Tumgik
radniwsatu · 3 months
Text
Tentu tidak original 5
And I always think about you, while at the bookstore, you gave me something that makes my mind and heart walk by your name
0 notes
radniwsatu · 4 months
Text
Illuminate
Sebuah tulisan lama lainnya, ditulis beberapa hari setelah pertama bertemu, 2013
"Membosankan sekali, tidak jelas apa yang dituju, apa yang dicari, semuanya soal selera berdasarkan fisik, untuk apa ada wawancara?," itu gumamku tepat tempo hari.
Ya, jika bukan karena diajak untuk ikut organisasi, aku tidak akan datang hari ini dan tentu tidak bertemu dengan dua bola mata sejukmu siang itu.
Kamu adalah orang yang kami wawancara kelima, dan orang pertama yang mencuri perhatianku tepat setelahnya. Melihatmu bak dipeluk telur setengah matang pukul 7 pagi yang kumakan. Hangat, nyaman tapi tidak membakar.
Ku dengar, kamu tidak diterima karena kuota penuh. Aku tidak terima karena kamu lebih cerdas dari seekor musang di musim semi.
Hey, kamu mencuri tiap detik hidupku setelahnya. Aku tidak berhenti mencari namamu di kelas, bertanya kepada semua kolegamu. Dengan malu ku tanya tempat tinggalmu.
Senyummu, aku tak bisa menolaknya, tak bisa mencegahnya memenuhi aliran darah. Akankah kita akan bersama? entahlah, saat ini ku masih sibuk menikmati tatapanmu saat memakan nasi ayam bakar itu. Makanmu cukup lahap, ku harap kamu tangguh dan berharga seperti namamu.
1 note · View note
radniwsatu · 5 months
Text
50,50
Catatan ini sebenarnya tidak selesai, ditulis perdana 2014, tetapi akhirnya selesai dua tahun sebelum lulus
Bolehkah nanti, jika akhirnya ku berakhir tidak bersamamu, aku tetap menyimpanmu? Kau tidak perlu tahu di mana, tapi memori tentangmu punya prasasti yang ada di sebuah sudut ruang kampus. Setidaknya, selalu begitu buatku.
Bayangnmu selalu lekat dalam peluk, hikayat dan momentum hidup di jalanku. Ku tidak sebijaksana yang kumau, langkah hidupku sepertinya menjauh darimu, tapi hentakan kakimu selalu ada, degup itu masih selalu tumbuh di tiap melihatmu. Dari jauh. Dari sudut buta parkiran kampus. Di sebuah titik tenang di tengah riuh. Di bawah hujan ataupun panasnya ruang kelas.
Menemanimu hingga akhir hayat menjadi mimpiku, yang entah mengapa aku tidak berani menyatakan itu. Sudahlah, tulisanku terlalu panjang terkadang untuk menggambarkan itu.
Ku pernah terbangun di tengah malam selepas mengerjakan tugas. Memimpikanmu masih meyakinkanku untuk bisa berbuat banyak untuk hidup ini. Menemukanmu di tiap siang adalah penggugahku untuk tetap waras menjalani semester demi semester ini.
Memori tentangmu (sekali lagi) terlalu kuat dan indah untuk dicampakkan. Selamanya, damaiku adalah kamu, tenangku adalah dirimu dan genggamu adalah tujuku.
FSAE
1 note · View note
radniwsatu · 6 months
Text
Tentu tidak original (4)
Ditulis tepat beberapa saat pelawaanmu datang. Sedang di pinggir pantai hanya untuk melihat panasanya kota Semarang.
Oh, I remember watching you clapping those afternoon
 I wanna give it my best try to hold you there
Forever, you are my little favourite story in every inch of your step
It was bitter but warm like a breeze, like a waves
But i was afraid of the sting
But yea, i adore you now, umm a whole time...
1 note · View note
radniwsatu · 7 months
Text
Tumblr media
50 posts!
