nyovi
nyovi
HSP/HSE
212 posts
Pecinta chili oil
Don't wanna be here? Send us removal request.
nyovi · 3 months ago
Text
Ya Tuhan lapangkan segala jalan yang aku pilih. Jikapun harus berliku, kasar, atau bahkan gelap, beri aku kekuatan untuk tidak menyerah dan tetap percaya semua akan kembali baik-baik saja suatu saat nanti.
328 notes · View notes
nyovi · 3 months ago
Text
Kalo kita ga melatih diri untuk membagi kesibukan antara kesibukan pribadi dengan kesibukan bersama, Allah akan terus sibukkan kita dengan urusan diri kita.
Bandung, 4 Juni 2025 Sebuah pesan nampol di dalam forum bersama para mentor ketika diri mulai sering comparing me time nya mulai berkurang :')))
0 notes
nyovi · 3 months ago
Text
Bukan Mengurangi Amal, Tapi Menambah Tadhiyah
April dan Mei kemarin rasanya benar-benar jadi bulan pembuktian tentang konektivitas antara pengorbanan dan keberkahan waktu. Aneh tapi nyata, semakin banyak amanah yang harus diurus, justru waktu terasa makin produktif. Tugas-tugas yang biasanya tertunda tiba-tiba bisa kelar satu per satu. Kalau pakai istilah teori produksi, ini mirip dengan Parkinson’s Law: “Work expands to fill the time available for its completion.” Artinya, kalau kita kasih satu tahun untuk ngerjain sesuatu, kerjaan itu bakal kelar dalam setahun. Tapi kalau targetnya kelar dalam sehari, ya bisa selesai dalam sehari juga. Bukan karena kita tiba-tiba jadi Bandung Bondowoso atau Dewi Kwan Im yang serba multitasking dan banyak tangannya. Sesimpel, kamu udah ga ada banyak pilihan lain selain segera diselesaikan.
Mungkin itu juga yang terjadi dalam dua bulan terakhir ini. Waktunya super padat karena ada dua agenda besar yang deadlinenya berdekatan: internal audit ITB dan biotechnology fair. Dua-duanya penuh dengan printilan yang makan waktu dan perlu dicek setiap hari karena melibatkan banyak pihak eksternal. Rasanya udah kayak full timer beneran di kampus karena setiap hari masuk dan ngerjain macem-macem sampai lembur.
Qadarullah, di saat yang sama, tugas asisten riset dan asrama juga lagi banyak agenda yang harus diberesin. Belum lagi tiba-tiba harus pegang lima forum pekanan karena satu dan lain hal. Padahal biasanya forum asrama dan forum pekanan suka ketunda karena merasa “masih ada waktu”, tapi kali ini semua serba kepepet, dan jadi efisien pengambilan keputusannya karena waktu yang sempit tadi. Pas ngisi evaluasi pekanan sempet kaget juga karena 8 forum berbeda dalam sepekan berjalan semua selama dua bulan terakhir padahal biasanya pegang 1 forum pekanan aja suka kadang jalan, kadang enggak. Alhamdulillah, biidznillah wa bifadhlillah, kalau dipikir-pikir, semua itu kayaknya mustahil. Tapi ternyata bisa juga dilalui dengan cukup lancar meskipun ada beberapa yang harus ditinggal sebentar dulu (alias: didelegasikan, hehe).
Jadi inget kata-kata Teh Karina Hakman di sebuah kelas motherhood tentang work-life balance: kalau kita pengen amanah kita hasilnya berkualitas, bukan amalan lainnya yang dikurangin, justru jihad dan tadhiyah/pengorbanannya yang perlu ditambah. Konteksnya di sini kalau kita jadi ibu, kerjaan teh banyak pisan. Lalu gimana bagi waktunya? Apalagi buat ibu yang bekerja? Ternyata yang dieliminasi bukan tugas sebagai ibu yang banyak tadi, melainkan hal-hal non prioritas atau hal-hal mubah kayak nonton drakor atau scroll medsos lah yang harus dikurangin. Jadi emang beda effortnya ketika ngerjain sesuatu yang deadlinenya sehari dan yang deadlinenya tujuh hari, atau ketika ngerjain satu amanah dengan ngerjain sebelas amanah dalam waktu bersamaan. Beda di begadangnya, beda di berdarah-berdarahnya dan bisa beda banget americano yang harus dibelinya wk. Perbedaan-perbedaan itu kali ya makna jihad dan tadhiyah yang selama ini suka diobrolin sama teman-teman di kampus. Yang kadang ga kita sadari tapi ternyata kita lagi naik satu step ke tingkatan amal berikutnya.
