Text
A question once haunted me. Years later, the answer arrived. Quite, certain, like it always knew.
0 notes
Text
Menasihati Diri Sendiri
Kehidupan dunia itu kalau dikejar, melelahkan, dan tidak akan ada ujungnya.
Kamu boleh berhenti, tapi setelah mencoba melakukan semua hal yang bisa kamu kendalikan.
Masalah itu pasti akan terus menerus ada, di tahapan hidup manapun, di siapapun. Jadi, banyak-banyaklah belajar dari orang lain yang telah melewati masalah-masalah yang sedang dihadapi. Biar nggak stuck.
Nggak perlu ngurusin orang yang banyak drama.
Rezeki itu dari Allah, bukan dari manusia, bukan dari tempat kerja. Jadi, nggak usah takut buat ngambil keputusan besar kalau di kerjaan itu udah nggak lagi sejalan sama nilai-nilai yang kamu pegang.
Belajarlah untuk bertabayun, karena kamu pernah di fase hanya mendengarkan satu persektif seseorang dan kamu percaya, tapi akhirnya kamu sadar bahwa orang yang kamu dengarkan itulah yang sedang bermasalah hidupnya. Jangan telan mentah-mentah apa kata orang lain tentang seseorang sampai kamu menemukan buktinya.
Kalau kamu lagi buntu sama jalan yang diambil, itu bukan karena jalannya memang buntu, tapi kita kadang nggak sadar kalau sebenarnya kitalah yang bertugas untuk membuka jalan itu. Karena tujuanmu memang harus menempuh jalan yang belum pernah ada. Jadi, jangan dulu menyerah! Kamu ingin menasihati apa untuk dirimu sendiri?
360 notes
·
View notes
Text
Cerita Lari
Menemukan makna dalam setiap langkah. Atas rekomendasi seorang profesional dalam satu jam sesi konsul 2 tahun lalu aku memutuskan untuk lari. Padahal dari SD aku malas ikut olahraga, pemilihan sekolah saat SMP juga karena ga ada pelajaran olahraga wajib disana. Ternyata menjadi wanita dewasa dibumbui sedikit stressor, aku mulai mengupayakan olahraga menjadi bagian dari hidupku. Aku rasa, ini bentuk tanggung jawabku juga jadi manusia untuk menjaga dan memaksimalkan apa yang sudah menjadi titipan -Nya.
Di tengah hiruk pikuk pagi manusia di Jakarta dengan segudang urusannya masing-masing, aku menemukan ruang sunyi. Rasanya dunia mengecil saat itu, hanya ada aku, deru nafas yang masih belum stabil, derap langkah kaki menyapa aspal jalanan, pikiran yang demo minta dirapikan, dan bagian tubuh yang satu persatu terasa pegal. Semoga tidak ada lagi alpa batin dan jiwa untuk diri sendiri karena ruang dalam hidup terus menerus diberikan untuk orang lain.
Di tengah dunia yang terus bergerak, aku memilih sejenak untuk hanya bersama diriku sendiri.
Di tengah fomo-nya manusia lari (it’s a good kind of fomo, right?) sebenernya jadi banyak tekanan sih. Tapi menurutku ga semua orang harus latihan serius ngejar pace atau miles kan? For now, i do running for no reason gapapa yah?



1 note
·
View note
Text
The Twenties Debrief
I meant to do a countdown post before turning 30 ‘a cute little recap of my 20s’. But then Ramadan end, Eid happened, and suddenly I was knee-deep in nastar, socializing, and pretending to be functional. So now I'm just rolling with The Twenties Debrief a whole lot of "Is this what being an adult is?"
The first thing on my mind what so called being an adult is complex decision making, it’s weird to make a decision without a right answer. Adulthood is wild because there’s no manual. It’s not like when i was younger and there were obvious next steps school, graduation, etc. Like,
Do I stay in this job?
Do I actually like this city, or am I just used to it?
Do I go to this event or protect my peace at home?
Am I behind in life or just on my own timeline?
Is this friendship still healthy or just familiar?
Is this stress normal or should I talk to someone?
