nalastory
nalastory
KataNala
40 posts
Tempat Aku Bercerita
Last active 2 hours ago
Don't wanna be here? Send us removal request.
nalastory · 13 days ago
Text
Faktanya~~
Masih ada helaan napas yang mengandung "seharusnya".
Masih ada dada yang sempit, bukan karena tak mau memberi, tapi karena yang diberi lupa cara menghargai.
Masih ada diam yang berisi dendam samar, yang menyaru sebagai kesabaran. Masih ada senyum yang ditarik paksa, untuk menutupi kecewa yang tak sempat jadi kata.
Ikhlas itu indah, tapi tak selalu mudah. Bahkan yang paling tulus pun kadang masih ingin dimengerti, meski tak pernah berani meminta kembali.
Karena faktanya:
Ikhlas yang paling murni pun, masih manusiawi.
43 notes · View notes
nalastory · 13 days ago
Text
Dan meluaplah air itu dari dalam gelas
Membasahi meja, lantai dan juga kenyataan saat ini
Bahwa kita bukanlah anak kecil yang kemarin,
Tidak lagi selalu dalam dekapan ibu
Tidak lagi berjalan di samping tuntunan tangan ayah
Kita telah dilepas untuk berjalan sendirian di dunia yang kini terasa asing dan ramai oleh ketidakpastian
Warna langit yang dahulu sederhana itu telah berubah rumit
Alunan senandung lama, menerbangkan separuh diri menuju kotak ingatan kecil yang berdebu
Kitalah sosok dewasa itu, dengan kerinduan yang meluap akan masa kecil yang lugu
Tanpa beban, tuntutan dan persangkaan akan hari esok
Tanpa ketakutan, kecemasan dan keraguan akan apa yang mungkin terjadi
Kitalah sosok dewasa itu, yang akan terus berusaha memungut makna hidup dan belajar bertahan dalam setiap pusara badainya
Kitalah sosok dewasa itu, yang akan terus merindukan diri kita yang kecil namun terus memudar dalam ingatan
Kitalah sosok dewasa itu, yang kini mungkin sulit dikenali oleh diri kita sendiri
Kitalah sosok dewasa itu, dengan harapan sederhana sebelum menjelang pejam; semoga esok lebih baik dalam segalanya
Mendengarkan album Gita Gutawa, 9 Juli 2025 22.25 wita
69 notes · View notes
nalastory · 16 days ago
Text
Ingin sekali bertanya, namun diri ini menahan semoga bukan hanya diri dan ego tapi juga Iman didalam nya.
Ingin sekali bertatap, namun tak sampai mata ini berani melihat karena takut akan tersirap oleh rasa yang tak bisa berkuasa.
Ingin sekali berpihak, namun telinga hanya mampu mendengar, hati hanya bisa meyakini bahwa kepada Allah saja ku titipkan, mulut tersenyum tanpa bisa berucap.
Ingin sekali menulis pesan, namun tak sanggup jari ini memulai, tidak berhak bertanya, tidak, tidak.. Duhai diri, terimakasih sudah bertahan berTuhan.
Terimakasih ya, mulai bisa menerima, mulai bisa beradaptasi lagi dengan diri sendiri.
#seuntaikatasebelumtidur
#meluapkanemosi
#bersyukurnalastoryhadir
1 note · View note
nalastory · 17 days ago
Text
Malam ini, aku termangu.
Kemarin air mata deras mengalir, nyatanya mampu melegakan. Manusia kerap kali merasa takut akan banyak hal, ia lupa kepada siapa seharusnya ia bernaung dari rasa Takut.
Tak jarang, manusia pun selalu menginginkan kehendaknya sendiri, ia terlena dengan mengatur padahal ada Dzat yang Maha Mengatur.
Ternyata, lebih tenang jika menitipkan segala hal yang tak bisa kita kendalikan memang kepada Maha Mengendalikan semata, bukan kepada ikhtiar kita sebagai manusia, bukan kepada manusia lain yang kita percaya.
Yaa Allah, aku titip banyak nya hal yang ga bisa aku ungkapkan. Banyaknya minta yang aku sendiri malu memohonnya, banyaknya hal yang Aku yakin hanya Engkau yang memampukannya.
#DoaHarapTakutPermohonan
#InginLebihTenangdalamHidup
#Robbunallah.
1 note · View note
nalastory · 18 days ago
Text
Hai, lama tidak bersua atau sedikit berbicara lewat rangkaian kalimat penuh makna.
Akhir-akhir ini lumayan bikin sesak dada, kesibukan yang entah berantah belum juga selesai. Tapi, aku banyak belajar dari kamu yang saat ini, kamu tidak diam di tempat, kamu sedang berproses, kamu dibenturkan, kamu dibentuk, kamu di bina, kamu di dewasakan oleh Allah SWT dengan Rencana-Nya.
Tidak mudah memang, melalui jalan yang sama garis perjuangan. Janji Allah adalah 4:100, tapi benarkan dan benahi niat Hijrahnya.
Bismillah yaa Allah, bimbing dan arahkan diri ini kembali menuju track nya. Aamiin 🤲
#doaku10muharamadalahlebihdekatdengan-Nya
#lebihbaikdarikemarindanbermanfaatbagimanusialain
#mindfulness,fulloffhappenes1447H
1 note · View note
nalastory · 18 days ago
Text
27 Pelajaran Hidup
Mencoba merangkum pelajaran-pelajaran penting belakangan ternyata lebih memudahkan untuk diingat. Berikut 27 pelajaran hidup versiku.
