Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
rerenitaputri.tumblr.com migrasi ke umafayy.wordpress.com yaaa😇
3 notes
·
View notes
Text
Bunda Tatty, Ibu Biasa dengan Jiwa Luar Biasa (pahlawan kemanusiaan)
“Di salah satu sisi dunia, ada beberapa orang yang merajut asa memperbaiki negeri. Sementara di sisi dunia yang lain terdapat beberapa orang yang secara membabibuta merusak negeri” (Bunda Tatty Elmir)
Air matanya mengalir, napasnya terisak sesak. Saat beliau menceritakan betapa banyak anak Indonesia yang terancam bahaya pornografi. Bicaranya tercekat, saat memaparkan betapa banyak anak Indonesia yang harus putus sekolah karena tak punya biaya lagi. Emosinya memuncak, saat rasa kecewa menghampiri ketika kami hampir menerima sponsor dari perusahaan rokok dan perusahaan perusak generasi bangsa untuk event yang sedang kami siapkan. “Masih banyak sponsor lain yang baik, Dompet Dhuafa misalnya” katanya. Rasa bangganya mengalir, senyumnya merekah saat mengemukakan keindahan alam dan budaya Indonesia, dengan penuh pengharapan agar kami melestarikannya, menjaganya.
Namanya Bunda Tatty Elmir. Bunda, kami menyapanya. Ratusan anak ideologis yang lahir dari rahim Forum Indonesia Muda. Kawah Candradimuka hasil olah pikir dan olah rasanya lebih dari satu dekade lalu. Saat beliau merasa bahwa ia harus ikut serta memperbaiki negeri sebab di luar sana ada banyak pihak yang secara membabi buta merusaknya. Forum Indonesia Muda didirikannya pada tahun 2003, berbekal bantuan rekan-rekannya yang juga peduli dengan masalah dalam negeri dan ingin terlibat memberi solusi. Bunda dan suaminya, Pak Elmir Amien memikirkan bagaimana upaya paling efektif namun konkret untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, masalah pendidikan, masalah kesehatan, masalah sosial di Indonesia. Hingga keputusan pun berlabuh bahwa yang harus mereka bina adalah pemudanya, pemuda Indonesia. Jiwa muda yang masih penuh idealisme, jiwa muda yang penuh semangat, jiwa muda yang berani menantang dunia. Pembinaan bertajuk Forum Indonesia Muda (FIM) pun berdiri, dengan berbagai suka dukanya. Forum yang menghimpun lebih dari seratus pemuda dari Sabang sampai Merauke di tiap batch pelatihannya. Hingga kini sudah lebih dari seribu alumni tersebar di berbagai belahan negeri, senantiasa berusaha menjadi orang baik dan berbuat untuk kebaikan lingkungannya. Senantiasa berupaya menjadi hero jaman now.
FIM menghancurkan pemikiran oportunis egois pemuda. Kemudian menanamkan nilai-nilai yang disebut tujuh pilar karakter (integritas, cinta kasih, kebersahajaan, totalitas, solidaritas, keadilan, keteladanan) dan tujuh pilar kepemimpinan (mengenal diri, komunikasi, akhlak, kekuatan belajar, pengambilan keputusan, manajerial, pengorganisasian) melalui teknik pelatihan yang profesional dan sentuhan psikologis “dari hati”. Sebuah nasihat bijak berkata, segala yang dari hati akan sampai ke hati. Mungkin itulah sebabnya, dari sekian banyak alumni hampir semuanya mencintai Bunda dan berharap untuk terus terlibat dalam proyek kebaikan yang Bunda lakukan, mulai dari ide hingga donasi . Sekian banyak alumni yang selalu terasa hangat kala bersua, merasa mempunyai satu alasan, bahwa latar belakang kami sama, latar belakang pola pikir FIM. Lebih dari seribu alumni yang di daerahnya masing-masing membuat karya dan menebar manfaat. Entah sudah ada berapa ratus rumah belajar berdiri, berapa banyak anak miskin tersantuni dan terbina, berapa banyak warga terberdayakan perekonomiannya.
Bunda Tatty mengambil langkah yang amat strategis. Pemuda dari berbagai daerah yang dibinanya, kemudian dikembalikan ke daerah asal dengan bekal yang memadai untuk menebar manfaat. Menimbulkan multiplier effect yang begitu besar. Dan saya optimis bahwa dari pembinaan yang beliau lakukan, telah banyak orang baik yang kemudian terbentuk. Serta yang lebih mengharukan, ketika seorang terbantu karena alumni FIM, tentulah Bunda Tatty kebagian “jatah” pahalanya. MaasyaAllah. Bunda Tatty, pahlawan masa kini yang mengambil cara strategis, efektif dan berdampak.
Bunda Tatty. Beliau hanyalah seorang perempuan biasa, yang amat lembut. Namun kelembutannya adalah kelembutan yang mampu menyentuh hati anak-anaknya agar senantiasa menjadi orang baik. Beliau adalah seorang ibu biasa. Namun seorang ibu yang jiwanya amat kuat, yang selalu menguatkan anak-anaknya untuk terus menyuarakan kebaikan dan tak gentar menghadapi musuh perusak bangsa. Beliau hanyalah hamba Allah biasa, namun tekadnya begitu kuat untuk menabung amal jariyah. Sebagai bekal menuju perjalanan abadi kelak.
4 notes
·
View notes
Text
Kunjungan ke DSA
Baby Fayyadh sudah sebulan lebih sepekan. Artinya sepekan lagi ia akan melakukan perjalanan antar propinsi dari Sukoharjo, Jawa Tengah ke Depok, Jawa Barat. Ia akan merantau bersama aba umanya, hehe. Karenanya, saya membawa bayi saya untuk konsultasi ke dokter spesialis anak.
Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan terkait kondisi kesehatan bayi saya. Pertama, mengapa ia sering gumoh, dalam jumlah yang banyak dan sering. Setiap kali akan gumoh sangat rungsing, terlihat ekspresi kesakitan atau ekspresi orang dewasa saat hendak muntah, setiap kali nenen selalu gumoh dan baru bisa bobok setelah gumoh banyak Kedua, berkaitan dengan ruam-ruam merah di kulitnya Ketiga tentang napasnya yang “nggrok-nggrok” Dan keempat tentang saran-saran bagi bayi untuk perjalanan jauh
Selepas ashar, saya, baby fayy ditemani uti, akung dan tante syifanya pergi ke dsa di Sukoharjo. Ternyata kebanyakan dsa buka praktik di pagi hari. Kepalang tanggung, kami mencoba mencari-cari dsa yang praktik sore hari. Akhirnya ketemu juga. Bapak bapak, eh kakek dokter hehe. Rambutnya sudah botak, beruban, giginya juga tinggal sedikit. Artinya beliau sudah berpengalaman, pikir saya.
Setelah tiba jatah antrian baby fayy, kami pun masuk ke ruangannya. “Ada keluhan apa bu?” Tanya beliau Saya sampaikanlah keluhan pertama. Saya kira beliau akan segera menyampaikan analisisnya dan memberikan obat dan sebagainya. Ternyata beliau melontarkan pertanyaan, “Emang bayi ibu dikasih apa?” Tanyanya sambil membuka kacamatanya “Euu, emm, ASI dok…. sama sufor”, jawab saya Setelah berdehem, beliau menunjuk sebuah gambar di meja prakteknya, “Ibu, tolong perhatikan ini, hanya beri bayi anda ASI, bukan susu formula” terlihat gambar sufor dan dot yang disilang merah “Emang kenapa kok bayinya diberi sufor” “Eu, produksi ASI saya sedikit, Dok, sering kosong bahkan. Dia kalo nen kaya kurang puas gitu jadi nangis terus.” “Ibuu, ada bayi tidak ada ASI itu tidak mungkin. Itu sudah menjadi hukum alam. Karena sumber makanan bayi ya ASI. Jadi pasti, ketika bayi lahir, ASI akan keluar. Jika ASI tidak keluar, berarti yang neko-neko ibunya. Dan kondisi gumoh berlebih pada bayi ibu ini disebabkan karena sufor itu. Stop sufor sekarang juga”. Panjang lebar kakek dokter menceramahi saya tentang pentingnya ASI bagi bayi dan bagaimana memproduksi ASI berkualitas. Pencernaan bayi masih sangat lemah dan sensitif, dan ASI diciptakan sangat sesuai untuk kondisi pencernaan bayi, selain itu kandungan ASI sangat dibutuhkan bagi bayi yang baru lahir. Karena itu sebagai seorang ibu sudah seharusnya bertekad untuk mengASIhi bayinya. Pun jika belum lancar, maka harus diusahakan dengan sungguh-sungguh, seperti makan yang banyak berkualitas. Banyak tapi tidak berkualitas juga kurang baik bagi bayi. Perbanyak sayur, vitamin, zat besi, protein untuk otak dan daya tahan tubuh bayi. Kurang lebih itulah sesi konsultasi laktasi dadakan yang disampaikan oleh kakek dokter hehe.
Berlanjut ke pertanyaan kedua dan ketiga, Setelah melakukan pemeriksaan dengen senter yang dipantulkan pada kaca pembesar untuk melihat bintik-bintik pada dahi bayi saya, dokter berkata, “Ini cuma keringet buntet -biang keringat .red-, kalo siang dilap aja pake washlap dan air anget” Fiyuh legaa, untung bukan alergi atau apaa. Untuk napasnya, dokter melihat liang hidung baby fayy. “Nanti saya kasih obat tetes hidung untuk mencairkan mukus agar keluar. Masih sering dijemur kan? Lanjutin terus jemurnya agar napasnya lega” Ternyata sesuai dengan artikel kesehatan bayi yang saya baca. Bahwa menjemur bayi, di hari-hari pertamanya bermanfaat untuk menurunkan kadar bilirubinnya, sehingga bayi tidak kuning. Namun setelah lewat sepekan, menjemur bayi berfungsi untuk membuka jalur pernapasan sehingga bunyi “nggrok-nggrok” dapat hilang. Hal ini dikarenakan cahaya matahari dapat mengeringkan paru-paru dan organ pernapasan dari lendir-lendir bawaan lahir pada bayi. Menjemur bayi cukup 10 s.d 15 menit pada pukul 07.00 s.d 08.00 pagi dengan bagian dada dan punggung terbuka (dapat tanpa baju ataupun pake singlet).
Tibalah saatnya saya menanyakan pertanyaan keempat. Yang semula saya kira bakal mendapat jawaban yang sangat simpel. Namun ternyata saya (dan ibu) mendapat pembelajaran yang sangat banyak dari pertanyaan ini. Begitu berkesan hingga mungkin akan terus terpatri dalam ingatan saya. “Kalau bayi umur satu setengah bulan diajak bepergian jauh gapapa dok?” “Nggak apa-apa. Mau diajak kemana bayinya?” “Ke Depok dok, ayahnya disana.” “Loh ayahnya disana? Hmm. Nggak papa, sangat nggak papa. Kalau bisa sekarang juga bawa bayi ibu kesana.” “Loh, kenapa Dok?” “Bayi itu bukan boneka yang bisa dibawa kesana kemari. Yang dibutuhkan bayi itu hanya kedua orang tuanya. Ia butuh sosok ibu dan ayahnya. Bayi juga tidak bisa dioper kesana kemari. Kalau kakek neneknya pengen lihat bayinya, mending kakek neneknya yang ke Depok, jangan bayinya yang diajak bolak balik.” O…o…saya dan ibu terdiam. “Bayi itu makhluk yang sangat sensitif. Jauh lebih sensitif dari yang kita kira. Tangisan bayi itu bisa bermakna banyak hal. Bayi nangis itu tidak melulu karena lapar atau haus. Untuk kondisi ibu, bayi menangis bukan berarti karena ASI ibu kurang, akan tetapi bisa ia kangen dengan ayahnya. Atau jika ayahnya disana kepikiran akan bayinya, sang bayi pun akan bereaksi. Namanya juga ikatan orang tua dan anak. Segera ke Depok, tinggal sama ayah ibunya. Dia butuh figur ayah. Dan kalo ibu bilang ASI sedikit, itu juga bisa jadi faktor ibu jauh dengan suami ibu.”
