Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Pada sebuah titik persimpangan
Kutengok beberapa langkah yang berjejak di belakang
Tapak demi setapak dalam seperempat abad kehidupan
Terpukau pada setiap cara Rabbku mengabulkan setiap asa yang kudengungkan
Rupanya bukan dengan pisau bedah di tangan
Melainkan dengan barisan huruf berwarna yang memecah kepingan gambar
Bukan pula dengan membalut luka pada tubuh-tubuh mungil yang sesekali mampir
Melainkan berupaya memancarkan binar pada mata mungil yang mimpinya tak lagi kecil
Nyatanya, Rabbku tak pernah mangkir atas asa yang kupunya
Tak juga acuh atas setiap baris doa yang kupinta
Hanya menunjukkan jalan yang berbeda atas tujuan yang nyatanya serupa
—IY
11 Juni 2025
0 notes
Text
Gelap perlahan tenggelam
Sinar itu merekah perlahan
Cahayanya tegar menyisihkan malam
Menembus batas kepingan-kepingan usang
Menegaskan goresan lengkungan yang mulai lekang
Diantara bimbang, jejaknya menyingkirkan keraguan
Meskipun terkadang sinarnya menjelma bak pelukis bayang kecemasan
Bukan tanpa sengaja
Hanya melempar kail dan mengumpan raut masam
Sekaligus menerka setitik yang terbesit pada relung paling dasar
Sayangnya raut itu tak mampu sedetik saja disingkirkan
IY
Selasa 15 April 2025
0 notes
Text
Pada batas jingga yang surut sepenggal demi sepenggal
Nampak cahaya rembulan perlahan
Memaksa sebaris ucapan selamat tinggal
Katanya, sampai jumpa tahun depan jika Rabb kita menghendaki demikian
Nyatanya, belum sempurna pijakan sang amal
Pada titik-titik yang rumpang, semoga diterimalah ia dihadapan Rabb penguasa kehidupan dan kematian
Taqobbalallahu minna wa minkum
-IY
Ahad, 30 Maret 2025
0 notes
Text
Mentariku menepi
Seketika kelabu menghapus sisa torehan jingga
Bergemuruh ia sambil sesekali bergetar
Yang benar saja
Mendungnya sama sekali tak mengusik
Atau sudah lumpuh hati mereka
Sesekali petirnya memekik
Kosong
Mendengarpun ternyata enggan
Relungku hanya ingin berbisik:
Langit disini mendung, hanya pada langit yang cerah jinggamu akan merekah.
—IY
Jum'at 21 Maret 2024
0 notes
Text
Akan kubenamkan radar suara jauh kedalam relung diri
Agar aku mampu mendengar kata hati yang berbisik lirih
Agar aku paham apa yang ingin kurengkuh
Agar tak lagi bising isi kepalaku yang gaduh
Jika relungku mampu diajak bicara
Akan kucecar ia dengan segala tanya
Tentang siapa dan mengapa
Tentang apa dan bagaimana
Namun tiada kapan dalam tanyaku
Karena sejatinya waktu akan terus berputar pada detik yang kita tuju
—IY
13 Maret 2025
0 notes
Text
Pada mentari ingin kubisikkan pesan
Sinarmu merekah diantara bincang
Cahayamu menyelipkan tawa diantara mendung kelabu dan redupnya malam
Akupun mulai membenci senja yang menarikmu tenggelam
Menyisakan jingga ditengah jeda kata yang terpenggal
Pada akhirnya, tinggalah lamunan panjang yang dibalut malam
Dan sejengkal renjana yang bahkan tak bisa diutarakan
8 Maret 2025
IY
0 notes
Text
Kutenggelamkan diriku jauh ke dasar samudra
Menyelam hingga titik tak bercahaya
Kulewatkan selusin purnama menjauhi batas senja
Sesaat setelahnya, tawa itu mulai tersandera layaknya tawanan yang sedang disekap
Bersama sepatah selamat tinggal yang sebelumnya terucap diatas bayang
Setelah terkumpul lebih dari selusin purnama
Mentari mulai terbit
Setitik cahaya menembus jauh ke titik terdalam samudra
Jalanku terang, terbawalah aku menuju permukaan
Aku menggigil, permukaan kulitku mengerut
Bukankah sudah terlalu lama aku di bawah sana?
