Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Goes to S2
Bagaimanapun, I have to fight for it.
----------
Setelah kurilis postingan terakhir, kisahku dan Trampolin nyatanya masih berlanjut. Hingga pada 19 Mei 2024 lalu kami benar-benar putus kontak sampai hari ini; 23 Juni 2024.
Kurang lebih satu bulan berlalu, dua pesan yang kusampaikan tidak dibalas olehnya. Kesal tentu, kecewa pasti, merasa bersalah kadang juga. Tapi, positif thinking saja bahwa ini jalan Tuhan.
Berkali-kali aku ragu, berkali-kali juga aku meminta petunjuk untuk hal ini. Dengan "not responding"-nya dia, aku rasa sangat jelas kemana Allah arahkan semuanya. Alhamdulillah.
----------
Dua minggu pertama masih banyak bertanya, masih terpikir untuk menghubunginya kembali; entah untuk apa. Karena, logically speaking, jika pun dia merespon, lalu apa? Masih ada beberapa point krusial yang memang juga belum kami sepakati untuk menuju ke hubungan yang lebih serius. At the end of the day, I just let him go.
Iya, biarkan saja semuanya berakhir. Bersyukurnya aku, ternyata fase ini membawaku menjadi 'lebih baik', di luar dugaan. Jasmani dan rohani.
----------
Target terdekat, aku sangat ingin mengupayakan rencana S2 di luar negeri. Kutargetkan di tahun 2025 sudah bisa berangkat. Sangat mungkin jika aku fokus dan meningkatkan level ambisku. IELTS dan LOA akan kuupayakan dapat di tahun 2024; masih tersisa 6 bulan, sangat mungkin.
Bismillah, semoga Allah beri mudah untuk wujudkan mimpi besar yang sudah aku set sejak dahulu kala ini. Semoga juga Allah selalu menuntunku di jalan terbaik-Nya. Aamiin ya rabbal 'alamiin.
Mengenai jodoh, tentu aku juga berharap untuk dapat dipertemukan dengan sosok terbaik yang Allah takdirkan untukku, dari sisi-Nya langsung. Tidak lebih dari usia 28-ku nanti. Aamiin...
Adios!
0 notes
Text
Pandeglang,
Senin, 11 Maret 2024 (12.06 WIB)
Besok hari pertama Ramadhan. Sayang sekali aku sedang halangan. Padahal menyenangkan jika bisa tarawih pertama di rumah.
Hitungan jam lagi Ramadhan tiba, tapi sedari Jumat aku malah resah. Pikiranku penuh tapi bukan oleh perkara ibadah dan persiapannya, melainkan oleh Trampolin.
Sepertinya karena libur dan tidak ada kegiatan, di rumah full istirahat dan banyak main hapenya, jadilah sudah tiga hari ini aku selalu terpaut pada Trampolin. Kangen, ingin coba hubungi, tp sadar kami sudah selesai.
Berkali-kali aku mengadu pada Erni dan Ara, bilang pada mereka kalau aku kangen Trampolin. Berjuta kali aku buka tutup profilnya di Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, entah untuk memastikan apa.
Tapi aku tau ini tidak baik. Sungguh-sungguh berlebihan. Belum lagi resah ini dibarengi dengan overthink lain; bagaimana kalau dia dengan yang lain, bagaimana kalau aku tak bisa lagi jatuh cinta, bagaimana jika sampai akhir hidup aku tidak bisa berjodoh. Berkelindan, liar.
Pikiran-pikiran itu menenggelamkanku pada kesedihan dan kemungkinan-kemungkinan negatif yang makin kuada-adakan. Hingga aku lupa, aku punya Tuhan. Tak sepatutnya aku begini, karena; (1) segala ketetapan-Nya adalah yang terbaik, (2) segala yg ditimpakan-Nya sudah pasti masih dalam kapasitasku sebagai makhluk. Sadar, Hap...
Jujur, aku kadang masih bingung harus dengan prinsip apa menghadapi pikiran-pikiran negatif after break-up ini. Tapi, satu yang lumayan ampuh saat disugestikan adalah:
"Niatkanlah bahwa perpisahan ini dilakukan untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang. Meski berat, tapi yakinlah lebih banyak manfaat yang didapat. Jangan risau berlebihan perkara jodoh. Allah akan kirimkan seseorang yang tepat di waktu yang tepat, believe it. Mengkhawatirkan jodoh, sama halnya dengan meragukan ketetapan Tuhan.
Tetaplah maju, menata diri, kontrol emosi. Percaya ada hal baik yang akan datang di masa mendatang, jauh dari apa yang bahkan aku tidak berani harapkan. Bismillah, berdoa... berusaha... atur tujuan dan melangkahkah lagi... Semua ini pasti akan berujung manis."
Sedih... sedih sekali. Tapi benar, life must go on. Dunia terus maju, tidak menunggu.
------------------
Dalam rangka 'menata langkah' lagi, mari kita coba susun pelan-pelan hal yang perlu dicapai, anggap saja guidance. Kebetulan, memang di luar masalah percintaan, aku sedang agak limbung menentukan jalan karena semuanya sedang 'begitu-begitu saja'.
Aku perlu mendaftar prioritas untuk lima tahun ke depan; (1) Karir, (2) Pendidikan, (3) Jodoh, (4) Keluarga
1) Karir
Aku berdoa, semoga dalam 5 tahun ke depan aku sudah bisa dipercaya untuk mendapat tanggung jawab yang lebih besar, katakanlah manager. Semoga di perjalanan karirku, aku tumbuh sebagai seseorang yang memiliki 'value'. Karena belakangan, aku merasa belum memiliki speciality tertentu sebagai daya jualku.
Untuk bidang karir, jujur aku masih menimbang, apakah Busdev-ku ini adalah yang terbaik. Karena, aku masih melihat migas dan tambang sebagai impianku. Tapi dimanapun Allah tempatkan, semoga aku selalu bisa mengerahkan potensi maksimalku.
Dan yang paling penting, dimanapun aku ditempatkan, semoga tidak kualami konflik dengan rekan kerja, naudzubillah.
2) Pendidikan
Aku ingin sekali S2, semoga Allah izinkan. Rencanaku, Juni 2024 akan kucoba LPDP Batch 2 sebagai peruntungan. Jika rezeki, aku berniat S2 ke luar negeri, dengan konsentrasi seputar Engineering-Management. Doakan aku ya...
Jika tidak kesampaian, aku akan coba S2 di Indonesia, sepertinya UI atau ITB, maksimal di tahun 2025. Aamiin. Perlancar hajatku ya Allah...
3) Jodoh
Ya Allah, untuk yang satu ini izinkan aku deskripsikan secara spesifik.
