Tumgik
rahmanurhasanah · 5 years
Text
Ramadan 2: Waktu
Saat ini hanya ingin cepat berlalu :”)
1 note · View note
rahmanurhasanah · 5 years
Text
Ramadan 1: Kecewa
Tentang kecewa, tidak mampu lagi aku menggambarkannya.
Aku berfikir barangkali aku yang terlalu punya harapan yang terlalu tinggi, atau aku yang terlalu membayangkan terlalu jauh.
Tapi, kini... Saat aku disadarkan akan suatu hal. Ternyata aku tidak mudah pula untuk merelakan.
Jadi, ini tadi tentang kecewa apa merelakan ya? Sama-sama berat.
1 note · View note
rahmanurhasanah · 5 years
Text
Ish selalu ngena
Kejadian-Kejadian Kemarin
Ternyata, kemarin-kemarin kita terlalu polos (atau mungkin terlalu bodoh) karena mengira kalau kita memiliki perasaan yang sama, kemudian mau memperjuangkannya, kita pasti akan bisa bersama-sama. Merangkai sebuah cerita yang indah serupa bayangan kita selama ini. 
Dan karena kebodohan itu, kita lupa untuk mengerti bahwa takdir itu tidak bergerak mengalir seiring perasaan manusia. Kita lupa untuk bersiap, bahwa apapun bisa terjadi. Sayangnya, waktu itu kita masih terlalu muda untuk mengaku dewasa, dan terlalu dewasa untuk melakukan kesalahan yang sangat mudah diantisipasi.
Bertahun-tahun kemudian, kita baru bisa belajar, baru menyadari semua hal yang dulu dengan polosnya ingin kita perjuangkan. Seakan-akan kita hendak melawan api, tapi dengan tangan kosong. Seakan-akan kita akan mengarungi samudera, tapi dengan modal bisa renang tanpa punya kapal sama sekali, tak punya kemampuan membaca arah. 
Kita terlalu muda dan terlalu bersemangat untuk mewujudkan kebaikan, sayangnya kita memperjuangkannya dengan cara-cara yang justru jauh dari kebaikan. 
Kini kita bisa menertawakan diri kita sendiri atas kebodohan kita kemarin, meski kita akhirnya tidak lagi sama-sama. Nyatanya, apa yang terjadi diantara kita mengajarkan kita lebih banyak dan lebih berguna untuk hari ini.
Kita banyak sekali melakukan hal seperti ini, dalam banyak kejadian kan?
©kurniawangunadi | 2 Mei 2019
974 notes · View notes
rahmanurhasanah · 5 years
Text
I feel it.
Cerpen : Tak Henti
“Kamu yakin sama keputusan kamu?”
“InsyaAllah. Kamu justru ragu sama jalan yang aku tempuh ini?”
“Enggak, apapun keputusan yang kamu ambil, aku doakan itu yang terbaik.”
“Makasih…”
“Makasih untuk apa?”
“Untuk nggak beralasan apa-apa yang bisa menahanku untuk nggak pergi kejar mimpi.”
“Aku suka lihat perempuan yang punya ambisi besar mewujudkan mimpinya, tandanya seorang pejuang.”
Dira tersenyum.
Akmal membalas senyum.
“Meskipun urusan perasaan ini nggak ada ujungnya, aku harap kita sama-sama paham kalau tidak ada yang bisa mengikat kita saat ini, sampai jelas segala sesuatunya.” Dira mencoba mengungkapkannya dengan lugas.
“Sudah jelas, saat ini tidak bisa. Tidak usah menunggu apa-apa. Satu titik kalau kita ditakdirkan bertemu ya bertemu. Kalau tidak, kita tetap berteman baik.”
“Salam buat ibu ya, Mal.”
“InsyaAllah…”
Dira menutup telpon. Menyeka air mata yang menyembul di ujung pelupuknya. Kembali meyakinkan diri bahwa ini adalah pilihan yang tepat.
Akmal di ujung sana, tak henti berusaha berada di tengah-tengah. Tak mau membenci ibunya karena Dira bukan dokter seperti persyaratan mutlak dari orang nomer satu yang dicintainya itu. Juga tak mau menjadi kesal kepada Dira karena berhenti berjuang. Akmal paham, jika diteruskan, pun sampai mereka menikah, nampaknya tak akan jadi baik tanpa ibu yang legawa anak laki-lakinya hidup bersama perempuan yang dasarnya tak beliau suka.
