Tumgik
parasitlajang · 3 months
Text
Mengencani Kesepian
Saya ingin pergi mengencani Kesepian. Saya ingin memelukinya pekat-pekat. Tengkuknya mengaburkan ingatan tentang segala harum yang memabukkan. Saya ingin tenggelam di tengkuk leher Kesepian. Mengecupinya. Menghirupinya lekat-lekat. Saya ingin mengajaknya menghabiskan waktu dengan segenap hasrat yang merenggangkan nilai-nilai. Saya ingin membacakannya potongan paragraf dari buku yang tengah saya baca. Saya ingin mendengarnya membantah tafsir-tafsir hingga ribut lalu sunyi karena pagut. Saya ingin menyaksikannya merunut ingatan yang lumer dan dan tercecer di lantai. Bau selimut dan kerak kamar mandi.
Mengapa kita tak pernah bisa berhenti mengutuk keramaian?
Saya ingin menolak banyak-banyak ajakan kencan karena saya hanya menginginkan Kesepian. Saya akan mengajaknya menonton film-film Godard sambil menertawai hidup kita masing-masing yang lugu dan gagal lucu. Gagal melantun. Gagal mengayuh. Gagal mengusap tiap peristiwa yang tak perlu kita simpan. Gagal memijak pada tiap pupus yang taat. Gagal melepas setiap kesetiaan. Saya ingin menemui Kesepian dengan pakaian terbaik saya. Terusan sepanjang betis dengan belahan dada rendah. Kesepian kemudian memeluk tubuh saya dari belakang; ia mengeja bahasa yang tak awam dari punggung saya. Ada yang pernah menulis puisi di sana, tapi Kesepian akan menghapusnya lekas-lekas dan menggantinya dengan lekat bayangannya yang memeluk erat-erat. Saya ingin merekam dengusnya di pundak saya. Saya ingin menghubunginya malam ini. Menanyakan kabarnya atau sekedar bertukar cuaca. Saya ingin mendengarnya berbicara. Mencatat artikulasi nada dari setiap muslihat rasa yang bisa kita terka. Saya tak peduli jika tubuhnya tak lagi meluang kesunyian. Saya tak peduli jika tubuhnya tak lagi meruang kepedihan. Saya ingin mengajaknya berdekapan di atas lantai dansa. Apakah rima masih setaat doa? Saya ingin mencatat persembunyian dari legam matanya. Biarkan lagu-lagu yang mendadak fals dari pengeras suara yang terbakar cuaca. Saya memilikimu malam ini. Kamu memiliki saya malam ini. Jangan hiraukan bercak singgah yang ada di kulit saya. Beberapa laki-laki memang terlalu gelisah untuk mengekalkan keinginan. Apa kau mau seteguk teh susu? Aku merebuskan semangkuk pemanis di celupnya. Apa kau mau membakar buku? Aku menyimpan segala catat luka di tepinya. Kau tahu wangi kopi kesukaanku. Ada kecap kecup bibirmu di landasnya. Saya tak tahu mengapa Kesepian begitu tabah menjawabi setiap pelukan.
;Pstdysphoria
4 notes · View notes
parasitlajang · 3 months
Text
Sedang berusaha mengumpulkan energi-energi baru untuk bahan tulisan setelah sekian lama kehilangan minat menulis. :)
You will write again, won’t you?
Franz Kafka, Letters to Felice
45 notes · View notes
parasitlajang · 8 months
Text
~ bukan dunia kita
Kita pernah menyayat garisgaris biru hitam; merawat harapan dan janji-janji kekal kehilangan mematahkan hatimu suatu waktu dan tak ada yang bisa kuselamatkan
4 notes · View notes
parasitlajang · 1 year
Text
Tumblr media Tumblr media
Suatu kali aku pernah bermimpi; aku melepaskan diri dari tubuhku, lalu menemui diriku sendiri. Aku mengajaknya pergi minum kopi dan kami bicara tentang banyak hal. Sambil menyesap teh panas yang airnya diseduh dari mataku, dia bertanya, bagaimana hari-harimu? apakah semua sudah lebih baik sekarang? Kita sudah jauh berlari demi menyelamatkan diri, beristirahatlah sebentar.