Dekatkanlah jodohku ya Allah, mudahkan jangan kau persulit. Izinkan aku untuk bertemu jodoh terbaikku tidak lebih dari usia 27. Datangkanlah jodoh yang lembut hatinya, yang paham agama dan tujuan menikah, yang bertanggung jawab, mendukung hal-hal yang aku lakukan, yang mampu menjadikan pernikahan sebagai hal menyenangkan, yang stabil dalam hal emosi dan finansial, yang lebih besar cintanya daripadaku. Aamiin... Yang terbaik menurut Engkau ya Allah...
4) Keluarga
Semoga kedua orang tuaku sehat selalu, bisa menyaksikanku sukses dan menikah. Semoga targetku untuk memiliki rumah bisa terwujud dalam 5 tahun ke depan nanti. Aamiin. Lindungilah selalu keluargaku, Ara, dan Erni, dengan kebaikan-kebaikanMu.
Bismillah.
Selamat datang Ramadhan.
Semoga aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya. Semoga resah tak berkesudahan ini menjadi bahan bakarku untuk menjajaki kehidupan yang lebih baik dan istiqomah.
Aamiin, aamiin, aamiin...
0 notes
Text
Kesalahan Pertama & Upaya Terakhir
KESALAHAN PERTAMA
Kemarin (27/02) aku melakukan kesalahan yang menurut Misel (pasti, dugaanku) sangat fatal; salah meng-attach dokumen pada email yg ditujukan untuk konsultan.
Aku baru sadari kesalahan tersebut saat Mr. Afr membalas emailku. Dan seketika, dang, kurasakan panas-dingin datang tiba-tiba.
Betul saja, magrib tadi Misel memperingatiku. Sedih dan kesal pada diri sendiri kenapa bisa teledor. Kuambil pelajarannya agar ke depan lebih ekssssstra teliti. Maafkan aku ya, Misel.
Fyi ini adalah kesalahan pertamaku selama sembilan bulan menjadi tim Misel, jadi aku sangat overthink.
==========================
UPAYA TERAKHIR
Malam ini aku coba peruntungan; menghubungi Trampolin kembali setelah ia beri closure siang lalu. Sebagai info, dari postingan-ku terakhir, kami sempat coba kembali berhubungan. Namun, roller coaster-nya "seru" sekali, banyak hal yang menjadi pemantik keributan.
Tapi, kalau boleh jujur, aku sebenarnya tidak mengharapkan perpisahan. Hanya saja, hal yang aku tanyakan tidak dijawabnya dengan yakin dan konsisten. Ya, betul, plin-plannya masih tingkat dewa.
Lagi, aku tidak mengharapkan perpisahan. Makanya selepas isya tadi aku coba menghubunginya. Tapi, terpantau sampai 20.20 WIB masih belum ada jawaban. Overthink tentu.
Karena itu, demi kewarasanku dan agar supaya aku tidak galau tanpa arah (yang sebetulnya hanya manifestasi dari rasa penasaran nan impulsif), mari kita rekap hal-hal tidak masuk akal yang ada padanya:
Aku dilarang S2 karena dia pikir: (a) untuk apa S2? (b) dan jika S2 saat menikah, itu malah menjadikan aku berkorban waktu mengurus tanggung jawab sehari-hari sebagai istri di rumah.
Dia mau aku menjadi full time IRT lalu diboyong ke kota M dengan tujuan "melemahkan power-ku."
Dia super pelit bahkan untuk dirinya sendiri. Kami sering ribut hanya karena bahas "siapa akan bayar apa" saat nge-date. Mantap!
Dia mau aku menjadi "penurut", sampai "hak jawab dan hak tanyaku"-ku sering tidak bisa kugunakan.
Dia masih cenderung menganggap bahwa orang tua dan keluarganya masih lebih penting daripada istri. Wajar, memang. Tapi pemahamannya akan hal itu di luar nurul.
Tiap ribut, dia maunya dimengerti, tanpa menjelaskan apa yang dia permasalahkan. Jadi aku dimintanya untuk memahami kode-kode super ribetnya. Di titik tersebut, aku merasa sebagai pihak laki-laki di hubungan ini.
Masalah keluarga yang financially affected to him. Dan aku yakin itu sangat mengganggu stabilitas ekonomi keluarga kami nanti (jika Allah kehendaki kami bersama).
Dia sudah less ambition, dan lebih ke arah pasrah. Padahal, aku tau betul potensinya saaaaangat besar. Tapi dia memilih "ilmu padi abangkuhhhh"
Perbedaan culture yang sepertinya sulit disesuaikan keluargaku. Dipengaruhi restu keluargaku juga yang mula terkikis.
Patriarki. Hehe.
Okay, see you!
No time for galau, yah.
Sekarang saatnya tidur!
#Adios
0 notes
Text
Jumat 17 November 2023 adalah hari penuh haru.
Pagi ke sore aku betul-betul tidak fokus bekerja, untungnya Misel hanya datang satu-dua jam ke Lantai 7.
Sebelum berangkat menuju Tower, pagi kuputuskan menghubungi Trampolin. Meminta maaf, mengajaknya untuk memperbaiki semuanya lagi. Tapi sesiangan, jawaban yang kudapat tetap sama, dia tak berubah atas keputusannya: belum. Habis air mata, hilang fokus kerja, berkali-kali mengusap pipi tiap terbayang kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi: penyesalan, sulit melupakan, gusar apakah bisa bertemu dnegan yang sepadan.
Puncaknya siang di jam istirahat. Total kugunakan satu jam untuk diam di toilet sambil menahan tangis agar tak terdengar, meski air mata sulit dibegitukan.
Sampailah sore hari... kuterima pesan panjang dari Trampolin. Sedih yang sejak pagi membuncah, seketika berubah menjadi iba. Dia mempersilakanku pergi, namun bukan karena dia tak mau bersama lagi, melainkan ada masalah besar yang harus ditanggungnya. Betul-betul mengharukan membaca lengkap masalah yang harus ia terima.
Berkali-kali ia sampaikan agar aku pergi dan mencari kebahagiaan sendiri, dia bilang, "Kamu berhak bahagia, you deserve someone better than me." Katanya lagi, bukan dia tidak mau bersama, namun jika pun semuanya dilanjutkan, dia tidak bisa menjamin kebahagiaan yang sebelumnya sempat kami definisikan bersama. Terpukul, sangat. Berkali-kali aku kuatkan dia, ini tidak mudah baginya.
---
Putus baik-baik ternyata tidak sebaik namanya. Semakin baik, justru semakin sulit untuk menerima dan mencerna semua yang terjadi.
Untuk Trampolin, aku yakin kamu pasti bisa menyelesaikan semuanya. Sampai bertemu di lain waktu. Terima kasih sudah bersedia melewati empat pergantian tahun bersama.
