Tumgik
nanda1001-blog · 5 years
Text
Suatu kekhawatiran: Pemilu dan People Power
Sudah beberapa hari berlalu sejak kepikiran untuk menyelesaikan tulisan ini. Sebelumnya gak terlalu serius menanggapi huru-hara yang diduga-duga akan terjadi pasca result dari ka.pe.u keluar. Tapi jujur saja, merasa terganggu dengan pemberitaan-pemberitaan negatif yang ada di masyarakat baik secara langsung (dari mulut ke mulut) maupun tidak langsung (media social, tv, dll).
Kadang bertanya sendiri, ada apa ini Tuhan? Kenapa hal seperti ini terjadi? Ada apa dengan negeri ini? Dan setiap kali hati yang menjawab akan berkata, “coba balik lagi ke dirimu.” Maksudnya Introspeksi diri. Dan selalu saja menemukan masih ada banyak kesalahan dari diri ini yang perlu untuk diperbaiki.
Tiga tipe pendukung dalam pemilu
Kembali ke fokus. Indonesia kini sedang dalam masa nya rentan akan gesekan meski cuma sedikit (belum stabil betul, jika diusik sedikit saja meski oleh sesama warga negara Indonesia, nanti ngamuknya bukan main –Ini yang mengkhawatirkan). Pilpres beserta wakilnya yang menyisakan 2 kubu dengan masing-masing pendukungnya yang mengharapkan pilihan mereka yang memimpin Indonesia kelak. Ada 3 tipe pendukung menurut nanda: (1) Pendukung yang mau menerima kekalahan, (2) Pendukung yang bagaimanapun harus menang, dan (3) Pendukung setia.
Tipe pertama, pedukung yang mau menerima kekalahan. Yakni pendukung yang ketika mengetahui yang didukungnya kalah, ia menerima dengan lapang dada. Dan tentu saja, ia telah melihat sendiri bukti riil kekalahan tersebut. Tipe kedua, pendukung yang bagaimanapun yang didukungnya harus menang. Ini tipe pendukung yang sangat berbahaya. Karena selain keras kepala, umumnya tidak bisa diajak bicara baik-baik. Kurang lebih pikiran dan ucapannya seperti, “terserah apapun caranya yang penting harus menang”. Terakhir, tipe ketiga yaitu pendukung setia. Pendukung setia pun ada yang positif dan negatif. Kalau pendukung setia yang positif, akan selalu mencintai yang didukungnya meski menang ataupun kalah, serta ia tidak akan menghina lawan. Sementara pendukung negatif, selain tetap mencintai yang didukungnya, tidak lupa ia akan menghina lawan –entah lawannya menang atau kalah.
Bad news is more interesting than good news
Berdasarkan apa yang nanda alami dan amati, baik sebelum masa pilpres dan setelahnya banyak sekali pemberitaan negatif dan positif mengenai para capres dan cawapres. Tentunya pemberitaan seperti ini dilakukan oleh para pendukung kedua belah pihak. Ironisnya adalah ketika pendukung mencoba untuk mempengaruhi orang lain dengan cara membawa-bawa agama dan mendoakan keburukan untuk lawannya; bersumpah dengan nama Tuhan/pun kitab suci untuk hal yang seperti ini (dalam upaya mencari dukungan yang sama); menjelek-jelekkan sesama karena beda pilihan; saling tuduh bahwa jika lawannya yang memimpin kelak akan membawa kesengsaraan. Dan masih banyak lagi lainnya. Sangat menyedihkan… tapi sebetulnya tidak banyak pendukung yang buruk seperti ini. Masih ada dan tidak sedikit juga jumlahnya pendukung yang tidak berbuat demikian. Hanya saja memang, mengutip kata seorang teman, “bad news is more interesting than good news”. Berita buruk jauh lebih menarik daripada berita baik. Dan berita buruk lebih cepat tersebar daripada berita baik. Mungkin begitulah, karena terlalu sering disajikan dengan berita-berita buruk daripada berita baik dalam kehidupan kita (lihat berita di tv misalnya, isinya tentang kecelakaan, pencurian, pembunuhan, dll. Terkait berita baik semisal prestasi anak bangsa, jarang dimunculkan. Padahal tidak sedikit jumlahnya anak bangsa ini yang berprestasi). Kita harus lebih jeli lagi dalam melihat dan mendengar berita yang ada. Agar berita buruk tidak langsung kita terima mentah-mentah. Dan tidak mempengaruhi kita agar menjadi buruk juga (minimal membuat kita ingin memforward- nya juga). Saatnya bagi kita bertindak cerdas.