Gigi seriku saling mengetuk, dengan jiwa yang gamang mataku menatap arah dasarnya
Kupalingkan kembali mataku menuju arah mentari
Ikatanku lepas bersama tawa diantara sinarnya
Sesaat, kutatap kembali dasar samudra bak penjara itu
Sepintas hatiku gentar, kepada mentari kembali kubisikkan pesan
Akankah engkau tenggelam? Kemudian aku akan kembali ke dasar? Kumohon jangan
IY
21 Feb 25
0 notes
Text
"Oh tidakk, dinding perutku tergores"
"Yang benar saja? Bukankah sudah kubilang jangan terlalu penuh"
"Iya kamu benar"
"Tak apa, kosongkan saja perutmu. Perlahan goresannya pasti akan mengering juga"
"Baiklah, lebih baik lapar sejenak daripada terlalu penuh hingga tergores"
12 purnama kemudian ...
"Aku sudah terlalu lama lapar"
"Lihatlah, matahari sudah sempurna terbit. Sambutlah makananmu"
"Sekarang aku sangat kenyang"
"Oh yaa?"
"Ya, penuh kupu-kupu"
"Sekadarnya saja ya, jangan sampai tergores lagi"
"Tentu"
0 notes
Text
Kelana 2024
Bagaimana tahun ini berjalan? Apakah sudah sesuai harapanmu? Atau justru kamu yang belum sesuai harapan Rabbmu?
Sudah berapa kata "selamat" dan "mohon maaf" yang kamu dapatkan? Bukankah ini adalah pengalaman yang mengesankan, ketika kamu mendapatkan kebahagiaan atas pencapaian sekaligus kontan dengan kekecewaan. Namun, rupanya Rabbmu ingin mengajarimu arti dari penerimaan karena sesungguhnya itulah yang engkau butuhkan.
Kalau tahun 2024 juga diawali dengan luka, siapa suruh kamu berjalan diatas duri tanpa alas kaki? Lucunya lagi, kamu sendiri yang taburkan garam diatas goresan lukamu pada penghujung tahun. Sempurna sekali untuk awal dan penutup yang mungkin suatu saat akan kamu kenang sebagai pelajaran hidup.
Tak disangka ya, tahun ini juga diselimuti duka. Nyatanya, bagaimanapun bentuk kehilangan pasti akan menyisakan air mata. Namun bukankah kita masih bisa berharap bahwa kelak akan dipertemukan di Surga? Toh, dunia hanyalah tempat singgah sementara. Allahummaghfirlaha warhamha wa'afiiha wa'fuanha. Rupanya idul fitri kemarin adalah momen terakhir kami berfoto bersama. Cucumu sekarang sudah jauh lebih mandiri lohh.
Ah, jangan hanya bicara pilu-pilunya saja. Tahun ini juga banyak doa-doa yang dikabulkan-Nya, entah terucap dari lisanmu ataupun dari lisan orang-orang yang peduli padamu. "Semoga kamu nanti dapat tempat kerja yang lingkungannya baik ya, yang tidak melarangmu untuk berjilbab syar'i, yang tidak memaksamu melakukan hal-hal diluar batas syariat", terima kasih kawan baik atas doa yang sangat indah, doanya terkabul sekarang. Semoga Allah segera mengangkat penyakitmu ya, kawan.
Terakhir, rupanya tahun ini banyak hal baru yang dipelajari yaa. Sudah berapa menu masakan yang kamu coba? Bukankah dulu dapur rasanya mirip seperti penjara? Bukankah dulu kamu justru lebih memilih membuka laptop, mengurus event, ikut pelatihan, atau justru mengikuti lomba disela-sela hari libur panjangmu dibandingkan pergi memasak? Tapi sekarang tahu kan rasa bahagianya membuat eskrim dan diapresiasi oleh anak-anak muridmu hingga diminta buat lagi. Rasanya lebih hangat dan membahagiakan daripada sekadar menghabiskan waktu dengan laptop.
Kemudian, kalau sudah banyak yang Rabbmu berikan sekarang, lalu apakah kamu sudah memenuhi ekspetasi-Nya?