0 notes
Text

Foto Manggarai terakhir di masa satu tahunku. Kuambil beberapa jam lalu, sepulang nongkrong dengan Xxzz, Tb, dan Defi.
Stasiun ini jadi saksi awal dan akhirku. Terima kasih! ❤️
Adios!
0 notes
Text
Alhamdulillah, segala-gala tentang per-MT-an tuntas kuselesaikan tepat 10 November lalu.
Lega, penuh syukur. Semua ini berhasil kulewati tiada lain atas izin Yang Maha Memudahkan.
Sebelum Assesment Final kemarin, ada beberapa rangkaian yang tak kalah menyita waktu dan tenaga, disertai overthink yang tentu saja sama hebatnya.
---
14 September 2023: Latihan Presentasi dengan PMT
Semua peserta memaparkan progress proyek masing-masing, dengan syarat sudah menyerahkan dokumen exsum yang disertai tanda tangan chief terkait pada lembar pengesahan.
Tujuannya untuk memonitoring kesiapan seluruh peserta, juga sebagai sesi evaluasi.
Aku tampil sebagai peserta ketigabelas, terakhir. Mepet jam pulang kerja, audiens sudah hilang fokus. Tantangan tersendiri buatku untuk menampilkan sesuatu yang super teknis di jam kritis.
Benar saja, hampir 98% audiens diam dan melongo. Entah apa yang dikesankan oleh mereka. Terlalu recehkan ideku? Terlalu "apa sih?" kah penyampaianku? Banyak spekulasi, berujung overthink.
25 Oktober 2023: Tahap Assesment 1
Masih membawa keresahan yang kurang lebih sama.
Bedanya, sebelum hari H aku beberapa kali ke plant untuk berdiskusi dengan tim lapangan dan Pakdek. Pakdek oke, tapi tim lapangan terlihat resist. Tantangan baru lagi.
Cukup struggling, coba lakukan semaksimal yang aku bisa, berdoa banyak-banyak, alhamdulillah direspon baik para chief walau tampil sebagai peserta terakhir di jam 7 malam. Mengakhiri Presentasi 1 dengan lega dan PR dari Pakid.
10 November 2023: Tahap Assesment 2 (Final)
Banyak dramanya. Pada periode revisi, Misel tiba-tiba menyarankanku untuk eksplor tentang aspek bisnis yang kupikir saat itu sangat mustahil untuk diselesaikan sebelum final.
Bahkan sampai H-1, penambahan itu belum rampung. Aku masih sibuk touch-up sana-sini. Semakin putus asa saat mendapat respon kurang baik dari Pakdek terkait fisibilitas ideku.
Bahkan sampai H-30 menit, aku masih memfinalkan tampilan slideku. Mesakke. Situasi yang betul-betul mengharuskanku tawakkal total. Lebih parah lagi saat H-1 final (Kamis). Aku coba dhuha di musala Tower, lalu banjir sejadi-jadinya, saat maupun setelah selesai salat. Sedih sekali pagi itu, kepanikan dan keraguan terhadap ideku sendiri bermanifestasi dalam sesenggukan yang sempat sulit dihentikan. Aku memohon tenang di hari itu, dan agar dilancarkan menuju maupun saat Jumat keesokannya.
Alhamdulillah, Jumat berjalan lancar, jauh melampaui ekspektasiku. Para chief terkesan dengan paparanku. Dan yang membuatku senang, Paktok hadir saat aku tampil dan suportif betul sepanjang aku menjelaskan. Sungguh, aku sebut itu mukjizat.
Presentasiku berjalan lancar, Allah Maha Baik. Dia berkenan mengabulkan harapan-harapan yang kutulis dan rajin kubacakan setelah salat.
---
Per Jumat 10 November 2023 (16.30 WIB), satu tahun masa MT-ku usai. Malam harinya, aku kembali mendapat kabar baik dari Misel bahwa aku memperoleh nilai terbaik presentasi dan the best MT berdasarkan nilai keseluruhan. Super duper bahagia.
---
Besok, Senin 12 November 2023, aku resmi melepas title MT. Bismillah membuka lembaran baru, semoga selalu mampu memberikan usaha maksimal di setiap tanggung jawab dan kewajibanku. Juga bisa lebih pandai "ngobrol" dengan orang lain sehingga terhindar dari konflik-konflik bersosial.
---
Terlalu panjang cerita ini jika harus kureview perjalanan satu tahunku secara utuh. Yang jelas, aku belajar banyak dari segala ups and downs yang kualami, dari baik buruk hari yang kulewati. Alhamdulillah.
---
See you in another story. Kututup satu tahun manisku juga dengan perpisahan yang sayang sekali harus terjadi di hari ini. Semua yang harus terjadi, terjadilah. Aku yakin ada pelajaran di balik semuanya.
Semangat Senin! Bismillah.
Adios!
0 notes
Text
W-X, Improvement, DK
Sabtu pagi hampir pukul delapan di akhir pekan kesepuluhku sebagai warga Mentas.
Awalnya aku berencana pulang minggu ini karena sudah genap sebulan tidak ke Pandeglang, tapi email dari HRD memaksaku untuk tetap di kostan dan mengerjakan A to Z yang berhubungan dengan improvement. Mendadak dan mengharuskanku bekerja keras di weekend. Bismillah~
Karena itu juga Senin depan aku harus bertemu Pakdek, berdiskusi dan syukur-syukur dapat bubuhan tanda tangannya di lembar pengesahan. Tapi, itu masalah belakang, yang terpenting improvement-ku selesai kutulis dan dibuat presentasinya untuk September depan. Duh, aku deg-degan. Karena program yang kubuat pun masih ada lack untuk beberapa kasus. Tapi, aku yakin bisaaaaaaa!
Ah ya, kemarin aku dan Misel sempat 'curhat' di rumbes. Misel sampaikan beberapa info tentang posisi dia saat ini. Senang, terharu, dan aku masih harus banyak belajar. Tidak bisa kujelaskan detail di sini karena itu confidential. But anyway, i'm so glad to be her team. Alhamdulillah~
AAAAAAAAA, sudah ah. Ada improvement yang harus kugarap, hiks. Wish me luckkkkkkkk, mate!
Adios!
0 notes
Text
Tower, CIZO, Kost Baru
Hari Minggu pertama di Agustus 2023. Tepat tanggal enam. I'm back!
Sebelumnya, kuucapkan selamat ulang tahun untuk Mas-Mas Medco yang hari ini genap berusia 24. Semoga tambahan angka di usiamu selaras dengan penambahan hal-hal baik di hidupmu. Lakukan apa yang menurutmu baik dan menyenangkan, ya. Jangan bosan dengar 20.000 kataku per hari. Juga, usah kesal tiap kusampaikan sederet pertanyaan dengan lanjutan bantahan. Semua itu hanya sebagai wujud checks & balances. Ya?
