Tumgik
penasantri · 3 years
Text
Wujudiyah Hamzah Fansuri (Bagian VI) Martabat Lima dalam Tasawwuf Hamzah Fansuri
Tumblr media
Hamazah fansuri memulai pembahasannya dengan menjelaskan bahawa Tuhan memiliki sifat-sifat-Nya yang kekal. Dalam sifat-sifat itulah tersimpan segala potensi dari tindakan-tindakan Tuhan yang tiada kesudahan dalam memperlihatkan segal ciptaan.  Dalam hal tajalli ini Hamzah Fansuri tidaklah mengikuti konsep Ibn Arabi ataupun al-Jili. Hamzah membuat konsep yang berbeda dengan Ibn Arabia tau al-Jili yakni Tuhan bertajalli dalam lima martabat: - Maratabat pertama adalah martabat lataayyun. Hal ini dinamakan karena akal budi manusia tidak akan mampu memcapainya. Hamzah menyitir hadist nabi yang mengatakan melarang manusia untuk tidak memikirkan tentang zat Tuhan itulah yang disebut dengan La taayyun. -  Maratabat kedua dinamakan taayyun awwal , yaitu ilmu, wujud, syuhud, dan nur. Dengan sebab ilmu maka Alim dan Maklum menjadi nyata, dengan sebab wujud maka yang mengadakan dan yang diadakan menjadi nyata , dengan sebab syuhud maka yang melihat dan yang dilihat menjadi nyata, dengan sebab nur maka yang menerangi dn yang diterangi menjadi nyata. Taayyun awal ini dinamakan ahad dan wahid. Di namakan ahadkarena zat Allah berada dalam ke-Esaan-Nya. Namun, jika disertakan dengan sifatnya maka dinamakan dengan wahid. - Maratabat ketga dinakan dengan taayyun kedua, yaitu ma’lum (yang dketahui) yang oleh kaum sufi dinamakan juga degan ayyun tsabitah. - Martabat ke empat dinamakan tayyun ketiga  kenyataan di dalam peringkat ke tiga berupa ruh insan, ruh hewan, dan ruh tumbuhan. - Martabat ke empat adalah taayyun ke empat dan kelima yaitu yang segala yang berbentuk fisik dan segala mahluqotnya . tahap ini merupakn tahap penciptaan tiada akhitr, ila mala nihayata lahu.  Sebab bila tdak ada penciptaan maka Tuhan bukan merupaka pencipta. Inilah martabat yang lima yang dsampaikan oleh Hamzah Fansuri, yang jika dibanddingkan dengan konsep tajalli yang dikemukan oleh Ibn Arabi dan al-Jili terdapat perbedaan meskipun terdapat perserupaan. Catatan Akhir Hamzah Fansuri adalah ulama kesohor yang hidup di pertengahan abad ke-15 di Barus. Menurut Riwayatnya iya telah melanglang buana ke seluruh penjuru dunia demi mencari Tuhannya. Mulai dari ulama Nusantara sampai timur tengah. Hingga yang didapatinya adalah pengenalan diri kepada Tuhan melalui pengenalan seorang kepada dirinya sendiri. Bagi Hamzah Fansuri seorang hamba itu adalah “ibarat” madzhar, dan bahkan kesatuan tak terpisahkan dengan tuhan itu sendiri. Wuudiyah Hamzah Fansuri berpangkal pada rasa kefanaan (kuasa dan makna) seorang hamba, kecuali ia hanyalah perwujudan dari Rahman tuhan. Dalam ajaran Sufism wujudiyah dipahami bahwa diri ini, bahkan seluruh yang ada hanyalah ekspresi-ekspresi wujud tuhan. Keberadaannyha berawal dan akan berakhir kepadanya. Sebab ada yang sesunggunya adalah Allah itu sendiri. Selainnya hanyalah idharullah. Selebihnya yangn perlu ditekankan dalam Sufism Hamzah Fansuri adalah pengakuannya pada berbagai sifat-sifat Tuhan. Ia sama sekali tidak menginkari sifat Allah dan Syariat Allah. Bahkan ia mengajarkan laku arif lan budiman untuk berpegang teguh pada ajaran Agama Allah, (ilmu syariat). Miftah Arifin mengutip dari syarab asyiqin hal. 191-192. Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Wujudiyah Hamzah Fansuri (Bagian V) Tuhan dalam Pandangan Hamza Fansuri
Tumblr media
Hamzah Fansuri memahami Tuhan sebagai zat yang memiliki berbagai sifat kemuliaan. Sifat kemuliaan yang disebutkan dalam Syair Perahu diantaranya Rabb al-Alamim, ahadiyat atau esa, kadim,  al-Latif, wujud, jalal, jamal, wujud Allah, kamal,  iradat atau maha  berkehendak, kudrat atau mahakuasa, ghani, Tuhan yang esa, Tuhan yang kekal, Tuhan yang ghafil, hidup (hayat), mahatahu (alim), maha mendengar (sama), melihat (bashar), kalam (berkata). Di dalam ajaran Islam dikenal 20 sifat wajib Allah, seperti wujud (ada), wahdaniyat (esa), kudrat (kuasa), iradat (berkehandak) ilmu ( berilmu), hayat (hidup), sama (mendengar), bashar (melihat), dan kalam (berfirman). Hamzah Fansuri memahami Tuhan sebagai khalik yang berbeda dengan  dengan makhluknya, disebutkannya: Upama kapas benang dan kain, Asalnya tunggal warnanya lain. (I:43). Meskipun demikian, pendekatan yang sunguh-sungguh akan sampai pada kesamaan dengan Tuhan. Dalam syairnya Hamzah Fansuri mengemukakan antara lain: Anak makhdum amalnya daim, Senantiasa sama dengan al-Karim. (I: 4). Buahnya lengkap tiada tersembunyi, Sungguhnya lengkap tiada berdinding. (I: 6) Mahw Raja, mahw Pengeran, Asal-mulanya satu tiada berlainan, (I: 16), Itulah wujud menyatakan ahadiyat. (I: 20), Sungguhpun dua Tuhan dan sahaya, Dimanakan putus wujud dan cita, (I: 45), La ilaha illa llah itu kesudahan kata, Tauhid akan ma’rifat semata-mata,  Hapuskan perkara biasa, Hamba dan Tuhan tiadalah beda./ (II: 43). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Hamzah Fansuri termasuk penganut paham wujudiah, yang ingin mewujudkan kesatuan makhluk dengan khalik. Wujudiyah Hamzah Fansuri: Ajaran Sufism Nuansa Nusantara Hamzah Fansuri memiliki pandangan tasawuf yang berbau panteisme (wujudiyah). Ibnu Arabi dianggap sebagai tokoh yang sangat berpengaruh dalam pemikiran tasawuf Hamzah Fansuri melalui karyakaryanya. Bahkan Hamzah Fansuri dianggap orang pertama yang menjelaskan paham wihdat al-wujud Ibnu Arabi untuk kawasan Asia Tenggara. Hamzah Fansuri juga mengutip pendapat para sufi yang beraliran wujudiyah dan non-wujudiyah untuk menjelaskan dan memperkuat pendapat Ibnu Arabi yang dinisbatkan kepadanya, seperti Abu Yazid al-Busthami, al-Junaid al-Baghdadi, al-Hallaj, al-Ghazali, al-Mas’udi, Farid al-Din al-Attar, Jalal al-Din al-Rumi, al-Iraqi, al-Maghribi Syah Ni’matullah, dan al-Jami. Hamzah Fansuri tidak hanya menerjemahkan dan menghimpun pendapat mereka, namun juga dengan keahlian dalam menyusun kata-kata sehingga sesuai dengan paham wihdat al-wujud Ibnu Arabi. Walaupun demikian Hamzah Fansuri masih disebut sebagai penganut tarekat Qadiriyah yang dinisbatkan kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan beraliran Sunni. Sedangkan dalam bidang fikih, Hamzah Fansuri disebut bermazhab al-Syafi’i. Hamzah Fansuri memulai ajaran tasawufnya dengan mengatakan bahwa Tuhan adalah Dzat yang Maha Suci dan Maha Tinggi yang menciptakan manusia. Hamzah Fansuri mengatakan: Ketahuilah, hai segala kamu anak Adam yang Islam, bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan kita, dari pada tiada diadakannya; dan dari pada tiada bernama diberi nama; dan dari pada tiada berupa diberi berupa; lengkap dengan telinga, dengan hati, dengan nyawa, dengan budi. Yogya kita cari Tuhan kita ini supaya kita kenal dengan makrifat kita atau dengan khidmat kita kepada guru yang sempurna mengenal dia supaya jangan taqsir kita” Dari ungkapan di atas, ada dua pandangan esensial Hamzah Fansuri, yaitu pertama, tentang keberadaan Tuhan dianggap memiliki posisi sangat Tinggi dan Suci di hadapan manusia (mahluq). Kedua, seorang salik (pejalan tasawuf) harus melalui seorang guru/Syeikh yang dapat membimbing dan mengantarkan si salik untuk dapat menemukan Tuhannya (ma’rifatullah). Dalam salah satu syairnya, Hamzah Fansuri mengatakan: Cahayanya-Nya terlalu nyarak Dengan rupa kita yang banyak Ia juga takur dan arak Jangan kau cari jauh, hai anak. Ajaran tasawuf Hamzah Fansuri lainnya adalah terkait dengan hakikat wujud dan penciptaan. Hamzah Fansuri melihat bahwa wujud itu hanya satu walaupun terlihat berbilang (banyak). Dari wujud yang satu ini ada yang merupakan kulit (madzhar, kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan batin). Semua benda di dunia ini sebenarnya merupakan pancaran (manifestasi/tajalliyat) dari yang hakiki, yang disebut al-Haqq Ta’ala (Allah SWT. itu sendiri). Ia menggambarkan wujud Tuhan bagaikan lautan dalam yang tak bergerak. Sedangkan alam semesta ini merupakan gelombang lautan wujud Tuhan. Pengaliran dari Dzat yang Mutlak ini diumpamakan gerak ombak yang menimbulkan