How do people have energy to meal prep, work out, and have hobbies?
Adulthood is just an endless mental to-do list, with a side of emotional overthinking. But that’s the truth of it: you’re not failing, you’re finding your own way. One choice, one lesson, one deep breath at a time. Keep going. You’re doing better than you think. It’s okay to be tired of all the adulthood stuff, may.
3 notes
·
View notes
Text
29 days before 30
Ga ada yg kasih tau sebelumnya kalau jadi dewasa ribet banget, isi kepalanya udah kayak kabel listrik di Konoha. Udah ga cuma mikirin diri sendiri lagi tapi juga banyak hal ((ga perlu di breakdown, pusing)). Kata beberapa orang terdekat saya sih, sayanya aja nih yang terlalu pemikir jadi stress sendiri. Jangan tanya gimana ga tambah stressnya saya bacain berita negara onoh, triggering. Karena diri mulai tidak kondusif, selama Ramadhan mau egois sedikit🤏🏻Aku mau fokus sama hal-hal yang penting buat diri sendiri dulu. Bentuk egois ini semoga membawa kebaikan khususnya buat diriku sendiri ya. Setting boundaries ke hal-hal yang bikin vibes jadi negative, tetep bekerja, lebih mindful jalanin Ramadhan dan segala kegiatannya serta bikin manfaat sebaik-baiknya.
3 minggu berjalan rasanya lebih fulfill, is not just about feeling happy. Apa-apa yang dijalanin bikin aku ngerasa alive, apakah ini yang disebut inner peace? Ga tau juga sih. Tentu masih ada struggle dan cobaannya ya, tapi lebih legowo.
May, besok besok baca ini ya kalo overwhelmed siapa tau bisa balik lagi ke track mindfully!
1 note
·
View note
Text
30 days before 30
Highlight di umur 20-an ini bagiku adalah betapa susahnya nerima diri sendiri. Seringkali kebingungan dengan apa yang sebenarnya dituju. Masih kerap diguncangkan sama perasaan diri sendiri, tapi kita ga akan tau sebenar-benarnya hanya dengan merenung tanpa bertindak. Awalnya yaudah jalanin aja buka semua pintu, mencari kesempatan, mengambil pilihan, menentukan keputusan, menerima tantangan.
Lalu semakin bertambah usia, semakin bertambah pula intensitas peristiwa yang aku rasa sangat melelahkan. Namun belakangan aku juga berterimakasih atasnya. Hal-hal tersebut yang membuatku sadar penerimaan ini harusnya aku serahkan pada Sang Pemilik Takdir.
Bahwa berdoa untuk diberi hati yang lapang dengan kesabaran begitu pentingnya. Menyelipkan rasa syukur di sela-sela peristiwa yang berhasil terlewati. Berterima kasih kepada diri sendiri atas apa-apa yang berhasil dilalui. Atas keikhlasan dalam menerima segala sesuatu yang berada di luar kendali. Atas murahnya hati dalam memaafkan siapapun yang melukai.
Terima kasih ya 30 tahun ini, udah sejauh ini ternyata. Ayo berkembang lebih indah lagi, lebih ceria, lebih semangat, lebih positive vibes, berbahagialah demi diri sendiri✨
++Oh Allah, bantu aku menjadi sebaik-baiknya ciptaan Mu, berilah kemudahan dan kesempatan diri ini mengenal diri sendiri dengan lebih baik lagi setiap harinya, bantu aku memaksimalkan anugerah dari Mu untuk bisa bermanfaat
Lets make the last day(sss) of our 20s more meaningful!
1 note
·
View note
Text
Kenalan Lagi, Kenalan Terus
“What should I do to make it easier for me to understand others?” “Understand yourself first.”
Rasanya, percakapan itu tidak asing, ya? Yup! Kamu mungkin sudah pernah mengetahuinya, saya juga. Namun, sesuatu yang sama jika dimaknai dalam konteks yang berbeda ternyata memang akan menyuguhkan insight yang berbeda pula. Seperti saat ini, ketika kalimat itu menjadi kepingan hikmah yang saya kantongi dari perjalanan belajar sepekan ke belakang. Berbagai diskusi dan analisa kasus membuat saya semakin menyadari, “Ternyata benar, sebelum menjadi psikolog, saya harus benar-benar memahami diri sendiri.” Aha!