Mereka melanjutkan langkah, kemudian sama-sama paham. Bahwa ini adalah keputusan yang baik. Tak semua urusan perasaan harus berujung pada pernikahan. Sebagian besarnya memang harus larut dengan keikhlasan.
Mereka percaya, ada takdir baik yang menunggu di depan.
655 notes · View notes
rahmanurhasanah · 5 years
Text
Aku adalah pencerita yang buruk.
Aku pernah sedemikian kecewanya karena mereka tidak memahamiku.
Aku pernah sedemikian kecewanya karena mereka tidak menangkap maksutku.
Aku pernah sedemikian kecewanya karena mereka tidak tahu perasaanku.
Aku pernah begitu kecewa, karena aku terlalu berharap.
0 notes
rahmanurhasanah · 5 years
Text
Kamu adalah angan yang aku inginkan.
Kamu adalah harapan yang ingin dikabulkan.
Namun aku keliru, aku terlalu menggenggam erat kamu. Sehingga kala kamu pergi, tersisa aku yang menyendiri.
0 notes
rahmanurhasanah · 7 years
Text
Untuk (ku) anak perempuan pertama
"Filosofi anak perempuan pertama" Menjadi anak perempuan pertama dari sebuah keluarga sangat berat, di samping sebagai tulang punggung keluarga, anak pertama juga sangat erat dengan sosok yang tegar dan mandiri. Tak ada yang tahu bagaimana proses perjuangannya yang terlihat tangguh dan tegar itu ia bisa menangis sejadi-jadinya sendirian, ia tertatih berusaha melawan keterbatasan, ia bersikeras menerjang nasib keberuntungan. Tak ada tempat meminta tolong bagi anak pertama, kecuali dirinya sendiri dan Tuhan Tak ada tempat meminta yang akan menjadikannya payah, tak ada tempat merengek yg akan membuatnya tampak lemah. Ketika terpaksa meminjam pada teman, hati kecilnya selalu berteriak, "Saya harus segera sukses agar kelak bisa bantu orang lain juga." Ya, mandiri. Dibentuk mandiri atau terbentuk mandiri. justify;">  Menurut penelitian, anak pertama perempuan berpotensi lebih hebat dari anak pertama laki-laki. Menurutku itu karna ketika anak pertama perempuan merasakan pahit kehidupannya saat masih menjadi anak, naluri keibuan memanggilnya untuk tidak membiarkan anak-anaknya kelak menderita sepertinya. Karakteristik anak pertama secara mendasar yaitu lebih dewasa, bijaksana dan memiliki banyak pengetahuan yang jarang diutarakan. Dalam hal ini anak pertama memiliki pola pemikiran yang kritis sehihngga daya analisanya sangat kuat. Kehidupan akan terus menuntun untuk terus berlajar tentang hidup. Maka anak pertama biasanya selalu melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi dan berharap bisa membahagiakan kedua orang tuanya dan saudaranya kelak. Untuk kamu anak pertama, hal ini mungkin bisa membantumu semakin kuat! Kejar mimpimu biarpun sendirian Belajar tentang apapun yang kamu sukai Teruslah menyayangi keluarga mu meskipun suatu saat kamu akan jauh dari mereka Hidupkan kebahagian mu melalui hobby Belajar untuk tetap tegar Semangat, kamu lah jawaban atas semua doa keluargamu.
- disadur dari, eh lupa ngopi darimana.
64 notes · View notes
rahmanurhasanah · 7 years
Text
Kita memang tidak akan pernah puas, Ma. Perasaan naluriah manusia. Semakin kamu melihat kehidupan orang lain, justru semakin jauh jarak yang kau tempuh untuk membahagiakan dirimu sendiri. Orang lain punya hidupnya masing-masing, punya caranya masing-masing dalam memaknai hidup. Kamupun. Kalau saat ini kamu lihat orang lain sukses, berarti dia berusaha lebih untuk itu. Kalau kamu lihat orang lain bahagia, bukan berarti dia tidak ada usaha untuk itu. Mereka tak serta merta mendapatkannya, siapa tahu mereka berjuang lebih besar kan? Tidak perlu merasa berkecil hati, kamu juga selalu punya caramu sendiri untuk bahagia ❤ Aku yakin, kamupun bisa meraih kesuksesan dengan caramu. Selamat berjuang, Ma. Semoga Allah meridhoi setiap langkahmu..