------------------
Saat ini pukul lima WMAS (Waktu Menteng Atas Selatan). Sabtu kemarin aku baru saja pindah ke kostan di daerah ini, dibantu Erni. Alhamdulillah, nyaman sekali. Dengan harga yang affordable aku bisa dapat fasilitas yang saaaaaaangat yoi. Pemilik kostnya juga baik, komunikatif.
Kamarku ada di lantai empat. Betul-betul sunyi. Baru dua hari di sini, aku sepakat untuk bilang bahwa kamar ini sangat cocok untuk berkontemplasi, beristirahat setelah sehari penuh fokus hanya pada dunia saja *ceilah. Sautan antar toa masjid juga menyejukkan bagiku. Karena sangat terdengar nyaring dari sini, aku seolah dipaksa untuk bergegas ibadah di setiap azan yang kudengar.
Ah ya, sebagai update. Per 19 Juni 2023, aku dipindahtugaskan ke Tower. Sebelum ke sini, kurang lebih 1,5 bulan aku belajar di PPIC. Sebelumnya lagi, u know, Procurement.
Kalau dihitung, sudah menjelang 2,5 bulan aku belajar dengan Misel di CIZO. Seru sekali. Apa-apa yang kukerjakan di sini adalah hal yang sudah akrab sedari SMA hingga kuliah kulakukan. Membaca, meriset, menulis, berdiskusi, ah... it's very me. Kalau diberi kesempatan untuk belajar seterusnya di sini, tentu aku akan sangat senang dan bersyukur sekali. Stres ada? Ada. Tapi sangat sedikit. Hari-hariku di sini full senyum. Apalagi Misel kooperatif.
Meski begitu, selama di CIZO, setiap paginya, aku tak pernah tidak full dzikir saat berangkat menuju Tower. Walau aku menjalani hal yang disenangi, aku tidak bisa jumawa karena merasa 'bisa', aku tetap perlu Tuhan untuk 'memampukanku' dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan.
Agustus ini kulihat akan padat dari sebelumnya. Apalagi aku juga sedang agak oleng karena memikirkan proyek improvement-ku yang belum rampung. Tapi, insyaAllah bisa. Targetku proyek itu harus selesai sebelum tanggal delapan belas, sebagai hadiah untuk 23-ku. Yeay.
Anyway, tak terasa, ya, November sudah kurang dari tiga bulan. Berarti sudah kurang lebih sembilan bulan aku bekerja di sini. So far so good, semoga aku selalu diberi kemampuan dalam bertugas.
------------------
Selamat menyambut Senin ya, mate. Selama di CIZO, aku kembali merasakan euforia bertemu awal minggu. Selalu ada beberapa hal yang kukerjakan di Sabtu dan Minggu sebelumnya. But, it doesn't matter. Aku senang kok menjalaninya.
Bismillah for starting your 8th week in CIZO, Hap!
Adios!
0 notes
Text
Bulan Kedua
In-class training-ku selama satu bulan sudah selesai. Per 14 Desember kemarin aku mulai diterjunkan ke lapangan untuk OJT (On-the Job Training).
Dari lima minggu OJT yang telah kujalani, rasanya nano-nano sekali. Ada senang dan sedihnya. Tapi kalau dirata-rata, sedihnya sangat mendominasi:’)
Kesulitan yang kualami datang dari berbagai hal, mulai dari sosial hingga kemampuanku pribadi dalam mempelajari bisnis proses yang ada. Tapi, yang paling membuatku tidak happy setiap berangkat kerja dan tremor menjalani hari-hari di sana adalah salah satu atasanku. Aku masih belum bisa ‘bodo amat’ saat mendapat makian dan kalimat merendahkan dari beliau, apalagi ia lontarkan di depan banyak orang. Walau aku tahu, itu hal biasa yang harusnya bisa aku dengar sepintas lalu. Aku masih perlu waktu untuk beradaptasi.
Hal lain yang kadang menjadi sumber kesedihanku adalah bagaimana ‘kelompokku’ sulit diterima ‘orang belakang’. Aku tahu alasan mereka dan sebetulnya sah-sah saja bagaimana mereka berpikiran tentang kami. Tapi maksudku, kemunculan kami tidak akan sesignifikan itu mengganggu kehidupan mereka. Lagipula bagiku, si fresh graduate ini, orientasi yang ada di kepalaku sebatas bisa memahami segala hal tentang perusahaan ini dengan baik, dan bisa lolos program di akhir evaluasi nanti. Masalah aku akan dapat posisi apa setelahnya, itu bukan menjadi fokusku.
Ah iya, penilaian yang kadang kurang bisa aku terima karena entah darimana statistiknya didapat, juga menggangguku. Aku akan terima jika memang kesalahan itu aku yang lakukan. Tapi, tuduhan (maaf memang ini diksi yang tepat) akan hal yang tidak sama sekali kuperbuat, itu sangat menjengkelkan.
Dua dari lima minggu OJT yang telah kujalani, kunilai kurang maksimal karena aku lebih sibuk memikirkan perkataan dan penilaian orang lain. Terbukti di presentasi terakhirku yang super busuk, menukik jauh grafiknya dibanding performaku tiga minggu sebelumnya.
Dua minggu terakhir juga, aku banyak menangisnya. Aku memang perasa, dan aku tahu ini sangat berlebihan. My bad! Padahal kalau dipikir dengan waras, tidak seharusnya aku begini. Kondisi paling menyedihkan, sempat beberapa hari aku pulang kerja dan tidak punya energi lagi untuk melakukan apa-apa. Betul-betul datang ke kostan langsung mematikan lampu dan tidur sampai pagi. Sangat tidak biasa. Tapi, tidak ada yang menandingi hari dimana aku sesenggukan menangis di kamar mandi kantor setelah habis dimaki-maki selepas presentasi (Gloomy 4th Jan. 2023). Kukira itu hanya ada di Twitter saja, ternyata riil min.
-------------------
Aku menulis ini di Minggu sore. Rasanya perlu sekali melakukan refleksi di sini after all those bad days happened. Aku berjanji Selasa nanti (karena Senin masih cuti bersama) akan lebih baik lagi. Lebih baik dalam berinteraksi, lebih baik dalam menganggapi, lebih baik dalam belajar dan menemukan inovasi, lebih baik dalam beribadah, dan lebih baik dalam bersyukur atas baik-buruk yang didapatkan. Bismillah. Karena masih Januari pula, jadi semoga hal baik menyertaiku sepanjang tahun dan selama aku berproses di program ini hingga November nanti. Aamiin. Semangat!
Adios.