People power dan suatu kekhawatiran
Pernah dengar kata “People Power”? Tahu kabar bahwa pemerintah telah menyiapkan TNI-POLRI untuk mengantisipasi aksi yang akan muncul mencakup nasional pasca hasil pemilu? Lantas apa itu people power dan kaitannya dengan pemerintah?
“People Power” merupakan suatu aksi damai melalui demonstrasi massal tanpa kekerasan, dan pertama kali terjadi di Filipina tahun 1986. Dalam sejarahnya di Filipina, aksi ini diikuti oleh jutaan rakyat Filipina dan berlangsung selama 4 hari di Kota Manila. Dimana tujuan dari aksi ini adalah untuk mengakhiri rezim otoriter Presiden Marcos dan mengangkat Corazon Aquino (dari pihak oposisi) sebagai Presiden. Namun sebelum aksi tersebut terjadi, rakyat Filipina memang memiliki kekecewaan terhadap pemerintah dan telah hilang kepercayaan terhadap rezim Marcos. Lalu pada hasil pemilu yang kemudian dimenangkan oleh Marcos kembali, oleh konferensi Uskup Katolik Filipina menyatakan bahwa ada kecurangan dalam pemilu tersebut. Sehingga pada 22 Februari 1986 terjadilah People Power, dan berhasil menurunkan Marcoz dari jabatannya sebagai Presiden pada 25 Februari 1986. (selengkapnya baca di: HYPERLINK "https://mediaindonesia.com/read/detail/146870-1986-awal-peristiwa-people-power" https://mediaindonesia.com/read/detail/146870-1986-awal-peristiwa-people-power)
People power yang baru-baru ini didengungkan di Indonesia, tidak jauh berbeda pemantiknya dengan yang terjadi Filipina. Antara lain: ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah dan terdapat dugaan kecurangan dalam pemilu. Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan angkatan bersenjata untuk mengamankan atau (dalam sudut pandang politik)–mengontrol aksi ini nantinya. Meski memiliki kemiripan dalam pemantiknya, people power di Indonesia memiliki tujuan yang agak berbeda dengan people power di Filipina. Apabila di Filipina aksi ini bertujuan untuk menjatuhkan rezim pemerintahan di kala itu, justru di Indonesia bertujuan untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Ini tidak serta-merta berarti people power di Indonesia menginginkan kejatuhan rezim pemerintahan saat ini. Meski kejatuhan rezim dan penurunan oleh rakyatlah yang tentunya menjadi kekhawatiran besar pemerintah, dan bila hal ini terjadi akan menjadi aib yang –maaf, memalukan bagi pemerintah.