uap, asap, dan awan, yang kemudian menjadi dunia gejala. Itulah yang disebut ta’ayyun dari Dzat yang la ta’ayyun. Itu juga yang disebut tanazul. Kemudian segala sesuatu kembali lagi pada Tuhan (taraqqi), yang digambarkan sebagai uap, asap, awan, lalu hujan dan sungai, dan kembali lagi ke lautan. Ajaran Hamzah Fansuri inilah yang kemudian mendapat pertentangan dari para ulama sufi Sunni Nusantara. Perumpamaan antara Tuhan dan alam tersebut diilustrasikan oleh Hamzah Fansuri melalui ungkapannya berikut: Laut tiada bercerai dengan ombaknya, ombak tiada bercerai dengan lautnya. Demikian juga dengan Allah SWT., tiada bercerai dengan alam, tetapi tiada di dalam alam dan tiada di luar alam dan tiada di bawah alam dan tiada di kanan alam dan tiada di kiri alam dan tiada di hadapan alam dan tiada di belakang alam dan tiada bercerai dengan alam dan tiada bertemu dengan alam dan tiada jauh dari alam. Ungkapan Hamzah Fansuri di atas jelas menunjukkan paham tasawufnya yang panteis. Sebab ungkapan tersebut seakan menunjukkan bahwa tidak ada jarak antara Tuhan dengan alam (mahluq). Ungkapan tersebut sesuai dengan hadis Nabi Saw., bahwa barangsiapa mengenal dirinya maka akan dapat mengenal Tuhannya (man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu). Hamzah Fansuri, sebagaimana dikutip Miftah Arifin, menyatakan bahwa arti mengenal Tuhannya dan mengenal dirinya: Diri kuntu kanzan makhfiyyan dirinya dan semesta sekalian dalam ilmu Allah. Seperti biji dengan pohon; pohonnya sebiji itu; sungguh pun tiada kelihatan tetapi hukumnya ada dalam biji itu”…”Hai Thalib! Mengetahui man ‘arafa nafsahu bukan mengenal jantung dan paru-paru, dan bukan mengenal kaki dan tangan. Arti man ‘arafa nafsahu adanya dengan ada Tuhannya Esa jua. Dari ungkapan Hamzah Fansuri tersebut dapat dilihat bahwa dia adalah pengamal dan pengembang paham tasawuf wujudiyah yang konsisten. Ungkapan lainnya sebagaimana dapat dilihat dari syairnya: Tuhan kita yang bernama Qadim Pada sekalian makhluk terlalu karim Tandanya qadir lagi hakim Menjadikan alam dari al-Rahman al-Rahim Rahman itulah yang bernama sifat Tiada bercerai dengan kunhi Dzat Di sana perhimpunan sekalian ibarat Itulah hakikat yang bernama maklumat Rahman itulah yang bernama wujud Keadaan Tuhan yang bersedia ma’bud Kenyataan Islam, Nasrani, dan Yahudi Dari Rahman itulah sekalian maujud Menurut Hamzah Fansuri, Tuhan sebagai Wujud Tunggal yang tiada bandingan dan sekutu, menampakkan sifat-sifat kreatif-Nya melalui ciptaan-Nya yang berbagai-bagai di alam semesta. Sifat dan tindakan-Nya yang kreatif inilah yang disebut sebagai Wujud-Nya yang tampak kepada manusia. Pendapatnya ini dirujuk kepada al-Qur’an Surat al-Baqarah/2: 115, yang artinya kurang lebih: “Ke mana pun kau memandang akan tampak wajah Allah (ainama tuwallu fa tsamma wajhullahi)”. Wajah Allah SWT. yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah wajah lahir, akan tetapi wajah batin-Nya, yaitu sifat-sifat-Nya yang Maha Pengasih (al-Rahman) dan Maha Penyayang (al-Rahim). Rahman adalah cinta Tuhan yang esensial yang dilimpahkan kepada siapa saja. Sedangkan Rahim adalah cinta Tuhan yang wujub, artinya hanya wajib diberikan kepada orang-orang pilihan yang benar-benar dicintainya. Bagi penganut tasawuf wujudiyah, sifat Rahman dan Rahim Tuhan merupakan cinta Tuhan kepada manusia yang dipancarkan dari wajah Tuhan kepada mata batin manusia. Semua ciptaan yang wujud di alam semesta ini merupakan pancaran dari Rahman dan Rahim-Nya sebab Rahman-Nya telah meliputi segala sesuatu. Pandangan-pandangan tasawuf wujudiyah yang dikembangkan Hamzah Fansuri ini kemudian terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sehingga berkembang ke seantero Nusantara. Tasawuf wujudiyah Hamzah Fansuri membawa pengaruh luas, tidak hanya berkembang di wilayah Sumatera (Aceh) semata, namun juga hingga ke Sulawesi, Kalimantan, Jawa, bahkan hingga Mancanegara. Terdapat ajaran khas Hamzah Fansuri mengenai Zat Tuhan. Suatu perwujudan ajaran Sufism Nusantara yang membedakan dengan berbagai ajaran tasawauf sebelumnya. Dalam Hamzah Fansuri, Tuhan dapat diketahu setelah seorang salik menjalani 5 tingkatan wujud menuju Tuhan, yang dalam hal ini dikenal dengan ajaran martabat lima. Suaru ajaran memosisikan Tuhan dalam pada apa segala yang ada di alam ini, yang oleh sufi sebelumnya disebut tajalli “self-disclourse” (penyingkapan diri dan pembukaan diri). Hamzah Fansuri menerjemahkan tajalli sebagai  kenyataan dan penunjukan, maksud penampakan pengetahuan Tuhan melalui penciptaan alam semesta dan isinya. Penciptaan secara menurun dari atas ke bawah, dari yang tertinggi ke yang terendah sesuai peringkat keruhanian dan luas sempit sifatnya dari yang umum kepada yang khusus. Zat Tuhan itu disebut lataayyun, yakni dia nyata. Disebut lataayyun  karena akal pikiran, perkataan , pengetahuan , dan makrifat manusia tidak akan samapai kepada-Nya. Apbila para sufi berbicara tentang prinsip-prinsip penciptaan , mereka tidakmlah berbicara tentang tentang prinsip penciptaan , mereka tidaaklah berbicara tentang zat Tuhan yang tidak dapat dicaai oleh akal pikiran dan makrifat yang dapat dicapai oleh pikiran dan makrifat ialah jalannya penciptaan secara bertingkat. Di mulai dari yang paling dekat kepadanya samapai kepada yang paling jauh kepad-Nya secara spiritual. Walau pun zat Tujhan itu lataayyun namun ia ingin dikenal, maka dia menciptakan alam semesta dengan maksud agar dirinya dikenal. “Kehendak supaya dikenal” inilah  yang meruupakan permulaan tajalli ilahi.setelah tajjlli dilakukan maka ia dinamakan ta’ayyun yang berarti ”nyata”. Keadaan ta’ayyun inilah yang dapart dicapai oleh pikiran , pengetahuan, dan makrifat: Taayyun awal wujud yang jami’i Pertama nyata ruh idafi Semesta alam sana lagi ijmali Itulah hakikat Muhammda an-Nabi             Thani wijud yang  attamyizi Di sana terperi sekali ruhi Semesta alam sana tafsil yang meujmali Itulah yang bernama haqiqat nsani Taay’yun thalis wujud yang mufassoli Itulah anugrah dari kurnia ilahi Ssemsta alam sana tafsil fi’li Itulah bernama a’yan khariji Alwi Shihab, Islam Sufistik: “Islam Pertama” dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia (Bandung: Mizan, 2001), h. 125-126 Lihat Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara (Surabaya: al-Ikhlas, t.t.), h. 36-37 Hamzah Fansuri, “Asrar al-‘Arifin”, dalam Johan Doorenbos, De Geschriften Van Hamzah Pansoeri, (Leiden: N.V v.h Batteljee & Terpstra, 1933), h. 120 Miftah Arifin, Sufi Nusantara…, h. 39; Johan Doorenbos, De Geschriften…, h. 60-61. M. Solihin, Sejarah…, h. 32; Melacak…, h. 35. Hamzah Fansuri, Asrar al-‘Arifin…, h. 128; Miftah Arifin, Sufi Nusantara…, h. 40 Ibid., h. 41. Miftah Arifin, Sufi Nusantara…, h. 39; Drewes and Brakel, The Poems…, h. 70-72. Abdul Hadi WM., Tasawuf yang Tertindas: Kajian Hermeneutik terhadap KaryaKarya Hamzah Fansuri, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 2001), h. 56-63. Kautsaar Azhari Noor , Ibn-Arabi Wahadatul wujud dalam perdebatan,  h. 37-38. Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Perjuangan Ulama Nusantara Tunaikan Ibadah Haji-Perdalam Agama di Makkah
Perjuangan Ulama Nusantara Tunaikan Ibadah Haji-Perdalam Agama di Makkah
Oleh Bahtiar Rifa’i Rukun Islam kelima yaitu ibadah haji dianggap suatu perjalanan spiritual ke tanah suci Mekah yang tidak bisa dilakukan semua orang. Ibadah ini sudah berkembang sejak Islam masuk ke Nusantara. Berbagai rintangan dilalui para ulama terdahulu (ulama nusantara) bukan hanya demi menunaikan ibadah haji tapi juga memperdalam ilmu agama dan penyebaran Islam.Pakar kajian Islam…
View On WordPress
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Hati-hati, Jangan sampai Salah Memaknai Peristiwa Hijr(i)ah dalam Kehidupan Sehari-hari
Tumblr media