Semua ini tentu saja masuk akal. Bagaimana bisa saya mengajak orang lain untuk memahami dirinya sendiri jika saya tidak lebih dulu memahami diri saya? Bagaimana caranya saya menasihati orang lain untuk mengelola emosinya dengan baik jika saya sendiri pun bahkan tidak kenal pada emosi-emosi yang saya miliki dan tidak tahu bagaimana cara mengelolanya? Bagaimana bisa saya mengantar orang lain untuk menemukan value hidupnya jika saya tidak pernah berpikir tentang value diri saya sendiri? Bagaimana bisa saya membantu orang lain di ranah ini jika saya tidak memahami diri atau justru masih menyimpan banyak kebingungan tentang diri saya sendiri?
Lucunya, berkali-kali saya merasa sudah memahami diri tapi berkali-kali pula asumsi itu terpatahkan sendiri oleh perjalanan-perjalanan yang terjadi berikutnya. Nyatanya, tidak pernah ada kata selesai dalam proses memahami diri: semakin merasa memahami, semakin ada sesuatu yang lain yang perlu dipahami. Maa syaa Allah.

Ini untukmu juga. Selamat berkenalan dengan setiap lapis diri. Selamat menemukan berbagai kejutan yang mengagetkan ataupun membahagiakan. Semoga semakin memahami diri, semakin besar pula rasa syukur kita kepada yang menciptakan diri.
197 notes
·
View notes
Text
Dulu itu aku well-prepared (semua-semuanya dipersiapkan dengan sebaik-baiknya). Dulu ketika ada sesuatu yang melenceng dari rencana, rasanya seperti kepala mau pecah. Kaku banget ya aku. Tiba pada suatu titik, aku lelah. Aku memilih untuk rehat, yang kuharap rehatku berkualitas.
Dalam rehatku yang sedikit panjang, banyak hal terjadi. Yang aku tau sedari dulu sebenarnya, tapi baru ku pahami maknanya. Kendalikan apa yang bisa kamu kendalikan.
Sekarang jauh lebih santai. Jauh lebih menerima kondisi yang ada. Mungkin memang harus ke sini dulu sebelum ke tujuan yang ada di sana. Sekarang ga terlalu overthink hal-hal yang di luar kuasa kita, terutama kaitannya dengan hasil. Karena hasil itu bukan sepenuhnya di tangan kita. Sebagian dari hasil adalah faktor tak terukur dan tak teratur.
Ya walaupun pikiran akan kendali ini masih muncul dan tenggelam, kurasa lebih baik. Dan semoga akan selalu lebih baik.
@kurniawangunadi @bentangpustaka-blog @careerclass
4 notes
·
View notes
Text
Tujuh Belas VS Kelana
Dua lagu yang menjadi favoritku di album Manusia milik Tulus adalah Tujuh Belas dan Kelana. Entah sengaja atau tidak tapi keduanya seperti paket pertanyaan dan jawaban, setidaknya bagiku.
Terik di mata dingin di raga Keringat untuk apa Dihantui ringkih lelah badan Berjuta alasan untuk kulari pergi berjuta alasan tetap di sini
Kelana mengartikan sebuah perjalanan dan proses seseorang yang menjalani makna kehidupan. Sesekali merasa terjebak, hilang arah, lelah dan putus asa. Bait-bait pertanyaan dalam liriknya seolah menguatkan perenunangan atas hidup yang dijalaninya. Mau tidak mau tapi harus dijalani.
Di Tujuh Belas aku seakan diingatkan akan memori pada usia itu. Masa-masa dimana aku masih bersemangat dengan dinamika yang baru muncul di fase awal menuju dewasa. Di tujuh belas, aku merasa bebas dan penuh semangat adalah bekal yang cukup melawan kerasnya dunia. Kontradiktif tapi solutif, aku diingatkan kembali dengan semangat masa itu untuk terus menjalani perjalananku meski tak mudah. Di bait-bait menuju akhir Tujuh Belas, Tulus berpesan,
Seberapa pun dewasa mengujimu Takkan lebih dari yang engkau bisa
Bahwasanya apa pun beban yang dipikul seseorang, tidak akan melebihi kemampuannya adalah sebuah jawaban. Seperti halnya yang pernah kudengar dari penggalan tafisr ayatNya.