Saya masih terdiam, namun dalam hati tersenyum. Itulah suara hati yang selama ini ingin saya sampaikan ke ayah dan ibu namun tak sampai hati. Beliau menghendaki saya menitipkan baby fayy pada uti dan akungnya dan saya bekerja (karena suara tetangga dan saudara yang bilang sayang banget lulusan UI nggak kerja. Hufty klasik banget). Duh, mana bisaaa… “Saya juga sudah jadi kakek, saya juga sayang sama cucu saya. Tapi yang diperlukan cucu saya ya cuma ayah ibunya. Kakek neneknya itu yang kedua.” Kata dokter sambil menatap ibu saya.
Saya melihat ekspresi ibu saya yang terdiam, namun mengangguk-angguk. Kenyataan memang pahit buk, hehe. Artinya sepekan lagi baby fayy benar-benar harus ke Depok, uti dan akung tidak bisa menahan-nahan lagi setelah sebelumnya berusaha membujuk untuk nanti saja ke Depoknya, pas baby Fayy usia 3 bulan. Saya yang dilema, di satu sisi sangat ingin berkumpul dengan abanya, di sisi yang lain sangat kasihan melihat ibu dan ayah. Namun karena apa yang disampaikan dokter, saya menjadi yakin, bahwa yang dibutuhkan bayi hanyalah ayah dan ibunya.
Lega, sepertinya Allah memberikan solusi atas kegalauan saya. Kesedihan saya. Kebingungan saya. Tak perlu saya yang berkata, lewat dokterlah suara hati saya tersampaikan ke ayah ibu saya. Walhamdulillaah
Jadi mama-mama, seperti yang dibilang kakek dokter tadi, ada bayi pasti ada ASI, bayi itu bukan boneka, yang dibutuhkan bayi hanyalah kedua orang tuanya. Yuk jadi orang tua yang responsif untuk bayi kita. Semoga dapat dijadikan pembelajaran.
3 notes
·
View notes
Text
Aku harus lahiran dimana?
Sebagai pasangan suami istri baru, yang kemudian diberikan Allah karunia mengandung seorang buah hati, tentu memunculkan perasaan yang bercampur aduk. Bahagia, was-was, takut, antusias.
Menjalani proses kehamilan trimester pertama yang begitu berat bagi saya, sama sekali tidak ada asupan makanan yang bisa diterima perut, sangat tidak suka dengan bau bawang dan bumbu-bumbu serta melalui sepanjang hari yang tidak pernah absen dari mual dan muntah membuat tiga bulan pertama saya tak pernah jauh dari tempat tidur.
Pada trimester kedua dan ketiga saya rasakan jauh lebih ringan meski beban badan semakin berat, dan semakin bertambah juga rasa deg-degan menyambut kelahiran anak pertama, merasa seolah belum pantas menjadi orang tua hehe.
Namun pernikahan, bagi saya adalah tentang mendewasa bersama, membangun pondasi keluarga yang kuat dan menyiapkan generasi yang siap berjuang di masa depan. Maka konsekuensinya adalah belajar dan terus mempersiapkan diri.
Salah satu bentuk persiapan diri pasangan muda adalah, bagaimana menjalani kehamilan dan mempersiapkan kelahiran buah hati. Kondisi fisik, mentalitas, ketahanan tubuh tiap ibu berbeda-beda karena itu fase kehamilan setiap ibu tidak bisa disamaratakan, perlu ada treatment khusus pada masing-masing individu. Baik itu ibu yang memutuskan untuk full di rumah selama kehamilan atau yang mempunyai banyak aktivitas di luar, mindset yang harus ditanamkan hanya satu, “Setiap yang saya perbuat akan berdampak pada bayi yang saya kandung, karenanya saya harus lebih bertanggung jawab”, dengan demikian insya Allah ibu hamil akan menjadi lebih bijak dalam berpikir dan bertindak. Dan sikap demikian harus senantiasa dijaga semenjak tahu bahwa diriya hamil hingga menjelang kelahiran bayi, bahkan ketika menjadi ibu.
Mempersiapkan kelahiran bagi sebagian ibu merupakan hal yang sangat dilematis. Saya contohnya. Jauh dari dasar lubuk hati ingin lahiran didampingi suami, benar-benar melibatkan suami. Namun ada kekhawatiran akan jam kerja suami yang 7-17 membuatnya tidak dapat totalitas menjadi suami siaga, serta kekhawatiran saya sebagai ibu baru yang merasa masih perlu banyak bantuan dari ibu saya. Selain itu, ibu juga request untuk melahirkan di kampung saja, akhirnya setelah berdiskusi dengan suami, kami sepakat untuk lahiran di kampung dengan berdoa semoga suami dapat membersamai.
Saya bahagia mempunyai waktu banyak untuk berkumpul dengan keluarga. Untuk berbakti dan sekaligus bermanja-manja dengan orang tua meskipun saya sudah menikah, serta bercengkerama dengan adik-adik saya. Namun jauh dari suami, di bulan ramadhan, padahal itu ramadhan pertama di pernikahan kami, ternyata membuat saya sangat stress. Memikirkan bagaimana suami saya harus sahur dan berbuka di sana, jarak yang jauh membuat saya tidak mendapat sentuhan kasih sayang dari suami, bercerita tentang perasaanpun menjadi sulit karena tak bertatap muka langsung. Hal yang paling menyedihkan bagi saya adalah, saya ingin perut saya yang sudah buncit karena mengandung bayi berusia 32 pekan ini dielus-elus sama suami, diajak ngobrol sama suami. Namun karena terkendala jarak, semuanya menjadi mustahil. Saya stress, saya sedih. Dan berdasarkan intuisi saya, kondisi ini berpengaruh ke janin saya (yang mungkin jadi faktor mengapa harus sesar).
Namun saya tidak menyesal, karena keputusan ini sudah kami bicarakan, dan saya bahagia karena dapat memenuhi hak keluarga besar untuk bersama saya (terutama adik-adik saya yang masih kecil), karena sejak mulai hamil, baru kali itu saya menengok mereka. Dengan kondisi demikian, yang bisa saya lakukan adalah berusaha kuat, tegar dan sesering mungkin berkomunikasi dengan suami saya walaupun sekadar via suara.