Beberapa hari yang lalu kita telah memasuki tahun baru Islam 1443 H yang disebut 1 Muharram. Ini merupakan peristiwa yang agung. Ia bukan perstiwa yang biasa-biasa saja. Perjalanan baginda Rasulullah SAW dari Mekkah menuju Madinah dalam upaya mempertahankan keimanan. Disampaikan dalam beberapa literatur bahwa hijrah terbagi menjadi dua macam. Pertama, hijrah makaniyah yakni berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Kedua, hijrah maknawiyah yakni mengubah diri, dari yang buruk menjadi lebih baik demi mengharap keridhaan Allah SWT, dari maksiat menuju ketaatan. Meski saat ini kita tidak lagi dituntut berhijrah dari satu tempat ke tempat lain karena alasan musuh dan faktor yang membahayakan bagi diri dan agama, yaitu adanya Pandemi Covid-19. Naming kita dapat mengambil makna hijrah secara maknawi. Ikhtiar berjuang untuk kondisi lebih baik, menjadi insan lebih baik dan terus bergerak ke arah lebih baik, karena berpindah dari keadaan yang semula buruk menjadi keadaan yang baik, dari kondisi yang sudah baik menjadi kondisi yang lebih baik, itulah hijrah. Hijrah tidak boleh dipahami salah kaprah, secara tekstual saja. Hijrah bukanlah tren atau mazhab, bukan milik sebagian kelompok. Namun, hijrah adalah keharusan, milik semua insan untuk terus-menerus memperbaiki diri, memperbaiki cara berpikir, cara berucap, serta bersikap, sehingga dengan berhijrah kita bertekad bagaimana menjadi hamba yang baik menurut Allah SWT. Jika boleh mengutip, saya lebih sepakat dengan pernyataan Dr. Thobib Al-Asyhar, intelektual muda bidang Kajian Remaja dan Psikologi yang memaknai hijrah sebagai perubahan cara berpikir. Menurutnya, "hakikat hijrah adalah kalau kita mau berubah. Dari berpikir sempit ke open minded. Dari merasa paling benar sendiri ke pemahaman utuh terhadap perbedaan. Hijrah itu berawal dari pikiran. Mulai dari cara pandang. Selama kita tidak mampu mengubah pola pikir menuju yg lebih baik dan merdeka, selama itu pula kita tdk pernah hijrah". Lebih spesifik, beliau melanjutkan bahwa, hijrah tidak semata soal perubahan identitas fisik. Hijrah adalah totalitas perubahan diri yg membebaskan dari kejumudan, kekerdilan, dan keterbelakangan (dilansir dari akun Facebook Thobib Al-Asyhar, 13/6). Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story (Bagian IV)
Tumblr media
Oleh Riri Khariroh (Dosen di FIN UNUSIA Jakarta) Era Kebangkitan Gerakan Perempuan dan Nasionalisme Studi Cora Vreede-De Stuers (The Indonesian Women: Struggles And Achievement,1960) merupakan perintis kajian tentang pergerakan perempuan nasional yang melawan adat maupun kolonial awal abad ke-20. Ada dua hal besar yg dikaji  yaitu;1)Perempuan Indonesia yang melawan hukum perkawinan yang tidak adil dan pembodohan perempuan; 2)Kesadaran personal dan kesadaran organisasi yang berujung pada gerakan perempuan nasional dalam himpunan Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang selanjutnya berevolusi menjadi Kowani. Studi Cora ini juga menjawab pertanyaan yang sering diajukan dalam berbagai diskusi tentang mengapa gerakan perempuan pada masa pergerakan nasional mendefinisikan problem pokok gerakannya pada masalah perkawinan dan pendidikan. Ternyata dua problem inilah yang paling urgen dan dapat menyatukan perempuan Indonesia dari berbagai agama, etnis, dan kelas sosial saat itu. Dominasi laki-laki di dalam dunia perkawinan dan rendahnya pendidikan kaum perempuan akibat pengaruh budaya dan tafsir agama yang biasa gender merupakan penghalang bagi emansipasi perempuan dalam semua segi kehidupan dan untuk menjadi mitra laki-laki yang sejajar. Bagaimana dengan kondisi terkini? Tidak dapat dipungkiri bahwa agenda gerakan kesetaraan gender di Indonesia saat ini sangat maju dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya di dunia. Peran dan kontribusi para akademisi, aktivis NU (laki-laki dan perempuan), baik yang aktif di tingkat struktural (seperti IPPNU, Fatayat, Muslimat) maupun kultural membuka jalan agenda kesetaraan gender masuk ke ruang-ruang pesantren dan masyarakat. Pengaruh mendiang Gus Dur memainkan peran penting. Sebagai lokomotif NU selama tiga periode (1984-1999), pemikirannya yang progresif dan liberal telah menginspirasi lahirnya para pemikir Islam progresif dan liberal di tanah air, termasuk perkembangan feminis Islam, baik laki-laki maupun perempuan dalam organisasi NU yang selama ini dikenal konservatif khususnya di lingkungan pesantren. Gus Dur dengan tegas menolak kekerasan terhadap perempuan, membela pekerja perempuan, dan mengeluarkan Inpres tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional tahun 2000, ketika menjabat sebagai presiden. Namun, catatan sejarah yang panjang menunjukkan penerimaan dan dukungan perempuan Muslim sebagai pemimpin oleh masyarakat dan komunitas Islam setempat. Sebelum, selama dan setelah era kolonial, ada banyak tokoh perempuan Nusantara yang menjadi pemimpin kerajaan, pemimpin militer, pemimpin pesantren, dan pemimpin gerakan. Sebagai penutup, diskursus Islam Nusantara perlu terus dikembangkan dan dikaji secara mendalam sebagai sebuah konsep maupun praktik termasuk dengan menjelajahi sejarah perempuan (her story), pengalaman empiris mereka dan kelompok marginal lainnya di Indonesia. Penting untuk memastikan bahwa struktur epistemik Islam Nusantara memasukkan isu keadilan gender (gender justice) baik sebagai perspektif maupun perwujudan dalam tindakan dan sikap sehari-hari umat Islam Indonesia. Paradigma berpikir dan bertindak dalam diskursus Islam Nusantara tanpa visi yang jelas tentang keadilan gender akan menjadi tidak relevan dengan kehidupan perempuan Muslim dan masyarakat pada umumnya. Ke depan perlu dikembangkan diskusi-diskusi tentang perempuan dan Islam Nusantara yang tidak Jawasentrisme, sehingga pengetahuan akan sejarah perempuan Nusantara seperti  Sejarah perempuan Aceh, Sejarah Perempuan Minang, Sejarah Perempuan Bugis, Sejarah Perempuan Banjar, dan lain-lain akan memperkokoh bangunan pengetahuan Islam Nusantara.* Bersambung, Baca tulisan sebelumnya. Direpos dari Website Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Jakarta, klik untuk membaca full artikel Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Hamzah bin Abdul Muthalib, Sahabat Rasulallah Pimpinan Para Syuhada
Tumblr media
Kisah Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Rasulullah SAW) patut untuk diteladani. Hamzah bin Abdul Muthalib merupakan paman Rasulullah SAW yang gugur secara sahid saat perang Uhud. Kala itu, Hamzah bersama Rasulullah SAW dan kaum Muslim lainnya berperang melawan pasukan kafir. Dalam sebuah video, Ustaz Adi Hidayat menceritakan tentang kisah Hamzah paman Rasulullah SAW. Meski telah wafat belasan abad, tetapi hingga kini jasadnya masih utuh. Bahkan, jasad Hamzah bin Abdul Muthalib diketahui masih mengeluarkan darah. Pada suatu hari Hamzah bin Abdul Muthalib keluar dari rumahnya sambil membawa busur dan anak panah untuk berburu. Sejak muda, paman Rasulullah ini memang hobi dan gemar berburu binatang. Setelah hampir seharian menghabiskan waktunya di tempat perburuan tanpa mendapatkan hasil, ia pun beranjak pulang. Sebelum kembali ke rumahnya, ia lebih dulu mampir di Ka'bah untuk melakukan thawaf. Sebelum sampai di Ka'bah, seorang budak perempuan milik Abdullah bin Jud'an At-Taimi menghampirinya seraya berkata,"Hai Abu Umarah, andai saja tadi pagi kau melihat apa yang dialami oleh keponakanmu, Muhammad bin Abdullah, niscaya kamu tidak akan membiarkannya. Ketahuilah, bahwa Abu Jahal bin Hisyam telah memaki dan menyakiti keponakanmu itu, hingga akhirnya ia mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya." Usai mendengarkan panjang lebar peristiwa yang dialami oleh keponakannya, Hamzah terdiam sambil menundukkan kepalanya sejenak. Ia kemudian membawa busur dan anak panahnya, kemudian bergegas menuju Ka'bah dan berharap dapat bertemu Abu Jahal di sana. Sampai di Ka'bah ia melihat Abu Jahal dan beberapa pembesar Quraisy sedang berbincang-bincang. Dengan tenang Hamzah mendekati Abu Jahal. Lalu dengan gerakan yang cepat ia lepaskan busur panahnya dan dihantamkan ke kepala Abu Jahal berkali-kali hingga jatuh tersungkur. Darah segar mengucur deras dari dahinya. "Mengapa kamu memaki dan mencederai Muhammad, padahal aku telah menganut agamanya dan meyakini apa