Aku memandangi matanya lekat-lekat; rupanya di sana masih ada sisa-sisa kepedihan.
6 notes · View notes
parasitlajang · 1 year
Text
/lebaran
"Kapan pulang?" Ibu mulai rutin bertanya perihal kepulanganku. Lebaran tinggal menghitung hari, dan aku sudah mengasah mentalku sejak jauh-jauh hari, demi menjawab pertanyaan basi tahunan "kapan kawin" dari orangorang, kerabat, dan sanak saudara. Aku akan duduk murung di sepanjang perjalanan delapan jam menuju kampung halamanku. Dengan isi kepala yang ramai, yang saling berbicara tentang betapa membosankan bertemu wajah-wajah menyebalkan yang tak ingin kulihat, atau duduk di kursi ruang tamu sembari ngemil kue semprit, sambil pura-pura mendengarkan dengan seksama, petuah orangorang tua tentang pasangan hidup dan kehidupan; tentu saja. Itu adalah situasi yang paling kubenci; namun aku harus bersusah payah lebih keras lagi untuk pura-pura tersenyum dan bersikap seolah aku belajar hal baru dengan petuah-petuah garing dan membosankan itu.
Bus yang kutumpangi akan tiba dini hari, saat semua orang masih dipeluk kantuk, atau baru selesai menyantap sahur. Aku selalu ingat paras tua ibuku, yang akan semangat membuka pintu dan berkata, "Alhamdulillah nak, kau datang dengan selamat," lalu beliau duduk di tepi ranjang, memperhatikanku membuka koper dan tas packingku, dengan raut maklum; aku tak pernah membawa oleh apa-apa selain pakaian dan alat-alat mandiku. betapa menyedihkan, aku bahkan tak memberinya peluk cium kerinduan.
Aku akan menyaksikan tetangga-tetangga yang pulang membawa nilai-nilai ulangan dan hasil rapor tahunan. Kubayangkan, dengan penuh semangat dan percaya diri mereka membuka koper dan mengeluarkan setumpuk daftar; Gaji yang naik berlipat, pekerjaan baru yang menjanjikan, calon istri/suami idaman, cita-cita dan harapan-harapan tentang masa depan, dengan wajah bahagia. Mungkin hasil rapor tahunan itu akan lebih bagus dipamerkan sambil menyantap ketupat lontong di meja makan, sambil berjanji penuh-penuh, "Pak, Bu, tahun depan aku berjanji akan membawa nilai-nilai ulangan yang lebih baik lagi. Aku pasti pulang membawa piala,"
Ibuku selalu tahu, dalam koperku aku tak pernah membawa hasil ulangan apa-apa. Kecuali daftar biaya hidup bulanan, gaji yang selalu stagnan dan tak ada harapan kenaikan, daftar cicilan rutin setiap bulan; tak ada daftar cita-cita dan impian.
Pulang nanti, aku bertekad memeluk ibuku erat-erat, sambil kubisikkan, "maaf bu, anakmu ini tak pernah naik kelas"
9 notes · View notes
parasitlajang · 1 year
Text
Dari mana asal muasal Misogini?
Belakangan ini, berita pelecehan dan kekerasan seksual selalu menjadi headline, di beranda temlen akun twitter saya. Ada saja berita pemerkosaan yang menimpa perempuan dan anak-anak. Membuat miris, sekaligus menyulut emosi. Bapak kandung melecehkan anak kandungnya sendiri, laki-laki dewasa yang memperkosa anak balita, penyandang disabilitas yang diperkosa laki-laki biadab yang kebetulan melihat korban sedang sendirian di dalam rumah, dan baru-baru ini,seorang remaja perempuan berusia belasan tahun,diperkosa oleh tiga orang tetangganya sendiri ketika hendak pergi tarawih. Benar-benar biadab!
