Tumgik
patahkaleng · 3 years
Text
Eduard Ivakdalam: Jenderal Kidal dari Selatan Papua
Tumblr media
Mustahil untuk tak mengingat nama Eduard Ivakdalam sebagai legenda sepak bola dari Tanah Papua. Mengawali karir sepakbolanya dengan bermain untuk PS Merauke, Kakak Edu, begitu biasa ia disapa, hijrah ke utara Papua untuk melanjutkan petualangannya bersama PS Maren Jayapura.
Perannya di tengah lapangan bak komando seorang jenderal di tengah medan pertempuran, sementara kemampuan kaki kirinya adalah sepucuk senjata yang siap mematikan lawan
Kepiawaiannya mengolah si kulit bundar, rupanya membuat Persipura Jayapura kepincut untuk memakai jasa pria kelahiran Merauke, 19 Desember 1974. Sejak medio 1994 membela panji Mutiara Hitam (julukan Persipura), Edu menjelma menjadi sosok yang sangat melekat dengan Persipura.
16 tahun atau lebih dari separuh karir sepakbolanya ia habiskan bersama Persipura (1994-2010), dan dua kali pula ia berdiri di podium juara (Divisi Utama 2005 dan ISL 2008/2009).
Salah satu kompatriotnya di Persipura yang sampai saat ini juga menemani Edu menukangi tim sepak bola Papua untuk PON XX, Gerald Pangkali, mengatakan bahwa sosok dari Eduard Ivakdalam merupakan contoh terbaik bagi generasi pesepakbola Papua selanjutnya.
"Paitua (Edu) adalah panutan sekaligus teladan yang harus dicontoh untuk seluruh pemain sepak bola di Papua, khususnya generasi penerus," ungkapnya.
Edu memang terkenal sebagai pesepakbola yang kharismatik, tak ayal pemain yang usianya di bawah dia pun memanggilnya Paitua, yang secara harafiah berarti Bapak Tua.
Selain itu, Edu juga dikenal sebagai pengayom yang ulung bagi rekan-rekannya baik semasa di Persipura, Persidafon Dafonsoro, atau Persiwa Wamena. Hal ini juga diungkapkan langsung oleh Juan Marcelo Cireli, rekan Edu sewaktu membela Laskar Gabus Sentani (julukan Persidafon).
Menurut Cireli yang saat ini juga menjadi pelatih untuk klub Liga 2, PSBS Biak, Kakak Edu adalah pemain yang sangat dihormati oleh pemain lain, baik rekan mau pun lawan.
"Saya bersyukur bisa bermain dan mengenal pemain seperti Edu. Dia adalah salah satu pemain sepak bola asal Papua terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia," imbuh pelatih berpaspor Argentina ini.
Kendati prestasi Edu saat di Persidafon dan Persiwa tak secemerlang dibanding ketika bersama Persipura. Namun, Cireli mengungkapkan pengalamannya yang paling berkesan selama bermain bersama Edu.
"Waktu itu, kita (Persidafon) menang atas Bontang FC (3-2) dalam laga play-off dan berhasil promosi ke ISL tahun 2011. Saya kira itu merupakan pertandingan yang akan selalu saya ingat selama bermain dengan Edu," kenangnya.
Seperti yang diketahui, saat ini, Edu dipercaya untuk menjadi pelatih kepala tim sepak bola PON Papua. Berbekal rentetan prestasi dan pengalamannya selama menjadi pemain, diharapkan juga mampu membawa tim sepakbola Papua meraih medali emas di PON ke-XX yang di mana Papua juga menjadi tuan rumah.
0 notes
patahkaleng · 3 years
Text
Mumtaz & Ihsan: Cinta di Neraka Sukru Saracoglu
Tumblr media
Mustahil untuk tak menyebut Sukru Saracoglu sebagai salah satu stadion sepak bola paling menakutkan di dunia. Narasi tentang stadion keramat milik Fenerbahce ini menjadi semakin liar, menyusul rentetan histori dan tragedi yang pernah terkubur di sini.