yang dikatakannya? Sekarang, coba ulangi kembali makian dan cercaanmu itu kepadaku jika kamu berani!" bentak Hamzah kepada Abu Jahal. Dalam beberapa saat, orang-orang yang berada di sekitar Ka'bah lupa akan penghinaan yang baru saja menimpa pemimpin mereka. Mereka begitu terpesona oleh kata-kata yang keluar dari mulut Hamzah yang menyatakan bahwa ia telah menganut dan menjadi pengikut Muhammad. Tiba-tiba beberapa orang dari Bani Makhzum bangkit untuk melawan Hamzah dan menolong Abu Jahal. Tetapi Abu Jahal melarang dan mencegahnya seraya berkata,"Biarkanlah Abu Umarah melampiaskan amarahnya kepadaku. Karena tadi pagi, aku telah memaki dan mencerca keponakannya dengan kata-kata yang tidak pantas." Hamzah bin Abdul Muthalib adalah seorang yang mempunyai otak yang cerdas dan pendirian yang kuat. Ia adalah paman Nabi dan saudara sepersusuannya. Dia memeluk Islam pada tahun kedua kenabian. Ia juga hijrah bersama Rasulullah SAW dan ikut dalam perang Badar. Pada Perang Uhud syahid dan Rasulullah menjulukinya dengan "Asadullah" (Singa Allah) dan menyebutnya "Sayidus Syuhada" (Penghulu atau Pemimpin Para Syuhada). Ketika sampai di rumah, ia duduk terbaring sambil menghilangkan rasa lelahnya dan membawanya berpikir serta merenungkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Sementara itu, Abu Jahal yang telah mengetahui bahwa Hamzah telah berdiri dalam barisan kaum Muslimin berpendapat, perang antara kaum kafir Quraisy dengan kaum Muslimin sudah tidak dapat dielakkan lagi. Oleh sebab itu, ia mulai menghasut dan memprovokasi orang-orang Quraisy untuk melakukan tindak kekerasan terhadap Rasulullah dan pengikutnya. Bagaimanapun Hamzah tidak dapat membendung kekerasan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap para sahabat yang lemah. Akan tetapi harus diakui, bahwa keislamannya telah menjadi perisai dan benteng pelindung bagi kaum Muslimin lainnya. Lebih dari itu menjadi daya tarik tersendiri bagi kabilah-kabilah Arab yang ada di sekitar Jazirah Arab untuk lebih mengetahui agama Islam lebih mendalam. Sejak memeluk islam, Hamzah telah berniat untuk membaktikan segala keperwiraan, keperkasaan, dan juga jiwa raganya untuk kepentingan dakwah Islam. Pada Perang Badar, Rasulullah menunjuk Hamzah sebagai salah seorang komandan perang. Ia dan Ali bin Abi Thalib menunjukkan keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa dalam mempertahankan kemuliaan agama Islam. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil memenangkan perang tersebut secara gilang gemilang. Kaum kafir Quraisy tidak mau menelan kekalahan begitu saja, maka mereka mulai mempersiapkan diri dan menghimpun segala kekuatan untuk menuntut balas. Akhirnya, tibalah saatnya Perang Uhud di mana kaum kafir Quraisy disertai beberapa kafilah Arab lainnya bersekutu untuk menghancurkan kaum Muslimin. Sasaran utama perang itu adalah Rasulullah dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Seorang budak bernama Washyi bin Harb diperintahkan oleh Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan bin Harb, untuk membunuh Hamzah. Wahsyi dijanjikan akan dimerdekakan dan mendapat imbalan yang besar pula jika berhasil menunaikan tugasnya. Akhirnya, setelah terus-menerus mengintai Hamzah, Wahsyi melempar tombaknya dari belakang yang akhirnya mengenai pinggang bagian bawah Hamzah hingga tembus ke bagian muka di antara dua pahanya. Tak lama kemudian, Hamzah wafat sebai syahid. Usai sudah peperangan, Rasulullah dan para sahabatnya bersama-sama memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur. Sejenak beliau berhenti, menyaksikan dan membisu seraya air mata menetes di kedua belah pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benak beliau bahwa moral bangsa arab telah merosot sedemikian rupa, hingga dengan teganya berbuat keji dan kejam terhadap jasad Hamzah. Dengan keji mereka telah merusak jasad dan merobek dada Hamzah dan mengambil hatinya. Kemudian Rasulullah mendekati jasad Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib, Singa Allah, Seraya berkata,"Tak pernah aku menderita sebagaimana yang kurasakan saat ini. Dan tidak ada suasana apa pun yang lebih menyakitkan diriku daripada suasana sekarang ini." Setelah itu, Rasulullah dan kaum Muslimin menyalatkan jenazah Hamzah dan para syuhada lainnya satu per satu. Ibnu Atsir dalam kitab Usud Al-Ghabah, mengatakan dalam Perang Uhud, Hamzah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy. Sampai pada suatu saat ia tergelincir sehingga terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju besinya, dan pada saat itu ia langsung ditombak dan dirobek perutnya. Lalu hatinya dikeluarkan oleh Hindun kemudian dikunyahnya. Namun Hindun memuntahkannya kembali karena bisa menelannya. Ketika Rasulullah melihat keadaan tubuh pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat marah dan Allah menurunkan firmannya: "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (QS An-Nahl: 126) Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq Sirah-nya, bahwa Ummayyah bin Khalaf bertanya padaAbdurahman bin Auf, "Siapakah salah seorang pasukan kalian yang dadanya dihias dengan bulu bulu itu?" "Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib," jawab Abdurrahman bin Auf. "Dialah yang membuat kekalahan kepada kami," ujar Khalaf. Abdurahman bin Auf menyebutkan bahwa ketika perang Badar, Hamzah berperang disamping Rasulullah dengan memegang dua bilah pedang. Diriwayatkan dari Jabir bahwa ketika Rasulullah SAW melihat Hamzah terbunuh, maka beliau menagis. https://www.youtube.com/watch?v=4RuXH4NxuR0 Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Hamzah bin Abdul Muthalib, Sahabat Rasulallah Pimpinan Para Syuhada
Hamzah bin Abdul Muthalib, Sahabat Rasulallah Pimpinan Para Syuhada
Kisah Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Rasulullah SAW) patut untuk diteladani. Hamzah bin Abdul Muthalib merupakan paman Rasulullah SAW yang gugur secara sahid saat perang Uhud. Kala itu, Hamzah bersama Rasulullah SAW dan kaum Muslim lainnya berperang melawan pasukan kafir. Dalam sebuah video, Ustaz Adi Hidayat menceritakan tentang kisah Hamzah paman Rasulullah SAW. Meski telah wafat belasan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Wujudiyah Hamzah Fansuri (Bagian IV) Satu Lanskap Islam Nusantara
Tumblr media
Jalan Sufi Hamzah Fansuri: Menimbang Syariat dan Hakikat Memahami tasawuf Hamzah Fansuri cukuplah sulit karena tidak ditulis secara rinci dalam sebentuk karya yang utuh, kitab tasawuf yang menjelaskan pengertian tasawuf, jalan bertasawuf (thariqah) hingga bentuk titik akhir dalam sufismenya. Namun begitu, Hamzah Fansuri tidaklah mengaap yang demikian sistematisir ajaran tasawuf tidaklah penting. Syair perahu adalah sebagian kecil yang jalan Sufism Hamzah Fansuri yang dapat dijaihit, diramu hingga cukup menjadi seperangkat ajaran sufisme sebagaimana kebanyakan ulama sufi lainnya yang memiliki berjilid-jilid karya. Layaknya al-Ghazali, al-Jili bahkan Rumi. Dalam Syairnya, Hamzah Fansuri ingin menegaskan bahwa awal mula jalan sufi dan atau jalan apapun itu, termasuk jalan hidup manusia mesti diawali dengan pengenalan, pemahaman dan penghayatan akan subjek yang hendak berjalan itu. Dalam hal ini, seorang yang pada posisinya menapaki jalan hidup, ia mesti tahu pada hakikat jiwa, pada hakikat hidup bahkan pata titik akhir berlabu kehidupan itu sendiri. Dalam dunia Sufism, seorang yang hendak menapaki jalan tarikat menuju tuhan hendaknya ia melakukan hal-hal sistematis, yang menurut Hamzah Fansuri membuatnya sampai pada tujuan makrifatullah. Jalan sistematis itu adalah, pertama, pengenalan akan diri sendiri. Pengenalan diri menjadi wasilah untuk mengenal tuhan, Thariqatul wusul ilallah. Wahai muda, kenali dirimu,Ialah perahu tamsil tubuhmu,Tiadalah berapa lama hidupmu,Ke akhirat jua kekal diammu. (2) Pengenalan akan hakikat diri ini sebenarnya langkah awal untuk membangun kesadaran diri, menghidupkan jiwa-jiwa yang kerig dan mati, mengingatkan akan hakikat penciptaan bahwa diri-diri, jiwa-jiwa, dan