Jadi, calon mama sekalian, pertimbangkan dengan sangat matang dimana anda harus lahiran, jika memang harus memilih, buat prioritas lebih menginginkan ditemani suami atau orang tua anda. Beruntunglah bagi anda yang kedua hal itu tidak perlu berupa pilihan. Tapi kan ya kondisi tiap-tiap orang berbeda, jadi bijak-bijaklah dalam membuat keputusan. Sebab setiap keputusan akan melahirkan konsekuensi. Dan yang harus lebih diperhatikan, konsekuensi tersebut tidak hanya berdampak pada anda, suami atau keluarga anda, melainkan juga pada bayi yang anda kandung.
Selamat menyambut malaikat kecil terindah anda ☺
1 note
·
View note
Text
Menjadi Pejuang ASI
Sesaat setelah bayi lahir, bagi yankes yang pro ASI tentu akan mengusahakan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) bagi ibu dan bayinya. Bumil pun telah berubah menjadi busui. IMD dapat menstimulus bayi untuk dapat menemukan puting mamanya, merasakan pengalaman menyusu pertamanya dan mendapatkan kolostrum yang sangat bermanfaat untuk antibodinya. Terpenting, IMD dapat menumbuhkan attachment antara ibu dan bayi yang bersentuhan kulit langsung setelah bayi dilahirkan. Merupakan usaha untuk menciptakan awal yang baik pada hubungan ibu-anak ke depannya.
Saya yang harus terpisah cukup lama dengan bayi saya, tak dapat melaksanakan prosedur IMD tersebut. Bahkan sampai 36 jam pertama saya belum bertemu bayi saya, yang saya dengar hanya suara tangisannya yang begitu keras seolah memanggil-manggil saya untuk segera mendekapnya. “Duh nak, Uma pun ingin segera memeluk menciummu sayang, maafkan uma yang masih terbaring lemah disini T_T”. dan tangisan itulah yang menjadi penguat saya untuk segera sembuh sehingga dapat terbebas dari berbagai lilitan selang-selang dan kabel ruang ICU.
Pertama kali bertemu dengannya, hati saya bergetar, air mata menetes, saya begitu terharu. Sungguh, melihat bayi menurut saya merupakan setitik keindahan surga yang Allah izinkan bagi saya untuk menikmatinya. Melihatnya seolah mengalirkan endorphin ke sekujur tubuh. Rasa sakit seketika hilang dan yang diinginkan hanyalah meraihnya, menatapnya dan mendekapnya untuk tetap dekat dengannya. Dengan badan yang masih nyeri dan remuk redam saya coba memeluknya, saya coba menyusuinya meski saya belum bisa bangun dari baringan. Tekad saya hanya satu, saya dapat memberikannya ASI yang sudah menjadi haknya.
Namun ternyata perjuangan belum selesai, usai berjuang hebat ketika lahiran. Menyusuipun mengharuskan saya untuk berjuang tak kalah hebat.
Saat itu ASI saya belum keluar, dipompapun belum mengeluarkan apapun. Bidan menyarankan untuk terus membuat bayi saya menghisap, sambil minum suplemen pelancar ASI. Sebab, sifat munculnya asi itu adalah “Supply by demand” semakin bayi menginginkan ASI, akan semakin keluar ASI. Saya pun mencoba untuk terus menyusui bayi saya. Melihatnya menyusu dengan begitu kuat dan bersemangat membuat saya sangaaaaattt bahagia. Saya sudah menjadi ibu yang sebenarnya, untuk anak yang sangat saya cintai. Saya harus memberi yang terbaik untuknya, pikir saya.
Namun perjuangan belum selesai, ASI tak juga muncul, puting yang kecil dan yang sebelah justru malah tenggelam membuat bayi saya marah, ngambek dan akhirnya rewel. Puting saya pun berasa sakit jika terlalu lama dihisap olehnya. Akhirnya karena bayi saya terus menerus menangis, dibawalah kembali ia ke ruang perinotologi. Saat itulah saya merasa gagal menjadi ibu, ketika ia harus sendiri di ruang bayi selama hampir dua hari (padahal seharusnya segera bersama saya), kemudian akhirnya kami bertemu, namun saya tidak bisa memenuhi kebutuhan ASInya. Saya pun meneteskan air mata. Apalagi saudara-saudara dan tetangga yang menengok justru menyalahkan saya, mengapa saya tidak melakukan treatment persiapan menyusui ketika hamil (seperti memijat dan menarik-narik putimg agar keluar). Semakin tersudutlah saya. Padahal saya sudah melakukannya.
Bidan memberikan solusi, dengan menyulap suntikan yang dipotong ujungnya untuk menarik puting saya keluar. Alat ini cukup membantu sehingga saat menyusui, nipple saya sudah sedikit keluar. Keluar dari rumah sakit, ibu saya bersegera memasak apapun itu yang dapat melancarkan ASI. Jagung lah itu, sayuran hijau dan terutama daun katuk. Beliau sangat menyayangi cucu pertamanya dan merasa sangat kasihan ketika sang cucu menangis kelaparan. Saat itu ASI saya sudah mulai keluar dan deras, namun kondisi nipple masih membuat bayi saya uring-uringan.
Seminggu setelah kelahiran, kedua puting saya lecet dan berdarah. Setiap kali bayi saya menyusu, saya rasakan sakit yang luar biasa. Hampir setiap ia menyusu, saya menangis. Ngilu sekali jika saya mengingat rasa sakit tersebut. Bersyukurnya saat itu suami masih membersamai saya (belum pulang ke rumah rantau), sehingga setiap kali saya kesakitan menyusui, ia dengan sigap menenangkan, yang membuat saya sedikit demi sedikit menjadi lebih rileks. Kondisi itu saya rasakan hampir tiga pekan.