1. Hidup dinilai yang lebih baik bukan terbaik amalnya. (tadabbur Q.S. Al Mulk : 02)
2. Mencari ketenangan lebih utama dibandingkan bahagia. Ketenangan menandakan kestabilan. Kebahagian cepat hilangnya. (temani.id)
3. Tahapan menuju ketenangan adalah memiliki kesadaran, bertanggungjawab, dan mampu menavigasi komplektivitas kehidupan
4. Tujuan hadirnya ujian dalam hidup adalah melihat respon dari kita. Bersyukur atau meratapi kesalahan? Seandainya respon kita tenang, insyaAllah akan menjadikan kita sebagai pribadi yang resilien.
5. Setelah menjadi pribadi yang resilien, tahap setelahnya adalah memiliki optimisme dan tawakal. Ini bekal meraih kemenangan.
6. Orang yang menang adalah orang yang mendapat ampunan. (Referensi dari kisah pelacur yang masuk surga)
7. Pendidikan tidak bisa menjamin cara kita mengelola uang. (Psychology Of Money)
8. Salah satu keberhasilan dini dalam pengelolaan uang adalah berapapun penambahan income, gaya hidup harus dipress agar tak memunculkan ketamakan.
9. Gaya hidup yang membuat banyak orang terobesi dan seringkali tanpa tujuan pasti.
10. Kopi bisa diseduh di rumah. Kita hanya membeli gengsi wkwk. Ngopi murah-murah saja guys.
11. Banyak orang punya kemampuan bicara, namun tidak banyak orang yang mau mendengar.
12. Ketakutan biasanya berasal dari ketidaktahuan.
13. Menikah bukan perkara cepat, tapi tentang menyiapkan dengan tepat.
14. Cinta akan lebih powerfull kalau kita punya orientasi memberi. (Ust. Cahyadi Takariawan)
15. Salah dua rahasia langgengnya pernikahan adalah dibingkai dengan Al-Quran dan Ilmu.
16. Cinta dalam diam itu menyiapkan. Bukan kode-kode.
17. Di tengah zaman yang penuh fitnah, pernikahan tak cukup sekadar menyatukan 2 insan. Harus ada visi kebermanfaatan untuk umat.
18. Mengedepankan empati adalah kunci komunikasi dalam upaya meminimalkan suudzon. Bahkan di pernikahan sekalipun.
19. Cinta tak harus memiliki. Terkadang keikhlasan adalah pendewasaan tentang cinta itu sendiri.
20. Cinta seseorang laki-laki ditunjukan dengan tanggungjawab dan memegang kata-kata.
21. Hidup sehat mulai sekarang. Lari atau jalan. Tak harus pace 5 yang penting tidak wacana.
22. Baca buku minimal 10 halaman setiap hari.
23. Usahan bertemu orang baru atau orang yang tak lama ngobrol dalam seminggu. InsyaAllah dapat menjaga kewarasan dan insight baru.
24. Ikut kajian keilmuan. Ilmu itu dicari dan diikat dengan tulisan.
25. Banyak tadabbur Al-Quran, perbaiki tahsin, hafalkan surat Ar-Rahman, Al-Waqiah, Al-Mulk, dan Al-Kahfi agar terhindar dari fitnah dajjal.
26. Tidak tidur setelah subuh.
27. Kalau sedang susah dan merasa hilang arah. Lihatlah Palestina.
Manusia fitrahnya harus mengingat dan diingatkan. Semoga semua makhluk berbahagia 🙏
Watu Gambir, 28 Juni 2025.
Juni Menulis Hari Ke-28. Barakallah fi umrik, me!
115 notes · View notes
nalastory · 19 days ago
Text
Menjadi Perfeksionis dengan Lebih dan Kurangnya
Tumblr media
Dahulu pernah ada yang menasihati saya "Jadi orang jangan perfek-perfek dan idealis mas, ga baik buat diri sendiri." Saya tidak menafikkan itu, memang iya, namun saya tidak akan menghilangkan itu. Mengapa demikian? Mau cerita dulu 💁🏻
Bahagia dan bersyukur sekali rasanya memiliki pemimpin yang mampu mengakomodasi dan memahami jiwa 'perfeksionis' ini harus dibagaimanakan. Baik dalam project, kebijakan, dokumen, dsb., saya selalu diamanahkan untuk menjadi protokolernya; tugasnya satu, memastikan agar seluruh pihak diperlakukan sebagaimana mestinya, dengan tetap fokus pada target dan tujuan utama.
Implikasi dari itu semua adalah seringkali saya mematok standar yang cukup tinggi, agar hasil yang optimal bisa tercapai. Tantangannya di sini, bagaimana memastikan agar target yang mungkin bagi kebanyakan 'terlalu tinggi', namun sebetulnya masih sangat mungkin untuk digapai--meskipun memang harus sedikit lebih 'memaksa'.
Bagi saya, ide dikeluhkan bahkan cenderung diremehkan adalah satu hal yang justru menjadi motivasi tersendiri. Semacam energi entah darimana, semakin yakin untuk membuktikan, dan qadarullahnya saya belum pernah mendapati satu kegagalan yang cukup berarti.