@kurniawangunadi @bentangpustaka-blog @careerclass
4 notes
·
View notes
Text
Untuk apa yang harus aku hadapi, siapa takut?
Dengan segala kesulitan yang sedikit kuceritakan kemarin, siapa yang menyangka ternyata seiring bertambah usia semakin banyak hal yang terjadi di dunia ini.
Walaupun kadang kita ga pernah tau, akhir perjalanan yang kita jalani akan membawa kita kemana dan seperti apa. Tapi, menyadari adanya tanggung jawab yang besar, pertimbangan yang harus difikirkan, tugas yang perlu diselesaikan, sedangkan masalah pun masih datang silih berganti ITU SERU!
Seru, karena dalam kesulitannya aku lebih memahami apa yang ada dalam diriku sendiri. Memahami artinya bisa menurunkan ego untuk mengejar banyak hal serta menerima apa yang kujalani saat ini, memahami apa kebutuhan diri dan mengatur keinginan yang muncul tiba-tiba. Menantang sih, ternyata seni hidup menjadi dewasa seperti main lego, susun-runtuh-bangun-ulangi.
Dewasa bukan sesuatu yang menakutkan. Untuk apa yang harus aku hadapi, siapa takut?
@kurniawangunadi @bentangpustaka-blog @careerclass
2 notes
·
View notes
Text
Mungkin Salah
Mungkin jadi dewasa terasa sulit saat cara kita salah. Tapi ketika salah, artinya kita belajar bukan?
Iya, mungkin salah karena sebelum menjadi dewasa kita terbiasa dipilihkan pada suatu keputusan. Iya, mungkin salah saat beberapa konsekuensi yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita teratasi oleh orang lain. Iya, mungkin salah saat kita tidak terbiasa dengan resiko dari setiap pilihan atau keputusan. Iya, mungkin salah saat kita jatuh cinta secara bodoh, menghabiskan waktu serta energi dan mengorbankan cita-cita dan impian.
Eh ini hanya kemungkinan ya, berarti masih ada kemungkinan benarnya. Lagian gapapa salah, namanya juga pertama kali hidup, eh emang cuma sekali ya hidup.
Ada pepatah bilang, “Youth is a blunder, manhood a struggle, old age a regret.” Kalau kemungkinan salah tersebut benar, semoga sulit ini adalah struggle untuk sesuatu yang tidak akan kita sesalkan saat kita tua nanti.
@kurniawangunadi @bentangpustaka-blog @careerclass
1 note
·
View note
Text
Kenapa menjadi dewasa terasa sulit?
Sekitar 18 tahun yang lalu di tengah tanah lapang sekolah berbentuk persegi, aku dan beberapa temanku memimpikan betapa indahnya kehidupan orang dewasa. Kalau diingat sedikit menggelitik, tapi miris juga saat di ratapi.
“Orang dewasa mah enak, ga ada PR dan ga di atur-atur hidupnya” “Orang dewasa juga bisa bekerja, punya uang dan bebas membeli barang yang diinginkan” “Enak jadi dewasa, walaupun sendirian dia ngerasa aman dan nyaman”
Sahut-sahutan yang yaudah beberapa hari kemudian juga kita udah lupa, bahagia dapat mainan baru, sedih karena konflik pertemanan, atau bingung banyak tugas tambahan.
Kalau aku bisa bilang ke diriku sendiri dan teman-temanku di masa itu, “Hey, ternyata jadi dewasa rasanya sulit!”
@kurniawangunadi @bentangpustaka-blog @careerclass
1 note
·
View note
Text
“Manusia terlalu congkak dalam perkara hidup ini. Seolah-olah ia mampu untuk mengendalikan semuanya. Dan terlupa bahwasanya Allah yang Maha Berkehendak, Allah yang Maha Perkasa. Masih lupa kah kalian ini untuk selalu melibatkan Allah dalam perkara hidup kita?”