Benarlah bahwa produksi ASI berbanding lurus dengan happiness seorang ibu. Ketika suami saya kembali ke perantauan (dan karena bayi saya masih sangat mungil yang mengharuskan kami untuk masih tinggal di Sukoharjo), stok ASI saya menurun. Hampir tiap malam bayi saya begadang menangis, setiap kali menyusu selalu ditarik-tarik dan berakhirlah ia pada gendongan ibu karena saya yang tidak dapat mengendalikannya. “ASI kamu kosong ya? Ini si dedek nangis laper, nggak kenyang nyusu di kamu” kata ibu saya. Saya yang masih awam saat itu mengiyakan saja, yang sebenarnya saya tidak tahu apakah ASI saya benar-benar kosong atau tidak. Dan apakah tangisan bayi saya waktu itu benar-benar karena lapar atau karena hal yang lain. Kerewelan itu berlangsung selama hampir seminggu, setiap malam bayi saya tidak mau tidur. Menyusupun masih terus menangis. Akhirnya ayah saya berkata, “Ditambah susu formula gimana? Kasian nggak kenyang-kenyang”. Deg… sedih saya membayangkan bayi saya harus minum sufor di usianya yang sebulan pun belum. Sehari, dua hari saya masih bisa menolak. Hingga akhirnya saya yang entah memikirkan apa, berkata akan mempertimbangkan menggunakan sufor.
Ayah dan ibu pulang dari bepergian tiba-tiba membawakan sekotak formula untuk bayi 0 s.d 6 bulan. Memang merupakan hal yang wajar di daerah saya bahwa bayi baru lahir diberikan sufor, karena banyak ibu bekerja. Adik saya waktu itu terkejut saat bayi saya diberi sufor, “mending kamu yg minum susu mbak, daripada bayi yang harus sufor.” Saya pun dilemma
Hingga malam hari, bayi saya menangis, benar saja, iman saya goyah untuk mempertahankan pemberian ASI eksklusif, karena menyadari produksi ASI yang sangat sedikit. Akhirnya saya berilah sufor untuk bayi tiga setengah pekan saya. Benar saja, dia kemudian diam dan tertidur. Walaupun saya bersikeras hanya memberikan maksimal 90 ml sufir sehari semalam untuk bayi saya, namun itu hanya berlangsung beberapa hari pertama. Hari-hari kemudian bayi saya menuntut lebih, hingga 2x90ml setiap kali minum untuk mengantarkannya tidur. Bayi sayapun menjadi lebih sering muntah dan sempat tidak pup selama dua hari. Akhirnya kami konsultasi ke dokter, dan susu formula harus distop sama sekali.
Saya bersyukur akhirnya dokter menguatkan saya untuk kembali menyusui. Atas argument yang disampaikan oleh dokter membuat orang tua saya tidak dapat melawan. Keesokan harinya, aktivitas kembali berfokus pada cara agar ASI saya lancar. Alhamdulillah hanya sekitar 2 minggu bayi saya mengonsumsi sufor. Selebihnya saya bertekad untuk memberikannya hanya ASI sampai 6 bulan dan berlanjut sampai 2 tahun diiringi dengan MPASI.
Dan sekarang, ASI saya lancar jaya. apalagi setelah bersama dengan suami, saya sudah tidak memerlukan lagi susu ibu menyusui ataupun oil lancar ASI yang sebelumnya rutin saya konsumsi. hanya saja ketika badan drop, biasanya produksi ASI sedikit dan atau bayi Fayyadh jadi sering memuntahkan ASI yang ia minum (mungkin sakit si ibu berpengaruh ke ASInya kali ya)
Jadi, mama-mama semua, fase menyusui bagi beberapa perempuan merupakan masa yang berat. Salah satu jalan rizki yang diberikan Allah untuk si bayi adalah lewat ASI ibunya, karena itu, mari tanamkan tekad dan semangat untuk memberikan hak bagi bayi-bayi kita. Selain memenuhi kebutuhan fisiologisnya, menyusu juga meningkatkan kedekatan ibu dengan anak, ibu juga dapat menanamkan nilai-nilai baik ketika menyusui anaknya dan saya jamin, dengan menyusui, membuat anda semakin hari semakin sayang dengan anak anda.
Karena itu, mari jaga produksi ASI kita secara kuantitas dan kualitas. Hindari memikirkan hal-hal yang memunculkan stres dan usahakan untuk selalu mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang. Karena ASI yang kita berikan untuk bayi kita, akan dikonversi menjadi darah dan daging yang terus bertumbuh seiring usia bayi, yang menjadi sumber energy bayi untuk menjadi semakin besar, semakin cerdas, semakin bertaqwa pada Tuhannya dan semakin mencintai orang tua serta orang-orang di sekitarnya. Yakinlah wahai para mama, dengan menyusui bayi kita, kita sedang berinvestasi. Yang hasilnya dapat kita petik di kemudian hari, bahkan hingga di akhirat nanti.
Terus bersemangatlah, wahai pejuang ASI!
1 note
·
View note
Text
Lahiran tanpa suami
Tiga puluh Juni pukul 21.50 lahirlah seorang bayi laki-laki dengan berat badan 3.3 kg dan tinggi badan 48 cm. Bayi inilah yang di hari ketujuh kelahirannya akan kami beri nama Utsman Fayyadh. Doa dari aba umanya agar ia dapat meneladani sifat dan kemuliaan Utsman bin Affan r.a serta Fayyadh yang berarti dermawan; murah hati, sejalan dengan karakter Utsman
Jika ibu lain lahiran didampingi oleh suami, lain halnya dengan saya. Niat hati rasanya ingin sekali ada suami di samping saya ketika melahirkan, apa daya takdir berkehendak lain. Hari perkiraan lahir dedek Fayyadh masih tanggal 3 Juli 2016, abanya berangkat dari Depok tanggal 2 Juli yang insya Allah masih memungkinkan untuk menemani saya lahiran. Namun saya harus sesar empat hari sebelumnya ☹
Pada pasian section caesarea lain di rumah sakit ini, setelah operasi hanya diperlukan waktu empat jam di ruang ICU untuk pemulihan (oiya, saya harus SC karena diagnosis fetal distress). Namun lain halnya dengan saya. Saya harus menjalani dua setengah hari di ruangan ini. Plasenta saya tertanam di rahim bagian bawah dan hampir menutupi jalan lahir (placenta previa kategori 1), dan ketika diangkat mengakibatkan pendarahan yang tidak mungkin dijahit sebagai solusinya. Akhirnya dokter menyumbat menggunakan tampon yang entah terbuat dari bahan apa itu yang ujungnya diarahkan ke jalan lahir sehingga jika waktunya sudah pas, dapat diambil melalui jalan lahir.