0 notes
radniwsatu · 7 months
Text
Tentu tidak original (3)
Ditulis seingatku 2014 awal. Siang yang panas dan kau berlarian kecil
Falling slowly, eyes that know me
And I can't go back
Moods that take me and erase me
And I'm painted black
You have suffered enough
And warred with yourself It's time that you won
1 note · View note
radniwsatu · 7 months
Text
Tentu tidak original (2)
Kutipan lama, ditulis setelah Kuliah Praswil
Tu, stupendo sei in amore, Sensuale sul mio cuore, sì. Se poi strappo un tuo lamento, È importante questo mio momento, perché
Farmi morire ancora, Perché ti amo ancora.
FSAE
1 note · View note
radniwsatu · 7 months
Text
Tentu tidak original
Sebuah kutipan random yang dikumpulkan 2013-2016. Akan disusun berseries karena draft-nya baru ketemu
Scariest part is letting go
Cause love is a ghost you can control
Promise you the truth can't hurt us now
So let the words slip out of my mouth
1 note · View note
radniwsatu · 7 months
Text
Moon River
Catatan lama, seingatku, ini ada versi tulisan tangannya entah di mana, ditulis akhir 2014
Ke toko buku itu memang menyenangkan, di tambah lagi ikan arwana di dekat tangga itu selalu menggugahku untuk berlama-lama di sana. Tetapi, beberapa hari terakhir, ada satu toko CD yang sedang menuju kebangkrutan karena sepinya pembeli. Ketika ke sana ada satu film yang menggugahku, Breakfast at Tiffany.
Audrey Hepburn itu cantik ya, kamu harus menontonnya di kala senggangmu. Senyumnya memang tidak begitu merekah, tapi cukup manis untuk disimpan di kepala. Itu mencuri setidaknya 20 persen pikiranku hanya dalam hitungan detik.
Yah, Audrey Hepburn di film ini mengingatkanmu akan sosokmu. Tenang, tidak peduli sorotan dan hanya berjalan sesuai langkah kakimu saja. Dulu kuanggap itu hal egois, tapi ternyata itu caramu menyembunyikan pilu.
Ah iya, aku lupa membelikanmu kado di hari ulang tahunmu. Aku juga urung membantumu pindah kos beberapa waktu lalu. Kebodohanku rasanya tidak akan berhenti sampai di situ saja, ku rasa, seperti panjangnya presentasi Rancang Kota yang membosankan ini.
Sore itu hujan, jika bukan karena absenku sudah tiga kali, tentu aku tidak akan berangkat. Aku berpapasan denganmu andai kau sadar, dan seperti senyum Audrey Hepburn, se-sopan itu, masuk ke alam bawah sadarku.
Satu adegan yang tidak pernah lepas, tentu adalah ketika Audrey memetik gitar di bawah tangga dan menyanyikan lagu 'moon river'. Ah sial, lagu itupun selalu membuatku tersenyum sendiri betapa rindunya melihat wajah lugumu itu.
Di ujung hujan sore ini aku melihat pelangi di belakang gedung Industri yang mungil itu. Bersolek tenang selepas hujan, di bawah pakaian basahku, aku memikirkanmu dan ingin mengajakmu pulang bersamaku.
Sudahlah, nyaliku terlalu kecil, apalagi sejak ku mengutarakan rasaku pasca Naif membawakan lagu Buta Hati tahun lalu. Biarkan parasmu ku simpan sendiri, biarkan tawa kecilmu tetap ada di pikiranku, seperti tetesan hujan yang diresap tanah. Ku bernyanyi kecil seraya memujamu. Smurf.
Moon river, wider than a mile I'm crossing you in style some day Oh, dream maker, you heart breaker Wherever you're goin', I'm goin' your way
Two drifters, off to see the world There's such a lot of world to see We're after the same rainbow's end Waitin' 'round the bend My huckleberry friend Moon river and me
1 note · View note
radniwsatu · 8 months
Text
Who are you? An Idiot Sandiwch
Catatan lama, awal 2015, yang lucunya judulnya sudah demikian
Sepertinya belum begitu malam, tetapi Tembalang memang unik. Dinginnya menusuk selepas hujan, tapi panasnya membuat AC ruang kelas saat mata kuliah Pengantar Ekonomi sangat dikenang.