Betapa menyedihkan menjadi perempuan. Hampir tidak ada ruang aman di sudut manapun di dunia ini untuk kami. Setiap hari, perempuan terus dibayang-bayangi ketakutan. Berita pelecehan dan kekerasan seksual, seolah jadi makanan rutin yang dikomsumsi tiap hari. Dan tentu saja, dengan budaya victim blaming dan rape culture yang dianut oleh masyarakat patriarkal ini; " Jika kamu diperkosa, itu bukan salah laki-laki. Tapi kamu sebagai perempuan, yang tak bisa menjaga diri. "
Bukan hal baru, jika dalam kasus kekerasan seksual, korbanlah yang selalu disalahkan alih-alih mendukung korban dan mengutuk pelakunya. Coba, berapa banyak orang yang peduli pada mental dan trauma korban kekerasan seksual? Nggak banyak. Barangkali hanya tiga puluh persen, dan sisanya adalah orang-orang yang hanya sibuk mencari tahu, pakaian apa yang dikenakan korban ketika terjadi pemerkosaan. Jika kebetulan korban berpakaian minim, dan sedang di luar rumah, di diskotik, sedang mabuk, atau sedang di pinggir jalan pun, masyarakat kita yg patriarkis ini akan berkomentar seksis sambil nyinyir, " Ya pantas lah, diperkosa. Lah pakaiannya aja begitu, mana sedang mabuk. Duh, perempuan nggak bener ternyata. Lah, udah tahu sendirian,kok ya mau diajak minum sama banyak laki-laki. " Atau jika kebetulan yang melakukan pelecehan adalah partnernya, mereka juga bakal nyelutuk kira-kira begini, " Sama pacar sendiri, mau sama mau kok ya ngaku diperkosa. Aneh bener, kemarin-kemarin emang pas ngewe emang ngerasain apa? dasar lonte! " Dan tentu saja komentar-komentar bodoh bernada misoginis begini sering saya temui di kolom komentar sosial media. Ini hanya salah satu contoh sikap/tindakan yang menormalisasi kekerasan seksual. Nah, pemakluman kekerasan seksual inilah yang disebut rape culture atau budaya pemerkosaan. Banyak hal yang menjadi penyebab kenapa masyarakat lebih suka menghakimi korban daripada menuntut pelaku untuk mengakui atau membuktikan kalau dirinya tak bersalah. Pertama, ketimpangan relasi alias laki-laki yang dianggap subjek dan perempuan itu objek. Secara sederhana, berangkat dari ketimpangan relasi inilah yang menempatkan perempuan sebagai kelas dua; dari objektifikasi tubuh perempuan beserta stigmasisasi dan pelabelan terhadap nilai nilai ketubuhan dan seksualitas perempuan itu sendiri. Pemikiran bahwa perempuan itu objek akhirnya menciptakan ideologi relasi kuasa. Sebuah kultur yang melanggengkan stigmasisasi bahwa perempuan itu makhluk lemah dan harus di bawah kuasa laki-laki. Kultur ini masuk sebagai kesadaran baru konstruksi sosial yang menempatkan laki-laki dengan citra maskulin, dan perempuan dengan citra feminin. Laki-laki diberi hak sebagai pengambil keputusan dan memimpin. Sementara perempuan diposisikan dan ditempatkan di ranah domestik; mengasuh anak, mengurus rumah tangga, dan melayani suami. Ketimpangan relasi yang memposisikan perempuan sebagai kelas dua ini, tak lain tak bukan adalah buah tangan dari ideologi patriarki.
Patriarki ini pula yang menciptakan mitos-mitos tentang tubuh perempuan. Sudah seberapa sering kita mendengar analogi tubuh perempuan yang disamakan dengan permen, ikan asin, jambret, rampok, bahkan duit 1M. :D
Analogi-analogi tentang tubuh perempuan ini tentu saja menunjukkan pola pikir masyarakat, bahwa perempuan itu adalah objek. Karena tubuh perempuan hanya dilihat sebagai objek dan seksualitas semata, maka itulah rape culture/pemakluman kekerasan seksual, susah dihilangkan dari pikiran masyarakat. Lalu kenapa budaya rape culture terus dilanggengkan dan dianggap hal yang normal dan wajar? Kenapa masyarakat selalu mengentengkan pelecehan seksual? Kenapa candaan seksis tentang kasus kekerasan seksual seolah jadi budaya dan bahkan perempuan juga tak jarang kerap menyalahkan korban, dengan ikut-ikutan melontarkan komentar-komentar seksis?