Masa penantian pertama, 1x24 jam dilakukan observasi pada tubuh saya, jika pendarahan berhenti dan kondisi tubuh sudah memungkinkan akan segera diambil penyumbat tersebut. Ternyata Hb saya sangat rendah, demikian halnya dengan tekanan darah, akhirnya dokter memutuskan untuk transfusi darah. Beberapa jam kemudian kondisi saya belum membaik (sebenarnya saya merasa diri saya baik-baik saja, sudah kangen anak yang sedari tadi nangis kenceng di ruang perinotologi) sehingga dokter menambah darah 2 kantong lagi, total 3 kantong darah masuk ke tubuh saya. Selain transfusi, anti nyeri, anti pendarahan dan antibiotic juga disuntikkan secara berkala ke tubuh saya, bahkan ada obat pereda pendarahan yang dimasukkan melalui anus serta bermacam-macam infus yang sangat sering diganti-ganti. Pasrah, hanya itu yang dapat saya lakukan.
Keesokan harinya, 1 Juli pukul 22.00 sudah harap-harap cemas apakah tampon/ penyumbat tersebut sudah dapat diambil, akhirnya setelah semua kondisi memungkinkan diambillah tampon tersebut. Ujung sumbatannya (yang menurut saya adalah kain kasa) ditarik dari jalan lahir, panjaaaaang banget, dan sakit ☹
Lega, seharusnya saya sudah bisa berpindah ke ruangan biasa. Eits tapi ternyata belum, kondisi tubuh saya masih harus diobservasi apakah masih pendarahan atau tidak (kata dokter kalo setelah diambil masih pendarahan, tak ada jalan lain selain dioperasi ulang, operasi pengangkatan rahim T_T). Saya hanya bisa pasrah dan berjuang untuk sembuh, demi bayi saya dan saya yang ingin ketemu suami T_T.
Masa panantian pun berlanjut untuk melihat perkembangan darah yang keluar dari tubuh saya pasca pengambilan tampon. Tiap dua jam sekali underpad yang saya kenakan diambil dan ditimbang jumlah darahnya. Tanggal 2 Juli pukul 11.00, akhirnya dokter memberi kabar bahagia bahwa saya udah boleh pindah ke ruangan biasa, alhamdulillaaah. Kebahagiaan saya bertambah karena suami sudah berangjat dari rumah menuju Sukoharjo di tanggal yang sama.
Di ruang biasa saya masih harus diinfus dan menggunakan kateter, hiks. Bahagianya karena sudah bisa melihat bayi saya meskipun saya masih belum sanggup menggendongnya, sebab bergeser sedikit saja sakit rasanya badan ini. Dan perjuangan menyusui itu sesuatu banget (akan diceritakan di tulisan berikutnya). Malam harinya saya dingin menggigil, berlapis-lapis selimut sudah menutupi badan saya namun tak kunjung hangat. Terlihat wajah panic ibu dan adik saya melihat saya dengan kondisi demikian, ibu membimbing saya untuk terus merapalkan doa, saya pun hanya bisa beristighfar dan berharap kondisi saya membaik. Beberapa waktu kemudian, rasa menggigil itu mulai reda, namun suhu tubuh saya mendadak naik, demam. Akhirnya tengah malam itu dipanggillah perawat untuk mengecek kondisi saya. 38 derajat celcius. Perawat berkata bahwa ini efek mulai terbentuknya ASI di tubuh saya, dan untuk menurunkan demam, saya harus menyusui bayi saya (bayi saya dikembalikan ke ruang perinotologi karena menangis keras dan saya belum bisa menenangkannya, ASI belum keluar dan badan saya belum memungkinkan untuk bangun, bahkan untuk sekadar duduk; ibu dan adik saya pun tak mampu menenangkan bayi Fayyadh). Akhirnya dibawalah bayi saya ke ruangan, dan saya susui sambil tiduran, dan benar saja, demam saya perlahan turun.
Keesokan harinya, 3 Juli 2016 entah ada energy apa saya merasa proses penyembuhan saya berlangsung sangat cepat (mungkin bersemangat karena ayah dari bayi saya dijadwalkan tiba pagi ini di Sukoharjo). Infus, kateter dan pemberian obat melalui suntikan dihentikan sama sekali, tinggal obat minum dan suplemen pelancar ASI, saya pun belajar duduk dan jalan dan entahlah, saya merasa benar-benar sehat (walaupun masih terasa perih di jahitan), mungkin karena bersemangat ingin segera gendong bayi kali ya hehe.
Pagi dimana seharusnya suami saya sudah berada di samping saya, memberi support ketika saya menyusui, mendengar cerita dan berbagai keluhan rasa sakit yang saya rasakan, menjadi pagi yang hampa. Ia terjebak macet puncak arus mudik lebaran. Kemacetan di ruas jalan tol Brebes Exit/ Brexit (yang sangat familiar itu). Saya pun hanya bisa bergumam, sudahlah, toh lahir dan nantinya mati kita juga sendiri , berarti ini pesan dari Allah agar kita ga usah berharap ke orang lain, melainkan Allah saja(saking putus asanya menanti suami tak datang-datang).
Setiap ibu mempunyai perjuangannya masing-masing, dan saya kira, melahirkan anak pertama ini merupakan perjuangan yang cukup berat untuk saya, ditambah absennya suami di samping saya semakin membuat saya sedih (syukurnya nggak sampai depresi hehe). Namun saya berusaha mengambil hikmah atas jalan takdir yang demikian.
Pertama, masa-masa kritis dimana ibu bapak dan adik-adik saya setia mendampingi, merupakan quality time saya bersama keluarga yang semenjak saya kuliah sangat jarang saya alami. Saya jadi semakin memaknai arti keluarga dan perjuangan ibu melahirkan dan membesarkan saya.
Kedua, jauhnya jarak dengan suami mengajarkan saya bahwa cinta dan kasih sayang sesungguhnya tak akan terbentur pada jarak, sebab doa tulus yang senantiasa terlantun dapat menembus tujuh lapis langit hingga Allah mengabulkan. Mengajarkan sabar dan ikhlas menghadapi apapun yang terjadi.
