Text
Orang yang Melelahkan
Kamu akan kelelahan jika bertemu dengan orang yang terus menerus merasa dirinya adalah korban, merasa hidupnya tidak bahagia. Ia menganggap bahwa selain dirinya sendiri, tidak ada orang yang bisa dipercaya.
Kamu menaruh kepercayaan kepadanya seperti menaruh bulu angsa di atas jarum, mudah digoyahkan. Karena sedikit saja ada kesalahanmu, dia akan meniupmu dari hidupnya.
Kamu mungkin juga akan termanipulasi menjadi seperti dirinya. Bahwa hidup adalah memperjuangkan semua hal karena hanya diri sendiri yang bisa mewujudkan semua itu. Lupa bahwa dalam hidup, ada yang namanya bekerjasama, melakukan sesuatu bersama dengan orang lain untuk tujuan yang sama. Di tambah, semua hal yang kita dapatkan ini bukan semata karena usaha diri sendiri, tapi ada karunia Allah di sana.
Lambat laun nanti kamu akan sadar bahwa kamu berjalan bukan untuk mengikuti narasinya. Kamu punya cerita sendiri yang itu kamu sendiri yang menulis proposal ceritanya, kemudian tinggal Tuhan berkenan atau mengubahnya dengan pilihan yang lebih baik.
Tapi tahu kah kamu, kamu mungkin akan bertemu dengan orang yang amat takut pada ketidakberdayaan, ketidakberdayaan yang melekat pada hilangnya kekuatan finansial, pengaruh, atau apapun yang sebenarnya sangat fana. Dan lantas, semua ketakutan itu melekat menjadi ketakutanmu.
Padahal dunia ini berjalan bukan dengan rumus seperti itu.
(c)kurniawangunadi
93 notes
·
View notes
Text
Sisa
Kadang, berakhirnya cerita dua orang itu nggak kayak di film—nggak ada pelukan selamat tinggal, nggak ada pintu yang dibanting, nggak ada kata-kata menyakitkan.
Enggak.
Justru, kita selesai kayak gerimis yang pelannnnn banget redanya, sampai-sampai kita baru sadar udah nggak hujan lagi pas langitnya terang.
Satu waktu kita masih merasa “kita”, tapi besoknya udah kayak dua orang asing yang lupa gimana caranya ngobrol. Nggak ada perpisahan yang formal. Nggak ada kopi terakhir sambil cari penjelasan.
Kita cuma... berhenti aja—pelan-pelan, benang demi benang, terurai kayak baju sweater yang mulai lepas jahitannya melonggar tapi terlalu halus untuk disadari sejak awal.
Yang lucu, yang paling sering kita inget bukanlah bagian akhirnya. Tapi bagian di antaranya.
Yang nggak penting, tapi kok ya justru nyisa.
Cara kamu manggil nama aku sambil senyum kecil. Cara kamu hafal aku suka Earl Gray Milk Tea with extra caramel pudding. Tawa kamu yang nggak ikhlas tapi tetap kamu keluarin pas aku maksa ngelucu.
Nggak ada yang megah dari itu semua. Tapi... ada.
Kamu juga begitu. Nggak pernah jadi segalanya, tapi pernah jadi cukup.
Tapi, kayaknya dari awal kita udah sama-sama tahu, deh: hubungan ini nggak akan selamanya.
Seperti yang aku bilang, kita tuh kayak hujan sore yang turun cepet, heboh sebentar, lalu hilang secepat datangnya. Tapi meskipun gitu, rasanya tetap nyaman. Hangat. Nggak lama, tapi cukup buat bikin kita sadar bahwa ternyata kita masih bisa merasa. Masih bisa sayang. Masih bisa nyimpen kangen, walau cuma sementara.
Sekarang kita udah jalan masing-masing. Nggak ada yang jahat. Nggak ada yang salah. Cuma dua orang yang tumbuh ke arah yang beda. Tapi nggak apa-apa. Karena meski akhirnya nggak ke mana-mana, perasaan itu pernah ada. Dan itu cukup.
Kadang cinta tuh emang nggak harus dibungkus dengan janji atau dirayakan pakai pesta. Cukup dikenang dalam diam. Disimpan rapi dalam hati, kayak surat yang nggak pernah dikirim—tapi kamu tahu isinya berarti.
Tapi hei, menyenangkan juga, ya, selama momen itu masih ada.
110 notes
·
View notes
Text
nemu tulisan bagus dan hangat banget karena seperti mewakili isi hati yang gak nyampe-nyampe ujung jalannya buat dilupain, pahitnya, manisnya, sesaknya masih kebayang-bayang, terkenang-kenang tapi nggak bisa diungkapin begitu aja...