Mengutip dari Magdalene. Co, istilah rape culture sendiri lahir pada era 70 an, ketika gelombang feminisme kedua di AS sedang terjadi. Lalu terbitlah buku yang memakai istilah ini pertama kali, dengan judul " Rape: The First Sourcebook for Women; Noreen Connel.
Dalam kasus kekerasan seksual, percaya atau tidak Media juga punya andil besar kenapa budaya pemakluman terhadap kekerasan seksual ini, sulit sekali dihilangkan. Lihat saja, bagaimana cara Media memberitakan kasus pelecehan dan pemerkosaan dengan hanya fokus menyoroti korban. Belum lagi headline yang cenderung merendahkan korban dengan judul-judul yang berbau-bau seksis dan terkesan misoginis. Padahal Media yang seharusnya wadah besar dan peran ganda dalam memberikan informasi dan ikut membantu mengedukasi masyarakat, malah ikut-ikutan mengafirmasi budaya rape culture ini. Itu sebabnya dari cara Media memberitakan kasus kekerasan seksual, dan apa yang ditangkap oleh masyarakat akhirnya menciptakan sudut pandang bahwa pelecehan seksual adalah sesuatu yang lumrah.
Lalu, bagaimana cara melawan Rape Culture? Pertama, berhenti menyalahkan korban. Apapun pakaian yang ia kenakan, seberapa banyak alkohol yang ia minum, atau di manakah korban ketika pelecehan sedang berlangsung, itu sama sekali bukan bentuk persetujuan untuk dilecehkan. Kedua, jangan melontarkan candaan seksis dan menertawai kasus kekerasan seksual. Ini hanya akan menambah trauma korban dan korban semakin kesulitan dan enggan berbicara tentang pemerkosaan yang sedang dialami. Ketiga, fokus mengedukasi diri sendiri. Semakin kita memahami dan mengenal budaya pemerkosaan, kita akan jauh lebih peka dan punya empati terhadap korban. Dengan mengedukasi diri, kita akan punya pengetahuan yang cukup untuk dibagi ke masyarakat awam tentang bagaimana menentang budaya pemakluman kekerasan seksual agar tidak berlanjut ke generasi berikutnya.
Akhir tulisan ini, mari sama-sama kita renungkan. Apakah dalam diri kita, ada bibit-bibit misogini?
16 notes · View notes
parasitlajang · 1 year
Text
: Cemburu
seseorang bertanya, apa rasanya ciuman? lalu sahutku, entahlah. sudah lama aku tak berciuman. tapi mungkin enak, jika kau memagut bibir orang yang tepat.
kenapa? tanyaku. tidak ada. dia menjawab datar sekali. " Hari ini aku melihat seseorang yang kusuka sedang berciuman dengan masa lalunya, " jawabnya sekali lagi. kulihat pipinya memerah digulung-gulung sedih.
aku jadi merenung, ada tidak ya yang pernah mencemburui masa laluku?