Riwayat perjalanan berdirinya stadion ini hingga secara resmi digunakan pada tahun 1908 pun tak luput dari tinta merah yang selanjutnya akan dikenang sebagai sejarah. Wabil khusus, tentang perseteruan abadi antara Fenerbahce dan Galatasaray yang saling berebut status klub terbaik di Kota Istanbul.
Rivalitas keduanya dikenal sebagai Eternal Derby atau Intercontinental Derby, dan telah dianggap sebagai salah satu pertandingan sepak bola paling panas di dunia. Tak jarang, pertemuan dua klub penguasa Kota Seribu Masjid ini diwarnai oleh bentrokan antara dua kelompok suporter.
Pada tahun 2013, seorang pendukung Fenerbahce ditemukan tewas dalam perjalanan menuju ke rumah sesaat setelah menyaksikan kemenangan Fenerbahce atas Galatasaray dengan skor 2-1.
Korban yang bernama Burak Yildirim meninggal dunia akibat dikeroyok dan ditikam menggunakan pisau oleh beberapa orang pendukung Galatasaray di sebuah halte bus.
Yildirim, barangkali satu dari sekian nyawa yang melayang akibat kebencian yang kepalang mendidih dalam darah kedua kelompok suporter masing-masing.
Tapi, di balik panasnya Sukru Saracoglu sebagai neraka bagi klub-klub yang bertandang. Selalu ada cerita romantisme manis yang tersimpan di dalamnya. Seperti kisah asmara pasangan suami istri pendukung Fenerbahce bernama Mumtaz Amca dan Ihsan Teyze.
Mumtaz dan Ihsan merupakan loyalis ulung Fenerbahce yang tanpa pamrih dan dibayar, menghabiskan nyaris seluruh hidupnya untuk mendukung Fenerbahce langsung dari tribun penonton. Bahkan, dua pasangan sejati ini tidak pernah melewatkan satu kali pertandingan pun saat Fenerbahce bermain di Sukru Saracoglu.
Saat Fenerbahce harus bermain tanpa dukungan langsung penonton di stadion akibat situasi masa pandemi Covid-19. Pihak klub memberi penghormatan bagi dua pasangan ini dengan menaruh foto keduanya di kursi penonton yang biasa mereka tempati.
Sayangnya, Mumtaz harus rela meninggalkan istrinya untuk menyaksikan dan mendukung Fenerbahce sendirian tanpa ditemaninya. Mumtaz meninggal dunia pada tahun 2016 di usianya yang ke-88.
Kepergian sang suami, tak membuat Ihsan berhenti untuk mencintai The Yellow Canaries (julukan Fenerbahce). Setiap tahun, paska kematian suaminya, Ihsan tetap melanjutkan tradisi mendukung Fenerbahce langsung dari tribun penonton.
Hatinya tentu saja tersayat karena menyaksikan klub yang didukungnya tanpa mendiang sang pujaan hati yang selalu setia menemani di tribun penonton. Wajah kesedihannya sempat beberapa kali direkam kamera. Tapi kecintaannya kepada suami dan Fenerbahce telah mengalahkan duka paling sedih itu.
Pekan lalu, tepatnya pada tanggal 4 Desember 2020, segala cerita romantis loyalis sejati dari tribun penonton ini sampai pada paragraf penutupnya. Ihsan dikabarkan meninggal dunia di usia 90 tahun. Ia menyusul mendiang suami untuk menyaksikan Fenerbahce di tempat selayaknya para ksatria Tanah Balkan berkumpul: surga.
Melalui laman resmi klub, Fenerbahce menyampaikan ucapan duka karena kepergian dua pendukung sejatinya itu. "The Fenerbahce family will never forget two beautiful people who love Fenerbahce in their heart.
Pihak klub akan selalu menaruh foto dari kedua pasangan ini di kursi penonton tribun stadion Sukru Saracoglu yang biasa mereka tempati sebagai bentuk penghormatan terhadap loyalitasnya kepada klub.
Mumtaz dan Ihsan mungkin bukan satu-satunya pendukung yang dengan rela sampai akhir hayat mencintai klub yang dipujanya. Tetapi, melalui cerita keduanya telah membuktikan bahwasanya selalu ada cinta di antara lapisan kerak api neraka Sukru Saracoglu.
1 note · View note