Semoga bisa terus produktif dengan seizin Allah :)
Bandung, 3 Juni 2025 Semoga Juni ini segera dapat kabar baik
0 notes
nyovi · 4 months ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Sebuah privilege punya circle yang kalau ngingetin, orientasinya ke Allah, bukan human centered. Sebuah privilege lagi, circlenya ternyata ring 1 nya Pak Cahyadi, konselor pernikahan. Gratis curhat dan dapat tausiyah setiap hari :')
Bandung, 13 Mei 2025 Di tengah-tengah badai AMI
2 notes · View notes
nyovi · 4 months ago
Text
Halus sekali sampai kadang diri tak sadar ada yang masuk ke dalam sela-sela niat kita setiap hari. Semoga Allah ampunkan, semoga Allah luruskan kembali.
Bandung, 12 Mei 2025
1 note · View note
nyovi · 4 months ago
Text
Jangan Menambah Beban Diri, Jangan Bakar Pahala Sendiri
Seorang sahabat pernah bilang, "pantas ya Teh dulu tuh kerjaan kita ga banyak, tapi selalu capek, selalu ga puas, selalu merasa berat padahal dakwah itu harusnya bikin kita makin dekat dengan Allah, makin ringan hati, makin ridho dengan ujian dalam beramal jama'i. Mungkin Allah cabut berkah amal-amal dakwah kita karena kita mengerjakannya di atas aktivitas ghibah."
Aduh! Rasanya kayak ditusuk sembilu. Iya banget lagi.
Beberapa tahun lalu aku dan sahabatku tadi pernah kerja bareng di sebuah organisasi mahasiswa yang entah kenapa aku selalu nangis di sepanjang kepengurusan. Rasanya mata ini kayak dicuci setiap bulan, paling tidak minimal 2 kali. Capekkk banget. Tapi ga tau apa yang bikin capek. Usut punya usut memang ada beberapa orang di circle kami yang dijadikan korban ghibah dengan tameng "si x ga manusiawi, si y kalo kasih kerjaan banyak, si z ga suka turun tangan" dst. Bukannya menengahi, kadang-kadang aku pun justru mengompori obrolan tak bermanfaat tadi.
Pekan lalu, saat mukhayam, mood-ku kurang baik karena sikap seseorang. Tanpa aku cerita dengan utuh, sahabat tadi langsung menangkap situasiku hari itu dan nyeletuk, "lagi ga pengen bahas orang ya aku teh," semacam ingin memberi sinyal, "please jangan curhat yang enggak-enggak, kita lagi nyari pahala di sini." Iya, hari itu aku pun sebenarnya sedang menahan diri untuk tidak merusak agenda mukhayam kami, sayangnya moodku udah terlanjur bubar. Tapi alhamdulillah bi fadhlillah, saat mendengar kalimat preventif dari sahabat tadi, alih-alih kecewa aku justru lega menyadari dititipi seorang sahabat sama Allah yang mampu menahan dirinya untuk tidak memvalidasi semua ceritaku, apalagi cerita-cerita itu mengandung kerusakan di dalamnya.
Akhir-akhir ini aku baru sadar di 1,5 tahun ke belakang aku banyak beramanah di tempat yang sebenarnya secara jumlah SDM sedikit sekali tapi kerjaannya segudang. Rasa-rasanya ga lebih worth it dari amanah yang sebelumnya. Tapi semua kerja keras di 1,5 tahun ini tidak ada perasaan berat yang membuatku sampai pengen resign atau nangis bombay. Bahkan tidak terasa banyak "legacy" yang mulai akan kami tinggalkan satu persatu di kampus kami tercinta. Ternyata benar, kusadari circle tim baru ini yang rata-rata alumni dan dosen lebih senang membahas ide daripada ngomongin personal orang. Bahkan ketika mau tidak mau membahas nama orang, biasanya yang dibahas cuma seputar bagi tugas.
Lalu teringat Abu Hanifah, ulama yang faqih dan zuhud, yang sampai kini kita kenali ilmu-ilmunya.