Jika saya tilik kembali darimana jiwa perfeksionisme ini lahir, maka saya teringat ketika menjadi maba. Saat itu angkatan kami diminta untuk membuat pre-event yang cukup besar di Solo. Jurusan bahkan kampus lain belum pernah menjalankan itu. Tujuannya satu: mendapatkan dana segar sekian puluh juta. Saking besarnya acara itu, malah mengalahkan event utamanya, kating pun juga cukup khawatir. :D Di awal ide itu dimunculkan saya juga cukup takut, maklum sebagai anak baru. Namun ketakutan itu sirna ketika teman saya yang mengusulkan ide itu mulai presentasi. Sebagai orang yang suka mengamati hal detil, saya cukup takjub seorang maba bisa melakukan perencanaan serapih dan sedetail itu. Tujuan yang tadinya terlihat utopis, seolah menjadi masuk akal untuk digapai.
Dari situlah kemudian, jiwa perfeksionisme ini lahir. Acapkali diberi kesempatan, saya akan selalu buat perencanaan sekomprehensif mungkin. Karena pikir saya, buat apa kalau sudah memutuskan untuk ambil keputusan, namun berjuangnya setengah-setengah?
Teman-teman atau adik tingkat saya yang pernah satu kepanitiaan atau kepengurusan pasti bisa bersaksi, seberapa 'menyebalkannya' mas Yunus kalau sudah mempresentasikan konsep. Tapi anehnya jalan juga. Gatau kalau terpaksa. 🤣
Maka ketika ada yang bilang, "Jangan perfeksionis dan idealis, nanti capek sendiri," mungkin saya hanya tersenyum. Karena saya percaya, selama itu dilakukan bukan untuk terlihat hebat, tapi untuk menyikapi 'amanah' agar dijalani dengan sebaik mungkin, maka tidak ada kata untuk tidak totalitas.
Kesempatan itu tidak diberikan kepada setiap insan, dan alasan Allah menentukan kita yang terpilih itu agar kita bisa menunjukkan sisi terbaik yang bisa kita hadirkan. Sehingga effort yang mungkin harus dibayar lebih untuk menggapai itu, semoga menjadi bentuk persaksian kita bahwa kita sudah mengupayakan dengan sungguh-sungguh.
Bukankah demikian? :)
21 notes · View notes
nalastory · 19 days ago
Text
Prinsip Stoik untuk Hidup yang Lebih Tenang
Ada prinsip yang aku sangat tertarik, namanya Stoik, Stoicism. Prinsip Stoik:
1. Lepaskan Diri dari Kebutuhan akan Pengakuan Eksternal
Kadang yang paling membuat lelah itu bukan pekerjaan, bukan juga konflik dengan orang lain, tapi rasa haus yang tidak terlihat, haus akan pengakuan. Hasrat halus yang menyamar jadi niat baik, tapi diam-diam menggiring kita untuk hidup di bawah sorotan yang tidak kita butuhkan. Pujian memang terasa menyenangkan. Otak kita langsung merespon dengan dopamin, tapi masalahnya bukan di dopaminnya, masalahnya ada saat kita jadi ketergantungan. Saat harga diri kita terasa berasal dari sesuatu diluar kita, bukan dari rasa cukup yang tumbuh dari dalam. Kontingen self worth. Ini bukan tentang menjadi antisosial, ini bukan tertutup atau keras kepala, tapi tentang keseimbangan. Tentang mengerti bahwa yang terbaik tak selalu harus dipamerkan. Yang menarik, saat seseorang benar-benar melepaskan kebutuhan akan pengakuan, dia mulai hidup lebih jujur karena tidak perlu lagi menyesuaikan dengan ekspektasi. Bukan berarti kita menolak pujian, tapi kita tidak lagi bergantung padanya. Bukan berarti kita tidak ingin dihargai, tapi kita tau, nilai diri tidak ditentukan oleh pujian. Tenang, dalam, dan tidak reaktif.
2. Kendalikan yang ada dalam diri, lepaskan apa yang diluar kendali kita.
Kadang kita terlihat tenang, padahal hati sedang berdebat. Pernah seperti itu? Seolah semua yang terjadi harus kita urus, kita pikirkan, kita benahi, padahal tidak semua hal butuh tangan kita. Bahkan justru banyak hal yang malah makin rusak kalau terlalu kita genggam erat. Mengapa? Ini bukan tentang karena kita peduli saja, tapi juga tentang ego kita yang diam-diam ingin jadi pengendali utama. Kita ingin memastikan bahwa semua berjalan sesuai dengan versi kita. Padahal, hidup ini cuma punya dua sisi, yaitu: yang bisa dikendalikan dan yang tidak. Tapi nyatanya ada area abu-abu, sesuatu yang sepertinya bisa kita pengaruhi, tapi sebenarnya diluar kontrol penuh. Misal: komentar orang lain, keputusan atasan, cuaca di hari penting. Kita jadi frustasi karena sesuatu diluar kontrol kita. Coba bayangkan begini, kita sedang ada di tengah samudra, naik perahu kecil, ombaknya keras, anginnya liar. Kita bisa marah-marah ke angin, menyalahkan keadaan mengapa begini, frustasi karena ombak tidak sesuai dengan keinginan kita. Tapi, apakah itu mengubah arah angin? Tidak juga. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah atur layar dan kendalikan kemudi. Fokusnya pindah ke dalam. Ke cara kita merespon. Dari sanalah arah ditentukan. Di camp konsentrasi yang paling mengerikan sekalipun, satu hal yang tak pernah bisa diambil dari manusia adalah pilihan akan sikapnya. Itu satu-satunya bentuk kebebasan sejati. Bagaimana kita memilih merespon. Fokus pada apa yang bisa kita bentuk, respon kita, nilai kita, tindakan kita, sisanya biarkan berjalan. Cuek. Bukan cuek karena tidak peduli, tetapi cuek karena sadar bahwa tidak semua hal patut dimasukkan ke hati. Akhirnya, hidup ini bukan tentang membenahi semua hal, tapi soal membenahi apa yang bisa kita pegang. dan berdamai dengan sisanya.