5 notes
·
View notes
Text
Kembali ke Rumah
Sudah lama aku tidak menengok rumah ini; Tumblr-ku. Setelah aku scroll habis sampai bawah, kok jadi sedih, ya:’) I am missing the old me.
Maaf ya, banyak sekali yang aku lewatkan dan tidak kuceritakan. Maaf juga, sepertinya banyak perubahan yang malah tidak lebih baik dibanding aku beberapa tahun lalu. Tapi, hari ini aku kembali, yeay!
---
Usiaku sudah dua-dua, kuliahku sudah lulus dan baru November lalu wisuda, saat ini aku tinggal di Bekasi untuk bekerja di perusahaan pipa baja. Alhamdulillah, sejauh ini aku menikmati semuanya. Walau... ada satu-dua keluhan karena lingkungan baru yang belum genap satu bulan ini. Tapi aku yakin tidak lama lagi akan terbiasa dengan semuanya.
---
Aduh, aku terharu. Sejak aku membuka dan membaca kembali tulisan-tulisan lamaku di sini, aku jadi flashback ke masa-masa SMA dan awal-awal perkuliahan. Terasa cepat sekali semuanya bertransisi.
---
Mulanya aku hanya berniat nostalgia saja, karena Minggu sore ini aku merasa harus melakukan persiapan untuk menyambut Senin pagi, seperti yang dulu-dulu aku selalu lakukan di perkuliahan. Makanya aku kembali ke sini untuk merasakan kembali feel-nya. Ehh, tapi kok aku malah ingin pulang ke sini:’)
Tapi... tidak apa-apa. Ada baiknya. Siapa tahu aku jadi rajin untuk menuliskan life update-ku di sini. Let’s see.
---
Semangat, besok Senin. Sisa satu satu minggu belajar di kelas sebelum OJT nanti. Maksimalkan, hihi~
0 notes
Text
DAY 5: My Parent
Punya bapak yang terkenal di kalangan supir angkot seantero Pandeglang sangat menghemat ongkos sekolahku saat SMP hingga SMA. Ketika aku teriak, “Kiriii!” atau “Pinggirrr!” tepat di depan bengkel Babeh dan babang angkot itu tau aku anaknya, beberapa dari mereka mana mau menerima uangku. Malah, sempat ada yang sudah mengkode sejak ku di dalam angkot, melalui kaca spion, untuk langsung turun saja tanpa membayar. Bapakku anak jalanan sekali.
Babeh dikenal galak oleh Arrra, Tati, dan Erni. Entah apa tolok ukurnya. Padahal, posturnya tidak semenakutkan yang seharusnya orang galak miliki. Malah cenderung lebih pendek dari tinggi bapak-bapak pada umumnya - bisa dilihat pada tulisan #5. Namun, kuakui memang babeh memiliki faktor X yang membuat orang lain, aku khususnya, sulit untuk membantah atau bahkan hanya mengatakan tidak. Tegas, kubilang. Hemat kata pula. Babeh bisa hanya diam, tanpa ekspresi, ketika diobroli Mama tentang satu hal saat dia menyetir. Biasanya untuk topik yang tidak dia kehendaki untuk dibicarakan. Lurus saja pandangannya menatap jalan.
Tapi, di balik semua itu, ada sensitifitas yang dominan dalam diri Babeh. Tak bisa dengar atau alami hal yang emosional, Babeh bisa langsung sesenggukan di depan banyak orang. Padahal terkadang, hal yang menyentuhnya itu biasa saja bagiku atau mungkin beberapa orang yang ada di tempat itu.
Bagi anaknya, Babeh bukanlah tipikal pendidik yang menanamkan value melalui ucapan. Tapi, tidak hanya Babeh, semua makhluk di keluarga ini memang bukan jenis manusia verbal yang mengutarakan perasaan dengan kata-kata.
Beberapa teman dekat sering berucap kalau karakterku betul-betul ‘Sangat Babeh’. Kutinjau, iya juga. Hampir semua. Mungkin karena aku terlalu sering dininabobokan oleh Babeh saat kecil, dengan lagu wajib nasional tentunya. Baik saat tidur siang maupun malam, favorit Babeh selalu Maju Tak Gentar, Indonesia Raya, Indonesia Pusaka, dan lagu wajib lainnya yang biasa ditemui pada buku ‘Lagu Wajib Nasional dan Daerah Terlengkap’ yang biasa anak SD bawa saat praktik seni budaya.
-----
Mama lain lagi. Ia sangat ceriwis, seperti ibu-ibu pada umumnya. Bersama teman pengajiannya, ia biasa ikut rombongan ziarah ke tempat-tempat tertentu. Dengan komunitas yang sama, ia juga kadang keluar satu-dua kali dalam seminggu untuk aerobik bersama. Namun, pandemi sepertinya menjadi alasan Mama untuk aerobik di ruang teve kemarin pagi. Kaget, aku yang hendak mengisi botol minum menyaksikan Mama menatap layar teve sambil senam sendiri.
Entah belajar public speaking dengan siapa, bagiku Mama adalah seseorang yang sangat persuasif saat menyampaikan sesuatu. Intonasi dan emosinya terkontrol dengan baik. Act out-nya juga selalu total. Salut. Dengan bubuhan kalimat bernada drama, ceritanya memang selalu menarik untuk disimak. Walau isinya membicarakan tetangga. Haha.
Panikan juga jadi ciri khas mama. Bahkan untuk hal-hal kecil. Semua harus dipastikan berlaku sesuai standarnya agar paniknya reda. Sikap ini sempat juga secara tidak sadar kuimitasi saat masih SMP-SMA. Jika berkerja tim, aku maunya cepat-cepat, panik jika semua terjadi tidak sesuai kehendakku. Tapi, karena kusadari itu cukup toxic, akhirnya kuputuskan untuk sedikit demi sedikit menguranginya.
Kalau orang lain senang menceritakan apa-apa pada Mamanya, aku tidak. Tepatnya, tidak kepada siapapun di keluarga. Malu. Apalagi curhat tentang laki-laki atau cinta-cintaan. Karena, yakinku, mereka akan heran jika kuberitahu mengenai cerita-ceritaku yang sesungguhnya. Sebab, jelas sangat bertolak belakang dengan karakter Hapsari yang dikenal saat di rumah.
1 note
·
View note
Text
DAY 4: Place You Want to Visit
Siapa tak mau ke Amerika?
-----
Selain karena cita-citaku adalah melanjutkan studi di salah satu sekolah teknik terbaik di Amerika, karya-karya Dan Brown serta kegandrungan akan serial The Big Bang Theory juga memantikku untuk tinggal di sana.