Ah, aku ingat pernah bertanya kepadamu, apakah mencoba hal baru itu akan selalu menakutkan? Kau menjawab dengan senyum kecilmu, seolah kau pun takut tapi ada rasa penasaran untuk menjawab.
Hubunganku kini di ujung tanduk jika kau tahu. Aku tak yakin untuk melanjutkan ini, karena sulit bagiku terus berbohong bahwa aku tak nyaman. Kini di ujung malam, selepas makan malam, aku teringat pernah bertanya pendapatmu tentangku dan entah mengapa, episode Hell's Kitchen yang baru ku tonton menggugah itu.
"Who are you?"
"An Idiot Sandiwch"
Aku semestinya memilihmu lebih dari ketakutanku. Aku berceloteh banyak tanpa sebab di hadapanmu, yang kuyakin, kaupun tidak mengetahui apa makna ucapanku. Tak apa, biarkan saja mulutku bicara, karena ketika mulutku terbuka, aku sibuk mencuri pandangan dari kedua binar mata kecilmu.
Idiot! Aku membohongi siapa lagi kalau bukan diriku. Kaulah orang yang kuharapkan datang di POR Teknik untuk menontonku, kaulah orang yang kuharap makan malam di luar bersamaku malam ini, kaulah orang yang kuharap akan kupeluk ketika aku kesulitan menghadapi hidupku.
Kau sudah hadir di hidupku, bertahun-tahun lamanya. Luka itu sebenarnya sudah sangat amat sembuh, tapi bodohnya aku memilih yang lain dan meninggalkanmu.
Some people may think it’s an ignorant thing to say or think, but I believe that we only fall in love once. If a person can fall in love more than 10 times, then what is so special about it?
But, when you’re in love with someone, your brain has to feel that you can’t live without him or her — It’s an everlasting feeling. As some people would say “love is the strongest drug ever.”
And you are my drugs, my smurf, my star, my glimpse and also my favorites book
1 note · View note
radniwsatu · 9 months
Text
This Lamb is on the run
Baru menemukan catatan ini, seingatku dari 2015
Kau tahu? Beberapa waktu lalu, aku memberanikan diri untuk menyatakan rasa kepada seorang perempuan. Anehnya, sedari awal terasa hubungan ini tidak akan berlangsung lebih dari sekedipan Neptunus. Bahkan, sejujurnya, aku merindukanmu lebih dari biasanya.
Kau tahu apa yang lebih menyebalkan dari kuliah pengantar ekonomi pukul tujuh pagi? Berbohong bahwa perempuan ini adalah yang kuharapkan. Temanku selalu berkata bahwa cita-citaku tercapai. Ah, mereka tidak tahu, sederhanamu sudah mencuri sebagian imanku sejak pertama bertemu untuk seleksi himpunan itu.
Kau tahu kan, bagaimana aku mendapatkan nomormu? Tentu sangat memalukan untuk diingat, tapi percayalah, mendapatkan nomormu adalah momen yang tersimpan rapi hingga kini.
Ah sudahlah, aku tahu jadwalmu, kuliah Studio di siang hari, kaki kecilmu terburu masuk ruang studio. Aku berada di sudut koperasi melihatmu, tepat sesaat sebelum harus menjemput perempuan yang baru saja kunyatakan perasaan padanya. Perjalananku kurasa lamban, bahkan seperti sengaja kutunda, kebohongan ini akan kurasa lekang oleh waktu.
Ya, ku harap kacamatamu segera kau ganti, atau sepatu karet berwana biru atau hijau itu segera kau buang. Aku rasa itu membuatmu nyaman karena terbiasa saja.