3. Rangkulah Momen Saat ini Kadang yang paling dekat justru yang paling sulit dipeluk, karena kita terlalu sibuk menoleh ke belakang atau berlari kedepan. Kapan kita benar-benar hadir penuh? Bukan cuma raganya, tetapi juga jiwanya. 
Banyak orang merasa bersalah saat duduk diam tanpa ngapa-ngapain, seolah ketenangan harus minta izin. Seolah rileks itu cuma untuk yang sudah selesai urusannya. Padahal siapa sih yang betul-betul selesai? 
Stoikisme tidak meminta kita pasif, tetapi meminta kita aktif. Tetapi pada yang nyata. Duduk, tarik nafas, dan perhatikan suara kipas, tumbuh-tumbuhan di sekitar. Kamu yang sekarang adalah satu-satunya kamu yang nyata. Jadi, apa yang sedang kamu lewatkan hari ini hanya karena kamu sedang sibuk memikirkan hari esok. 
4. Terimalah Perubahan sebagai Bagian Alami dari Kehidupan 5. Cari pertumbuhan dalam kesulitan Coba ingat satu momen dalam hidupmu, momen saat kamu merasa dihimpit dari segala arah. Pikirkan ini, apa kamu tetap jadi orang yang sama? Dalam diam dan sakit, kita tumbuh. Bukan karena kita ingin, tetapi karena kita dipaksa. Tapi ada yang menarik, sekarang ini banyak orang (bahkan mungkin diri kita sendiri juga), ketika sedang tidak nyaman, langsung mencari distraksi. Ketika sedang stress, buru-buru merasa hancur, padahal justru bukankah sedikit tekanan justru akan membuat kita terbentuk? Bayangkan otot. Otot tidak tumbuh saat kita rebahan. Otot tumbuh saat kita memberi beban. Bukan sembarang beban. Tetapi beban yang sedikit diatas kemampuan kita. Cukup untuk merobek halus. Lalu tumbuh ulang jadi lebih kuat. mental kita pun bekerja serupa, tapi kenapa kita sering menghindar? Salah satunya karena kita hidup di budaya cepat dan nyaman, dimanjakan oleh pilihan instan, dan tanpa sadar membentuk ekspektasi bahwa hidup seharunya selalu enak. Padahal hidup secara alamiah tidak pernah menjanjikan itu. Bagaimana caranya agar kita bisa tumbuh di tengah badai dan bukan cuma terombang-ambing? Mulai dari cara pandang. Saat masalah datang jangan buru-buru menyebutnya sebagai masalah. Coba ubah jadi pertanyaan, apa yang bisa aku pelajari dari ini?
Bukan untuk menipu diri sendiri, tapi untuk menggeser fokus. Dari mengutuk, menjadi memahami. Dari bertahan, menjadi bergerak. Setelah itu, beri ruang untuk rasa tidak nyaman. Jangan buru-buru memperbaiki semuanya. Kadang yang dibutuhkan bukan solusi cepat, tapi keberanian untuk duduk bersama luka dan dan mendengarkannya bicara. Untuk yang suka menulis, journaling bisa membantu. Tulis apa yang kita rasakan. Apa yang mungkin bisa tumbuh dari sini. Bahkan jika tidak tau jawabannya sekarang, proses menulis sudah membantu otak kita dalam menyusun makna. Dan satu hal penting, jangan sendirian. Ketika sedang jatuh, suara dalam kepala sering jadi musuh utama. Maka hadirlah dalam ruang yang aman, entah itu teman, pasangan, terapis, atau komunitas. Bukan untuk minta diselamatkan, tetapi untuk memastikan bahwa kita tetap terhubung dengan dunia meskipun sedang luka. Orang yang kuat bukan orang yang tidak pernah jatuh, tetapi yang tahu bagaimana cara bangkit dengan arah yang lebih tajam dan hati yang lebih lapang. 