— Teruntuk diriku yang harus merenung
1 note
·
View note
Text
💓💕💗
Benih Itu Bertebaran!
Ceritanya tadi pagi waktu saya lagi sarapan sendirian di warung bubur, ada dua babang ojek online sedang ngobrol berdua. Karena posisi saya yang gak terlalu jauh, cuman terhalang dua meja, jadi apa yang mereka bicarakan bisa saya dengar secara tidak sengaja. Walaupun mereka menggunakan bahasa jawa, tapi saya paham maksud yang sedang mereka bicarakan. Tentang keluh kesah mereka menjadi driver ojek online yang kelelahan mencari uang; harus panas-panas, jalan jauh, menghadapi pelanggan yang nyebelin, dan lain-lain.
Lalu, apa yang salah dengan obrolan mereka?
Sebenarnya gak ada yang salah. Cuman saya kurang suka dengan keluh kesah yang sedang mereka lakukan. Saya sering kali kesal setiap mendengar orang yang mengeluh. Karena mengeluh adalah bentuk kepesimisan yang bisa menular atau membuat orang lain minder.
***
Menjelang siang selepas saya selesai kelas, ketika hendak mengumpulkan tugas ke office, langkah saya terhenti saat melihat satu laki-laki berkacamata yang juga sedang melihat saya.
“Eh, kok kayak kenal, ya?” Ucap saya menyapa sambil tersenyum.
“Apa kabar, Mbak? Wah Mbak Alfin juga disini?” Jawabnya langsung menanyakan kabar.
Obrolan kami singkat. Ia adalah adik tingkat saya dulu saat di kampus. Seharusnya saat ini ia menyelesaikan skripsinya. Tapi katanya, ia ingin wisuda periode Oktober tahun depan (jadi pas 4 tahun) dan waktu luangnya ia isi dengan belajar bahasa inggris sampai bisa sebagai persiapan kerja maupun lanjut S2. What a great idea?! Saya suka dengan pola pikir yang terarah dan terencana. Hal seperti ini mampu menambah semangat saya untuk tetap fokus pada rencana yang sudah saya buat dan usaha lebih kencang dari biasanya.
***
Pulang dari kelas saya kayuh sepeda saya menuju kos. Tiba-tiba di jalan seperti ada yang memanggil nama saya.
“Alfinaaaaaaaaaa….!”
Saya tolehkan kepala, dan benar saja. Ia adalah @rumaisyahw! Teman Tsanawiyah dan Aliyah saya, teman baik, teman rajin bolos kelas waktu dulu masih di pondok, haha. Karena kita sudah saling kenal, maka pertemuan singkat itu bisa jadi ajang ngobrol ngalor ngidul randomly tapi berfaedah. Totally increase my mood! Sukak deh ❤
***
Intinya adalah kita harus bisa stay positive dimana pun dan kapan pun. Sebab kita gak akan pernah tau kalau apa yang kita pikirkan atau ucapkan mampu membuat orang lain minder. Kita juga gak akan tau kalau ternyata pilihan yang kita buat bisa membuat orang lain lebih bersemangat.
Nyatanya kebaikan itu bertebaran dimana-mana. Hanya kita yang sering kali terlalu angkuh untuk menanam dan menebar benih-benihnya.
(Berdasarkan kejadian 2 hari yang lalu)
***
Kamar nomor 7, Pare. 16 November 2017 | 17.05 WIB Setelah hujan deras yang menyebabkan banjir di kampung ini hingga ke sudut kamar 😁
5 notes
·
View notes
Text
💃
jadilah orang yang runut dan rinci dalam menilai permasalahan. melihat dengan utuh berarti memahami sampai ke akar. namun, janganlah menjadi orang yang terlalu kaku dan menuntut kesempurnaan. apalagi, menjadi orang yang tidak mau mendengarkan. kenali yang mana kebutuhan yang mana keinginan.
dunia ini terlalu fana untuk kita memaksakan seluruh kehendak. hidup ini terlalu sebentar untuk kita meributkan yang tidak penting-penting amat. tidak semuanya harus terwujud kan? tidak semuanya harus terjadi seperti yang kita bayangkan. ada hal-hal yang tidak akan berubah nilainya meskipun berbeda bentuknya. santai saja. rajin-rajin memaafkan (diri sendiri) tidak berarti lunak dan mudah dikalahkan. justru, berarti kebesaran dan kekuatan.