Ya, seandainya jalanku dan jalanmu tidak bertemu, aku meminta izin meminta senyum sederhanamu agar selamanya ada di kepalaku. Demi kewarasanku, kesederhanaanmu, adalah hal terbaik yang hadir di bangku kuliahku, yang rasanya akan kuselesaikan dalam enam tahun.
Obrigado FSAE, Eu gosto muito de você 
1 note · View note
radniwsatu · 10 months
Text
The upcoming fate, don't dare to cross the line
Sebuah catatan lama 2014
Senang mendengar kabarmu setelah sekian lama. Bagi sebagian manusia, kabar bisa memberikan banyak makna dan memunculkan harapan. Ya tentu saja, setelah sekian lama tidak mendengar kabarmu, rasanya memang tidak salah mendoakanmu selama itu.
Itu memang berakhir getir (setidaknya menurutku), siapa yang berani juga mengikrarkan diri akan mengetahui akhir dari sebuah cerita yang bahkan baru mencapai babak tengah. Jika ada, rasanya buku yang kau pernah pinjamkan, tidak akan laku diniagakan.
Kudengar proposal tugas akhirmu juga selesai lebih dulu dariku, memang dibalik kejelianmu, selalu ada temuan menarik yang kadang kau tahan. Dasar egois! selalu enggan berbagi untuk kenyamananmu sendiri, meskipun itu hal yang wajar bagiku, keeenggananmu bukan untuk ambisi, tapi semata karena sikapmu yang tidak ingin mengadahkan kepala.
Senang juga rasanya melihat draft skripsimu yang kurasa terlalu tipis untuk melimpahkan seluruh isi kepalamu. Ku yakin, palung mariana pun akan penuh dengan temuanmu yang (sekali lagi) kau sembunyikan.
Menyapamu pun rasanya kelu, meskipun aku selalu mengamatimu, menanyakan kabarmu kepada temanmu, sungguh aku masih menyimpan nomormu di kepalaku. 'Madre' adalah nama yang muncul ketika pesanku kau balas di gawai genggamku. Tidak, tentu tidak mengapa, toh memang aku yang selalu kesulitan memulai tanya.
Tidak apa, memang sudah ada garis yang kau letakkan tepat di ujung kakimu. Terkadang rasanya semakin aku ingin tahu kabarmu, semakin aku tidak mau mengetahui di mana dirimu.
Tetapi, setidaknya, kau masih berjalan di selasar kampus dengan sepatu hijau yang menurutku menyebalkan. Atau kacamata yang kurasa, kau memilihnya karena modelnya bagus saja, toh ketika membaca kadang kau melepasnya karena berat digunakan bukan?
Oh iya, tawamu memang jarang terdengar keras, tapi tahukah kamu lantun tawamu adalah ketenangan di tengah pekik dan bingar di sekitar kampus?
Dan setidaknya itu cukup bagiku agar tidak melewati batas yang tergaris. Sekali lagi, setidaknya. untukku.
1 note · View note
radniwsatu · 2 years
Text
Senyum Membawa Pesan
Sebuah catatan lama, 2014
Sudah, tidak perlu disesali merindukannya tanpa mengungkap kabar memang selalu berujung pilu. Saraf senyummu yang pilu memang getir terasa, andai derap langkahmu melewati ragu, kupastikan dia jadi milikmu.
Ya, memang tidak ada yang lebih melukai dibandingkan menggenggam tanpa rasa. Kau yang terlalu ragu, dirinya sudah menyiapkan sapa, kau yang masih tidak percaya, memang sulit rasanya mempercayai itu. Senyumannya yang menyembunyikan banyak getir di hidupnya memang memesonamu.
Ia sudah menginjak saraf memorimu yang menghentikan semuanya, kelu lidahmu membuktikan itu, kau tidak perlu berbohong, ia memang yang terbaik yang selalu kau genggam tanpa ragu, tetapi memilikinya adalah kemustahilan yang kau ciptakan sendiri.