atau bentuk rupa-rupa yang ada, selain tuhan adalah alpa-fana. Pengenalan diri menincayakan kesusian, kekosongan dan kehadiran sekaligus. Tubuh adalah umpama perahu, ia tidak akan dapat berjalan tampa adanya laut sebagai tampat sejati bagi perahu itu. Tubuh adalah jizim yang hanya sebentar ditupangi jiwa, penampang hati dan pikiran, memuat rasa dan ikiran. Jizim ini tidaklah lama dan apalagi kekal. Ia akan segera kembali ke asal ketiadaannya. Layaknya perahu yang berlayar tidak melulu berdayung dan mengapung, ia akan segera kembali dan bersiam di pinggir. Maka apalah arti dayung itu ayun-ayunkan mencipta apung dan bahkan pelayaran jika tidak tidak sadar bahwa dia akan kembali kepinggir. Begitu juga dengan hidup manusia yang harus disadari akan segera sirnah dan kembali ke Tuhannya (taraqqi). Kedua, seorang yang hendak sampai pada makrifatullah hendaknya menjalankan seperangkat laku tarikat yang telah ditetapkan. Ditetapkan oleh Agama dan dibimbing oleh mursyid. Hai muda arif-budiman,Hasilkan kemudi dengan pedoman,Alat perahumu jua kerjakan,Itulah jalan membetuli insan. (3)Perteguh jua alat perahumu,Hasilkan bekal air dan kayu,Dayung pengayuh taruh disitu,Supaya laju perahumu itu. (4) Pada tahap kedua ini, seorang yang menjalani jalan sufi harus benar-benar mengamalkan memiliki kecukupan pedoman. Kecukupan ilmu pengetahuan sebagai landasan keimanan. Kecukupan guru yang menunjukkan jalan. Kecukupan tekad untuk benar-benar berlabu pada pengembaraan ruhani. Hamzah fansuri menggambarkan orang yang hendak berlayar dengan syarat pedoman. Pedoman bisa saja ilmu pengetahuan atas syariat agama. Syariat agama sebagai pedoman awal yang mendasari semuanya. Syariat agama sebagai alat perahu yang harus dikerjakan. Setelah alat perahu, syariat rampung maka hendaklah berlaju, berjalan, berpindah dari satu titik-ketitik selanjutnya. Laku suluk harus ditingkatkan, laku ritual harus terus diasah dan laku ibadah kebaikban-kebaian lainnya. Hamzam fasuri mengatakan /Hasilkan kemudi dengan pedoman, /Dayung pengayuh taruh disitu. Sudahlah hasil kayu dan ayar2 Angkatlah pula sauh dan layar,Pada beras bekal jantanlah taksir,Niscaya sempurna jalan yang kabirPerteguh jua alat perahumu,Muaranya sempit tempatmu lalu,Banyaklah disana ikan dan hiu,Menanti perahumu lalu dari situ. Selama orang yang menjalani laku suluk ini mesti tidak melulu berjalan dengan baik dan nyaman-nyaman saja. Maka perteguhlan perteguhlah keimannya, perteguhlan komitmennya untuk tak tergeserkan dengan berbagai tantangan. Terutama tantangan penyakit hati. Hingga pada akhirrnya ia benar-benar sampai tibalah pada cobacobaan cobaan besar, hiu yang siap memangsa manusia. Tantangan-tantangan jalan sufi ini selanjutnya lebih lagi digambarkan oleh Hamzah Fansuri pada syair selanjunya. Muaranya dalam, ikanpun banyak,Disanalah perahu karam dan rusak,Karangnya tajam seperti tombak,Keatas pasir kamu tersesak. (7)Ketahui olehmu hai anak dagang,Riaknya rencam ombaknya karang,Ikanpun banyak datang menyarang,Hendak membawa ketengah sawang. (8)Muaranya itu terlalu sempit,Dimanakan lalu sampan dan rakit,Jikalau ada pedoman dikapit,Sempurnalah jalan terlalu ba’id. (9)Baiklah perahu engkau perteguh,Hasilkan pendapat dengan tali sauh,Anginnya keras ombaknya cabuh8,Pulaunya jauh tempat berlabuh. (10)Lengkapkan pendarat dan tali sauh,Derasmu banyak bertemu musuh,Selebu rencam ombaknya cabuh,LIIA akan tali yang teguh. (11) Tantangan jalan sufi digambarkan oleh Hamzah Fansuri seperti muara yang teramat dalam, ombak dan angin yang amat kencang, karang yang setajam ombak, hingga yang tidak terselamatkan akan perahunya akan rusak, pelayarnya benar-benar habis tenggelam ke darasar laut dan ikan hiu siap memangsa. Muara yang teramat dalam, ombak dan angin yang amat kencang, karang yang setajam ombak, adalah tantangan duniawi, ujian lazimi yang dating dari luar (orang lain), dari dalam diri kita sendiri berupa penyakit hati, bahkan dari pihak yang tak tergambarkan, Tuhan. Sehingga jika yang demikian tak terkendalikan perahu akan rusak, agam dan keimanan seorang akan rusak. Aqidah boleh saja menyimpang, syariat agama dan syariat sosial benar-benar hancur dan bahkan iaterjerumus ke dasar api neraka, dengan buasnya api yang akan memangsa. Pada saat yang demikian ini pedoman yang harus tetap kuat dipertahnkan aladah lillah. Iling eng Allah. Mengambalikan segalanya usahanya pada niat awal, ingat Allah dan tetap berpedoman pada Agama. Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Unusia Buka Registrasi Simposium Internasional Gratis
Tumblr media
Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) membuka registrasi bagi masyarakat yang hendak mengikuti Simposium Internasional yang akan dihelat pada 30-31 Agustus 2021. Simposium ini mengangkat tema “Kosmopolitanisme Islam Nusantara: Jejak Spiritual dan Intelektual Nusantara di Jalur Rempah”. Ketua Pelaksana Ngatawi Al Zastrouw menjelaskan bahwa peserta yang mendaftar melalui daring dapat mengikuti seluruh rangkaian event seminar meliputi forum pleno dan paralel. Forum pleno adalah forum yang diikuti semua peserta, sedangkan forum pararalel adalah forum yang membahas sub tema dari tema pokok simposium. Dalam forum pararel ini, peserta dapat memilih untuk mengikuti subtema sesuai minat masing-masing. “Dalam forum paralel, Peserta yang mendaftar dapat mengikuti forum-forum yang dipilih,” katanya. Untuk mendaftarkan diri, calon peserta dapat mengisi data diri melalui tautan berikut. Symposium.unusia.ac.id/regist. Peserta Tidak dipungut biaya. Perlu diketahui, bahwa peserta di sini bukan dalam arti orang yang menyampaikan hasil presentasi. Namun, peserta dalam arti orang yang dapat hadir menyimak dan menanggapi hasil presentasi para pemakalah yang sudah diseleksi panitia. Acara ini akan diselenggarakan secara daring dan luring (hybrid). Bagi tamu yang diundang khusus bisa datang ke lokasi acara di Galeri Nasional, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta. Bagi yang mengikuti secara daring, panitia akan mengirimkan tautan ruang virtual. Tautan acara akan diinformasikan beberapa hari sebelum acara dimulai. “Jadi pastikan anda sudah mengisi data diri anda secara lengkap di formulir yang sudah disediakan,” ujar Zastrouw. Sementara itu, Dekan Fakultas Islam Nusantara Ahmad Suaedy memastikan bahwa kegiatan ini bakal diisi oleh para ahli, baik dari dalam maupun luar negeri, sebagai narasumber. Selain itu, panitia juga mengundang para akademisi dan peneliti sebagai pemakalah yang sudah diseleksi secara ketat untuk mempresentasikan artikel dan hasil penelitiannya. Adapun topik yang dibicarakan dalam simposium ini adalah sebagai berikut. - Perempuan Nusantara dan Jalur Rempah - Jaringan Spiritual dan Intelektual di Jalur Rempah - Bandar, Pelabuhan, dan Muara Sungai sebagai Nadi Jalur Rempah - Manuskrip Rempah-rempah Nusantara di Eropa dan Timur Tengah - Dialog antara Islam dan Sistem Kepercayaan Lain - Pola Perubahan Pendidikan Islam - Manuskrip dan Negosiasi Budaya di Jalur Rempah - Membangun Metodologi Kreatif dalam Keilmuan Sosial dan Humaniora - Transmisi Tradisi Oral dalam Masyarakat Nusantara di Jalur Rempah Pembicara Selain mengundang pembicara dari kalangan akademisi, aktivis, pendakwah, dan sebagainya dengan membuat abstraksi tulisan, kegiatan ini juga mengundang pembicara-pembicara utama sebagai berikut. - Prof. K.H. Said Aqil Siroj (Ketua Umum PBNU) - Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) - Prof. Dr. Ir. H. Mochammad Maksoem Machfudz, M.Sc. (Rektor Unusia) - Dr. Ahmad Suaedy, M.A.Hum (Dekan Fakultas Islam Nusantara Unusia) - Prof. R Michael Feener (Guru Besar Humaniora di Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Kyoto, Jepang) - Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., CBE (Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) - Dr. Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud Ristek) - Prof. Peter (P.B.R.) Carey (Pengajar Sejarah di Universitas Indonesia) - Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum (Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) - Dr. Elaine van Dalen (Universitas Columbia, Amerika Serikat) - Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.A. (Departemen Sejarah Universitas Indonesia) - Drs. Sonny Chr Wibisono, M.A., DEA. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) Informasi selengkapnya, dapat berkunjung ke situsweb resmi Simposium Islam Nusantara Unusia berikut. Kunjungi FIN UNUSIA https://www.youtube.com/watch?v=4RuXH4NxuR0 Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Unusia Buka Registrasi Simposium Internasional Gratis
Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) membuka registrasi bagi masyarakat yang hendak mengikuti Simposium Internasional yang akan dihelat pada 30-31 Agustus 2021. Simposium ini mengangkat tema “Kosmopolitanisme Islam Nusantara: Jejak Spiritual dan Intelektual Nusantara di Jalur Rempah”. Ketua Pelaksana Ngatawi Al Zastrouw menjelaskan bahwa peserta yang mendaftar melalui daring dapat mengikuti seluruh rangkaian event seminar meliputi forum pleno dan paralel. Forum pleno adalah forum yang diikuti semua peserta, sedangkan forum pararalel adalah forum yang membahas sub tema dari tema pokok simposium. Dalam forum pararel ini, peserta dapat memilih untuk mengikuti subtema sesuai minat masing-masing. “Dalam forum paralel, Peserta yang mendaftar dapat mengikuti forum-forum yang dipilih,” katanya. Untuk mendaftarkan diri, calon peserta dapat mengisi data diri melalui tautan berikut. Symposium.unusia.ac.id/regist. Peserta Tidak dipungut biaya. Perlu diketahui, bahwa peserta di sini bukan dalam arti orang yang menyampaikan hasil presentasi. Namun, peserta dalam arti orang yang dapat hadir menyimak dan menanggapi hasil presentasi para pemakalah yang sudah diseleksi panitia. Acara ini akan diselenggarakan secara daring dan luring (hybrid). Bagi tamu yang diundang khusus bisa datang ke lokasi acara di Galeri Nasional, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta. Bagi yang mengikuti secara daring, panitia akan mengirimkan tautan ruang virtual. Tautan acara akan diinformasikan beberapa hari sebelum acara dimulai. “Jadi pastikan anda sudah mengisi data diri anda secara lengkap di formulir yang sudah disediakan,” ujar Zastrouw. Sementara itu, Dekan Fakultas Islam Nusantara Ahmad Suaedy memastikan bahwa kegiatan ini bakal diisi oleh para ahli, baik dari dalam maupun luar negeri, sebagai narasumber. Selain itu, panitia juga mengundang para akademisi dan peneliti sebagai pemakalah yang sudah diseleksi secara ketat untuk mempresentasikan artikel dan hasil penelitiannya. Adapun topik yang dibicarakan dalam simposium ini adalah sebagai berikut. - Perempuan Nusantara dan Jalur Rempah - Jaringan Spiritual dan Intelektual di Jalur Rempah - Bandar, Pelabuhan, dan Muara Sungai sebagai Nadi Jalur Rempah - Manuskrip Rempah-rempah Nusantara di Eropa dan Timur Tengah - Dialog antara Islam dan Sistem Kepercayaan Lain - Pola Perubahan Pendidikan Islam - Manuskrip dan Negosiasi Budaya di Jalur Rempah - Membangun Metodologi Kreatif dalam Keilmuan Sosial dan Humaniora - Transmisi Tradisi Oral dalam Masyarakat Nusantara di Jalur Rempah Pembicara Selain mengundang pembicara dari kalangan akademisi, aktivis, pendakwah, dan sebagainya dengan membuat abstraksi tulisan, kegiatan ini juga mengundang pembicara-pembicara utama sebagai berikut. - Prof. K.H. Said Aqil Siroj (Ketua Umum PBNU) - Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) - Prof. Dr. Ir. H. Mochammad Maksoem Machfudz, M.Sc. (Rektor Unusia) - Dr. Ahmad Suaedy, M.A.Hum (Dekan Fakultas Islam Nusantara Unusia) - Prof. R Michael Feener (Guru Besar Humaniora di Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Kyoto, Jepang) - Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., CBE (Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) - Dr. Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud Ristek) - Prof. Peter (P.B.R.) Carey (Pengajar Sejarah di Universitas Indonesia) - Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum (Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) - Dr. Elaine van Dalen (Universitas Columbia, Amerika Serikat) - Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.A. (Departemen Sejarah Universitas Indonesia) - Drs. Sonny Chr Wibisono, M.A., DEA. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) Informasi selengkapnya, dapat berkunjung ke situsweb resmi Simposium Islam Nusantara Unusia berikut. Kunjungi FIN UNUSIA https://www.youtube.com/watch?v=4RuXH4NxuR0 Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Unusia Buka Registrasi Simposium Internasional Gratis
Unusia Buka Registrasi Simposium Internasional Gratis
Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) membuka registrasi bagi masyarakat yang hendak mengikuti Simposium Internasional yang akan dihelat pada 30-31 Agustus 2021. Simposium ini mengangkat tema “Kosmopolitanisme Islam Nusantara: Jejak Spiritual dan Intelektual Nusantara di Jalur Rempah”. Ketua Pelaksana Ngatawi Al Zastrouw menjelaskan bahwa peserta yang mendaftar…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Hukum Poligami tanpa diketahui Istri Pertama dalam Kondisi Ekonomi Mepet
Hukum Poligami tanpa diketahui Istri Pertama dalam Kondisi Ekonomi Mepet
Prinsipnya, agama tidak menghendaki kesulitan pada umatnya. Karenanya agama mengatur semua lini kehidupan manusia mulai dari yang sifatnya umum hingga perihal yang sangat privat, seperti halnya keluarga. Dalam Islam hubungan keluarga diatur sangat detail, mulai dari kriteria calon istri, hubungan keluarga baik dengak istri, suami dan anak-anak. Dalam berlangsungnya hubungan keluarga, banyak dari…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
penasantri · 3 years
Text
Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story (Bagian III)
Tumblr media
Oleh Riri Khariroh (Dosen di FIN UNUSIA Jakarta) Perempuan dalam Sastra Jawa Abad 19 Nancy K. Florida, Jawa-Islam di Masa Kolonial ( ed. Irfan Afifi, 2020), dimana salah satu babnya berjudul Sex Wars: Menulis Relasi Gender di Abad ke 19 Jawa, menelusuri penulisan terkait hubungan gender dalam karya sastra yang ditulis di keraton Surakarta di abad ke-19. Karya dari genre sastra Islam Jawa yang dapat disebut sebagai pengajaran perempuan (piwulang putri) dan juga kisah Santri Kelana. Ini merupakan suatu ideologi terkait dominasi laki-laki yang menyuguhkan fantasi-fantasi yang ada pada segmen tertentu dalam kelas penguasa Jawa pada abad ke 19. Selain wacana yang dominan tersebut, terdapat wacana lain (baik tertulis, dipertujukkan, maupun yang dlakukan dalam hidup) yang menantang realitas hegemoni laki-laki terkait relasi gender di dalam masyarakat Jawa “klasik”. “Suara Perempuan” (bisa laki-laki atau perempuan) yakni bisa pada tulisan (pembicaraan maupun tindakan” manapun yang mengungkapkan realitas-realitas perempuan, dalam cara, yang menyibak sifat “fantastis” ideologi kontrol laki-laki yang dominan. Sebuah genre kesusasteraan pengajaran (moral) yang dikenal piwulang estri, “pengajaran untuk perempuan”. Ditulis dengan suara laki-laki yang mengintimidasi, piwulang ini ditujukan kepada perempuan ideal yang telah tunduk dengan ajaran yang dimaksudkan untuk menanamkan dan memaksakan pada elit perempuan Jawa suatu ideal “isteri utama” yang mereka (laki-laki) bayangkan. Ajaran ini menanamkan pada perempuan muda kelas atas ini menjadi isteri yang baik, patuh pada suami, menyenangkan bagi bangsawan Jawa yang sebagian besarnya mengarang karya-karya ini. Ajaran ini juga ditujukan pada isteri yang “dimadu” suaminya (yaitu suami yang berpoligami). Perempuan dituntut dalam perkawinannya untuk tunduk secara sempurna dan pasrah total pada kuasa dan hasrat suaminya. Istri yang sempurna adalah isteri yang seharusnya tidak menentang apapun keinginan suaminya. Penentangan terhadap otoritas suaminya akan menyebabkan jatuhnya azab baginya hingga siksa abadi di neraka. Pesan-pesan semacam ini diulang dalam tulisan laki-laki, rupanya dengan kenaikan urgensi di sepanjang rangkaian abad ke-19.  