Coba kita lihat kembali aksi damai beberapa waktu lalu yang dilakukan oleh rakyat Indonesia, seperti aksi 212 dan aksi-aksi setelahnya. Hal yang diperjuangkan masih sama, meraih keadilan dan kepastian hukum. Sangat minim huru-hara yang terjadi didalamnya. Meski hal-hal seperti ini masih mengkhawatirkan, apabila ada yang memprovokasi dan boom… terjadilah keributan dan kericuhan didalamnya. Kita semua perlu mewaspadai oknum-oknum nakal dan tidak bertanggungjawab yang ingin merusak kedamaian aksi-aksi seperti ini. Hal Inilah yang menjadi ke-khawatiran bagi sebagian orang yang tidak ikut dalam aksi, baik pemerintah dan rakyat yang tidak terlibat. Apalagi jumlah personel TNI-POLRI yang berjaga masih kalah dengan banyaknya peserta aksi. Setelah aksi berlangsung apa yang dilakukan oleh rakyat, khususnya yang ikut dalam aksi tersebut? Menerima hasil keputusan hukum dan pemerintah. Darisini saja sudah terlihat betapa demokrasinya rakyat Indonesia. Betapa sudah berubahnya pola pikir rakyat. Rakyat Indonesia cukup cerdas untuk mengetahui apa yang baik dan buruk. Bahkan mampu menerima hasil keputusan hukum (dimana ini juga merupakan hasil dari kebijakan pemerintah) adalah suatu tindakan yang baik dan cerdas. Cerdas karena mampu melakukan pertimbangan-pertimbangan yang akhirnya menuntun kepada tindakan, menerima hasil keputusan hukum dengan baik.
Kembali pada salah satu pemantik people power, yakni dugaan kecurangan dalam pemilu –di Indonesia. Pihak petahana dan oposisi merasa yakin bahwa mereka sama-sama memiliki bukti kuat dari suara yang mereka peroleh. Pihak oposisi dengan memiliki bukti, menuduh bahwa pihak petahana melakukan kecurangan, dan pihak petahana berpendapat bahwa mereka sama sekali tidak melakukan kecurangan dan memiliki bukti bahwa perolehan suara yang mereka miliki adalah riil. Singkatnya pihak oposisi dan petahana sama-sama mengklaim memiliki bukti C1 dan juga bukti-bukti lainnya (yang sengaja tidak nanda sebutkan karena perlu didalami kebenarannya). Lalu muncul desas-desus bahwa kecurangan yang disampaikan oleh pihak oposisi adalah salah satu strategi bagaimana pihak oposisi ingin menggunakan rakyat sebagai senjata untuk menjatuhkan presiden dan mengantikannya. Desas-desus lainnya, ini merupakan upaya pemerintah melalui media untuk membuat masyarakat bingung dan melupakan permasalahan lainnya yang ada dalam pemerintahan (pengalih perhatian). Sekali lagi bila kita melihat tujuan dari aksi damai ini (untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum) maka desas-desus yang ada tidaklah benar. Rakyat Indonesia itu baik dan cerdas. Sehingga tidak mungkin berniat jahat untuk menjatuhkan pemimpin yang selama beberapa tahun ini berjuang untuk kita. Kalaupun ada kecurangan, dan ketidakpuasaan dalam pemerintahan ini… setidaknya melalui people power merupakan suatu bentuk ikhtiar di hadapan Tuhan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama (minimal membawa nilai saling nasehat-menasehati dalam kebenaran), dan sisanya (hasilnya) kita kembalikan pada Tuhan. Bukan berarti merasa diri benar, tapi sebagai bentuk tolong-menolong dalam kebaikan. Salah satu dari sekian banyaknya kalimat favorit nanda dalam al-qur’an adalah “…telah datang kebenaran dan kebatilan pasti lenyap”. Mungkin kita sempat lupa, bahwa masih ada Tuhan Yang Maha Kuasa. Jika Tuhan sudah berkehendak, maka sesuatu itu pasti terjadi.
Akhir kata, mohon maaf bila ada banyak kesalahan dalam tulisan ini. Semoga mampu mengurangi kekhawatiran sebagaimana yang nanda rasakan. Alhamdulillah… kebenaran hanya milik Allah. Terima kasih sudah mampir
Tulisan ini diselesaikan pada 16 mei 2019. Mohon maaf untuk kurang update nya terhadap berita yang ada.
0 notes
nanda1001-blog · 5 years
Text
Tumblr media
Tulisan ringan mencoba menjawab kekhawatiran pasca pemilu. Tulisan ini diselesaikan pada 16 mei 2019.
1 note · View note