Sering aku membayangkan memulai pagi dengan menatap jalanan bersalju Negeri Paman Sam. Duduk tepat di dekat jendela, memerhatikan tiap elemen peradaban Amerika. Sambil memegang pena, kususun jadwal harian seperti biasa. Meski kuyakin suhu winter akan membuat alergiku kambuh, tapi semua tergambar indah dibenakku.
-----
Keinginanku untuk menetap di Amerika tidak main-main. Apalagi jika karena tujuan akademik. Tinggal jauh dari Indonesia dan orang tercinta pasti tidak mudah, namun kurasa akan ada kompensasi yang kudapat selama di sana. Entah dalam bentuk apa.
1 note
·
View note
Text
DAY 3: A Memory
Bertemu di hari farewell party kurasa bukan masalah. Meski, sangat tidak umum pertemuan dipaksa terjadi saat semua orang merayakan perpisahan.
-----
Kalau bukan karena temanmu yang sandalnya hilang saat hendak pulang, sudah tentu kita tidak akan terkoneksi. Siapa kamu? Namanya, sih, sering kudengar dari obrolan anak kamar, tapi... yang mana orangnya, siapa peduli?
Selepas weekly meeting usai, kudapati satu notifikasi follow request di instagram. Kuikuti balik tanpa sama sekali menaruh curiga apalagi ge-er yang tidak-tidak. Semua terpantau aman hingga kau mengirim pesan untuk kali pertama; tiga foto berdua kita yang temanmu ambil dari hape Sony-nya. Kau bilang, “Ini foto yang tadi, mohon maafkan HP temanku.” Kumaafkan, walau agak menyesal kenapa tidak kutawarkan Oppo A3S kentangku yang mungkin kualitas kameranya lebih baik dari itu. Sedikit.
-----
Walau kau agak membosankan di awal, tapi entah kenapa aku se-tidak tega itu membiarkan pesanmu tak kubalas. Kenapa, ya?
-----
Senin, 05 Agustus 2019, kudapati pesan di WhatsApp dari nomor yang tak kukenal. Report pertamamu setelah kesepakatan untuk ‘hanya chat jika kita dapat suatu pencapaian’ ditandatangani. Kubaca, beberapa kali, kok aku senyum-senyum sendiri? Haha. Masih ingat sekali, aku menerima pesan itu saat di dalam kereta menuju Jakarta. Perjalanan pulang. Tak kubalas, karena itu yang kau minta. Kau bilang, “Doanya pas solat aja.” MasyaAllah, akhiii.
Keberlanjutan kita hingga saat ini adalah hasil dari pelanggaran bersama secara sadar akan konsensus yang kita buat. Kau melanggarnya duluan, kau bilang masih banyak yang ingin ditanyakan. Eh, keterusan. Sampai... aku tidak sengaja membuatmu berusaha. Maaf, ya. Katamu kau se-lelah itu membaca mauku, berkali-kali bingung harus membuat langkah seperti apa. Hehe.
Sudah, ya, flashbacknya. Semoga Desember memungkinkan untuk kita bertemu kembali. Adios!
0 notes
Text
DAY 2: Things That Makes You Happy
Lapar saat pukul lima tapi bingung mau beli apa. Banyak inginnya; kebab mozarella, pizza di samping Janji Jiwa, bakso manjiw belakang rumah. Tapi, karena malas jalan atau sepedaan untuk keluar, yasudah menulis saja, siapa tau laparnya hilang.
--------------------
Hari kedua bahasannya mengenai "things that makes you happy".
Here we go!
--------------------
Sebetulnya, bahagia adalah konsep yang sangat abstrak menurutku. Standard bahagia juga bukan hal yang bisa dirumuskan secara konkret. Dan kurasa, memang seharusnya dibegitukan saja.
Upaya untuk memilah hal yang membuatku bahagia jelas tidak mudah sebab banyak bentuknya. Pagi tadi, kusadari kalau memandikan Arumi Si Bayi adalah hal yang sangat menyenangkan. Setelah tiga jam berkutat dengan tugas, pipi bapau dan teriakan bayi jumbo itu berhasil merelease kejenuhan.
Di samping itu, banyak hal kecil lain yang dengan tiba-tiba mampu meningkatkan level good moodku hingga membuat senyam-senyum sendiri: mengobrol dengan penumpang bus yang duduk bersebelahan, diajak motoran malam-malam, nongkrong di Joe's Brother hingga pukul sembilan, dan banyak lagi.
Bagiku, bahagia karena hal apapun akan sangat berharga. Karena, rasa senangnya hanya dapat kunikmati saat itu saja, sebentar. Setelahnya hanya bisa kukenang, kuceritakan. Iya, tidak? Untuk hal yang sama, bahkan kadang kurasakan senangnya berbeda. Otentik.
Kalau dibayangkan, sepertinya bahagia adalah suatu titik dalam sebuah kurva. Sumbu x adalah penyebab, sumbu y-nya akibat. Hubungannya sebanding. Di suatu titik, penyebab akan mampu memberikan akibat yang kusebut bahagia. Semakin uwu penyebab, semakin membuatku, "Gila, gak ngerti lagi."
Namun, kalau boleh kunobatkan satu hal yang berhasil membuatku bahagia secara kontinu, tentu saja 'keberhasilan dalam menjalani hari' adalah jawabanku. Mutlak.
1 note
·
View note
Text
DAY 1: Describe Your Personality
personalitas/per•so•na•li•tas/ n keseluruhan reaksi psikologis dan sosial seorang individu, sintesis kehidupan emosionalnya dan kehidupan mentalnya, tingkah laku dan reaksinya terhadap lingkungan.
Berdasarkan hasil pencarianku, ternyata banyak sekali teori psikologi mengenai jenis kepribadian manusia. Bukan tercerahkan, aku justru semakin gamang karena selalu, "Nah, ini gue banget," tiap selesai membaca satu jenis kepribadian. Kau begitu juga tidak, guys?
Maka, kuputuskan untuk menyederhanakan bahasan kali ini dengan suatu pertanyaan, "Hapsari, tuh, orangnya kaya gimana, sih?"
Here we go.
P.S Sebelumnya aku harus mengklaim bahwa paparan ini akan bersifat sangat narsis. Kusampaikan maaf jika sahabat sahabati merasa kurang berkenan. Barakallah.
Anaknya 'pemimpin' banget. Selain kusadari betul, klaim pertamaku yang sangat narsis ini juga didukung oleh track record yang kumiliki. Saat SD, aku langganan menjadi ketua murid; ditakuti oleh banyak teman laki-laki karena galak. SMP, aku debut sebagi ketua OSIS Kahesa; bersama Dewi, kami menjadi pasangan yang sangat merepresentasikan ‘girls power’. Beranjak SMA, Hapsari menjadi pucuk pimpinan di MaBaSa; mengkoordinir piyik-piyik yang susah sekali untuk diajak kumpul tiap Kamis.