6. Bangun Kekayaan Batin
Tidak kelihatan tetapi terasa. Tidak bisa dibeli, tetapi justru yang paling mahal. Kekayaan batin bukan tentang seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa dalam kita bisa menikmati dan memaknai. Dan itu datang dari hal-hal yang seringkali pelan, sunyi, dan tidak memamerkan dirinya. Hubungan yang tulus, rasa syukur kecil yang jujur, atau kesadaran bahwa kita tidak sedang hidup untuk membuktikan apapun kepada siapapun. Rasa kosong muncul bukan karena kurang, tetapi karena salah isi. Orang yang kaya batin tau kapan merasa cukup, tahu apa yang penting, dan tahu bagaimana menghadapi kesendirian tanpa merasa ditinggal. Mulai memperhatikan apa hal-hal yang benar-benar kita sukai. Dimana kita merasa hidup saat melakukannya. Bentuk kekayaan batin juga bisa dari relasi, bukan sekadar banyak kenalan, tapi koneksi yang membuatmu merasa dilihat. Koneksi tulus ternyata jadi faktor utama, relasi yang otentik. Iri. Iri bukan musuh. Tapi petunjuk. Mungin itu bayangan samar dari hidup yang sebetulnya ingin kita jalani, tetapi belum sempat kita miliki. Sebelum kita mengejar lebih jauh, tanya dulu ke diri sendiri, apa isi hidupku hari ini ? Apakah yang kita cari betul-betul milik kita? atau hanya cerminan dari harapan orang lain?  Karena kekayaan batin bukan tujuan tapi fondasi. Kalau itu kokoh, bahkan saat dunia goyah, kita tetap berdiri tenang. 
7. Sadari Siklus Alami Kehidupan
8. Pahami dan Terimalah Takdir 
Hidup terus bergerak. Menerima takdir mengizinkan kita bertindak lebih jernih karena kita tidak lagi sibuk bergulat dengan hal yang tidak bisa kita ubah. Kita memilih fokus ke ruang yang memang bisa kita gerakkan. 
9. Jadilah Pribadi yang Bermanfaat Bagi Sesama
Memberi itu membuat kita lebih waras. Saat kita memberi ke orang lain dengan tulus, tubuh kita memproduksi hormon oksitosin, menurunkan stress.
10. Renungkan, Tinjau Ulang, dan Sesuaikan Kembali Arah Hidupmu Orang yang bijak adalah orang yang dapat mengevaluasi dirinya dengan jujur. https://www.youtube.com/watch?v=0RtppjKabWg
11 notes · View notes
nalastory · 19 days ago
Text
Menyamakan Frekuensi
dulu aku pikir cocok itu soal selera..
suka lagu yang sama,
genre film yang sama,
hobi yang sama, atau
kebiasaan yang sama.
tapi setelah banyaknya dinamika dalam pertemanan, aku menyadari bahwa kecocokan itu bukan cuma soal punya kesamaan, tapi soal usaha buat menyamakan frekuensi.
aku punya temen yang boro-boro suka bola, lihat permainannya aja kayaknya udah bingung..
sementara aku? bisa anteng nonton 90++ menit tanpa kedip.. ngomongin strategi permainan, sampe personal pemainnya..
kalo aku yapping soal bola, kita terasa seperti dalam dunia yang berbeda.
tapi walaupun gapaham, dia ga bosen. justru dia exited dengerin, tanya-tanya, yaa meski keliatan cari-cari konteks.
disitu aku amaze sekaligus speechless.. bukan karena dia tiba-tiba suka bola, tapi karena dia peduli sama apa yang bikin aku seneng, dia ngehargain hobikuu..
menurut aku orang yang kaya ini tuh langka sii, makanya aku bersyukur dan beruntung banget punya temen yang selalu bikin aku merasa sangat dihargai dan selalu mau belajar mengerti orang lain walaupun awalnya dia ga ngerti sama sekali.
hal itu bikin aku sadar kalau proses saling memahami itu penting, dan ternyata, semakin banyak aku diskusi, ngobrol sama orang-orang pandanganku jadi lebih luas, lebih terbuka..
dan aku sadar, perbedaan itu pasti ada, terkadang malah bedanya banget. tapi yang mau tetep dengerin aku walaupun kita beda tuh ga banyak, dan dari situ aku punya standar baru ketika nanti memilih pasangan..
aku mau orang yang ngga cuma sekufu, tapi juga mau berusaha menyamakan frekuensi. soalnya, sesekufu apapun, pasti ada momen kami ngga sepaham. aku butuh yang mau buat dengerin, nyambungin, nyelesain bareng².
kan katanya kan nikah itu isinya 90% komunikasi yaa? jadi apapun itu harus diobrolin.. pokonya komunikasi sama siapapun itu harus sehatt, belajar nanti bakal berbagi seluruh kehidupan kita sama orang lain, jadi yaa mesti diomongin kan semuanya? belajar ngomong dan dengerin banyak² deh bismillah.
