Yang dari Hati Akan Sampai ke Hati
Seru sekali hari-hariku belakangan ini. Aku disuguhkan banyak cerita yang bisa dijadikan pembelajaran. Dan baru-baru ini juga aku mengerti, bahwa sebenarnya banyak cerita menakjubkan di sekeliling kita. Hanya saja kadang kita nggak sadar, kita – sebagai manusia terlalu sibuk dan fokus dengan diri sendiri, menganggap bahwa diri ini-lah pemeran utama di pentas dunia serta lupa dengan pemeran lainnya.
Singkat cerita, disuatu malam aku mencoba berdiskusi singkat dan bertukar pikiran dengan sahabat super karibku. Rasanya ini bukan kali pertama, bukan juga yang kedua. Ini terjadi yang kesekian kalinya. Tapi tak apa, sesungguhnya aku suka berdiskusi tengah malam seperti ini. Dan diskusi malam ini dibuka oleh sebuah pertanyaan yang telah lama terngiang dalam benakku.
“Kak, gimana sih caranya jadi orang yang perhatian dan peka? Terutama perhatian kepada ibu kita sendiri.”
-----------------------------------------------------------------------
Sebenarnya bukan tanpa alasan aku bertanya seperti ini. Sahabat yang sudah aku anggap sebagai kakak kandungku ini kerap kali menelpon ibundanya. Tak tanggung-tanggung, ia bisa menghabiskan 120 menitnya untuk bicara dengan orang yang paling disayangnya. Sopan, santun, lembut, tulus, dan teduh sekali mendengar kalimat demi kalimat yang ia ucapkan kepada sang ibunda.
“Mama sehat?”
“Mama sedang apa?”
“Mama harus jaga kesehatan ya ma. Minum air putih yang banyak ma!!!”
Dan masih banyak kalimat-kalimat lembut lainnya.
Bahkan pernah suatu malam ia ditelpon oleh sang ibu. Awalnya ia sangat bersemangat karena masih dalam kondisi yang segar. Namun tak terasa, ternyata sudah hampir 2 jam sang ibu menelponnya. Meski sudah dalam kondisi kantuk yang teramat berat, rupanya sahabatku ini tak tega walau hanya mengatakan “udahan ya ma... aku udah ngantuk”. Dan sambil setengah tertidur aku mendengar ia tetap berusaha menjawab telepon dari sang ibu dengan kalimat singkat namun tetap lembut “Iya maa... ,he’ehh, ...iyaaa baik ma”.
-----------------------------------------------------------------------
Back to discuss....
“Sebenarnya setiap orang punya cara masing-masing sih dek untuk bisa memberi perhatian kepada orang yang disayangnya. Mungkin banyak orang yang bisa langsung mengutarakan perasaan dan memberikan perhatian kepada ibundanya, tapi nggak sedikit juga orang yang memilih diam dan membuktikan cinta lewat aksi-aksi nyata. Semua sama saja dek. Cukup menjadi diri kita saja, karena yang namanya ketulusan itu akan kerasa. Dan yang dari hati akan sampai ke hati. Pun lebih dari itu, insyaallah, Allah lah yang paling mengetahui kemurnian juga ketulusan niat kita.”
Masyaallah, aku puas mendengar jawabannya.
Semoga ada bisa direnungkan dari kisah singkat ini. Aku menunggu kisah-kisah menakjubkan lainnya.
Jakarta, 07/09/2019
10 notes
·
View notes
Jangan Jadi Pendusta Agama!
Pernah nggak sih kamu memperhatikan anak-anak yang terlantar di jalanan, atau sekedar menyisihkan sedikit dari rizkimu untuk kakek tua yang duduk tak berdaya sambil menyetel musik gambus di dekat stasiun? Pernah nggak sih kamu memikirkan mereka? Dimana mereka tinggal? Dimana keluarga mereka?
Pernah?
---
Suatu hari saya berjalan bersama salah satu teman saya, di dekat kampus kami, di dekat Stasiun Pondok Cina tepatnya. Di sepanjang jalan itu kami melihat beberapa orang (yang mungkin orang banyak menilai) “kurang beruntung hidupnya”. Beberapa dari mereka memakai kostum badut sambil mengadahkan wadah yang berisi beberapa koin. Sebagian yang lain ada yang duduk sambil meyetel musik gambus, sampai yang paling membuat hati saya miris, ada seorang ibu dan anak kecilnya yang tidur di pinggir jalan beralaskan tikar kecil. Ibu dan anak kecil itu menghirup debu-debu bekas hentakan kaki orang yang lalu lalang di hadapannya. Ibu dan anak kecil itu tidur dalam keadaan meringkuk karena alas tempat mereka tidur begitu kecil dan barangkali mereka tertidur dalam keadaan menahan lapar serta dalam keadaan hati yang amat hancur.