Abdullah bin Mubarak pernah berdiskusi dengan Sufyan at-Tsauri tentang Abu Hanifah, ما أبعد أبا حنيفة من الغِيبة! ما سمعته يغتاب عدوًّا له، قال: والله هو أعقل من أن يسلِّط على حسناته ما يذهب بها "Sungguh Abu Hanifah sangat menghindari ghibah. Belum pernah aku mendengar beliau meng-ghibah seseorang sampaipun musuhnya." Lalu Sufyan mengatakan, "Demi Allah, beliau sangat menyadari sehingga jangan sampai pahalanya hilang." (Manaqib Abu Hanifah, 1/190)
Mungkin itulah salah satu keutamaan beliau sampai ilmunya berkah melimpah ruah dan masih menjadi legacy beliau hingga detik ini ya. Beliau tidak membiarkan dirinya terlarut dalam kerusakan diri meski tentu tak mudah menjadi ulama di masa itu. Pasti akan ada masanya beliau ingin curhat, tapi tidak dieksekusi.
Satu pelajaran penting dari agenda mukhayam terakhir, mau seburuk apapun hari yang kita lewati, jaga diri untuk tidak menjadikan pihak lain sebagai kambing hitam karena nafsu kita untuk meng-ghibah. Ghibah ini biasanya halus banget, awalnya pengen curhat aja, pengen berkeluh kesah aja, tapi lama-lama nyebut nama, lama-lama nyebut kejelekan si fulan/ah, lama-lama nyari-nyari kesalahan, eh lama-lama fitnah.
Secara psikis tanpa sadar atau tidak, semakin kita meng-ghibah seseorang dalam circle kita, semakin tervalidasi semua emosi negatif kita dan semakin berat beban dalam beraktivitas bersama. Belum lagi hangusnya pahala-pahala amal kita. Padahal pahala kita tak seberapa, bahkan belum cukup menjadi alasan masuk surga. Maka, jangan dibuang sia-sia hanya dengan perilaku buruk yang Allah dan RasulNya saja tak suka.
Bandung, 11 Mei 2025 Pasca Tracking Kedua
1 note · View note
nyovi · 5 months ago
Text
Mencintai Apapun Peran Kita
Suatu hari di Laboratorium Genetika 1 SITH, seorang teman berkata, "aku lagi mencoba mencintai lab, Mbak." Hari itu dia nampak kusut dan banyak sekali pekerjaan lab yang harus diselesaikan, sedangkan work bench bersama terlihat sangat berantakan. Aku langsung paham dia tidak hanya sedang mencoba mencintai peran barunya sebagai peneliti melainkan juga mencintai segala kekurangan lab tempat kami akan menyelesaikan tugas akhir beberapa semester ke depan.
Kalimat teman satu lab tadi sebenarnya membuatku teringat dengan nasihat seorang tokoh yang cukup terkenal saat banjir Jabodetabek 2016 yaitu Pak Sutopo Purwo Nugroho atau biasa dipanggil Pak Topo. Beliau adalah kepala humas BMKG, salah satu orang yang mengubah sudut pandangku tentang dunia kerja. Pak Topo pernah berbicara bahwa nilai seorang pekerja bukan dilihat dari jabatan atau posisinya melainkan seberapa ia mencintai pekerjaannya. Kemudian di dalam wawancara lain beliau menjelaskan arti mencintai pekerjaan ini adalah terus bermanfaat untuk orang lain atau dalam bahasa lain beramal salih untuk sekitar meski banyak ketidakidealan di dalam pekerjaan atau diri pekerja tadi. Dengan rasa cinta pada peran kita dimanapun kita bekerja, menurut Pak Topo kita sedang menjadi humas atau duta untuk peran-peran kita yang bermanfaat. Kita secara tidak langsung sedang menyampaikan pesan bahwa pekerjaan atau peran kita juga memiliki value yang luar biasa untuk masyarakat atau bahkan dunia.