3 notes · View notes
nalastory · 1 month ago
Text
Nyata-nyatanya sebagian besar dari kita lebih nyaman hidup dalam lingkungan yang hanya berisikan 'motivasi palsu' belaka; mengisi ruangan hati yang lama tidak diperhatikan, mengaktifkan sistem emosi pada akal yang lebih banyak mendominasi, berujung pada kemalasan badan untuk beramal
'Motivasi palsu' itu sekarang sedang begitu rame, berdalih membagikan sesuatu yang baik, namun tanpa sadar berdampak tidak baik
Maka, perlu kiranya untuk kita sadar dalam memilih apa yang layak untuk dikonsumsi bagi jiwa kita, sebagaimana kita memilih apa yang kita konsumsi bagi tubuh
Ruangan hati yang sudah lama tidak diperhatikan itu, hidupkan dengan membaca Al Quran, bermajelis ilmu, atau sekadar berkumpul dengan orang-orang sholih dalam lingkaran ukhuwah
Akal kita yang seringkali lebih banyak aktif pada sisi emosi, alihkan dengan membaca kondisi yang ada, lalu analisislah masalah, sehingga kita menjadi pribadi yang membawa solusi
Badan kita yang malas dan jompo itu, gerakkan dengan berolah raga, ingatlah badan kita bukan milik kita, dan yang perlu dilakukan dalam rangka mensyukuri keadaan sehat badan kita adalah dengan beramal sholih
41 notes · View notes
nalastory · 1 month ago
Text
“Yan, semoga, kegagalan serta banyaknya penolakan dalam hidup yang kita terima, menjadi ladang pahala untuk terus menanam benih-benih sabar. Hingga ia tumbuh kokoh dan memberi teduh pada doa-doa yang sedang kita rapal”
[Sebuah reminder yg sempat aku tulis di sepanjang rel krl Depok - Sudirman, tepat setahun lalu]
Dalam sepi dan jeda hidup yang kadang tak bisa kita kendalikan, penolakan bukanlah garis akhir, tapi bagian dari perjalanan yang mengajari kita banyak hal tentang diri sendiri. Kegagalan yang datang berkali-kali mungkin melelahkan, tapi justru di situlah kita pelan-pelan belajar menerima, memahami, lalu perlahan tumbuh. Sebab seringnya, justru dari titik-titik jatuh itulah kesabaran mulai tumbuh—bukan dengan gegap gempita, tapi dengan tenang dan pelan, dari luka yang mulai mengerti arah sembuhnya.
Kita seringkali tak sadar bahwa sabar bukan hanya menunggu, tapi sebuah bentuk keikhlasan yang nyaris arkais—langka dan mulai usang di zaman yang mendewakan segera. Ia adalah bahasa diam dari hati yang memilih untuk tidak menggugat takdir, tetapi merajut ulang mimpinya dengan benang yang sama, meski sudah berkali-kali kusut. Dalam tiap tarikan napas yang terasa sempit, ada kemungkinan bahwa kita sedang disiapkan bukan untuk sesuatu yang besar di mata dunia, tetapi sesuatu yang dalam di mata-Nya.
Maka biarlah sabar tumbuh seperti pohon tua yang mengakar dalam—tak mudah tumbang, meski tak juga cepat tinggi. Teduhnya bukan untuk siapa-siapa, melainkan bagi jiwa kita sendiri yang sering kepayahan berdiri. Doa yang terus dirapal dalam senyap akan menjelma ketenangan yang perlahan mengobati.
Dan kelak, ketika kita menoleh ke belakang, barulah kita mengerti: penolakan demi penolakan itu bukan penjara, melainkan pagar ilahi agar kita tak tersesat dari jalan pulang yang sebenarnya.
-Kaderiyen
59 notes · View notes
nalastory · 1 month ago
Text
Kebanyakan Motivasi
Dulu, aku pernah sekali memegang prinsip bahwa terlalu banyak mendengar podcast dan membaca buku motivasi/self improvement adalah tanda kegagalan.
Alasannya simpel, terlalu sering menikmati "asupan positif" membuat kita ketergantungan pada afirmasi dan akhirnya mager. Akhirnya tak mengubah apapun.
Namun seiring waktu, aku menyadari bahwa prinsip itu kurang tepat. Yang keliru bukan motivasinya, tapi respons kita terhadapnya. Mungkin kita terlalu sedikit melakukan aksi nyata setelah mendapat inspirasi. Sekali lagi kembali ke diri masing-masing.
Motivasi dan buku pengembangan diri bisa jadi memang diperlukan pada momen tertentu, atau sebagai pengingat agar pemahaman kita lebih mendalam. Kuncinya tetap kembali ke diri sendiri, apakah kita terdorong untuk berubah, atau hanya larut dalam inspirasi tanpa tindakan nyata?
Masa pandemi COVID-19 jadi fase ketika aku terlalu banyak menonton podcast, tapi minim ruang aktualisasi. Inspirasi menumpuk, namun tak tahu harus diarahkan ke mana.
Lalu apa solusinya? Kita hanya perlu proporsional antara mencari motivasi dan melakukan aksi.
Misalnya, aku mencoba konsisten dengan ritme kecil harian seperti : satu podcast, satu aksi seminimalnya dalam bentuk menulis atau mengaplikasikan dalam organisasi. Tidak berat di satu sisi, tapi memang menantang konsistensi. Namun yang terpenting, tetap ada aksi nyata, daripada tidak sama sekali. Seperti yang aku lakukan dengan menulis ini.
Perubahan yang didasarkan motivasi dan aksi memang akan lebih berdampak dengan signifikan. Mengutip slogan Podcast Satu Persen :
"setidaknya bertumbuh satu persen setiap hari."
Jangan alergi terhadap motivasi, tapi juga jangan tenggelam dalam zona nyaman yang berakibat doom scrolling.
Intinya, terus tumbuh, bukan hanya terinspirasi tapi juga bergerak menuju tak terbatas dan melampauinya!