Kepentingan pesan ini memperlihatkan hadirnya kecemasan elit laki-laki di hadapan datangnya ancaman potensi berbahaya dari para perempuan mereka yakni di hadapan munculnya realitas kemandirian yang hidup di dalam dan di antara perempuan-perempuan mereka, realitas yang menggerogoti fantasi keserasian rumah tangga mereka dibawah dominasi laki-laki. Sebagai contoh; para isteri Pakubuwana IX sendiri (2 permaisuri dan 51 selir) merupakan kelompok yang sulit dikendalikan. Diantara mereka banyak yang cerdas, perkasa, dan kaya dimana ambisinya melampaui benteng keraton. Mereka bukan perempuan-perempuan yang tidak mudah menundukkan dirinya kepada suami meskipun tinggi pangkatnya. Nancy memberikan contoh Kisah Putri Sekar Kedathon yang melawan ideologi dominan laki-laki dalam “sastra pengajaran perempuan”, dimana dia memilih untuk tafakur dalam laku sampai akhir hayatnya dan menolak pinangan Pakubuwana IX. Karena kekecewaannya, kemudian Pakubuwana IX meminta para cntriknya untuk menulis Serat Murtasiyah (Cerita Murtasiyah), di awal abad ke 19. Serat ini berisi ajaran bagaimana seharusnya perempuan Jawa Islam yang seharusnya taat kepada suami dalam kondisi apapun, karena jika tidak maka azab Allah akan menimpanya dan sang perempuan akan mederita seumur hidup. Bersambung, Baca tulisan sebelumnya. Direpos dari Website Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Jakarta, klik untuk membaca full artikel Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story (Bagian III)
Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story (Bagian III)
Oleh Riri Khariroh (Dosen di FIN UNUSIA Jakarta) Perempuan dalam Sastra Jawa Abad 19 Nancy K. Florida, Jawa-Islam di Masa Kolonial ( ed. Irfan Afifi, 2020), dimana salah satu babnya berjudul Sex Wars: Menulis Relasi Gender di Abad ke 19 Jawa, menelusuri penulisan terkait hubungan gender dalam karya sastra yang ditulis di keraton Surakarta di abad ke-19. Karya dari genre sastra Islam Jawa yang…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Uqbah Bin Amir, Sahabat Rasulallah yang Membebaskan Palestina
Tumblr media
Ternyata secara nasab Uqbah bin Amir bertemu dengan Rasulullah Saw yaitu pada urutan kakeknya yang paling atas yang bernama Fahr. Adapun urutan nasabnya sebagai berikut ; Uqbah bin Nafi’ bin Abdul qais bin Luqait bin ‘Amir bin Umayah bin Dhorb bin Al Harist bin Fahr. Pada saat sebelum ia lahir Ayahnya (Nafi’) termasuk dari kaum musyrikin Quarisy yang benci terhadap Islam dan sangat memeranginya. keluarganya sangat keras sekali permusuhannya terhadap Islam, sampai tiba masa datangnya hidayah dari Allah SWT kepada sebagian keluarga ini untuk masuk kepada agama Islam, dan mereka  melaksanakan keislaman secara total. Adapun  ayahnya masuk Islam pasca penaklukan Kota Makkah ( Fathul Makkah). Akan tetapi Ahli riwayat berbeda pendapat tentang nasab Uqbah dari Ibunya. Akan tetapi kesemua pendapat yang berbeda itu menetapkan bahwa Uqbah mempunyai hubungan darah dengan ‘Amru bin Ash. Beliau dilahirkan satu tahun sebelum peristiwa hijrah yang Agung, dan ini adalah pendapat yang paling disetujui oleh para Muarrikh (Ahli sejarah). Sebagian riwayat ada yang mengatakan bahwa ia dilahirkan satu tahun sebelum wafatnya Nabi Saw (11 H), tetapi pendapat ini sangat rancu. Karena Uqbah tercatat oleh sejarah ikut dengan Amru bin Ash dalam peristiwa penaklukan mesir, yaitu pada 20 hijriah. Yang bearti umur Uqbah pada saat itu adalah 10 tahun. Sangat tidak masuk akal ukuran umur 10 tahun ikut dalam kelompok perang. Dan diriwayatkan juga pada tahun ke 21 H ia memimpin pasukan muslimin dalm penaklukan Zuwailiyah di Libia, dan tidak mungkin umur 11 tahun memimpin pasukan sebesar itu dalam penaklukan. Maka pendapat ini ditolak mentah-mentah. Masa pertumbuhannya Lingkungan keislaman yang kuat serta tabiat militer dalam keluarganya sangat kuat membentuk dirinya menjadi pribadi prajurit yang sejati. Uqbah lahir pada masa Rasulullah masih hidup, dan ia bisa disebut sahabat karena hidup pada masa rasulullah, walaupun belum pernah menemani rasul. Ada yang mengatakan bahwa ia pernah menemani rasul, akan tetapi pendapat ini tidak mempunyai hujjah yang pasti. Adapun bakat kemiliteran dalam jiwanya adalah turunan dari keluarganya (bani Fahr). Pada masa lalu (masa jahiliyah) Bani Fahr masyhur dengan keahlianya dan kelincahanya dalam peperangan. Dan bani Fahr ini menjadi sangat berjasa dalam masa-masa penaklukan, ialah Amru bin Ash panglima yang paling terkenal dari bani Fahr dan menjadi simbol dalam penaklukan-penaklukan negara Islam. Perjuangan beliau Uqbah bin Amir memasuki awal babak penaklukan yaitu ketika ia ikut serta dalam pasukan yang dipimpin oleh Amru bin Ash, pasukan ang ditugaskan untuk membebaskan Palestina. Kemudian setelah itu ia terus diikutsertakan dalam penaklukan-penaklukan lainya. Dari sinilah bakat kemiliteran Uqbah yang sudah ada menjadi lebih terasah dan teruji. Jiwa leadernya pun tumbuh sangat memukau dan menaruh perhatian banyak orang. Ia pun pandai dalam mengembangkan tehnik-tehnik terbaru dalam peperangan. Sehingga seringkali Uqbah diamanatkan untuk memimpin pasukan untuk merintis pembukaan negara-negara islam yang baru. Pada tahun ke 21-H beliau ditugaskan oleh Amr bin Ash untuk memimpin pasukan ke daerah Zuwailah untuk menaklukanya secara damai. Sedangkan zuwailiyah itu sendiri terletak di ujung selatan Libia. Dan pasukan ini dengan izin Allah berhasil melaksanakan misinya. Dan mengusai daerah pesisir antara Burqah sampai zuwailiyah. Dan musuh pun bisa dipukul habis dan tidak dibiarkan ada didaerah itu. Dan disinilah ia mengukirkan banyak karya. Walaupun ia pernah beberapa kali diperintah untuk merintis penaklukan ke luar daerah ini (Burqah) ia tetap kembali ke daerah ini. Karena disinilah ia memulai perjalanan panjangnya yang Agung dalam membuka wilayah-wilayah untuk negara Islam. Adapun Qairawan yang ia bangun adalah bentuk kepedulianya akan penyebaran agama islam. Beliau ingin islam tetap eksis dan kuat berada di Afrika. Karena ia melihat sifat orang Afrika ini butuh kepada seorang pemimpin yang menguatkan keislaman mereka, karena jika pemimpin  islam meninggalkan mereka ,mereka lebih memilih kepada  orang yang mengajak pada kekafiran. Semak belukar adalah bentuk awal dari kota Qairawan, sangat dipenuhi hewan buas dan ular-ular berbisa. Kemudian ‘Uqbah menyuruh pasukannya yang berjumlah 10ribu itu untuk membabat dan membakar semak belukar itu untuk dijadikan sebagai lahan pembangunan. Awal pembangunannya adalah pada tahun 50-H dan selesai pada tahun 55-H. Wafat beliau Beliau wafat pada tahun ke 63-H pada peperangan di tanah Zab di daerah Maghrib (Maroko). Dan dikuburkan didaerah itu juga bersama pasukan-pasukanya yang syahid lainya. Dan disana akan ditemukan masjid yang bernama Masjid Uqbah. Ada sebuah do’a yang menggugah yang  ia ucapkan setelah memberikan wasiat kepada putra-putranya. “ Ya Allah terimalah diriku ini dalam KeriadhaanMu, dan jadikanlah jihad sebuah kasih sayangku dan rumah kemulianku disisi-Mu”. Semoga Allah meridhai pahlawan mujahid Uqbah bin Nafi’ Al  Fahri dan memuliakan kedudukan dan pahalanya disisi Allah.Amien Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story (Bagian II)
Tumblr media