Sebenarnya dunia kerja dimanapun itu jauh dari idealita sehingga benar kata Pak Topo tadi, kitalah yang harus memberikan value pada pekerjaan kita dengan cara mencintai amal-amal salih kita. Tidak ada kantor yang bisa mem-provide kesempurnaan meski korporasi setingkat Google atau Microsoft sekalipun. Juga ketika kita senantiasa mencari validasi atas diri kita dalam suatu pekerjaan tidak akan pernah ada habisnya. Hari ini mungkin kita sudah senang/tenang diterima kerja di korporasi bonavide, tapi suatu ketika akan ada saatnya kita ingin jabatan yang lebih baik, posisi yang lebih mapan, atau gaji yang meningkat entah karena tuntutan lingkungan atau sekedar keinginan pribadi. Kita yang pernah mengenyam pendidikan tinggi mungkin memiliki privilege untuk memilih pekerjaan, menaiki jabatan atau menduduki posisi strategis. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua orang memiliki privilege itu. Lalu apakah lantas mereka yang tidak memiliki pekerjaan dengan posisi mentereng atau mereka yang bekerja di kelas strata sosial terendah tidak berharga? Tidak bisa menemukan value dalam pekerjaannya? Atau bahkan dianggap tidak bisa bermanfaat?
Tentu tidak.
Akhir-akhir ini kita melihat fenomena bahwa pemadam kebakaran dianggap sebagai pahlawan sosial. Kini mereka adalah tim yang paling banyak dibicarakan di sosial media karena dedikasinya. Hal ini hanya karena tak sedikit anggota pemadam kebakaran yang masih bisa tersenyum bangga di dalam foto selesai keluar got mengambil sebuah kunci mobil milik warga yang terjatuh atau memegang biawak yang menyelinap ke rooftop rumah warga.
Begitupun dengan tugas satpam yang dulu dianggap pekerjaan tidak penting, tiba-tiba viral dan masuk ke dalam list pekerjaan yang disegani karena satpam-satpam di sebuah bank swasta ternama di Indonesia yang selalu melayani pelanggan dengan sepenuh hati. Suatu ketika bahkan ada pelanggan yang memberikan hadiah kepada satpam di bank tersebut karena tersentuh dengan dedikasinya.
Pun dengan teman-teman di Pandawara yang bergelut dengan sampah. Tak sedikit para penghuni sosmed kini jadi melek pentingnya pengelolaan sampah dan menjaga sungai karena tim Pandawara yang mampu meng-influence follower-nya melalui passion dan rasa cinta pada pekerjaannya. Padahal dulu tukang sampah adalah strata pekerjaan terendah dan paling tidak dihargai.
Tak ketinggalan dengan peran ibu rumah tangga yang berubah stigmanya semenjak Bu Retnohening, Ibuknya Mba Kirana viral. Banyak yang kemudian tak segan membagikan jatuh bangunnya menjadi seorang Ibu di sosmednya alih-alih hanya mengunggah milestones anaknya karena menjadi Ibu seutuhnya bukan perkara anak mendapat angka 100 di kelas melainkan ikhtiar berproses bersama antara ibu dan anak dalam "mengeja dunia".
Salah satu hal yang kadang membuat orang lain berubah pikiran akan suatu pekerjaan sebenarnya adalah bagaimana sikap pekerja tadi pada perannya. Tidak sedikit yang bikin ilfeel karena senantiasa mengeluhkan perannya padahal jabatannya tinggi, atau tak sedikit yang bikin ilfeel karena tidak cukup dedikatif dan cenderung koruptif padahal perannya sangat luas dan jabatannya mentereng. Tak perlu dibuat kajiannya lagi karena sekarang menjadi politisi senantiasa dianggap buruk karena perilaku yang tidak dedikatif tadi. Hanya segelintir saja politisi yang bisa menjadi contoh dan itupun tetap dapat nyinyiran karena politik dianggap tempat kerja yang paling suram. Ingin menyebut sederet profesi lainnya yang sekarang mengalami "peyorasi" di masyarakat, tapi rasa-rasanya pembaca Tumblr ini sudah paham.
Akhir-akhir ini aku juga jadi kontemplasi ketika muncul beberapa orang yang mengungkapkan rasa tertariknya pada peran yang melekat denganku karena tanpa sadar aku cukup menikmatinya,
"Aku tuh kalo ngeliat Kak Novi dan three musketeers(1) sebenernya pengen jadi pengurus di PPSDM(2), Kak," atau
"Wah, happy ya Mbak jadi musyrifah/pembina di Rumah Pembinaan(3), jadi pengen gabung RP," atau
"Wah, keren Mbak bisa jadi asisten riset/AR, biar direkrut jadi AR gimana Mbak?" dst.
