldn't I call him 'my man'.. Marriage will lead you to more than love. This school teaches sincerity to give your spouse the best effort. Now I see my best effort shall be being a full time mother and wife, and that's what I'll take. Leaving all those blazers behind, a woman is needed at home to make it perfect. Bismillahirrohmaanirrohiim :) – Read on Path.
0 notes
nafilalaa · 11 years ago
Photo
Tumblr media
Creme croquette curry dewa. Kare super melumat lidah. Ampun. at CoCo ICHIBANYA Curry House – View on Path.
0 notes
nafilalaa · 11 years ago
Text
Bersyukur. Should I?
The moment I wrote this, I am being totally grateful for my life.
Aku percaya Tuhan (buatku Allah SWT.) tidak pernah salah meletakkan hamba-Nya dimana, untuk apa, dengan siapa, dan bagaimana. Rotasi bumi dan segala variabel pelengkapnya, termasuk manusia sudah ditulis rapi. Kalaupun harus malam sejenak dan berliku sementara, mungkin itu cara Tuhan menyusun kita dengan komposisi yang luar biasa.
The moment I wrote this, I was in around ten weeks of pregnancy after one year of an exciting marriage. Hamil, salah satu dari sekian banyak hal luar biasa yang bisa dirasakan wanita. Hak sekaligus kewajiban eksklusif yang hanya dipercayakan Tuhan pada wanita. Kehamilan mungkin sebuah kombinasi dari keajaiban, anugrah, doa, harapan dan usaha (you know what I mean :D). Pusing, mual dan muntah setiap bangun tidur jadi kebiasaan baru.
Sujud syukur dan tasbih tanpa henti. Allah begitu sempurna mengatur skenario. Honestly, sempat juga terbersit rasa cemburu dengan teman-teman yang lebih dulu dikaruniai malaikat kecil dengan tangan mungil. Ah, tapi kami sadar banyak yang harus kami siapkan sebelum menjadi orang tua.
Tumblr media
                            Sambil menunggu datangnya si kecil, kami berusaha untuk lebih bermanfaat bagi orang lain. Bukan hanya untuk rutinitas kantor, tapi juga untuk keluarga dan kerabat di kampung halaman. Dari keterbatasan dalam rumah tangga newbie kami, kami masih berusaha berbagi dan mensyukuri apa yang bisa kami bagi sekecil apapun. Terima kasih untuk Bapak Guru yang tidak pernah bosan mengingatkan untuk sabar dan syukur, apapun dan berapapun yang kami terima dan kami keluarkan. Terima kasih sudah menularkan ilmu ikhlas dan suka berbagi. Terima kasih untuk memberi teladan mendahulukan orang tua dan kerabat. Terima kasih, suami.
Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat tersebut, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim; 7 )
Dan benar bahwa bersyukur itu nikmat. Bersyukur bukan hanya untuk segala hal baik, tapi juga mensyukuri kejadian buruk dalam arti kita bisa belajar dan berbenah. Bersyukur membuat jiwa tenang dan tercukupi. Bersyukur untuk hal-hal berarti hingga bersyukur untuk dapat bangun dari tidur tiap hari tanpa kekurangan.
At first, when I started my life as a working woman, aku merasa kalau banyak sekali yang harus dipenuhi untuk bisa tampil sesuai standar metropolitan. Entah bagaimana kata standar metropolitan itu terdefinisikan sepihak di dalam kepalaku. Yang jelas definisi duniawi itu mulai melunak seiring perjalanan menjadi seorang istri. Aku (heran sekaligus) bersyukur hal abstrak yang bernama "kodrat wanita" masih melekat di dalam organ tubuh (entah otak atau hati) dari seorang yang semi rebel seperti aku. Karena rumah tangga yang seimbang membutuhkan wanita dan pria yang sadar akan batas-batas hak dan kewajibannya.
Semua orang bergerak, berpindah, maju, baru. Ikut senang melihat rekan yang mengambil S2 di luar negeri, rekan yang bekerja di instansi potensial, rekan yang sudah berumah tangga dengan anak kesekian. Semua perubahan selama lebih baik dan manfaat adalah hal yang harus disyukuri.
Terima kasih Tuhan, untuk setiap potongan scene yang terjadi, yang membuat kami terus belajar. Semoga setiap manusia dianugrahi satu magical skill yang tidak pernah redup. Syukur, dan hidup akan selalu lebih baik. 
*backsound Time of My Life - David Cook*
0 notes