Sambil meneruskan perjalanan yang tidak lama lagi itu, teman saya membuka topik diskusi,
“Paw menurutmu gimana sih itu para pengemis di jalanan. Kalau dikasih uang sama aja membuat mereka malas bekerja nggak sih? Tapi kalau nggak dikasih uang kasihan juga. Serba salah banget menurutku”
Aku yang belum sempat menjawab pertanyaannya, sudah harus berpisah di salah satu persimpangan Jalan Margonda. Akhirnya kututup perjumpaan hari itu dengan kalimat “mungkin kita bisa lanjut diskusi ini lain waktu. Fii amanillah”
---
Yang selama ini aku tahu, memberi itu tidak pandang bulu. Tak peduli siapa ia, laki-laki ataupun perempuan, punya pekerjaan ataupun tidak, dewasa ataupun anak-anak, dari suku mana ia, bahkan tak peduli apa agamanya. Tapi ada sedikit yang aku tahu, memberi yang paling Allah sukai itu memberikan sesuatu untuk orang-orang terdekat kita. Untuk keluarga, kemudian tetangga dan yang lainnya.
Meskipun begitu, bukan tidak boleh kan memberi kepada orang yang belum kita kenal? Bukankah dikisahkan Bunda Khadijah pernah berjalan di suatu pasar dan ia melihat seorang pengemis lalu ia memberikan beberapa emas, lalu ia berjalan lagi beberapa langkah dan ia kembali menemui pengemis dan ia kembali memberikan beberapa emas. Begitu berjalan beberapa langkah lagi ia kembali menemui pengemis dan ia kembali memberikan beberapa emas yang jumlahnya tidak sedikit.
Bukan untuk menasihati, karena yang menulis masih miskin ilmu dan sangat butuh untuk dinasihati. Namun, izinkan saya mengajak teman-teman agar tidak hanya terfokus pada ibadah-ibadah kita saja, tetapi juga lebih peka terhadap sekeliling kita dan lebih mudah menunduk kebawah untuk melihat saudara-saudara kita yang sedang hancur hatinya.
Mulai detik ini, mari sama-sama sempurnakan iman kita dengan berbagi untuk saudara-saudara kita yang lebih membutuhkan. Bukan karena ingin membuat mereka malas bekerja, bukan. Luruskanlah niat kita menjadi LILLAH dan biarlah Allah yang membalas setiap amal perbuatan kita.
karena sebenarnya, bukanlah mendustakan agama itu karena pendek shalatnya. Akan tetapi karena iman kita yang belum bisa meringankan hati untuk berbagi terhadap sesama.
Bukankah Allah Ta’ala sudah katakan,
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Mereka adalah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”
Semoga ada yang bisa kita renungkan.
---Jakarta, 06/06/2019
0 notes
Jika Anak Bertanya tentang Allah
Utamanya pada masa emas 0-5 tahun, anak-anak menjalani hidup mereka dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang (Mudah-mudahan potensi ini tidak berakhir ketika dewasa dan malah berubah menjadi pribadi-pribadi “tak mau tahu��� alias ignoran, hehehe). Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi para orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH . Berhati-hatilah dalam memberikan jawaban atas pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja, bisa berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati kita. Nauzubillahi min zalik, ya…
Berikut ini saya ketengahkan beberapa pertanyaan yang biasa anak-anak tanyakan pada orang tuanya:
Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?”
Tanya 2: “Bu, bentuk Allahitu seperti apa?”
Tanya 3: “Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah?
Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana?
Tanya 5: “Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?”
Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?
Jawablah :
“Nak, Allah itu Yang Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing, cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk menciptakan nenek, kakek, ayah, ibu, juga kamu.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
Tanya 2: “Bu, bentuk Allah itu seperti apa?”
Jangan jawab begini :
“Bentuk Allah itu seperti anu ..ini..atau itu….” karena jawaban seperti itu pasti salah dan menyesatkan.
Jawablah begini :
“Adek tahu ‘kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu lihat. Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa yang akan kamu sebutkan.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
فَاطِرُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَٲجً۬اۖ يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ (١١)
[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)
Tanya 3: “Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah?
Jangan jawab begini :
Karena Allah itu gaib, artinya barang atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
Jawaban bahwa Allah itu gaib (semata), jelas bertentangan dengan ayat berikut ini.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Zahir dan Yang Batin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. [Al-Hadid (57) : 3]
Dikhawatirkan, imajinasi anak yang masih polos akan mempersamakan gaibnya Allah dengan hantu, jin, malaikat, bahkan peri dalam cerita dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid dinyatakan bahwa Allah itu nyata senyata-nyatanya; lebih nyata daripada yang nyata, sudah tidak terbantahkan.
Apalagi jika kita menggunakan diksi (pilihan kata) “barang” dan “sesuatu” yang ditujukan pada Allah. Bukankah sudah jelas dalil Surat Asy-Syura di atas bahwa Allah itu laysa kamitslihi syai’un; Allah itu bukan sesuatu; tidak sama dengan sesuatu; melainkan Pencipta segala sesuatu.