Kau harus melepas genggammu, tidak selayaknya ia menunggumu, keputusan yang akan selalu sulit kau terima, entah satu dekade ataupun satu windu kemudian.
Sudahlah, sampaikan saja salam kepada rak buku di pojok Gramedia yang kau kunjungi bersamanya. Di sana letakkan gurat sedihmu, selayaknya ia yang tersenyum dan selalu tersenyum di bawah mimpimu.
1 note · View note
radniwsatu · 3 years
Text
Omniscient
Catatan Desember 2013
Hai bodoh, apalagi yang tertinggal? Mari diingat, flashdisc-mu kembali hanya menjadi pajangan di rumah, dengan tugasmu di dalamnya. Lalu, berangkat tanpa mengenakan kemeja di mata kuliah yang dosennya cukup ketat masalah busana, tentu tidak bijak bukan?
Oh, tentu, sepatu futsalmu tidak kau lupakan, bukan, bukan karena kau ingat latihan untuk hari ini, tetapi sepatu itu memang tidak pernah ke luar dari tasmu sejak kemarin.
Untung kau juga tidak mengeluarkan laptopmu dan selalu membawa jaket biru almamatermu, yang menjadi penyelamatmu.
Tetapi, mari berpikir, apalagi yang tertinggal? atau ada jadwal apa yang harus kau lakukan?
Iya, dasar bodoh, hari ini foto untuk anggota Himpunan, kemeja adalah hal yang wajib, ingat, agenda ini sudah sebulan lalu diberitahukan.
Melupakan memang hal yang selalu jadi tameng, kebiasaan dan sikapmu. Berulang kali merugikanmu, tapi tidak pernah belajar dari itu.
Eh, kau lupa satu hal lagi, kau berjanji menjemput temanmu yang menunggu di kosnya, dan dengan bodohnya kau lupakan. Payah, adakah di hidupmu yang kau ingat dengan baik?
Mengingat namapun sulit, anggota baru itu juga harus kau kenali, baik pria ataupun wanita. Benar, kau memang tidak pernah peduli masalah perempuan kampus seperti rekanmu yang lain, tetapi dalam hal ini, kamu harus mengingat nama.
Oh iya, kau masih mengingat nama pria dalam diri perempuan yang kemarin? Sudahlah, bukan urusanmu untuk itu, meskipun mengganggumu, biarkan dirinya nyaman dengan nama itu.
Tetapi, tentu kali ini aku setuju, aku tau dia sudah mencuri hatimu, tetapi penuh ragu kau sambut itu. Lalu kau terdiam kaku ketika dia sudah siap dengan kemeja biru dibalut jilbab warna tosca, ah dasar.
Dan kau berlari mencari kemeja bukan? beruntung kemeja danus itu belum laku terjual dan ada ukuranmu. Tidak tahu diri, kaupun masih mengincar barisan depan, padahal kau bukanlah ketua dan kau juga tidak pendek, bodoh!
Iya, niatmu untuk foto dekat dengannya bukan? tetapi gagal bukan?
Sudahlah, kini ingatlah namanya, sebagaimana mestinya dia sebagai perempuan biru favoritmu. Akuilah, kau jatuh sejatuh-jatuhnya, beranikanlah melangkah, jangan terbebani masa lalumu.
Baguslah, setidaknya selain sepatu futsal, laptop dan buku merahmu itu, kini senyumannya, adalah sesuatu yang tidak mungkin kau lupakan.
Ingat, namanya bukan Dodo!
1 note · View note
radniwsatu · 3 years
Text
Perempuan yang Dirapikan Malam
(Catatan lama, 2013)
Melihatmu melamun penuh bisu adalah hal terbaik yang pernah kulakukan di suatu waktu.
Seperti biasa, bertemu dengan teman barumu, kau tertawa namun kelu, membalas percakapan tapi terjebak di duniamu sendiri.