-IY
Manarul Ilmi, 28 Desember 2024
0 notes
Text
Aku melihatnya bagai titik tertinggi diatas gunung
Kemudian bertanya-tanya, seberapa kuat kakiku mendaki?
Terpekur, akankah dapat pula relungnya kurengkuh
Di tengah ketidakmungkinan jaraknya tergapai
Pada akhirnya tetaplah tiada sosok tanpa cela
Di tengah perjalanan kutemukan rumpang
Sambil bertanya-tanya, seberapa besar jiwa itu rapuh?
Jika boleh tanganku terulur, genggam saja
Toh, pundakmu tak harus selalu kuat menopang kerasnya dunia sendirian
Kecuali kalau dirimu mau babak belur
Namun, bukankah lebih ringan jika roda ini dapat bersama kita kayuh?
—IY
Selasa, 5 November 2024
0 notes
Text
Purnamaku hampir sampai pada hitungan ketiga
Tapi adakah detik baru untuk kembali bersua?
Asaku tak sengaja kurenda sejak kali pertama
Detak debarku menuntun untuk menggali dan mencari
Tapi rupanya kau batu, ya
Beberapa kali sudah kudengar cerita dari mereka
Tapi masih belum cukup untukku yang berusaha mengukir makna
Atau, biar lembar-lembar itu saja yang berbicara
Dan semoga, kali ini penaku tak kembali menamatkan sajak-sajak secara paksa
—IY
Jumat, 18 Oktober 2024
1 note
·
View note
Text
Derap kaki melangkah ditengah rak berisi tumpukan parfum
Berhenti sejenak melirik satu botol sembari menuntaskan kelana waktu lampau
Diambilah botol itu, dibuka tutupnya seraya pejam pula matanya
Seketika terlintas segala memori lampau saat parfum itu pernah digunakannya
Yang benar saja, bisa-bisanya aroma mampu memunculkan peristiwa
Ditutuplah botol itu, kakinya bergerak selangkah maju
Tetap saja yang diambil adalah botol parfum yang lain
Setiap aroma ada masanya, katanya
Tapi lihat saja bulan berikutnya, botol itu tetap kuat daya pikatnya
Meski hanya dihampiri sejenak sekadar bernostalgia
IY
Rabu, 4 Sept 2024
0 notes
Text
Mentari pagi saat itu terasa menyengat
Dan aku memulai pijakan pertamaku
Sesaat aku terpekur
Ah rupanya Rabbku membuatnya terkabul
Kelu rasanya
Tak seperti pada dunia maya
Bahkan sepatah kata saja sukar terlepas
Kualihkan guliran bola mataku
Pacuan nadiku rasanya semakin tak terukur
Sesekali aku mencoba mendengar
Bermain angka dengan kata, ah seru sekali rupanya
Asal tahu saja, riuh relungku tidaklah sehening lidahku
Kalau boleh kembali kutorehkan tinta
Aku ingin memulai pada halaman yang berbeda
Namun sayang, tinta halaman sebelumnya masih belum kering
Dan aku takut akan meninggalkan jejak pada lembaran yang baru saja kubuka
Pada akhirnya, "sampai jumpa" adalah doa yang kuharap menjadi niscaya
IY
Ditulis 6 Agst 2024
0 notes
Text
Sebuah Narasi Alegori
Pada suatu wilayah di perkotaan, hidup seorang gadis yang setiap saat menata balok-baloknya agar jadi tinggi dan megah. Sayangnya belum sempat balok itu meninggi, ia mendapatkan musibah. Tangannya terluka dan kakinya terkilir hingga akhirnya ia tak lagi bersemangat menyusun balok-baloknya. Setiap hari ia meratapi tangan dan kakinya yang terasa sakit.
Beruntungnya, saat itu ia mendapatkan obat. Memang tak menyembuhkan tangan dan kakinya seketika, namun setiap meminum obat tersebut tangannya mulai dapat digerakkan dan kakinya bisa berdiri. Melihat kondisinya yang terasa membaik, gadis itupun semakin bersemangat meminum obat itu.