10 notes · View notes
parasitlajang · 1 year
Text
Pada telapak tanganku ada garis-garis hitam; sisa kenang sedih-sedih yang panjang yang pernah melemparkan tubuhku ke jaman kegelapan. Aku mengutuk remuk hidupku setiap hari. Jauh sebelum kutemukan pintu keluar yang mengarah ke sebuah kota yang jauh; di mana ada sepasang mata yang kesepian di sana, hatinya yang berbau asap terbakar; menggodaku perlahan untuk menyerah pada api-api di dalamnya. Ya kekasihku yang jauh, barangkali aku telah lupa pada jalan berkelok menuju rumahmu. Bau anyir airair mata oleh duka yang baru lahir setelah kematianmu. Sempat kupetik bunga kamboja yang tumbuh di beranda rumahmu Kita tak saling mengucap apa-apa; dan akupun tak berjanji apakah suatu hati aku akan datang lagi
Pertemuan itu kekasih, mengingatkanku sekilas pada percakapan-percakapan terakhir kita. Aku masih merasakan lumat bibir dan gesekan tubuhmu yang hangat di dadaku; sayang, kita alpa bicara tentang perpisahan. Kata-kata menghilang, rindu semakin tumbuh liar di dengus napasku napasmu, sepanjang hari yang dingin oleh hujan itu, bibirmu terus menarikku ke dalam ciuman-ciumanmu; katamu, aku takkan pernah bisa kemana-mana lagi
Tapi kini, di telapak tanganku telah muncul garis-garis baru. Tak lagi hitam hitam; merah jambu dan sedikit kugambar jarak dan tepinya dengan darahku sendiri. Pintu keluar itu sudah jauh membawa tubuhku ke daratan yang terpisah dari ombak dan karang; tanpa bayang-bayang remang wajahmu yang pernah menjadi hantu, aku mengantar tubuhku sendiri ke sana
Aku mencari sepasang mata yang kesepian itu/melupakan segala ingatan yang gelap di dada/kuhapus jejakjejak burukmu/ya kekasih maaf aku sudah mencintai pemuda yang lain/barangkali melebihi cinta yang pernah kulumat habis di tubuhmu/aku berhak bahagia bukankah benar begitu/sebab itu aku memilih menanggalkan kegelapan yang suram itu/kan kucari dan kucintai pemuda ini penuhpenuh, dengan sengit seperti aku tak pernah mencintai siapasiapa sebelumnya/betapa bahagianya aku/batu nisanmu takkan lagi berhantu/yang tenang kekasih;aku sudah melupakanmu
/2022
5 notes · View notes
parasitlajang · 2 years
Text
Pada tiap-tiap kesendirian jiwa senyap membisikkan: sembunyi terbaik kesunyian meyelubungi renik keramaian.
~ Candra Malik
2 notes · View notes
parasitlajang · 2 years
Text
Aku sadari betul bahwa aku jarang sekali mendoakan diri sendiri, tapi aku tak pernah luput mendoakan orang-orang. Aku tak lupa mendoakan hal-hal baik yang sedang dan sudah kulakukan. Tapi aku berjanji diam-diam aku akan mulai membiasakan diri untuk mendoakan diri sendiri. Aku ingin tetap dianugerahi hati yang lapang, agar terus bisa memaafkan orang-orang; aku ingin diriku terus bertumbuh dan merawat kehidupan. Aku akan mendoakan tubuhku agar senantiasa sehat dan terus diberi kesabaran merawat anak batinku. Aku akan bersinar.
3 notes · View notes
parasitlajang · 2 years
Text
mencatat mimpi buruk
Pagi ini saya terbangun dengan perasaan datar. Lalu saya duduk melamun. Semalam saya bermimpi tentang hal yang sama lagi, dan saya benci mengingat perasaan sedih itu menjalar seperti perasaan yang nyata. Bukan hal aneh, ketika saya sedang bermimpi hal yang sedih-sedih tiba-tiba antara perasaan sadar dan nirsadar, air mata tiba-tiba mengalir begitu saja; seolah saya memang merasakan rasa sedih yang sebenarnya. Saya tidak tahu mengapa. Mungkin terdengar ganjil, tapi karena sudah sering mengalaminya jadi hal itu seperti tampak wajar dan biasa-biasa saja.
Saya tidak pernah mencatat mimpi-mimpi buruk itu, tapi ingatan yang melakukannya. Suatu kali, saya bermimpi kembali ke suasana masa kecil. Saya digandeng ibu. Beliau tampak terlihat muda; dengan rambutnya yang bergelombang dan diikat dengan sapu tangan lusuh berwarna biru pudar. Kami tak berbicara satu sama lain, hanya terus saja berjalan tak tahu sedang menuju ke mana, tapi di sekeliling adalah pemandangan yang sama, ketika saya masih usia anak-anak. Pohon-pohon yang berderet di pinggir jalan dengan tanda garis kapur, jalanan aspal yang kami lewati; lalu tatapan ibu yang memandangi saya dengan begitu sedih.