Baju biru yang kau kenakan minggu lalu, menggugah pikiranku, selintas saja ingin dengan tegas mengajakmu bersama menuju gazebo tengah yang kosong.
Berbicara berdua, adalah jeda terindahku dalam waktu.
Lucu bukan? tidak ada detail terlewat olehku, dan masih sangat jelas bagaimana caramu masuk ke pikiranku.
Dalam suatu waktu, tidak ada yang membuyarkan semua tuturku kecuali melihatmu lewat di depanku.
Ah Tuhan, aku perlu berbicara padamu.
Dan Tuhan menjawab permintaanku.
Kuberanikan diri mengajkmu keluar, aku tahu, waktumu yang padat, pun denganku yang baru saja memeras peluh di lapangan kecil.
Lelahku hilang melihatmu membuka pagar kecil di depan, percayalah, seperti ufuk yang malu, akupun demikian malam itu.
“Seindah ini perempuan yang dirapikan malam?”
Lalu kita bercerita, bertukar tema hidup yang telah dilalui, tertawa, tersipu dan entah kenapa, jedaku seolah dirimu.
Aku bersyukur memiliki waktu yang tersisa di ujung hari itu untukmu, denganmu yang mengenakan (kembali) baju biru gelapmu.
Setiap serap udara yang masuk, setiap aliran darah menuju nadi, berhenti dan secara bersamaan memujimu.
Dan malam tiba di hari itu, keesokan hari aku berjanji akan kembali bertemu.
Menyingkat namamu menjadi empat suku kata seolah menjadi penutup waktu yang tepat, F.S.A.E.
Tanpa sadar, lidahku kembali bergumam menjawab tanyaku.
“Iya, seindah itu wanita yang dirapikan malam.”
1 note · View note
radniwsatu · 3 years
Text
Rikuh, Rapuh, Bisu
(Sebuah catatan lama, 26 November 2013)
Hai, sekali lagi, aku tertunduk melihatmu.
Hai, sekian kalinya, aku tak mampu menyapamu.
Dan hai, dengan megah, kamu ada di setiap detik waktu.
Tentu, aku melihatmu jelas di balik papan itu, dan sejujurnya, aku hanya perlu suaramu untuk menggambarkan apa yang kamu lakukan, persis di kepalaku.
Seribu juta bentuk senyummu, sudah tidak lagi mungkin kuhapus dari pikiranku.
Tiap abjad namamu, membuatku sesak tiap mengingatmu, aku yakin kamu menegtahui itu.
Bodohnya, aku tetap berusaha menyembunyikan itu, yang sayangnya sama sekali tidak rapi.
Terkalungi rindu untukmu di tiap hariku, membanggakan untukku bisa mengetahuimu.
Ketika beranda senja menuju ufuk pagi, membayangkanmu adalah caraku bersyukur.
Terkapar di tengah keramaian, aku hanya melihatmu diantara pilu dan gelisah sukma.
Aku melawan kemarau waktu, bahkan membuatku terengah-engah mengejar itu, aku kesulitan dengan tumpukan rasa gelisah.
Dan, jika pada akhirnya kau hilang dari hidupku, tidak akan pernah menjadi salahmu.
Salahku, saat yang tak ku jelang untuk mendapatkanmu, hati dan kepalaku menyebutmu, tepat di sana, di ujung kehampaan yang kudapatkan dari hati yang kosong.
Namun, kelu lidahku berdusta, jika akhirnya kau menemukan liat lain sebagai yang kau percaya di sisa hidupmu, tidak ada haru yang bisa menggambarkan kehilanganmu.
Dan terikat nada untukmu di telingaku, redup,gelisah namun juga megah.
Ah, apalah diriku, yang menyapamu saja aku tak mampu.
Lalu merindukanmu, adalah redam paling menyenangkan untukku, baik hari ini dan ketika Izrail menjemputku.