Kecenderungan ini tidak kurencanakan, terjadi secara alamiah. Tak tahu, ya, aku agak tidak suka saja melihat sekumpulan manusia yang tak terkendali dan tak memiliki tujuan.
Good planner untuk jangka waktu pendek. Suatu waktu aku pernah menonton video Deddy Corbuzier mengenai dua jenis karakter manusia. Saat melakukan perbandingan mengenai kelihaian tiap manusia untuk 'berencana', Deddy mengatakan jika terdapat spesialis perencana untuk jangka panjang dan spesialis perencana untuk jangka pendek. Aku yang kedua. Untuk membuat rundown harian dan sukses menaatinya, aku boleh diadu. Kecuali karena ngantuk berat, semua agenda yang sudah kurancang bisa aku laksanakan. Namun, ketika menyusun plan untuk jangka waktu bulanan, hancur berantakan.
“Se-komedi itu” Hal ketiga ini kurasa didasari karena kesukaanku atas stand up comedy sejak kelas lima SD. Seringnya menonton penampilan para komika hingga menyimak video pembahasan mengenai teori komedi, membuatku memiliki cukup banyak referensi. Di balik konsep sederhana "membuat orang lain tertawa", kau harus tahu kalau terdapat banyak teknik dan rules yang perlu diperhatikan para komedian dalam melempar bahan tertawaan.
Oiya, kau tahu apa, mengetahui kompleksitas stand up comedy dan membayangkan betapa sangat menyenangkannya menjadi bagian dari stand up Indo, aku sempat, loh, terpikiran untuk menjadi komika. Tapi, karena personaku saat ini kurang mendukung, kuputuskan untuk tidak.
Sekian, kusudahi sesi menyombongkan diri kali ini. Terima saja walau menurut kalian ini tidak terlalu mengulas personality.
Adios!
0 notes
Text
#5
Pagi tadi tiba-tiba terpikir untuk bercerita mengenai beberapa hal, mengingat hari ini adalah akhir dari masa belasan. Terlebih, karena sadar sudah berbulan-bulan tidak berkonten dimana-mana. Nah, kebetulan Senin ini aku sudah memutuskan untuk mengosongkan jadwal (karena tahu esok akan memulai kembali per-Cilegon-an), maka kugaraplah ide yang tiba-tiba muncul itu.
Sebetulnya biasa sekali, bukan, seseorang mengarang panjang lebar saat akan menghadapi usia barunya? Bercerita tentang bagaimana hari yang telah terlewat sampai melakukan rancang rencana agar supaya hidupnya bisa menjadi lebih baik (tentu dengan standard sesuai selera). Maka persilakanlah aku menjadi bagian dari golongan biasa tersebut. Haha.
——————-
Hal yang membuat aku cukup ambis untuk membuat tulisan yang sepertinya akan sangat panjang ini ialah karena aku terhasut oleh banyaknya postingan yang mendramatisir bagaimana kehidupan seorang yang telah menginjak dua puluhan akan sangat berat untuk dijalani. Ditekan ini-itu, dihadang sana-sini. Belum lagi ketika membicarakan betapa potensialnya kaum dua puluhan dilanda stress menghadapi quarter life crisis.
Omong-omong mengenai quarter life crisis, kau tahu apa, saat semester tiga kemarin aku sempat mengklaim dengan sok tahunya bahwa aku berada di fase tersebut. (Dengan hanya mencocokan beberapa symptoms yang ada dengan literatur di Google tentunya). Terlepas valid atau tidak diagnosis amatirku itu, namun saat-saat tersebut berhasil membuat aku berubah.
Karena perubahan bukanlah suatu hal yang terukur, aku tidak tahu seberapa berubahnya aku setelah itu. Namun, kurasa perubahan tersebut cukup teramati, sampai-sampai suatu malam aku menerima pesan dari salah seorang teman. Dia yang sebelumnya menghubungiku hanya untuk berbagi cerita atau bertukar sudut pandang, malam itu menyatakan kalau aku berbeda: lebih baperan. Kalau boleh aku tebak, dia juga sebetulnya berniat mengatakan kalau aku lebih galak.
Jujur aku resah saat mendapat keluhan tersebut. Itu berarti, aku telah menjadi se-tidakmenyenang-kan itu bagi mereka. Padahal, membuat setiap orang senang adalah salah satu tujuanku selama ini. Namun, saat aku bertanya pada diri sendiri, tentang haruskah aku kembali berusaha menyenangkan semua, jawabannya ternyata tidak. Terlalu banyak dikecewakan adalah penyebabnya.
Sejak saat itu, aku sungguh sadar jika Hapsari menjadi lebih memikirkan diri sendiri dan tak terlalu memberi perhatian pada hal-hal yang kurang esensial. Well, I really appreciate myself, karena aku tahu bagaimana sulitnya untuk menghalau dan tidak memedulikan anggapan orang lain (padahal bagi Hapsari hal itu sangat penting).
Disadari atau tidak, perubahan tersebut membuatku seolah memiliki pagar yang sulit untuk dimasuki oleh orang lain. Hanya beberapa yang bersedia untuk duduk dan berdiskusi panjang-lebar. Selain Ara, Erni, Tati, Tb, dan member Panitia Sembilan, selebihnya aku hanya menganggap mereka ‘teman saja’.
Meski sedikit, jelas peran mereka tidak main-main. Ekhem, aku tahu aku bukanlah tipikal orang yang mampu mengungkapkan perasaan, apalagi untuk hal-hal yang sentimental. Namun, biarkan aku mencoba.
--------------------
Untuk orang yang paling seru dalam membicarakan hal apapun, aku menobatkan Ara. Walau perkenalan kami baru sekitar lima tahun, namun kuakui kami sudah sangat sangat terkoneksi. Bukan begitu, Ra? Hal apapun yang kami bicarakan, tidak pernah tidak menyenangkan. Bahkan dalam sekali duduk, aku dan Ara bisa langsung nyerocos sampai lupa pada agenda awal. Dari RUU Cipta Kerja sampai keresahan masing-masing akan ketakutan untuk tidak menemukan pasangan, semua kami bicarakan. Kompleks. Pol-Ek-Sos-Bud-Han-Kam-Bah (ghibah) kami kupas. Well, thank you ya, Ra. Makasihhh banget lu udah mau selalu bagi cerita bareng ogut. Jadi temen berjuang saat SMA walau di major yang berbeda. Debat kemana-mana gak ada abisnya. Goks.