Ketiga, mengjarkan saya untuk tawakal sepenuh hati. Memilih untuk tidak menjadi peserta BPJS, kadang membuat saya was-was akan biaya (realnya adalah ketika saya menghadapi hal ini), namun semuanya saya serahkan pada Allah, Ia maha kaya, dan akhirnya benarlah bahwa Allah mendatangan rizki dari arah yang tak disangka-sangka. Tawakal, jika memang ini jalan berakhirnya hidup saya, insya Allah tercatat syahid, maka sudah seharusnya saya berbahagia.
Keempat, sejak hari itu, saya telah menjadi ibu, tanggung jawab saya bertambah, saya harus terus belajar dan belajar. Sebab amanah anak bukanlah hal yang sederhana, setiap jengkal jalan hidup anak saya kelak, saya terlibat dan berinvestasi di dalamnya dan nantinya akan dimntai pertanggungjawaban oleh-Nya.
Dan pembelajaran-pembelajaran lain, yang semakin mengharuskan saya untuk sabar, ikhlas, tawakal dengan sebenar-benarnya.
1 note
·
View note
Text
Tiga Puluh Juni 2016
Selepas bedug maghrib, tak seperti biasanya sekeluarga besar ingin berbuka puasa di luar. Akhirnya kami pun beranjak menuju sebuah tempat makan. Saya pun teringat bahwa hari itu merupakan jadwal kontrol rutin mingguan kandungan saya (yang akan menjadi kontrol terakhir sebelum kelahiran yang diprediksi empat hari kemudian). Yah namanya juga Hari Perkiraan Lahir siapa yang bisa menetapkan 100% akurat kecuali Allah yang telah menuliskan takdir makhluk-Nya 50000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, termasuk takdir kelahirannya.
Sempat berpikiran untuk tidak control hari itu, toh empat hari lagi lahiran, jika belum kontraksi bisa periksa bareng suami. Tapi malam itu karena dorongan ayah ibu akhirnya saya pun ke bidan langganan, beramai-ramai untuk melihat kondisi janin yang sudah berusia 39 minggu 2 hari di perut saya tersebut.
Seusai mengambil nomor antrian, akhirnya dalam waktu singkat saya pun dipanggil oleh bidan. Dengan pemeriksaan sederhana bidan berkata, “Kok denyut jantung bayi kurang terdengar”. Setelah proses anamnesis terkait pergerakan bayi sepekan terakhir (yang sangat aktif bergerak namun intensitas tidak sesering biasanya), akhirnya bidan menyarankan untuk USG. Padahal pecan sebelumnya sudah USG dan dinyatakan semua dalam kondisi baik-baik saja.
Akhirnya saya pun USG di dokter kandungan yang juga praktik di klinik tersebut, baru setengah jalan, dokter menghentikan proses USG. “Sudah bu, mari…” sambil berjalan menuju mejanya. “Bayi ibu harus dikeluarkan sekarang juga, kondisinya sudah tidak baik. Denyut jantungnya 176, maksimal 180 dan jika dibiarkan sampai 180 maka nanti akan melemah dan semakin melemah takutnya tidak terselamtkan. Sekarang saya beri rujukan ke RS, tidak usah menunggu apa-apa lagi, harus segera operasi sekarang. Kondisinya sudah darurat karena ini sudah kedua kalinya bayi ibu seperti ini.”
Seketika lutut ini lemas dan mata memerah. Ya Allah inikah yang Engkau telah takdirkan? Harusnya bayiku lahir empat hari lagi, tepat ketika ayahnya sudah bisa membersamai.
Tapi, ternyata Allah berkehendak lain…
2 notes
·
View notes
Note
Rere... jangan lupa mampir mushola sma dan makan ayam mbok karto kata danik enak
Hahahaha siap miikk InsyaAllahMbok karto i ngendi?Musola sma ada apa?
2 notes
·
View notes
Video
youtube
(via https://www.youtube.com/watch?v=1aQTmggdyWs)
Masyaa Allah these brothers show us a strive to hijrah. We was born as Muslim, yet somehow still trapped on those circle, those fire. Friends, it burns, leave it. - ini Zul pake akun Rere karena males ganti akun :P
3 notes
·
View notes
Text
Ketenangan
Perasaan apa yang saat ini sedang saya rasakan di hari ke-empat belas saya menjadi seorang istri?
Saya merasakan suatu ketenangan
Ketenangan. Sebelumnya, adalah hal yang cukup langka dalam hidup saya. Bagaimana tidak, seorang neurotik yang punya seabreg list impian disertai berbagai kekhawatiran-kekhawatiran hampir setiap saat membuat dahi saya berkerut dan jantung berdegup kencang. Serta tidak jarang membuat saya lemah tak berdaya ketika menyadari bahwa realita tak seindah yang dibayangkan, menyadari bahwa saya masih jauh dari pantas untuk mencapai mimpi yang mungkin terlalu utopis.
Hingga dalam kontempelasi yang panjang, saya menyadari bahwa saya membutuhkan seseorang. Dan ketika seseorang itu datang, ternyata banyak hal berbeda yang saya rasakan.
Ketenangan itupun datang. Bersama dengan kehadirannya Dalam sebuah pernikahan.
Rasa tenang yang hadir untuk meredamkan seluruh gejolak hati anak muda. Yang dengannya, berarti telah ada seseorang yang dapat disayangi dan menyayangi, sesuai dengan aturan agama.
Rasa tenang, hadir ketika ada seseorang yang membuat saya tersadar bahwa saya berharga dan pantas untuk dihargai.
Seseorang yang mengapresiasi, yang mengingatkan, membimbing dan menunjukkan jalan menuju Dia
Ketenangan yang hadir ketika diri menyadari bahwa ada partner hidup untuk bersama sama memperjuangkan tujuan kehidupan.