Saya sungguh tak tahu, apa arti mimpi itu. Saya merasa semuanya sudah baik-baik saja, tapi entah alam bawah sadar selalu memperistiwakan kejadian-kejadian masa lalu dengan gamblang lewat mimpi, dan perasaan-perasaan sedih terus terus mengulang trauma-trauma itu di kepala saya.
Dan kemudian mimpimimpi yang lain; ketika kau merasa seperti melompati dimensi waktu dan berlari untuk menemui seseorang di masa lalunya; seseorang yang bahkan belum pernah kau lihat dalam wujud nyata,lalu tiba-tiba kau menemuinya dalam mimpi; dengan ilusi masa lalu. Kau lihat jelas orang yang sama dengan wajah beberapa tahun yang tampak lebih muda. Wajah yang kau lihat itu tentu saja mengaku tak pernah melihat dan mengenalmu; sementara kau berdiri mematung di situ dengan perasaan yang rindu yang masih sama. Lalu tiba-tiba perasaan terluka menyelimuti perlahan-lahan, semua mendadak buram dan menghilang. Kau terbangun dengan rasa sedih yang luar biasa dan ngilu yang menghantam dadamu. Perasaan yg sama yg berulang, ketika kau bermimpi seseorang yang selalu kau rindu kedatangannya; pergi bercumbu dengan perempuan yg sama; perempuan yg datang lebih dulu dan barangkali tak pernah menamatkan ceceran kisah yang belum rampung.
Bagaimana jika memang di masa lalu; seseorang yang mengaku menyukai kau, tak pernah berharap mengenal atau bertemu dirimu di masa lalu. Lalu kaupun pelan-pelan mulai takut memikirkan kenyataan. Bagaimana jika bukan kamu?
Tapi sungguh naifnya; kenapa saya harus menduga-duga isi hati manusia. Kenapa pula saya harus sedungu itu mempercayai kembang tidur. Dan kenapa saya gemar mencatat sensasi aneh tentang mimpi-mimpi itu di dalam kepala. Sepertinya saya butuh memperbaiki kuantitas jam tidur malam saya. Siapa tahu mimpi yang bukan bukan itu datang, karena saya gemar menonton film yang bukan-bukan.
Matahari hanya menyembul sedikit, sebelum menghilang di balik tumpukan awan-awan hitam. Sepertinya malam ini akan ada hujan petir lagi. Saya tak pernah ingat, kapan terakhir kali pergi tidur dengan kepala tenang dan terbangun keesokan harinya dengan perasaan yang ringan.
4 notes · View notes
parasitlajang · 2 years
Text
//
Kau bisa belajar pelan-pelan, bahwa tidak semua hal berjalan lancar seperti yang kau inginkan. Meskipun begitu aku tak akan menyarankanmu untuk belajar menikmati ngilu-ngilu yang muncul tiap melihat pesanmu yang tak kunjung dibalas itu. Atau belajar menahan nyeri, ketika diam-diam kau menemukan si dia berbalas komentar dari mantan kekasihnya dengan emot love. Duh. 🥲
3 notes · View notes
parasitlajang · 2 years
Text
Dunia Kita #2
Hujan mulai sering mengguyur kota bunga-bunga kamboja berserakan ditampar tempias hujan menuliskan nama-nama
Gemuruh puisi-puisi usang luruh di wajahmu adakah aku di sana
Sementara hatiku jauh sudah tersesat berharap-harap cemas menanti kedatangan
Benarkah aku tempatmu ingin pulang
1 note · View note
parasitlajang · 2 years
Text
Dunia Kita
Kau hitung waktu dengan sabar,
Sementara aku juga setia menghitung angka demi angka di kalender
Genap usia perjalanan kita, hitam putih asmara; menunggu kisah menulis sejarah yang belum lengkap
Sementara puisi-puisimu selalu menjadi kembang gula favoritku
Tak apa, katamu. Manis cinta tak akan membunuh kita
Di panggung dunia milik kita; waktu tak pernah sia-sia.