1 note
·
View note
Text
mau ikut event nulis tapi maju mundur karena ovt sama followers yg mulai masuk ke usia ABG, tkut bahasanya ketingggian atau takut terlalu dibilang aneh karena beda image
0 notes
Text
pernahkah kau bercerita kepada seseorang yang mendengarkanmu dengan seluruh dunianya? matanya menatapmu, telinganya mendengarkanmu, kedua bahunya menghadapmu? sering? katakan padaku bagaimana rasanya?
8 notes
·
View notes
Text
pernahkah kau berkaca dan jatuh cinta dengan dirimu sendiri?
4 notes
·
View notes
Text
mendengarkan Bilal Indrajaya, aku membayangkan kakiku menjelajahi gang-gang sempit pada sebuah jalan di kemang timur, menghampiri pedagang kembang, dan meminang beberapa tangkai Kasablanka yang sudah ranum, wanginya tersimpan meski dari jarak yang cukup jauh. sesampainya di rumah, akan ku rangkai ia bersama beberapa tangkai baby breath dan mawar putih yang ku simpan di pot belakang kamarku. sambil menunggu tetes demi tetes vietnam drip yang kuseduh secara asal demi memutuskan khayal. bahwa ternyata aku tak ke mana-mana. "Tiada siapapun tuk berbincang Sendiri terasa jarak terbentang Kini ku temukan alasan pulang Saat bait tulisan nyata jadi pelukan"
cintailah dirimu sendiri dan penuhi dia meski hanya sebatas khayalan yang tidak akan pernah mewujud nyata.
2 notes
·
View notes
Text
jangan membentakku di depan ibumu, kau sungguh masih se-kanak-kanak-an itu, bukan?
2 notes
·
View notes
Text
Teman
masih berusaha keras mengatakan kepada diri sendiri bahwa mundur dari sebuah pertemanan itu bukanlah sebuah kesalahan, ketika kita sudah tau batas diri ternyata melebihi dari apa-apa yang orang lain harapkan pada diri kita, maka di situlah garis henti untuk melakukan segala keinginan-keinginan yang akan terus diminta untuk dipenuhi.
maka aku berulang kali berterima kasih kepada diriku sendiri, meski mati-matian menahan rindu bisa berkumpul bersama teman-teman seperti dulu, memiliki sahabat yang bisa diajak haha hihi tanpa khawatir kesepian, dan memiliki seseorang untuk berbagi sekadar sedu sedan kehidupan.
aku terima kasihku, terima kasih sudah berani mundur dan bertanggung jawab dengan apa yang sekarang seharusnya di jalani, biarlah doa-doa menjadi jembatan tak kasat mata bagi mereka yang pernah mengisi kehidupanku sebelumnya.
"aku selalu menjelma hujan di sore hari setelah seharian aktifitas menghantammu membabi buta"
3 notes
·
View notes
Text
Merasa Berjasa
Setelah melewati sebuah peristiwa yang sangat memberikan pembelajaran besar, ada satu hal yang menurutku terasa sangat besar pelajaran dan pemahamannya. Meski dulu pernah kupikirkan, tapi sekarang rasanya lebih terinternalisasi dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, kita mungkin terlibat dalam hidup orang lain. Dan melalui keterlibatan kita, orang tersebut bertumbuh, berkembang, menjadi lebih baik, menjadi lebih makmur, dan hal-hal baik yang menyertai orang ini. Nah, apakah ada muncul di hatimu perasaan merasa berjasa? Merasa karena kamu-lah, orang tersebut bisa semakin baik hidupnya? Nah, perasaan inilah yang sekarang kuwaspadai. Sebab menyadari bahwa diri ini hanyalah perantara. Menjadi perantara sendiri adalah sebuah anugrah yang luar biasa, karena kita turut mendapatkan kebaikan dari apa yang kita kerjakan terhadap orang lain sebagai amalan baik.
Akan tetapi, segala hal yang berhasil seseorang capai dalam hidupnya itu semua adalah karunia Allah. Bukan karena kita. Bahkan, mudah juga bagi-Nya untuk mengganti "cara dan jalan" agar orang tersebut tetap mencapai rezekinya tanpa melalui kita. Untuk itu, diikut sertakannya diri kita dalam proses hidup orang lain adalah anugrah tersendiri bagi kita yang patut kita syukuri. Karena ada amal baik yang kita kerjakan di sana.
Untuk itu, saat kita menjadi pengusaha dan menggaji karyawan hingga puluhan juta per bulan. Sejatinya kita sedang menjadi perantara rezeki orang lain. Maknai hal itu sehingga kita lebih bersyukur serta amanah dalam memerantarai rezeki tersebut, tidak mencuranginya. Saat kita sedang menjadi pengajar dan menyalurkan ilmu pengetahuan kepada seseorang. Sejatinya kita sedang menjadi perantara ilmu-ilmuNya. Jika seseorang bisa menjadi sangat pandai karena kita ajar, itu juga karena karunia Allah. Keterlibatan kita di sana sudah menjadi amalan bagi kita, ilmu yang nanti orang lain gunakan untuk kebaikan, juga akan jadi pahala bagi kita. Itu sudah merupakan karunia yang amat besar.
Banyak hal lainnya yang nanti kita akan terlibat dalam hidup orang lain. Bahkan mungkin, di masa-masa sebelumnya, orang lain pun terlibat dalam hidup kita. Orang-orang yang menjadi perantara rezeki-Nya, kebaikan-Nya, takdir-Nya yang akhirnya membentuk dan menjadikan kita seperti hari ini. Mereka layak untuk mendapatkan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya dari kita dan jika ada rezeki, maka berpikirlah lagi bahwa jangan-jangan kita juga bisa menjadi wasilah rezeki dan hal-hal lain bagi mereka saat ini.
Dulu kapasitas kita adalah menjadi perantara bagi mereka untuk mereka bisa berbuat baik. Kini, kapasitas kita mungkin juga sudah bisa menjadi perantara yang lebih besar lagi. Kita membalas kebaikan mereka, selain dengan mendoakan, juga menjadi perantara rezeki-Nya, pertolongan-Nya, dan hal-hal lainnya. Atas karunia-Nya jugalah, kita yang dulu diperantarai, bisa menjadi perantara. (c)kurniawangunadi
81 notes
·
View notes
Text
aku ingin kembali membuka ruang "itu" yang semu dan fana namun menyenangkan dan banyak pengunjungnya. apakah aku akan masih segila aku saat itu? aku kira aku sudah tidak memedulikan hitungan aku hanya tau mereka di sana dan menunggu sesuatu
dariku...
2 notes
·
View notes
Text
setelah lelah marah-marah, biasanya kita akan menghindari pemicunya, tapi tidak sepaket dengan melupakan reaksi orang-orang yang sempat tertangkap mata saat keadaan diambang batas kesadaran...
dan itu memuakkan!
2 notes
·
View notes
Text
terkadang perempuan itu lupa, setelah bercerita dia juga perlu meminta. entah itu meminta pertolongan atau sekadar meminta penguatan.
pelukkan singkat misalnya. biasakan memvalidasi kebutuhanmu, bukan hanya perasaanmu. beranilah sesekali.
3 notes
·
View notes
Text

Allah knows what your silent heart wants. Even when you can't find the words to express your deepest desires and needs, He understands. Trust in His wisdom and timing, and have faith that He is always listening and will provide what is best for you.
688 notes
·
View notes
Text
recap isi kepala
banyak hal di kepalaku dan mereka berputar seakan-akan tidak mampu menemukan jalan keluar. Memadat dan mengendap lekat mendekat pada alam bawah sadarku yang sudah penuh disesaki kesunyian.
aku cukup cepat dan seringkali tepat ketika memahami banyak hal tapi, aku juga ingin sekali mempertanyakannya tapi kesadaranku yang entah bagaimana begitu pengertian bahwa hal-hal itu memang mesti ada dan tak perlu diributkan.
Karna ketika aku meributkan hal itu, Orang-orang dengan segera meresponku dengan marah dengan ketidaksukaannya, mewujudkan asumsi ku yang negatif mewujud pada mereka. Amarahku hanya bisa mengambil wajah kesedihan yang mampu meledakkan kesunyian di alam bawah sadarku.
Aku harus lebih sering memperingatkan diriku sendiri untuk tidak lagi banyak bicara, tidak lagi menyamankan diriku sendiri meski mereka satu darah, satu kata bernama keluarga.
"Dilarang berharap, bersandar, dan menyamankan diri pada apa-apa yang bahkan mampu menghancurkan dirinya sendiri. "
1 note
·
View note
Text
ada garis-garis yang tak sengaja kubaca, kupahami, bahwa aku memang mungkin diciptakanNya untuk ini.
untuk menyamankan orang lain dan mengabaikan kenyamanan diriku sendiri.
8 notes
·
View notes
Text
seperti ada yang salah dengan diri ini, kerap kali emosi dengan hal-hal remeh pada orang terdekat, sulit sekali untuk menolak keinginan-keinginan orang lain yang bertumpu pada diri ini.
padahal aku bukan tuhan, aku benci orang-orang mengharapkan kebaikanku. tapi lagi-lagi ini hanya ada di dalam kepalaku. aku masih terlalu takut menjadi diri sendiri yang nyaman menyendiri dan tak sibuk mewujudkan banyak keinginan orang lain.
0 notes