Wonorejo, 18 Juni 2025 Juni Menulis Hari Ke-18. Sedang berbagi motivasi ceilah.
30 notes · View notes
nalastory · 1 month ago
Text
Menjadi merdeka dari hal-hal yang memang tidak dalam kendali kita.
Memerdekakan diri dari hal-hal di luar kendali adalah kunci agar hidup lebih tenang dan damai. Jika tidak nyaman dengan story orang cukup dimute atau unfollow, atau hal-hal lain misal tidak perlu tahu urusan orang lain jika tidak punya keterkaitan atau itikad ingin membantu, dsb.
Bukan egois, bukan juga apatis, melainkan kita sadar bahwa banyak hal-hal di luar sana memang bukan sepenuhnya tanggungjawab kita, atau harus kita. Ada kalanya, kita juga harus bijaksana dalam memandang bagaimana keadaan diri kita kita.
Bukan karena tak peduli, tapi karena kita sadar, peduli yang berlebihan pada semua hal justru melelahkan. Ada batasan-batasan yang Allah titipkan dalam tubuh, jiwa, dan pikiran kita. Kapasitas yang tidak selayaknya digunakan untuk memikul beban seluruh dunia. Bahkan dunia pun tidak sedang meminta kita untuk menyelesaikannya seorang diri.
Ada waktunya kita hadir, ikut membantu. Tapi ada pula saatnya kita untuk cukup tahu saja, cukup mendoakan, lalu melanjutkan hidup. Memilih untuk mute, unfollow, menjauh dari obrolan yang penuh drama, atau menahan diri untuk tidak ikut menilai hidup orang lain, itu bukan bentuk keangkuhan. Melainkan bentuk cinta kita terhadap diri sendiri.
Cara kita menjaga agar batin tetap jernih, bijak dan tetap memiliki ruang untuk mengurus hal-hal yang benar-benar memberi porsi bagi kita. Hidup ini terlalu luas untuk dikendalikan seorang diri. Dan terlalu singkat untuk diisi dengan urusan yang tidak berkontribusi pada pertumbuhan diri. Maka, melepaskan bukan berarti menyerah. Menjauh bukan berarti memutus. Dan diam bukan berarti tidak peduli.
Kita hanya sedang belajar satu hal penting:
Menjadi merdeka dari hal-hal yang memang tidak dalam kendali kita.
146 notes · View notes
nalastory · 1 month ago
Text
Membentang Jarak #2
Kafilah awan gelap singgah di langit Merapi, pagelaran jingga di barat tak jadi dipentaskan. Memaksa puisi-puisi indah tentang senja berganti menjadi puisi rindu di bawah guyuran hujan yang mulai membelai bumi. Mungkin memang dasarnya hujan adalah rahmat atau kasih sayang maka di setiap rintiknya ada yang menitip rindu, menyimpan memori, dan beberapa menggubah sajak indah.
Guyur hujan semakin deras, masih 15 kilometer lagi. Jarak masih terbentang panjang. Dengan sepeda ringkih itu, di jam pulang kerja, di bawah guyuran hujan yang cenderung badai, membawa tas penuh, 15 kilometer adalah perjalanan penuh hikmah. Jas hujan sudah tak berarti lagi.
JARAK
Mari kita bicara lagi soal jarak. Orang-orang memandang 15 kilometer adalah jauh, ada juga yang memandang 15 kilometer itu dekat, ada juga yang memandang 3 kilometer sudah sangat jauh dan melelahkan. Jauh dekat ternyata bukan tentang jarak. Tapi tentang rasa.
Soal rasa dan jarak ini agaknya rumit sekali. Ada rasa yang kandas karena jarak. Sementara yang lain sengaja membentang jarak namun rasa yang tertinggal terasa kian mendekat. Tapi itu cuma rasa. ya, cuma. dalam konteks ini, membentang jarak adalah tentang menggadaikan perasaan untuk menjaga kehormatan.
Tulisan ini akan sangat tidak berperasaan kawan, bersiaplah.
Rasio bukan rasa
Ah memang rasa begitu rumit bukan? Ia seolah harus sekali dirayakan. Ia seolah harus sekali berarti memiliki. Ia seolah harus sekali bersisian dengan romansa dan pelaminan. Ia seolah harus sekali berarti kepunyaan dan saat gagal dicapai itu berarti kehilangan.
Jarak setidaknya memberikan kesempatan untuk berfikir lebih jernih lalu belajar. Maka buku-buku menjadi kawan, kelas-kelas kajian menjadi tempat kembali ketika seabrek kebingungan menyerang, dan dari kesemua (yang sedikit) itu justru semakin tegas bahwa rasa tak perlu dirayakan, ia bukan modal untuk membangun sebuah bahtera keluarga.
"Apakah setiap bahtera rumah tangga dibangun atas dasar perasaan cinta lalu di mana nilai perlindungan dan harga sebuah kehormatan?" - Umar R.A
Nasihat guru ku menegaskan, bahwa pernikahan adalah hal yang logis. Ia tidak didasarkan pada perasaan yang tak terukur, ia masuk akal.
Maka rasa -walau banyak- bukanlah modal.
Tulisan lanjutannya terlalu berat untuk ditulis sekarang...