1 note · View note
rahmanurhasanah · 7 years
Text
Ramadhan #6 - #11 : Jangan Dulu Menyerah
Saat kita berjuang untuk sesuatu yang sama dengan orang lain, memperjuangkan hal yang sama. Kemudian kita menyadari bahwa segalanya terasa sudah sampai batasnya, jangan dulu menyerah!
Sebab orang lain masih berjuang, mereka belum menyerah. Mereka masih melihat kemungkinan yang mungkin tidak kita lihat. Mereka masih memiliki cara yang mungkin tidak kita tahu. Jangan dulu menyerah.
Tulisan ini adalah rangkuman pelajaran dalam beberapa hari terakhir. Saya menghilang sejenak dari dunia maya karena ada hak tubuh saya yang harus saya tunaikan (baca: istirahat karena sakit). Di waktu itu, saya banyak menghabiskan waktu untuk mengamati juga memutar ulang segala hal yang terjadi dalam hidup saya dan orang-orang yang hadir silih berganti.
Dan saya dapati, setiap individu adalah pejuang. Ia sedang memperjuangkan banyak hal dalam hidupnya. Dari yang banyak itu, banyak hal yang sama antara satu dengan yang lainnya. Yang membedakan satu orang dengan yang lain hanya satu, daya juangnya.
Beberapa waktu yang lalu saya juga membuka bukunya Azhar yang terakhir; Pertanyaan tentang Kedatangan. Saya membukanya secara acak. Intinya, buku itu seperti bercerita tentang perjuangannya menanti buah hati sejak hari pernikahannya, dengan segala cara yang mungkin mereka lakukan.
Beberapa orang yang saya kenal atau sekedar tahu, tapi tentu saja saya tidak tahu bagaimana perasaan dan perjuangannya. Mungkin tengah menghadapi hal yang serupa, berjuang untuk hal yang sama, yaitu berjuang untuk memiliki buah hati dari pernikahan. Tidak hanya bulan, tapi hitungan tahun. Menanti dan tak kunjung ada tanda-tanda kehadiran buah hati.
Dan diam-diam, pasti ada upaya-upaya, ada doa-doa, ada hal-hal yang saya tidak tahu pastinya. Mereka sedang berjuang dan tidak menyerah. Saya amat menghormati orang-orang seperti mereka, ujian yang mungkin saya tidak sanggup untuk menghadapinya. Allah mengujinya, tentu saja saya tidak sanggup menuangkan empati saya dalam bentuk kata-kata. Hanya doa yang tiada henti, semoga dikuatkan, semoga sabar, dan yang lain. Meski terasa sangat klise, karena saya tidak mengalaminya sendiri.
Di tempat yang lain, saat kita tengah berjuang untuk mencari atau menciptakan pekerjaan. Mungkin kita terjegal oleh gengsi dan ketinggian hati sendiri. Dengan latar belakang sarjana dan nama kampus kita, kita berharap untuk mendapatkan hal-hal yang terasa langsung manis. Mungkin kita perlu sedikit melihat lebih luas, ada begitu banyak orang yang sedang memperjuangkan hal yang sama. Berjuang untuk mencari atau menciptakan pekerjaan. Dari yang tidak pernah sekolah sampai yang sekolah sangat tinggi. Dan mereka belum menyerah. Tentu ada upaya yang saya tidak tahu, ada doa diam-diam yang juga saya tidak tahu. Saya hanya menyaksikan dan mengamati bagaimana satu per satu teman yang saya kenal, mulai memetik buah perjuangannya. Mulai menemukan pekerjaan yang membahagiakannya. Dan saya menjadi saksi bagaimana dulu mereka berjuang, melintasi kota demi kota untuk ikutan jobfair. Memasukan lamaran di sana sini. Dan bagaimana dulu mereka diawal bekerja.
Di ramadhan ini pun. Ada begitu banyak orang yang berjuang untuk hal yang sama. Bagaimana meraih pahala yang maksimal. Bagaimana memanfaatkan momen ramadhan dengan ibadah yang total. Berjuang untuk khatam Al Quran sekali dua kali bahkan beberapa kali sepanjang ramadhan ini. Berjuang untuk, macam-macam. Beberapa diantara mereka mungkin sedang memperjuangkan hal yang sama dengan kita. Kalau ujian kita baru sebatas sakit, sebatas rutinitas, belum sepantasnya kita menyerah. Ada yang lebih keras ujiannya dari itu.