Oleh Riri Khariroh (Dosen di FIN UNUSIA Jakarta) Jawa Era Pra-Islam Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya (Jilid 3, 2008) menjelaskan bahwa para antropolog Eropa yang mempelajari masyarakat-masyarakat Indonesia bagian timur sering menyebut pembagian tugas dan kekuasaan yang merata antara kedua jenis kelamin. Struktur yang mendalam itu terdapat pula dalam masyarakat Jawa pra-Islam. Ada beberapa teks epigrafi yang membenarkan bahwa perempuan pada waktu itu mengambil bagian besar dalam kehidupan ekonomi dan politik. Di Jawa gelar kebangsawanan dapat diturunkan baik lewat perempuan maupun laki-laki. Peranan perempuan dalam periode awal kerajaan-kerajaan Jawa, sejumlah nama tokoh perempuan yang penting terutama Rajapatni yang merupakan anak Kertanegara, dan putrinya Ratu Tribhuwana, memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan politik zaman mereka. Peranan tokoh-tokoh perempuan dalam kedewataan Hindu-Jawa: Dewi Sri, Durga dll juga dikebal. Di antara tokoh perempuan dalam pewayangan, yang paling menonjol adalah Srikandi yang gagah berani. Kita tahu bahwa raja-raja Jawa senantiasa mempunyai pasukan pengawal besar yang terdiri dari perempuan-perempuan perkasa. Bersamaan dengan perkembangan bandar-bandar (dan agama Islam) beserta masyarakat urbannya, muncul pula kecenderungan untuk membatasi kebebasan perempuan dan mengawasi gerak-geriknya. Para priyayi di Jawa mengembangkan kesusastraan yang  moralis dalam melihat perempuan; “wong wadon iku suargane nunut, nerakane katut”, perempuan itu harus mengikuti (suaminya), baik ke surga maupun ke neraka. Untuk selanjutnya mereka boleh dikatakan disisihkan dari kehidupan  politik yang sebelumnya menjadi ajang mereka berkiprah. Tak seorangpun perempuan naik tahta di Mataram atau di kota-kota pesisir; kecuali Ratu Kalinyamat yang memerintah di pelabuhan Jepara pada abad ke-16 dan berjuang melawan serangan Portugis dari Malaka, dan Ratu Fatima yang oleh Belanda ditempatkan di tahta Banten kira-kira pertengahan abad ke-18. Di lain pihak, perempuan tidak mudah tersingkir dari kehidupan ekonomi. Banyak diantara mereka yang memanfaatkan situasi ekonomi yang membaik, aktif dalam perniagaan dan perdagangan uang.  Para pengamat Eropa sering menyebut peran mereka di pasar-pasar Nusantara dan sampai ke kios-kios penukaran uang. Dan Raffles (1817) mencatat tentang Jawa pada awal abad ke-19; “at the markets are assembled frequently some thousands of people, chiefly women, on whom the duty devolves of carrying the various productions to these places of traffic.” Hingga kini pun, perniagaan di pasar masih didominasi oleh perempuan. Era Islamisasi Nusantara (Abad XIV-XIX) Apakah benar bahwa Islamisasi Jawa menyebabkan kemunduran peran perempuan sebagaimana disinyalir oleh Denys Lombard di atas? Prof. Azyumardi Azra (Republika, 2012) mengungkapkan bahwa proses Islamisasi Jawa sejak abad ke-14 sampai 19 atau tepatnya `santrinisasi’, yaitu kian menguatnya komitmen dan praktik keislaman masyarakat Muslim Jawa, tidak bergerak lurus (linear). Awalnya, seperti diungkapkan Ricklefs dalam buku pertamanya, manuskrip lokal mengisyaratkan dua hal kontradiktif. Pada satu pihak ada yang mengisyaratkan, Islam yang mulai menyebar sejak abad ke-14 menemukan `sintesis mistik’ dalam lingkungan budaya Jawa. Tetapi, sebagian naskah lain menyiratkan tidak terjadinya `sintesis mistik’ tersebut. Terlepas perbedaan perspektif naskah-naskah itu, jelas Islamisasi pada masa awal menampilkan adanya sinkretisme antara Islam, agama lokal, dan budaya Jawa. Bahkan, ada semacam ketidakcocokan antara keraton dan lingkungan masyarakat yang kian banyak memeluk Islam. Barulah ketika Sultan Agung (berkuasa 1613-1646) menjadi penguasa Mataram terjadi rekonsiliasi antara keraton dan tradisi Islam.  Berangkat dari tesis di atas, penulis berpandangan bahwa peran dan posisi perempuan dalam masyarakat di era Islamisasi Jawa pun berjalan tidak linier dan sangat dipengaruhi oleh berbagai corak keislaman yang muncul yang mempengaruhi dinamika keislaman di dalam masyakat nusantara dan relasi gender yang berkembang di era kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Islam dibawa dan disebarkan oleh para pedagang dari Gujarat, India ke pulau-pulau yang menjadi pusat-pusat perdagangan. Pertama sekali ke daerah-daerah pesisir dan dipahami lebih egaliter, namun ketika Islam pesisir dikalahkan oleh Islam pedalaman (Mataram), maka wacana keislaman pun ikut dalam bingkai budaya feodal (keraton) dimana warna kelaki-lakian amatlah dominan. Namun ditengah kentalnya dominasi ideologi patriarkhi, selalu ada agen-agen yang bernegosiasi dan melakukan perlawanan terhadap ideologi yang dominan. Lagi-lagi proses historiografi yang lebih banyak melibatkan dan menitikberatkan pada laki-laki telah memburamkan keterlibatan perempuan dalam pentas sejarah nusantara. Hal ini juga terlihat dari minimnya literatur yang membahas tentang peran dan kontribusi perempuan dalam proses penyebaran Islam di berbagai wilayah Nusantara. Dari sedikit yang penulis tahu, kontribusi Nyai Khairiyah, putri KH. Hasyim Asy’ari, merupakan salah satu ulama perempuan yang memiliki peran penting dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya melalui pendidikan. Selain Nyai Khairiyyah Hasyim, sejarah telah mencatat beberapa tokoh perempuan pada awal abad XV: Putri Campa dan Putri Cina (Ibu Raden Patah, memiliki hubungan dekat dengan Wali Songo); Tengku Fakinah (1856-1933), Fatimah binti Abdul Wahab Bugis (Kitab Parukunan Melayu, 1828), Nyai Siti Walidah/Nyai Ahmad Dahlan, Rahmah El Yunusiyah (1900-1969), Syekh Fatimah binti Abd al-Shamad al – Palimbani, dll. Hubungan keluarga dan hubungan guru-murid telah membentuk interaksi ulama perempuan dengan ulama Nusantara lainnya, terutama dalam proses transmisi ilmu. Mereka melihat pentingnya emansipasi perempuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Era High Colonial Period (1818-1942) Peter Carey dalam bukunya Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX (cetakan ketiga,2018) menjelaskan bahwa  perempuan Jawa pernah mengambil peran cukup signifikan dalam urusan politik dan masyarakat. Tahun-tahun sebelum meletusnya perang Jawa (1825-1830), peran perempuan elit sangat menentukan di berbagai bidang, termasuk politik, perdagangan, militer, budaya, keluarga, dan kehidupan sosial di istana Jawa Tengah Selatan. Para perempuan tidak hanya menjadi konco wingking. Sebagai contoh: Panglima perempuan dalam perang Jawa bersama Pangeran Diponegoro (Raden Ayu Yudokusumo dan Raden Ayu Serang/1762-1855, keturunan Sunan Kalijaga) adalah keluarga Bangsawan keraton Yogyakarta, mereka dikenal sangat cerdas dan menakutkan dan memimpin korps “para nyai”. Pada masa itu juga sangat dikenal prajurit perempuan di keraton Jawa Tengah Selatan, prajurit estri/korps Srikandi di keraton Surakarta (akhir abad 18 dan awal abad ke 19). Perempuan juga aktif di dalam dunia perniagaan, penguhubung istana dengan dunia pedesaan, penjaga tradisi Jawa, penjunjung agama, dan penggemar sastra. Hal tersebut sangat berbeda dengan gambaran perempuan Jawa dalam Sastra Kolonial Hindia Belanda. Perempuan Jawa dari kalangan elit atau kaum priyayi digambarkan sebagai sosok Raden Ayu seperti boneka yang tersenyum simpul dan meniadakan diri sendiri. Inilah tipe perempuan elok namun kepalanya kosong.  Riwayat Kartini (1897-1904) yang inspiratif meski kehidupannya tragis, dalam memberdayakan perempuan elit zamannya baru diketahui belakangan melalui surat-surat korespondensinya (Abendanon,1911).  Gambaran tersebut merupakan pengaruh orientalisme (Edward Said 1978) dimana khayalan orang Eropa tentang dunia timur sebagai surga hiburan sensual, kesuburan, dan gairah seks yang tak pernah pudar.  Sosok Nyai (gundik) dan ronggeng sering tampil dalam roman dan pementasan drama pengarang kolonial Belanda. Hal tersebut bertentangan dengan sosok perempuan dalam wayang kulit Jawa dimana sama-sama berani dan perkasanya dengan suami, seperti sosok Dewi Drupadi, Srikandi. Bersambung, Baca tulisan sebelumnya. Direpos dari Website Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Jakarta, klik untuk membaca full artikel Read the full article
0 notes
penasantri · 3 years
Text
Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story (Bagian II)
Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story (Bagian II)
Oleh Riri Khariroh (Dosen di FIN UNUSIA Jakarta) Jawa Era Pra-Islam Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya (Jilid 3, 2008) menjelaskan bahwa para antropolog Eropa yang mempelajari masyarakat-masyarakat Indonesia bagian timur sering menyebut pembagian tugas dan kekuasaan yang merata antara kedua jenis kelamin. Struktur yang mendalam itu terdapat pula dalam masyarakat Jawa pra-Islam. Ada…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes