Tumgik
nanura · 25 days
Text
I feel like i'm nothing. I hate myself doubting everything. Overthinking what people think. But, i did nothing, useless. Cry overnight, wake up too early.
People I once believed in, I can't lean on again. Poor me. Wake up, nad.
0 notes
nanura · 9 months
Text
Dia menangis sesenggukan
Di tengah raya
Di sela kesibukan
Memaki dalam diam
Berandai jelajah masa lalu
Ia yakin akan menemukan jati diri
Yang dianggap telah dikebiri
0 notes
nanura · 9 months
Text
Tumblr media
Angin hari ini terlalu ribut
Membuat pekak, sampai memuntahkan asam
Angin hari ini terlalu jumawa
Tumpah ruah air pipi, bagai menjamu kemalangan
Aku berusaha mencari celah agar tak terhimpit
Takut terjebak di ruang sempit
Perlahan genggaman raganya menyelimuti
Menusukku sampai ke batin
Hanya bisa melihat sudutku dalam kaca
Abu abu yang mudah terbaca
0 notes
nanura · 9 months
Text
hari ini aku akui Tuhan Maha Adil
Kemarin menghujaniku sekam, sampai sulit menyelam,
Entah tetiba, kini pelita menyapa
Ada asa membungah
Menyadarkan musim kemarau sudah tutup buku
0 notes
nanura · 1 year
Text
Halo ibu, apa kabar?
Ibu semoga sehat ya.
Menyapamu dalam diam, sering kulakukan. Berharap bisa mengobati rinduku padamu.
Bagaimana caranya kamu menghadapi dunia ,bu? Banyak keinginan yang tak terwujud, banyak pengorbanan yang kau berikan, memberikan cinta kasih sepenuhnya kepada anak-anakmu.
Ibu, tak pernah sedetikpun kita bicara dari hati ke hati. Saling berbagi rasa terdalam, sampai menangis menutup hari. Tapi akhirnya kita saling mengerti bu.
Ibu, aku ingat betul, kehidupan kita pernah tidak baik-baik saja. Kamu kuat, menjadi utama dalam keluarga. Dan sayang, pada saat itu tanganku tak mampu menjadi pengobat harimu. Pilu sekali.
Ibu, aku pun ingat saat aku mulai berusaha menjadi aku, dengan pilihanku untuk hidup. Aku meminta izin untuk berkelana. Pertama kalinya kita tidur bersama sambil berbincang. Tetiba kamu memelukku, dan menangis. "Ibu cuma mau kamu bahagia, ibu tak pernah menuntut kamu apa-apa". Aku menahan tangis. Dalam diam mendokannya yang terbaik, membahagiakan ibu, dengan memberikan yang terbaik untuknya.
Berharap semesta mendengar doa kami. Tak ada mimpi buruk menyertai.
1 note · View note
nanura · 1 year
Text
Tumblr media
Kau tahu kenapa aku ngga pernah melihat foto nikahan aku lagi? Karena aku sedih. Melihat ayah ibuku semenangis itu.
1 note · View note
nanura · 1 year
Text
Tumblr media
Kau tahu kenapa aku ngga pernah melihat foto nikahan aku lagi? Karena aku sedih. Melihat ayah ibuku semenangis itu.
1 note · View note
nanura · 1 year
Text
Bagaimana nad rasanya setelah menikah, dan menjadi ibu?
Aku hanya tertawa, dalam hati lara sekali. Bukan perkara kehidupanku sekarang dikelilingi orang jahat. Bukan.
Suami dan anakku luar biasa aku cintai. Tapi tak ada yang memberitahuku, semakin lama aku jauh dari orang tua rasanya semakin sakit, karena tiap waktu menjadi memori tersendiri, mengulang waktu bersama orang tuaku. Ayah dan ibu, yang tidak seatap lagi.
Rindu bukan main.
Malam menjadi pendengar setiaku, bantal menjadi pundak aku menangis, rapalan doa dan harapan menjadi caraku dekat dengan mereka.
Merasa masih sangat kurang memberikan kebahagiaan cita untuk mereka. Walau mereka selalu mengatakan sehat dan baik-baik saja. Rasanya sesak sekali tidak bisa memastikan secara langsung depan mereka.
Sebelum menikah rasanya aku ingin sekali hidup secara mandiri, bodoh ya. Menikah menjadi impianku untuk menjadi diri sendiri Nyatanya harus menata hati. Banyak yang harus dikorbankan dan dipertimbangkan.
Nyatanya menjadi aku yang baru memang butuh waktu. Aku pun tak tahu sampai kapan .
0 notes
nanura · 1 year
Text
Pernah merasa menjahati diri sendiri, sebegitu dalamnya, mulai menyakiti dengan ragam asumsi. Merendahkan diri. Malu dengan pribadi.
Ingat betul sore hari di kantor, sekadar iseng melihat masing- masing profil media sosial jama dahulu. Melihat perubahan.
Masing masing punya cerita, kisah, dan transformasi dalam hidupnya.
Satu titik. Giliranku. temanku melihat profilku dan mulai melantunkan kalimat positif. "Kamu cantik din"
Kau tahu reaksi spontanku?
Aku menangis dalam hati.
Iya nangis, sampai sekarang kalau aku inget lagi. Aku nangis.
Alasannya: pada usia itu aku ngga bisa melihat diriku se positif pikiran temanku. Aku ngga bisa lihat seperti yang mereka lihat.
2 notes · View notes
nanura · 1 year
Text
Pojok warung kopi
Pagi ini dengan dalih mengerjakan tugas kantor, yang sebenarnya tidak pernah selesai. Aku mampir izin untuk ngopi di pojok jalan. Karena pendatang hanya satu tempat yang aku tahu dan nyaman selama sekadar bersantai "ngopi” di sana. Pesanananku pun tak pernah berubah americano dengan tambahan sirup karamel, yang berbeda aku menambahkan memesan sadwich tuna. Jangan ditanya rasa yang baru aku icip ini. Menyesal. Harusnya aku pesan menu makanan ringan seperti biasanya, quiche beef, walaupun lebih terasa sosis dibanding beef. 
Tak hanya posisi warung kopi di pojok jalan, aku pun memilih duduk di pojok ruang. Menyenangkan, menenggelamkan pikiran melihat dan mengamati suasana. Bagaimana seorang suami istri lebih menghabiskan waktu mengawasi anaknya yang baru bisa jalan, kewalahan ingin ke sana kemari, atau depanku sibuk telpon menjelaskan rencana bisnisnya di Arab Suadi. Ada lagi, sekadar sarapan kemudian pergi setelah kopi dan makanan habis.
2 notes · View notes
nanura · 2 years
Text
Sulung.
Apa yang terbesit di benakmu ketika membaca atau mendengar kata sulung?
Jawabku, tegas anak pertama menanggung beban keluarga. Berusaha menjadi penyeimbang, menjadi si pengambil jarum di antara tumpukan jerami. Atau menjadi perisai, tahan hujaman dari ganasnya pedang. Begitu kodrat si sulung. Iya, aku si sulung.
Tetiba aku menangis sejadinya. Pikiran tengah malam memang sering kali melantur, melanglang ke antah brantah, menuju ke tempat yang semu tidak bertuju, tapi rasa terlalu terikat.
Rasa sakit menjadi sulung, rasa berusaha kuat, tetap berdiri walau bahagia diri terkadang dikebiri. Bagaiamana harus menahan ambisi, pretensi, untuk sanak saudara.
Sebutan sulung pun lekat denganku, tak hanya diriku, Priaku, dan Aruna gadis pertamaku adalah sulung. Ya, kami bertiga adalah sulung. Terlintas ketakutan, kalau Aruna kelak mendapat rasa menjadi sulung seperti aku atau si priaku.
Harapku cuma satu, sebagai sulung semoga Aruna bisa bebas mengutarakan maksud,menyampaikab apa yang diingini. Tak perlu menahan, dan bisa terbuka dengan kami. Rasanya menahan diri seperti terperangkap tak bisa bernapas. Ada sesal diakhir atau mau tak mau mengedepankan rasa ikhlas. Aku mau arunaku bahagia.
19 notes · View notes
nanura · 2 years
Text
Waktu terlalu cepat berlari, kaki ini serasa terbang memaksa berdekatan dengan waktu. Hingga tak sadar, sudah banyak perubahan dalam diri. Lingkungan cepat berganti, fase hidup tak lagi sederhana layaknya origami yang dilipat dua.
Salah satunya kamu, hidupku menjadi ajaib. Fasih, aku paham masa ini hanya sekali aku rasakan, meskipun Tuhan kelak memberi rezeki yang serupa, aku yakin beda rasa.
Kamu menjadikan aku sosok Ibu, walau di usiamu 10 bulan kamu lebih lancar memanggil "Bapa", tanpa lafal k.
Sedih? Tentu saja tidak, segala tingkah dan ucapmu terasa jenaka buatku.
Apalagi kamu sudah bisa memilih buku mana yang ingin kamu baca. Ada ruru si dinosaurus yang pandai sikat gigi sampai kisah dongeng si tudung merah.
Atau ketika aku meluruhkan egoku untuk membiarkanmu melihat tv, kamu bisa bergumam meniru salah satu tayangan gajah menyanyi, atau bebek.
Walau terasa jenaka, terkadang aku lelah. Ingin kembali memiliki keluangan untuk menyendiri. Yah, namanya manusia, terlalu banyak kemauan, tapi tidak tahu kebutuhan dan prioritas.
Egoku yang tidak punya akal ini sempat berharap kamu tumbuh dengan cepat, biar tak lagi kewalahan mengurus segalanya.
Lucu, kan? Kini malah aku sedih bukan main kamu tumbuh dengan cepat. Sedih sekali membayangkan kita memiliki waktu masing-masing yang tidak bisa dijamah.
Melihat film atau serial soal hubungan ibu dan anak luar biasa menguras air mata. Banyak pertanyaan atau sebenarnya memiliki peranan menyakinkan aku untuk kuat.
Tinggal sebulan lagi tak terasa kamu 1 tahun. Memiliki kamu adalah momen terindah buatku.
Momen ini juga aku rindu orang tuaku. Bagaimana mereka harus merelakan, iklas, dan mendoakan untuk aku dan adikku, yang notabene tak lagi seatap. Bagaimana mengorbankan segala rutinitas bersama; adik dan ayah nonton bola bersama, momen buka puasa dan sahur bersama, membantu ibu membuat kue. Tak ada lagi tiap pagi yang dibangunkan subuh, dibuatkan air hangat, dijemput di stasiun.
Regards,
Aku nadya anak ayah ibu yang rindu tinggal bersama, yang kini jadi ibu. Aku kangen. Semoga semuanya sehat.
6 notes · View notes
nanura · 2 years
Text
Ketika ditanya apa yang membuatmu bahagia? Jawabku singkat saja, ketika diri berkuasa, bukan lagi dikendalikan penguasa. Tak ada lekuk yang menahan bongkahan rasa, tetapi yang berandil memancarkan asa.
ps.
Katanya manusia serba bisa, dihantam kerikil lumpuhkan karsa.
2 notes · View notes
nanura · 2 years
Text
Bermuram durja menjadi karibku di akhir pekan. Merasa beribu tekanan menghantam hati dan pikiran.
Diri terlalu sibuk mengatur segalanya sesuai tatanan. Pada akhirnya ekspetasi berbeda jalur dengan kenyataan. Kemudian, mulai menghukum diri bagai tahanan. Bak algojo yang gembira ria, memasung tanpa pengampunan.
Menangis, mencari pelampiasan. Tutup telinga dari segala masukan. Terlalu sering pikiran melompat jauh tanpa arah dan batasan. Gamang, mencari solusi atau sekadar gundah didengarkan.
Hari ini, aku tahu butuh pelukan. Tapi diri terlalu jumawa mengungkapkan. Mau sampai kapan? Terlalu banyak perangai "andaikan" dalam keseharian. Sayangnya si "Andaikan" ini bukan solusi, malah tak membuat nyaman.
Cukup sampai disitu mereka mengatakan. Diri tak perlu disalahkan. Apalagi kerap membandingkan. Kenali diri perlahan, pahami emosi pelan-pelan. Satu-persatu kamu akan menemui jalan yang diinginkan. Tak perlu buru-buru karena segalanya bukan instan.
0 notes
nanura · 2 years
Text
30
Angka yang selalu aku tunggu tiap bulan
Bukan perkara notifikasi rekening yang menyenangkan
Tapi sosok mungilmu bertumbuh perlahan
Ada saja tingkahmu mengundang kebahagiaan
Senyummu merangkul cinta tanpa alasan
Saat ini kamu sudah tiga bulan, masih kunanti 30 di bulan depan
Hadirmu lekat dengan keceriaan purnama pun tahu citramu melipur kesunyian
Janjiku menemanimu sampai masa penghabisan, penuh cinta kasih menyelimuti sanubari kehidupan
1 note · View note
nanura · 3 years
Text
Aruna
terima kasih ya, sudah percaya sama kami, untuk hadir memberi warna baru, hadir melengkapi cita, cinta, dan kasih kami.
terima kasih, kemarin sudah berbaik hati menunjukkan wujudmu, ceriamu tak sabar ku nanti, tangis dan tawamu akan mendekap kami tiap hari.
terima kasih sudah memilih kami, menjadi sandaran hidupmu, menjadi pelabuhan terakhirmu. tak sabar rasanya menyentuhmu dengan segenap rasa, membelaimu dengan segenap suka. 
terima kasih Aruna, denganmu aku akan terus menjadi orang baru, banyak yang kami harus pelajari untuk membuatmu merasa aman dan nyaman.
kami doakan Aruna semakin kuat dan sehat. sampai akhirnya tiba, kita akan bergandengan tangan, berkutat dengan kehidupan.
terima kasih sekali lagi aruna :) anak ibu dan bapak.
cinta kasih kami tiada tara untukmu.
0 notes
nanura · 3 years
Text
nostalgia melankoli
Gadis berambut ikal termenung di bawah pohon Ek. Tak rindang,  tak ada terik surya, hanya angin sepoy hilir mudik, menemani imaji si Gadis Ikal.
Di depannya, terdengar riuh bocah bersenda gurau bersama taulan sebaya. Para bocah mengenakan pakaian yang sama, coklat lusuh, bak air kubangan dekat kucing yang sedari tadi tidur.
Bocah itu mengingatkan Si Gadis Ikal dengan sosok yang pernah singgah dalam hidupnya di masa kecil. Di masa ia bebas beragumen, berekspresi tanpa empati, tertawa riuh tak kenal gaduh.
Terlalu klise jika Si Gadis menyebutnya cinta, pada saat itu ia belum mahir membedakan mana cinta, atau rasa iba, atau batasan teman dengan emas tempawan. Semuanya serba abu. Ia paham betul rasa bungah, gembira, lekat dengan sosok Si Kecil itu. Sebut saja Si Monster Hijau. Lucu, ya. Dulu memang Si Gadis ikal menyebutnya seperti itu.
Namun, kesenangan hati memang tak abadi, ada kisah harus dipahami untuk berhenti, entah perkara komunikasi atau rasa yang yang telah menyisih.
Pada saat itu, Si Gadis Ikal kecewa, tak ingin berpaut dengan Si Monster Hijau. Yah, memang nasib. Walau saling berjarak, ada afeksi kian melekat. Sabtu, sore hari tak biasanya Si Monster Hijau hadir dan masih menetap. Tak ada batas meluapkan keceriaan. Ada yang aneh pikir Si Gadis, ia meminta Si Monster Hijau pulang, dan Si monster hijau pun menuruti.
Hari itu, sosoknya bukan lagi seperti monster, si bocah itu menjelma bak kawan karib.
Namun, tak dinyana kabar derita menyelimuti SI Monster Hijau. Kehilangan memayungi hidupnya. Aku tak bisa membantu apalagi membalikkan keadaan. Hanya petuah sabar dan iklas, sebagai tamengku berhadapan dengan Si Monster Hijau.
Begitulah kisahku dengan monster hijau tak ada akhir. Hanya memutuskan tak lagi berjalan beriringan. Hanya menyapa lewat dunia fana, melihat kisah bahagianya dengan pengantar angin. Kini hidupku dengan dirinya sudah berjalan masing-masing, punya kehidupan berbeda dengan jalan akhir tak sama.
Hari ini, kembali diingatkan kesedihan yang merasuk dalam dirinya, setelah kawan bercerita tentang hidupnya. Ia kehilangan mutiara yang dijaganya setengah mati. Bedanya aku tak bisa berhadapan langsung dengan dirinya, hanya menitip pesan dalam doa, merangkul dalam zikir. Sabar dan iklas menjadi penutup kisah ini untuk kamu Si Monster Hijau. Semoga semesta membawamu ke dalam nuansa bahagia kelak, menjadi sosok yang tangguh bersama sanak.  Aamiin.
0 notes