Hal yang selalu bisa kita temukan disaat perjalanan di kereta komuter, orang membaca Al Quran untuk memperjuangkannya selesai dalam sebulan. Teman-teman kita yang mungkin sedang berada di luar negeri, berjuang untuk ke masjid terdekat yang jaraknya berjam-jam. Ada yang sedang berjuang, memperjuangkan hal yang sama dengan kita. Lihatlah, mereka tidak menyerah dan mengeluh. Jangan dulu menyerah dengan apa yang kita hadapi.
Sudah kusampaikan sejak awal, yang membedakan perjuangan kita dengan orang lain hanya satu. Daya juangnya :)
1-7 Juni 2017 / Yogyakarta / ©kurniawangunadi
635 notes · View notes
rahmanurhasanah · 7 years
Quote
yang selalu saya ingatkan kepada diri sendiri: ada yang lebih penting daripada mengikuti passion, yaitu menjadi bermanfaat.
kata Nabi, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat. (via prawitamutia)
982 notes · View notes
rahmanurhasanah · 7 years
Text
Ujian keimanan
Ujian keimanan tak melulu soal duka dan lara. Bisa jadi bahagia mu justru adalah ujian keimanan terbesarmu.
0 notes
rahmanurhasanah · 7 years
Text
1 am though
Siapa-siapa yang masih bertahan hingga sekarang, wajib banget saya syukuri karena ntah kenapa selalu kesulitan mempertahankan hubungan :" Lucuuu kalo lihat temen-temen masih akrab sama kawan lamanya, sering main bareng, sering berkabar, bahkan ada yang schedule temennya aja dia tau. Jujur, iri sih... Tapi ya ndapapa, people come and go. Tujuan kedatangan seseorang ke kehidupan kitapun pastinya tetap berarti meskipun tidak berlangsung lama. Karena ada yang datang hanya menyapa, datang sekedar memberi arti, atau datang untuk setia menemani...
0 notes
rahmanurhasanah · 8 years
Text
Ada seseorang yang memiliki kunci jawaban atas suatu pertanyaan, namun dirinya diam saja. Oh, mungkin memang cara memberikan pelajaran terbaik bukan lagi dengan diberikan penjelasan, tapi dengan dirasakan, biarkan dia merasakan sendiri. Karena sejauh apapun kita memberikan penjelasan pun pemahaman kepada orang yang tidak atau belum pernah merasakan, semua sia-sia.
0 notes
rahmanurhasanah · 8 years
Text
Perjalanan ini
Memandang keluar lewat teralis dengan jendela yang terbuka. Menghirup oksigen yang tersedia bebas di alam. Laptop di kiri, pulpen di kanan. Eh, nggak ding lagi pegang hp sekarang.. Flashback... perjalanan profesi ini ternyata sudah cukup jauh. Kota demi kota, bangsal demi bangsal, sedih seneng, haru emosi, semua bercampur selama perjalanan ini. Ga mudah hey perjalanan ini. Harus ada perasaan yang direlakan, diikhlaskan, dipahami, bahkan disabarkan :') Berjuta-juta kali perasaan sabar kudu hinggap. Yakin, gagampang munculin sabar di nomer 1 :') When you got deny, anger, or when someone drop you down. But, it depends on you. Kecewa yalah pasti, tapi tinggal mau kecewa terus apa buktiin dah gitu aja! *This note for self reminder. Buru digarap askepe :""""""")
1 note · View note
rahmanurhasanah · 8 years
Photo
Subhanallah...
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
2K notes · View notes
rahmanurhasanah · 8 years
Text
Jadi self reminder.. Ya Allah apakah lelah ini bermanfaat? :"
Tulisan : Lebih
Kalau kita mau merenung lebih banyak, menghentikan sejenak diri dari rutinitas. Kemudian mengambil waktu untuk menyaksikan bagaimana setiap manusia bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Lantas menyelami setiap sisi kehidupan manusia dari matahari terbit hingga hilang dari permukaan.
Rasanya, keberadaan kita di dunia ini seperti sama sekali tidak berarti. Tidak lebih berarti dan bermanfaat dibandingkan orang-orang yang selama ini mungkin kita pandanga sebelah mata. Orang yang secara materi tidak lebih baik dari kita, yang secara penampilan tidak lebih bersih dari kita, juga mungkin secara beribadah tidak lebih mudah dari kita.