819 notes
·
View notes
Text
I always admire every step you take fin, even though the step looks small but I know it is the steps towards a bigger step. Keep your spirits 'kecil-kecil cabe rawit'-ku💗💗💗
Kontemplasi Senja
Pernah gak sih kita berpikir yang kita lakukan sekarang ini benar atau nggak, ya? Di jalan-Nya atau nggak, ya? Bermanfaat atau nggak, ya? Berleha-leha atau nggak, ya?
Pernah gak?
***
Sudah jalan tiga bulan aku menetap di kota ini; kampung kecil yang menjadi ramai sebab pendatang. Jika dulu saat program pengabdian saja dalam dua bulan tidak terasa, apalagi sekarang? Sudah memasuki jalan tiga bulan dan aku merasa nyaman. Betah.
“Kapan sih Alfin merasa gak betah di suatu tempat? Kayak Alfin yang pengen pulang gitu atau gimana lah.” - Kata banyak teman.
Kapan, ya? Hidup aku memang begini. Nyaman berkelana di dunia perantauan. Bukan aku lupa kampung halaman, hanya aku masih menjadi seorang pengecut yang takut untuk memulai hidup di kampung halaman, di tempat baru bersama keluarga. Seharusnya terdengar menyenangkan, tapi tidak dengan aku.
Tiga bulan aku disini. Apa yang aku dapat? Aku dedikasikan seluruh pikiran, waktu dan materi untuk kegiatan aku di kampung ini. Usaha dan do'a tiada hentinya mengalun, berulang silih berganti layaknya pagi dan malam. Hingga datang hal tak terduga hadir merebut konsentrasiku.
Kemudian aku berpikir. Apa benar jalan yang sedang aku lalui saat ini? Mau sampai kapan aku disini? Aku sudah mundur satu bulan dari time schedule. Haruskah aku membuat pilihan yang tidak ingin aku buat?
Beberapa kali tawaran menulis aku tolak. Beberapa kali tawaran kolaborasi event aku tolak. Beberapa kali tawaran kerja aku tolak. Beberapa kali tawaran kegiatan relawan aku tolak. Beberapa kali acara seminar dan konferensi luar negeri aku tolak. Beberapa kali tawaran bisnis aku tolak.
Mau berapa banyak lagi yang aku tolak demi satu tawaran utama yang sedang diperjuangkan untuk datang? Adalah tawaran beasiswa luar negeri, serta surat keterangan diterima tanpa syarat di salah satu universitas terbaik dunia.
Lelah, Fin? Padahal Allah sudah berikan sajadahNya untuk berkeluh kesah. Padahkan Allah sudah berkata untuk perbanyak sabar dan sholat. Entah bagaimana usahaku dalam seimbangkan belajar, main dan mendekatkan diri pada Kuasa.
Kemudian aku berpikir kembali. Sepertinya aku memasuki gerbang jenuh, atau mungkin gerbang gelisah. Mulai gundah oleh sebab yang dibuat-buat.
Nikmati proses, bukan diratapi. Iya, Fin. Nikmatin, nikmatin! Berharap itu sama Allah! Yakin kalau hasil gak akan pernah mengkhianati proses. Ada Mama dan Bapak nunggu di rumah :)
***
Kepada yang tak diduga, semoga kamu kuat menghadapi seorang Alfin. Kalau mulai goyah, lebih baik berhenti daripada resah. Kalau masih mau berjuang, semoga Allah bersama langkahmu.
***
Kamar nomor 7, Pare. 07 November 2017 | 22.00 WIB (hasil kontemplasi senja tadi)
4 notes
·
View notes