Meskipun segala sesuatu berasal dari Zat-Sifat-Asma (Nama)-dan Af’al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi Allah itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af’al. Diri Pribadi Allah itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi Muhammad Saw. sekali pun. Hanya Allah yang tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri dan tidak akan terungkap sampai akhir zaman di dunia dan di akhirat.
[Muhammad melihat Jibril] ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu Yang Meliputinya. Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak [pula] melampaui-Nya. (Q.S. An-Najm: 16-17) {ini tafsir dari seorang arif billah, bukan dari saya pribadi. Allahua’lam}
Jawablah begini :
“Mengapa kita tidak bisa melihat Allah?”
Bisa kita jawab dengan balik bertanya padanya (sambil melatih adik comel berpikir retoris )
“Adik bisakah nampak matahari yang terang itu langsung? Tidak ‘kan..karena mata kita bisa jadi buta. Nah,melihat matahari aja kita tak sanggup. Jadi,Bagimana kita mau melihat Pencipta matahari itu. Iya ‘kan?!”
Atau bisa juga beri jawaban :
Adek, lihat langit yang luas dan ‘besar’ itu ‘kan? Yang kita lihat itu baru secuil dari bentuk langit yang sebenarnya. Adek gak bisa lihat ujung langit ‘kan?! Nah, kita juga gak bisa melihat Allah karena Allah itu Pencipta langit yang besar dan luas tadi. Itulah maksud kata Allahu Akbar waktu kita salat. Allah Mahabesar.
Bisa juga dengan simulasi sederhana seperti pernah saya ungkap di postingan “Melihat Tuhan”.
Silakan hadapkan bawah telapak tangan Adek ke arah wajah. Bisa terlihat garis-garis tangan Adek ‘kan? Nah, kini dekatkan tangan sedekat-dekatnya ke mata Adek. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat setelah itu?
Kesimpulannya, kita tidak bisa melihat Allah karena Allah itu Mahabesar dan teramat dekat dengan kita. Meskipun demikian, tetapkan Allah itu ADA. “Dekat tidak bersekutu, jauh tidak ber-antara.”
Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana ?“
Jangan jawab begini :
“Nak, Allah itu ada di atas..di langit..atau di surga atau di Arsy.”
Jawaban seperti ini menyesatkan logika anak karena di luar angkasa tidak ada arah mata angin atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu jika Allah ada di langit, apakah di bumi Allah tidak ada? Jika dikatakan di surga, berarti lebih besar surga daripada Allah…berarti prinsip Allahu Akbar itu bohong? [baca juga Ukuran Allahu Akbar]
Dia bersemayam di atas ’Arsy. <— Ayat ini adalah ayat mutasyabihat, yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayat mutasyabihat ini tergolong makna yang konotatif.
Juga jangan jawab begini :
“Nak, Allah itu ada di mana-mana.”
Dikhawatirkan anak akan otomatis berpikiran Allah itu banyak dan terbagi-bagi, seperti para freemason atau politeis Yunani Kuno.
Jawablah begini :
“Nak, Allah itu dekat dengan kita. Allah itu selalu ada di hati setiap orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Allah selalu ada bersamamu di mana pun kamu berada.”
“Qalbun mukmin baitullah”, ‘Hati seorang mukmin itu istana Allah.” (Hadis)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 186)
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)
Allah sering lho bicara sama kita.. misalnya, kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah, itulah bisikan Allah untukmu, Sayang.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah: 213)
Tanya 5: “Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?”
Jangan jawab begini :
“Karena kalau kamu tidak menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke neraka. Kalau kamu menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke surga.”
Jawaban seperti ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam beribadah kepada Allah bahkan menjadi benih syirik halus (khafi). Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis karena menurut akal mereka,”Masak sama Allah kayak dagang aja! Yang namanya Allah itu berarti butuh penyembahan! Allah kayak anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga; kalau gak diturutin, neraka!!”
“Orang yang menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya.” (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Jawablah begini :
“Nak, kita menyembah Allah sebagai wujud bersyukur karena Allah telah memberikan banyak kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek sekarang bisa bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan Ayah sama Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan yang bisa kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium. Semua untuk kesenangan kita.
Kalau Adek gak nyembah Allah, Adek yang rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, biar pun kamu dan teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam. (Q.S. Al-Ankabut: 6)
Katakan juga pada anak:
“Adek mulai sekarang harus belajar cinta sama Allah, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?! (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
“Kenapa, Bu ?”
“Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal
Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Allah tidak pernah mati. Nah, kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh merasa kesepian karena Allah selalu ada untuk kamu. Nanti, Allah juga akan mendatangkan orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga teman-temanmu.”
Dan mulai sekarang rajin-rajin belajar Iqra supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita berbicara sama Allah. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).
Wallahua’lam.
Sumber : Jika Anak Bertanya tentang Tuhan | Muxlimo’s
Being a mom is a big deal, preparation is a must. Karena nasib peradaban ini dipercayakan pada tangan para ibu.
Go follow @SuperbMother | superbmother.tumblr.com
5K notes
·
View notes