1 note · View note
radniwsatu · 4 years
Text
Jeda
Banyak cerita yang terjadi di awal tahun 2021, tidak semuanya menyedihkan tetapi juga tidak melulu menyenangkan, mungkin ini bulan Januari terbaik dalam satu dekade terakhir.
Menarik merawat ingatan dari tahun 2020, awal pandemi yang datang, rencana yang tertunda, ah dan tentu saja hal baru yang entah kenapa semuanya terasa makin normal.
Satu yang mungkin terlintas di bulan Januari 2021, adalah, bagaimana Mesut Ozil, akhirnya menemukan jalannya keluar dari Arsenal, dan mungkin salah satu perpisahan terbaik bagi keduanya.
Ozil adalah karya seni, di dalam kepalanya, tidak ada satupun yang bisa ditebak, di kakinya, hanya ada spontanitas, mirip seniman yang bisa mengubah harga sebuah tinta dan kanvas dalam satu pikiran.
Tetapi, tidak ada yang lebih mengagumkan ketika Ozil melakukan jeda dalam sebuah permainan, di sanalah letak keindahannya, mirip musisi yang menghentikan musiknya untuk membuat klimaks, dan membuat seni musik yang bisa lebih bermakna.
Dalam jeda, tidak ada kata, gerakan, karya, atau warna, jeda adalah pengambilan waktu kosong untuk menentukan langkah selanjutnya.
Tidak semua orang bisa menikmati jeda, di tengah dunia yang kian kalut dan sibuk, jeda semakin dilupakan, jeda dianggap hanya membuang-buang waktu, dan Ozil adalah korban dari penghilangan jeda tersebut.
Ah, bukankah ironisnya demikian, jeda semakin terlupa dan tertelan kejamnya ego manusia akan waktu?
Manusia kini bergerak makin cepat, seolah tertelan waktu, detik berubah menit dan berlalu menjadi jam, ketakutan manusia berubah, Tuhan seolah tertelan oleh ganasnya waktu.
Manusia seolah lebih takut kehilangan waktu dibanding kehilangan hal terpenting dari hidupnya : jiwa dan ketenangan hidup, dan entah di tengah kekalutan dan senggangku berfikir, terlintas gambaran itu.
Aku tidak pernah mengerti akan waktu yang terhenti setiap dirimu hadir, aku tidak pernah membayangkan seperti apa yang kau hadirkan dalam diam.
Diammu adalah berkah, jedamu adalah alunan nafas panjang yang kuhisap tiap waktu, ah, bodohnya diriku berbicara tentang waktu di situasi yang kini melahap waktu dengan rasa takut.
Tapi, itulah dirimu, jeda yang hadir, sesuatu yang mestinya memberi nafas, hal yang menghilangkan sesak dan frasa yang hadir untuk memenuhi pikiran, dirimu adalah jeda terbaik yang pernah hadir.
Pada akhirnya, aku seperti manusia yang terburu-buru, kehilangan jeda dalam hidupnya, berlari karena rasa takut dan kalut , sedangkan kau adalah jeda yang menunggu dalam diam, berfikir dalam tenang, dan bergejolak tanpa riuh.
Mungkin, dirimu adalah jeda yang tertulis dalam sebuah nama, singkat dan berbentuk indah secara fisik, tetapi dibalut lembut dalam bentuk panggilan jiwa, mengenangmu saja membuat deru terhenti dan nalarku dikalahkan oleh hati.
Sudahlah, memang kau hanya jeda yang akan berada di pikiran dan hati, tidak lebih, tapi terima kasih, menghadirkan jeda di hidupku, sesuatu yang membuatku berhenti berlari dan sadar, akupun perlu menempelkan dahi diantara dua telapak tangan.
Oh iya, aku senang mendengar kabarmu, jeda yang kembali dari sekedar kata “apa kabar?” menyenangkan menikmati jeda itu, di tengah kalutnya waktu yang dihadapi.
Terima kasih, sampai jumpa kembali :)
0 notes