Padahal jauh sebelum menjalani peran-peran itu, aku sebenarnya tidak pernah sekalipun berpikir untuk terjun kesana, bahkan pekerjaan-pekerjaan itu tidak masuk dalam wishlist-ku dan aku hindari. Fun fact peran-peran tadi pernah membuatku stress dan nangis bombay di kamar. Tapi benar jika kita menikmati proses untuk senantiasa mencintai amal salih dari peran kita tadi, maka sekitar pun secara tidak langsung akan menghargai peran kita bahkan tidak sedikit yang mau ikut serta beramal salih bersama kita. Biidznillah bifadhlillah.
Tulisan ini didedikasikan untuk semua salihin-saliha yang perannya selalu luar biasa. Selamat berjumpa kembali dengan rutinitas kerja setelah libur panjang lebaran, selamat berproses dan mencintai peran-peran luar biasa yang Allah titipkan ke diri kita masing-masing :)
Magelang, 6 April 2025/8 Syawwal 1446 H
Note: (1) sebutan untuk beberapa pengurus PPSDM yang sangat aktif saat periode kepengurusanku (2) departemen kaderisasi di lembaga dakwah Kamil Pasca ITB (3) sebuah asrama yang dibangun bersama oleh teman-teman muslimah Kamil Pasca ITB
2 notes · View notes
nyovi · 7 months ago
Text
Starting over is never easy. There's always a lot of unknowns, but we should focus on the present.
Selamat melanjutkan peranmu di ITB Nov
0 notes
nyovi · 8 months ago
Text
Kita Selalu Punya Pilihan :)
Tumblr media
Jika mungkin Allah tidak takdirkan kita lahir dari keluarga, sosok orang tua yang mampu memberikan segala kebaikan di masa kecil, hal itu bukan berarti kita kehilangan peluang menjadi orang yang kuat dan berarti.
Wajar kok jika kita tumbuh dengan hati yang dipenuhi pertanyaan: 'Mengapa perhatian itu terasa begitu jauh? Mengapa kasih sayang itu terasa begitu sulit digapai? Kenapa hidup seolah tidak adil bagiku?'
Seringkali mungkin hati ini tergoda untuk terus meratap dan mencari alasan atas kekurangan yang kita alami saat ini, tetapi yang harus kita ingat, bahwa di dalam setiap tantangan itu, selalu ada pilihan untuk bangkit dan menjadikan luka sebagai pijakan.
Ibarat sebuah pohon yang tumbuh di lahan tandus, bukankah mereka memiliki akar yang kuat? Mungkin kita seperti itu. Tumbuh dalam keadaan 'kurang' kasih sayang di masa kecil, tetapi kita diberi kekuatan untuk bertahan, diberi keberanian untuk melangkah, dan diberi kebijaksanaan untuk memahami hidup dengan cara yang lebih dalam.
Mungkin perlahan kita harus mulai betul-betul memahami bahwa, kehidupan adalah tentang bagaimana kita bersikap atas apa yang telah terjadi. Masa lalu sampai kapanpun tidak akan pernah berubah, tetapi masa depan ada dalam genggaman tangan dan keteguhan pada hati kita.
Jadi, meskipun kasih orang tua mungkin terasa kurang, kasih Allah tak pernah berkurang. Dalam setiap doa, dalam setiap usaha, Allah selalu dekat. Dia mendengar rintihan hati kita, Dia melihat setiap langkah kecil kita menuju perbaikan, dan Dia bangga ketika kita memilih untuk bangkit, meski dengan luka di hati.
Tetap semangat yaa, jangan lupa minta pertolongan jika memang berat :)
207 notes · View notes
nyovi · 8 months ago
Text
Biarkan mereka terus menerka isi ataupun latar belakang rasa dari tulisan-tulisanmu. Tidak peduli anggapan benar atau salah mereka, tetaplah menulis.
199 notes · View notes
nyovi · 8 months ago
Text
In a failure, we never know what bad things Allah is trying to prevent from our future. So as a Muslim, the perspective on failure is not to see it as a total failure because there is always good behind it. Wallahu 'alimun hakiim.
Salman ITB, Rajab 18th, 1446 H
0 notes
nyovi · 8 months ago
Text
Belajar Hikmah dari Surah Al Kafirun
Ayat pertama surah Al Kafirun membicarakan tentang kaum kafir Quraisy walaupun pada dasarnya ditujukan kepada kaum kafir secara umum. Terdapat pendapat ulama yang menyatakan bahwa pada saat itu Rasulullah ﷺ diajak untuk menyembah sesembahan kaum kafir selama 1 tahun, kemudian sebagai gantinya, kaum kafir akan menyembah sesembahan Rasulullah ﷺ yaitu Allah.
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir” (Al Kafirun: 1)
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.” (Al Kafirun: 2), yaitu berhala dan tandingan-tandingan selain Allah.
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ
“Kamu juga bukan penyembah apa yang aku sembah.” (Al Kafirun: 3), yaitu yang aku sembah adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ
“Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.” (Al Kafirun: 4), maksudnya adalah aku tidak akan beribadah dengan mengikuti ibadah yang kalian lakukan, aku hanya ingin beribadah kepada Allah dengan cara yang Allah cintai dan ridhoi.
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ
“Kamu belum pernah menjadi penyembah apa yang aku sembah.” (Al Kafirun: 5), maksudnya adalah kalian tidak akan mengikuti perintah dan syari’at Allah dalam melakukan ibadah, bahkan yang kalian lakukan adalah membuat-buat ibadah sendiri yang sesuai selera hati kalian.
Setiap hamba pasti memiliki sesuatu yang ia sembah. Dalam ibadah islam, seorang hamba harus mengikuti ajaran yang sesuai dengan keyakinannya. Rasulullah ﷺ bersama para pengikutnya menyembah Allah berdasarkan aturan yang telah Allah tetapkan.
Inilah makna mendalam dari kalimat tauhid Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, yang berarti "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan ibadah kepada-Nya harus sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW." Sebaliknya, orang-orang musyrik memilih menyembah selain Allah, meskipun Allah tidak mengizinkan hal tersebut. Hal ini ditegaskan dalam ayat terakhir Al Kafirun.
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
“Untukmu agamamu dan untukku agamaku” (Al Kafirun: 6)
Dua pelajaran penting dari surah Al-Kafirun:
Pertama, ayat ini menunjukkan keteguhan iman dalam menerima ketentuan Allah, bahwa ada orang-orang yang tetap berada dalam kekafirannya, sebagaimana ada pula orang-orang yang teguh dalam keimanan.
Kedua, adanya kewajiban untuk menjauhkan diri, baik secara lahir maupun batin, dari kaum kafir dan kelompoknya.
Referensi: Tuasikal MA. Faedah tafsir Surat Al Kafirun [Internet]. Rumaysho.Com. 2021 [cited 2024 Dec 13]. Available from: https://rumaysho.com/1062-faedah-tafsir-surat-al-kafirun.html
7 notes · View notes
nyovi · 10 months ago
Text
Perjalanan menggenapkan setengah dien tak pernah mudah. Maka mintalah Allah yang aturkan, yang pilihkan, yg jalankan agar hati lapang dan tidak perlu rungsing dengan segala ketidakidealan karena yang akan kita nikahi hanyalah manusia, bukan malaikat.
1 note · View note
nyovi · 11 months ago
Text
"Kami akan membiarkan mereka dalam keburukan dari jalan yang tak mereka ketahui." (Al-Haqqah : 44)
Waspadalah jika engkau mendapati kemudahan dalam berbuat maksiat, jangan sampai menerjangnya! Itu adalah ujian. Allah menguji hamba-Nya dengan dimudahkan berbuat maksiat, mana yang mau sabar, mana yang terjerumus.
— Ibnu Utsaimin Rahimahullah
86 notes · View notes
nyovi · 1 year ago
Text
Batas jiwa pembelajar bukan berada pada jenjang studinya atau gelarnya melainkan pada sikap merasa cukup dan merasa lebihnya. Entah merasa lebih baik, merasa lebih pandai, atau merasa lebih paham.
Mari lebih banyak lagi mendengarkan dan menerima masukan orang lain 🤍
0 notes
nyovi · 1 year ago
Text
Buah ilmu adalah adab dan empati.
24 notes · View notes
nyovi · 1 year ago
Text
Respect sama orang yang mental healthnya berantakan tapi tetap hidup semestinya, ga milih ngerusak diri, ga salah pergaulan, selalu self improvement dan tetap perjuangin masa depan, kamu hebat! cuma orang pilihan yang mampu seperti itu.
believe your life will change. trust me -sajak.moodbooster
326 notes · View notes