3 notes · View notes
parasitlajang · 2 years
Text
Ruminasi
Semalam tadi aku tak tidur. Hujan angin dan petir terus mengguyur kota yang sunyi ini. Aku terjaga dengan ketakutan kilatan cahaya petir yang akan menyambar jendela kamarku yang setengah telanjang dengan hiasan gorden kayu. Bunyi derit kipas angin di langit-langit, suara berisik air hujan yang menghantam daun-daun pintu, hempasan angin yang menggoyang-goyang pucuk pepohonan tinggi dari kejauhan; langit dan mataku sama gelapnya. Tak ada bedanya: sama-sama sembab dan tanpa cahaya.
Kantuk pun rupanya tak pernah tiba hingga jam di layar gawaiku menunjuk angka tiga pagi. Seharusnya kupatuhi saja pantanganku untuk tidak minum kopi menjelang tidur. Aku benci tidak tidur semalaman dengan setumpuk kecemasan demi kecemasan yang bergantian berkecamuk di pikiranku. Melayang tubuhku dari batas kesadaran melampaui ruang-ruang asing yang membuatku betah tenggelam dalam situasi yang murung dan suram. Bisikan-bisikan yang seolah memanggili namaku dengan penuh nada sedih; memaksaku menggali lagi ketakutan-ketakutan akan nasib buruk yang mengganduli kaki dan tanganku. Kubayangkan lagi, ruhku akan menjelma kunang-kunang; memuja tubuhku yang sudah membusuk, tapi pagi rupanya tak sudi datang. Tak ada nyanyian dan sambutan; tak ada embun-embun yang menetes di ujung dedaunan; asap kabut yang menutup langit, dan tubuhku gagal melafal doa-doa untuk merayakan kematianku sendiri. Tapi harapan-harapan itu aku mesti simpan diam-diam; berharap sekali lagi nasib baik dari tubuhku yang lain memberi takdir yang baru.
Kota ini semakin tenggelam dalam guyuran hujan; semakin sunyi. Musim hujan begitu cepat tiba; bunga-bunga kamboja begitu rapuhnya berguguran dihantam tempias air siang dan malam. Sesekali kudapati burung-burung pantai yang terbang hilang kendali, sayap-sayapnya yang mungil menciprat butiran-butiran air; tapi yang merembes hanya air mata, parasnya adalah bibir pantai yang bisa mengggulung badai ombak kapan saja.
Duh, nasib perempuan ini. Biarlah, aku bertahan sekali lagi. Sedikit saja lagi. Biarlah puas aku menangisi masa-masa yang gagal, tapi aku tak hendak mengorbankan diriku sendiri untuk semuanya yang telai usai. Kecemasan-kecemasan ini akan tetap tinggal, tapi aku akan mengikuti bayangan hasratku menjemput mimpi-mimpiku yang lain. Sedikit lagi saja, bertahan, di dunia yang memang gila.
4 notes · View notes
parasitlajang · 2 years
Text
Mimpi
Tidak ingin lagi aku teruskan kecemasan-kecemasan ini, yang menjauhkan duniaku darimu, dan berujung kiamat. Aku benci perpisahan. Aku tak mau lagi menumpuk kemarahan yang tersebab cemburu. Sebab tak lagi berbicara denganmu jauh lebih menyiksaku.
Tidak ingin lagi aku teruskan kecemasan-kecemasan ini, yang membuat duniaku jauh lebih gelap. Tidak akan lagi aku berjalan di jalan yang ini lagi. Sebab aku masih punya mimpi dan aku aku tak mau kau terpisah dari garisku. Tak akan aku lakukan lagi.
4 notes · View notes
parasitlajang · 2 years
Text
Tumblr media
~ Toeti Heraty; sajak-sajak 33
4 notes · View notes