Erni-Tati, yang ini bisa dibilang sudah lebih dari saudara sendiri. Aaaaaaapapun kami bagi. Jelas mereka besar perannya dalam membentuk aku yang sekarang. Dari Erni, aku belajar sekali bagaimana untuk selalu sabar di berbagai situasi. Jarang sekali melihat dia sedih untuk hal-hal yang umumnya dianggap masalah bagi anak seusianya. Kusebut dia penengah antara kami bertiga. (Karena kau akan tahu Tati seperti apa setelah ini.) Sedang Tati, dia kusebut sebagai interstisi, menyelip diantara aku dan Erni yang telah dekat sejak kelas satu SD. Dia adalah satu dari beberapa people pleasure yang kukenal, dan sudah berada di level ultimate. Tati hampir selalu memenuhi demand yang datang padanya, terlampau baik, walau saat melakukannya tak jarang ia misuh-misuh sendiri karena tidak senang. Untuk menegurnya jika hal itu terjadi, biasanya aku berdiskusi dahulu dengan Erni untuk memfilter kefrontalan yang mungkin kuucapkan. Walau begitu, Tati sempat menjadi penyelamatku saat aku bablas berbuka puasa karena tertidur selepas ashar sampai pukul sembilan saat di kostan. Huge thanks, guys. Dah, itu aja:’)

Kalau Tb, dia adalah peninggalan zaman SMP. Obrolan kami dimulai dari pertanyaannya padaku di inbox facebook. Karena dia adalah teman yang cukup memiliki banyak similarity denganku saat itu, akhirnya obrolan kami merembet kemana-mana, hingga sekarang. Kalau sedang stress-stressnya karena urusan kampus, biasanya ku-spam dia banyak-banyak, meski tak jarang dibalasnya baru satu-dua hari setelah kukirim. Balasannya tidak menyelesaikan masalah, namun patut diapresiasi.
Terakhir, ukhti dan akhi Panitia Sembilan yang walau hanya dengan balas-membalas pesan di grup WhatsApp saja sudah berhasil menaikan mood berkali-kali lipat. Bagian yang paling ditunggu dan selalu berkesan tentu saja saat berkumpul dengan Ummi Ami dalam kajian pranikah. Aku heran, padahal ekosistem ini diisi bukan hanya oleh satu jenis spesies, ada Juki yang ke-coki-coki-an, Irman yang wibunya mendarah daging, Resti-Erina yang senang bersenja-senja dan statement-nya tak jarang membuat Juki seolah tidak memiliki secuil imanpun, juga aku dan Ara yang selalu memoderatori pihak-pihak yang bersengketa (walau kadang bablas juga malah menyerang oposisi. Re: Resti-Erina). Lafyu, mate. Ayok, dong, kumpul bareng lagi!

Ara, Erni, Tati, Tb, dan ukhti-akhi Panitia Sembilan jelas irreplaceable <3
——————–
Terlepas dari sehebat apapun influence dari teman-teman irreplaceable-ku, jelas tidak ada yang lebih hebat dari pengaruh Babeh dan keluarga dalam membentuk aku. Jujur saja, sebelumnya aku bukanlah tipe family-person, bahkan cenderung cuek terhadap orang rumah. Namun, quarantine period akibat Covid-19 ini menyadarkanku bahwa betapa sangat perlunya aku bersyukur karena memiliki keluarga yang super asik. Kesadaranku ini dipicu oleh obrolan Aku dan Ara di suatu kafe yang saat kami datang bahkan karyawan kafe belum selesai merapikan tempatnya.

Sebagai seorang anak perempuan, aku tidak pernah sama sekali dilarang atau bahkan dikekang untuk alasan yang tidak bisa aku terima. Tidak masalah bagi Babeh saat aku sampai rumah pukul berapapun selagi dia tahu aku sudah makan (ini sungguhan), ia juga hampir selalu mengizinkanku pergi kemanapun tanpa banyak interogasi ini-itu. Menurutku, privilege inilah yang memudahkan petualanganku dalam berbagai hal.
Bentukan Babeh yang benci sekali pada orang lamban, membuat aku selalu taktis dalam melakukan segala hal. Ketidaksukaannya akan hal berbau keribetan, membuat anak perempuannya lebih senang berpenampilan seperlunya. Kehematannya dalam merespon suatu hal, membuatku paham bagaimana menanggapi permasalahan sesuai kadar. Kebiasaannya me-ninabobo-kan aku dengan lagu wajib nasional, sukses menjadikan anak perempuannya berjiwa nasionalis. No debate!
Ah iya, dengan hadirnya keponakan pertamaku, aku merasa ada kehangatan baru. Aku juga jadi bisa melihat Babeh yang senang sekali tiap kali bercengkerama dengan cucu pertamanya, walau terkadang overprotective.
——————–
Kehadiran keluarga dan teman yang cukup suportif kurasakan sudah sangat membuatku utuh. Namun, Agustus tahun lalu aku mendapat jackpot. Tanpa perencanaan, saat di Pare aku berkenalan (dikenalkan, sih, lebih tepatnya) dengan seseorang, sebut saja Trampolin. Dia membuat aku yang secara alamiah sudah kompetitif, menjadi lebih kompetitif lagi. Niat hati hanya akan menjadikannya rival, namun berujung menjadi teman cerita. Aku bahagia? Tentu. Eheh. I hope we can meet again as soon as possible, Dude. Keep on your finest track, sukses untuk tahun terakhir kuliah dan kehidupan after-kuliahnya.

——————–
Fiuw, sudah pukul sebelas saja. Lima jam tak terasa. Kalau dibuat konten podcast, bisa jadi mampu hasilkan dua sampai tiga episode, nih.
Ya sudah, kalau begitu kusudahi saja tulisan terakhir di sembilan belasku ini. Sebelumnya, aku ingin ucapkan syukur atas apa yang telah Allah anugerahkan, utamanya di satu tahun terakhirku; kestabilan akademik, kemampuan menempuh berbagai tahap seleksi sebagai asisten lab, kabar lolosnya PKM-ku untuk tahap pendanaan (doakan aku lolos hingga PIMNAS, ya :)), juga kehadiran sosok-sosok yang sangat mendukung kemajuanku.
Terkesan dengan pembicaraan Uus dan Erika mengenai ‘kebahagiaan’, mulai besok aku berniat untuk selalu berusaha menempuh jalan dan hanya melakukan hal yang membahagiakan. Intinya, aku ingin usia dua puluhku dan seterusnya selalu dilingkupi kebahagiaan. Lain kali kita bahas, ya, mengapa bahagia kujadikan sebagai tujuan. Terakhir, aku akan selalu berusaha hidup dengan sadar, juga sebisa mungkin selalu memanjangkan niat saat melakukan segala hal.
Adios!
0 notes
Text
Tidaaak, ide konten memenuhi isi kepala tapi tidak punya cukup waktu untuk garapnyaaa. Fufufu.
0 notes