Setiap hari ia minum obat itu, ia jadikan obat itu sebagai pelengkap hari-harinya. Benar saja, tak hanya sembuh tangan dan kakinya namun juga kebahagiaannya semakin bertambah ketika meminum obat itu. Semakin hari semakin memuncak, hingga ia menganggap obat itu adalah bagian berharga dari hidupnya.
Ia pun dapat melanjutkan menata baloknya hingga meninggi walaupun balok itu belum sepenuhnya jadi. Obat itulah yang menemani hari-harinya untuk menata balok, setiap saat ia konsumsi dan setelah itu semangatnya dalam menata balok seperti penuh terisi. Namun, disaat obat itu tidak ia konsumsi maka semangatnya turun. Hingga akhirnya ia terus meminum obat itu setiap hari
Sampai suatu hari, dadanya sesak tidak terkira. Detak jantungnya tidak terkendali, gadis itu menangis sambil berusaha untuk tetap dapat bernapas. Sesaknya semakin menjadi jadi. Tak berhenti disitu saja, rasanya semakin perih. Ingin ia berteriak namun suaranya tertahan. Tangisnya semakin pecah, tangisan yang dalam dan sesak.
Dokter bilang ini akibat obat yang ia konsumsi, obat itu kemudian menjadi racun tanpa ia sadari. "Kamu terlalu bergantung pada obat ini", ujar dokter
Gadis itu setengah terkejut, bagaimana bisa obat yang dulu menyembuhkan dia justru membuatnya lebih sakit, dadanya sesak, sekujur tubuhnya kaku. Jauh berkali-kali lipat daripada kesakitannya akibat tangannya yg terluka dan kakinya yg terkilir dulu. "Bukankah ini obat? Bukankah seharusnya ia menyembuhkanku? Tapi mengapa sekarang jadi begini? Yang kukira obat justru membuatku lebih kesakitan", rintihnya.
Dokter menyarankan ia menjalani terapi, kemudian dokter juga ingin memberikan resep obat baru kepada gadis itu agar kondisi kesehatannya membaik dan ia dapat melanjutkan penyusunan baloknya yang belum selesai.
Gadis itu menolak sambil merintih dan menangis, "bagaimana bisa aku yakin obat yang dokter beri dapat menyembuhkanku? Sedangkan yang dahulu ku kira obat sekarang justru membuatku hampir sekarat"
IY
22 Juli 24
01.11
0 notes
Text
Tangkapan lensa itu rasanya seperti baru kemarin,
Sapaan ringan dan hangat yang sengaja abai olehku,
Langkah kaki yang melipir tuk sembunyi,
Lucunya, kini berjejak sesal.
Sekarang mataku nanar,
Rengsa jiwa mengharap atensi yang telah pergi,
Tapi kadang justru aku ingin berhenti,
Kemudian singgah pada ruang-ruang lain,
Namun tetap saja,
Relung ini rupanya memiliki kaki untuk kembali.
IY
8 Juli 2024
0 notes
Text
Hai, sejenak aksaraku ingin menyapa
Perwakilan atas suara yang hingga kini mengendap menuju tak bersisa
Mau bagaimana lagi, bukankah bentangan itu diantara fajar dan bintang
Lalu bagaimana cara mentari bertutur kepada bintang yang baru saja tenggelam
Bahkan hanya untuk sepatah 'apa kabar?'
Masalahnya lagi, aku selalu berdiri diatas ego yang tak terkendali
Alih-alih bersikap peduli, aku justru memilih lari dan sembunyi
Tapi tenang saja, bahkan doa-doaku belum pernah berhenti
Terkadang juga terselip pada aksara-aksara yang tak pernah mengangkasa
Lucu ya, aku bahkan menulis sesuatu yang sejatinya tak akan terbaca
Kecuali jika Rabb kita memang menghendakinya.
—IY
Kamis, 16 Mei 2024
0 notes
Text
Aku berdiri di persimpangan
Hendak ke kanan namun batin terasa enggan
Sedikit bergeser ke kiri namun hati bersorak jangan
Aku ingin melaju, sayangnya ada yang menarikku dari belakang
Aku berpikir untuk berbalik, namun apa yang ada di depan sejatinya ialah tujuan
Aku gamang
Hingga ribuan detik tergenang
Dan aku masih diam
Entah sudah purnama kesekian
—IY
Kamis, 25 April 2024
0 notes