----
Membentang Jarak #1 sila dibaca disini
6 notes · View notes
nalastory · 1 month ago
Text
Ketika para Da'i menjadi barisan paling malas belajar
Ya, tidak perlu mengelak. Barisan para da'i justru diwarnai oleh fenomena kefuturan dalam ilmu. Menjadikan mereka sekumpulan para solihin yang solih secara parsial. Solih dalam lelaku, tapi serba gagap dalam banyak hal. Rajin shalat, lemah lembut, tapi di waktu yang sama tidak berani membela kebenaran, tidak tahu kondisi umat, tidak mampu berusaha, mengalir bersama gelombang materialisme umum. Masih solih gak kalau begitu?
Kemandekan keilmuan ini juga berdampak pada kebingungan kemana arah dakwah ini akan digulirkan. Yang akhirnya segala teori serampangan dipakai dan tak ada ruh teori keislaman sama sekali. Cara menjalin ukhuwah disolusikan dengan agenda senang-senang dan jalan-jalan, menihilkan sisi keimanan yang justru menjadi aspek ukhuwah di surat Al-hujurot. Cara pengambilan keputusan dieksekusi dengan otoritarianisme atau setidaknya dengan rapat yang tidak sehat di saat islam memiliki ajaran syuro dan sederet teladan sejarah tentang musyawarah yang demokratis.
bukankah hanya mereka yang memiliki yang bisa memberi? Apa yang mau disampaikan jika para da'i tak memiliki ide dan ilmu apapun?
"Belajar" adalah kata yang saya ambil untuk penyederhanaan berbagai aktivitas menuntut ilmu. Salah satunya, membaca.
Penulis menilai, membaca seharusnya tidak masuk dalam jajaran hobi, ia kebutuhan. Kalau ada yang sudah memasukkannya ke dalam hobi, itu berarti ia sudah menikmati. Sama seperti sekolah, ia dijalani bukan karena hobi, tapi karena kebutuhan akan pendidikan. Seharusnya, membaca juga begitu. Ini adalah kebutuhan.
Ketidaksukaan terhadap membaca para da'i saya pandang sebagai Ketidaktahuan diri dan kegilaan yang harus ditaubati.
Yogyakarta, 15 Juni 2025
41 notes · View notes
nalastory · 1 month ago
Text
Hunian Terbaik untuk Dirimu
Hunian terbaik untuk diri sendiri adalah hati dan pikiran yang tenang. Tapi mengusahakan ketenangan itu, setengah mati jalannya kalau pandangan hidup kita masih melekat pada hal-hal yang membuat kita terus menerus merasa kurang dalam hidup.
Kurang harta.
Kurang rupa.
Kurang karya.
Kurang beruntung, seolah keberuntungan itu adalah sebuah jalan untuk mencapai ketenangan. Padahal ketenangan tidak linear dengan segala hal yang ada dalam pandangan kita.
Untuk itu, membenahi pandangan hidup adalah langkah pertama yang perlu kita ambil. Bagaimana kita memandang diri sendiri dan orang lain, memandang harta, memandang keluarga/pasangan, memandang anak-anak, dan hal-hal esensial lainnya yang melekat dalam perjalanan hidup kita.
Agar kemelekatan itu tidak membuat kita terhambat lajunya, tidak membuat kita kebingungan dalam mengambil keputusan hidup, tidak membuat kita goyah saat itu tiada.
Jalan untuk mencapai ketenangan itu awalnya tidak menenangkan. Perjalanan kita mungkin akan sangat jauh, tapi ingat bahwa setiap langkah kaki kita akan mendekatkan, jangan berhenti. (c)kurniawangunadi
195 notes · View notes
nalastory · 1 month ago
Text
Tumblr media
Kelak kalau kamu memilih pasangan...
Menurut saya, menilai perilaku calon pasangan dari bagaimana ia bersikap terhadap harta jauh lebih esensial, bahkan fundamental dibanding sekadar melihat seberapa besar nominal kekayaan, menterengnya pekerjaan yang dimilikinya.
Saya tidak menafikan bahwa ada orang yang memutuskan menikah dengan seseorang karena ‘kekayaannya’. Namun, yang tak kalah penting, namun sering kali luput diperhatikan adalah bagaimana cara ia mengelola hartanya.
Belajar dari kisah seorang petani yang lahannya dibeli untuk proyek Pertamin* dengan nilai miliaran rupiah. Tak lama setelah itu, hartanya habis tak bersisa. Mungkin bukan karena ia bodoh, melainkan ia tidak siap menjadi orang kaya.
Ada mentalitas yang tidak ikut bertumbuh saat harta datang secara tiba-tiba. Tanpa kesiapan, kekayaan justru bisa menjadi beban. Maka dari itu, saat menimbang masa depan dengan seseorang, jangan hanya melihat apa yang ia miliki, tapi perhatikan pula bagaimana ia 'memperlakukan' yang ia miliki.
Sebab kekayaan bisa datang dan pergi. Tapi kebijaksanaan dalam mengelola adalah hal yang akan tinggal lebih lama.
Dan pada akhirnya, hidup bukan tentang siapa yang paling banyak memiliki, melainkan siapa yang paling bijak mengelola, dan mempertanggungjawabkan apa yang diamanahkan padanya. Karena harta itu ujian, baik yang sedikit maupun yang banyak.
213 notes · View notes