Betapa sombongnya diri kita sehingga kita merasa hidup kita yang terlihat mudah dan menyenangkan ini, dengan segenap cita-cita yang tinggi, dengan segudang kebahagiaan, makanan yang lezat, juga kemudahan lain. Kemudian kita merasa bahwa kita adalah orang baik, barangkali lebih mudah masuk surga.
Kalau saya ajukan pertanyaan tentang; apa yang sudah kita lakukan hari ini sehingga memberi manfaat kepada banyak orang?
Apakah waktu kita hari ini hanya habis untuk duduk manis di depan komputer, menulis segala hal indah dan sendu, atau habis bercengkerama dengan teman kemudian tertawa terbahak, atau habis dengan duduk di ruang diskusi membaca semua hal. Kemudian kita merasa sudah melakukan sesuatu yang bermanfaat.
Bermanfaat untuk diri sendiri? Betapa egoisnya kita selama ini, melakukan segala sesuatu hanya untuk kebermanfaatan diri sendiri.
Jangan-jangan keberadaan kita di dunia ini tidak lebih bermanfaat dibanding dengan keberadaan para pemulung, tanpa saya bermaksud merendahkan pekerjaan tersebut. Barangkali “nilai” mereka lebih baik dari kita, kita sibuk berpikir bagaimana hidup kita nanti menjadi lebih baik, lebih kaya, lebih tinggi derajatnya. Kita lupa bahwa sebagaian besar orang seperti mereka (pemulung), sibuk membersihkan hal-hal itu demi kota yang lebih bersih.
Nilai hakiki kita tidak lebih baik dari orang-orang yang selama ini kita pendang sebelah mata, bukankah nilai manusia tidak diukur dari label pendidikan, banyaknya harta, paras, dan segala hal yang bersifat tidak selamanya.
Kelak timbangan kita hanya mau menimbang amal, bukan harta, bukan hal lain yang selama ini kita kejar. Dan amal itu adalah buah dari kebermanfaatan kita selama hidup. Jadi, hari ini apakah kita sudah memberi manfaat?
©kurniawangunadi | yogyakarta, 1 Agustus 2016
?
659 notes · View notes
rahmanurhasanah · 8 years
Text
Ramadhan #25 : Ridha Allah
Tulisan ini adalah bagian dari proyek 30 Hari menulis selama bulan Ramadhan 1437 H. Tulisan ini dibuat oleh ©kurniawangunadi dan akan dimuat pada pukul 03.25 setiap hari sepanjang bulan ramadhan. Semoga tulisan ini bisa memberi banyak pemahaman baik.
Tumblr media
Ada hal yang tak akan pernah bisa dikalahkan, pun dimenangkan. Untuk yang demikian, ujian terberatnya adalah tentang keikhlasan. Ada hal yang tak pernah bisa dimiliki, ada juga yang justru selalu diambil. Untuk yang demikian, ujian terbesarnya adalah tentang kesabaran.
Kalau ada air mata yang jatuh karena bersedih, barangkali kita terlalu erat menggenggam keinginan dan tak kuasa untuk merelakan sesuatu. Semoga semakin hari, hati kita semakin lapang untuk menerima bahwa kenyataan tidak selalu sama dengan keinginan. Semoga perasaan kita semakin hari semakin peka untuk melihat bahwa banyak orang yang tidak lebih beruntung dari kita.
Kalau kita tidak pernah mendapatkan apa yang selama ini kita inginkan, jangan-jangan kita lupa untuk bersyukur atas apa yang sudah dimiliki. Rasa-rasanya, kalau kita bisa menghitung segala kebaikan-Nya, niscaya kita akan menangis tersedu karena mengetahui betapa cinta-Nya begitu besar.
Ujian-ujian kita selalu tentang kesabaran dan keikhlasan. Betapa tidak, kita yang tidak pernah meminta untuk diciptakan tapi Allah menciptakan kita di dunia ini. Kemudian di dunia ini kita diuji dengan berbagai hal yang nantinya akan menjadi pertimbangan apakah kita masuk ke surga-Nya ataukah neraka-Nya. Dan betapa surga dan neraka itu adalah tentang keridhaan-Nya, semoga Allah ridho atas apa yang kita kerjakan, hingga Dia memberikan keridhaan-Nya untuk kita bisa masuk ke surga-Nya. Semoga kita bisa semakin ikhlas menjadi hamba.
©kurniawangunadi
[sumber gambar]
589 notes · View notes