Semoga terjaga selalu hingga akhir hayat dan di dunia setelah alam semesta
1 note
·
View note
Text
Menikah
Menikah. Melepas masa lajang dan menjadi seorang istri. Tak pernah terbayangkan oleh saya bahwa saya akan mencapai fase itu di usia yang masih terbilang cukup dini, dua puluh dua tahun. Saya pun teringat masa dimana saya sangat resisten dan anti dengan pembicaraan yang membahas tentang pernikahan, sebab saya yakini bahwa membicarakan hal tersebut hanya akan menambah kegalauan hati saja, bahkan membuat diri kita menjadi sangat tidak produktif. Teringat pula akan masa dimana saya selalu 'meramalkan' diri saya bahwa saya akan menjadi yang terakhir menikah diantara teman-teman di lingkaran pertemanan saya. Namun jalan cerita kehidupan saya berkata lain. Di tengah berbagai aktivitas dan kewajiban yang harus saya penuhi, di tengah waktu yang saya alokasikan untuk seluruh kegiatan saya, diperkenalkanlah saya oleh-Nya dengan seseorang yang akhirnya membuat saya merasaan suatu getaran yang berbeda, yang tidak dapat didefinisikan sebagai perasaan kepada teman biasa. Suatu perasaan yang sudah sangaaaaat lama tidak saya rasakan. Hingga saya nyaris lupa dan harus bertanya beribu kali ke diri sendiri, inikah yang dinamakan jatuh cinta? Dan akhirnya jawaban dari pernyataan itu adalah, ya. Saya sadari hal itu bukanlah kondisi yang baik untuk saya, dan akan berbahaya jika saya membiarkannya begitu saja. Ketika diri ini sudah mengkonfirmasi bahwa saya telah jatuh cinta, maka segeralah saya berpikir bagaimana menghambat tumbuhnya perasaan tersebut sedikit demi sedikit, dengan berbagai cara. Namun ternyata, saya tidak harus lagi menghambat bahkan menghilangkan perasaan itu, karena Allah telah menakdirkan bahwa seseorang itu pun memiliki perasaan yang sama. Dan dengan keberaniannya yang penuh tanggung jawab, membuatnya berani mengutarakan maksud baiknya, menemui ayah saya. Untuk memberikan rasa cinta dengan nyata dan halal dalam ikatan pernikahan. Akhirnya 8 Agustus 2015 menjadi saksi diikrarkannya sebuah perjanjian agung. Yang dicatat oleh malaikat-Nya. Doa-doa pun dilangitkan memohon perlindungan dan bimbingan senantiasa sampai ke surga. Dan ketika sebuah ikatan suami istri telah dihalalkan, maka hak dan kewajiban pun sungguh berbeda dari sebelumnya... Saya bukan lagi seorang perempuan single yang bebas memenuhi kehendak hati tanpa memikirkan orang lain, bukan lagi seorang perempuan yang meletakkan ego pribadi di kepalanya. Saya telah menjadi seorang istri. Dan saya memilih bahagia pada kenyataannya... memanglah saya sangat bahagia
2 notes
·
View notes
Quote
Sesederhana ucapan terimakasih, Selaksa bahagia tercipta, yang tak pernah diketahui
0 notes
Text
Cc: .......
Peran Ayah dalam Pembentukan Karaker Anak
Generasi terdahulu, yaitu generasi zaman Rasulullah, merupakan generasi terbaik karena memiliki kematangan mental melebihi kematangan biologisnya. Oleh karena itu,buat dan doronglah anak agar memiliki prestasi luar biasa walaupun usianya msh muda.
Agar anak memiliki karakter tangguh 1. Memiliki pengasuh yg lengkap,yaitu ayah dan ibu (hadirkan sosok ayah dan ibu dalam jiwa anak) 2. Beri pengajaran dan perhatian “habis-habisan” di usia dini,ciptakan ikatan emosional antara anak dan orangtua 3. Ajarkan iman sebelum Alquran 4. Libatkan lingkungan terdekat dalam pengajarn anak 5. Pengajaran berbasis hands on minds on (jgn hanya mengajarkan teori,tp jg praktiknya) 6. Komunikasi yg patut
Dalam keluarga,ayah bukan hanya pencari nafkah dan pemberi izin ketika menikah,tetapi juga harus menjadi pendidik anak2,apalagi saat usia anak berada pada usia emas.
Ayah harus terlibat dlm pengasuhan anak,bukan hanya ibu karena dari ayah,anak belajar -berani -tanggung jawab -realistis -mudah bergaul dgn dunia luar
sedangkan dari ibu,anak belajar -kepekaan rasa Jika perhatian dan kepedulian ayah kurang,anak dapat mengalami Father Hunger,yaitu kerusakan psikologis anak2 yg tidak mengenal ayahnya. Akibatnya,anak mengalami berbagai macam dampak negatif,dr segi sikap sampai pemikiran. Islam memandang peran ayah dalam pendidikan. Hal itu terlihat dr beberapa hal: -QS At Tahrim:6 –> menyatakan tanggung jawab pendidikan anak ada di ayah -Dalam Alquran terdapat 17 dialog yg mengajarkan mngenai pengasuhan anak yg terdiri atas 14 dialog ayah+anak; 2 dialog ibu+anak; 1 dialog guru+murid. Itu mnunjukkan peran ayah dalam pengajaran anak2nya melebihi ibu dan guru -Dari sisi sirah(sejarah) menunjukkan bahwa pendidikan Rasulullah dibina oleh kakek dan pamannya (sosok ayah) -Tokoh-tokoh besar lahir dari adanya keterlibatan ayah Dengan demikian,sosok ayah adl sosok yg sangat krusial dlm perkembangan anak. Harus ada sosok ayah (laki2) dalam pengasuhan anak (itu penting!)
Kerusakan pada anak2,penyebab utamanya adalah AYAH. Jadi,jika anak tidak baik,yg dipertanyakan adalah ayahnya,bukan ibunya. Di akhirat nanti,yg dihisab mengenai anaknya adalah ayah,bukan ibu. Jadi,jika anak tidak baik dan tdk beriman,ayahnya pun akan dimintai pertanggungjawaban. Namun,jika anaknya saleh dan beriman,ayahnya dpt merasakan kenikmatan di akhirat berkat doa anak2nya walaupun ibadah ayahnya biasa saja.
3 hak anak yg harus dipenuhi oleh ayahnya: -ibu yang baik -nama yg baik -pengajaran adab dan Alquran
Jika sikap anak tdk baik,harus ditinjau lagi,hak manakah yg belum dipenuhi oleh ayahnya. Orangtua durhaka adalah orangtua yg tdk memberikan hak anaknya waktu kecil. Ibu adalah madrasah pertama anak dan ayah adalah kepala sekolahnya.
Tugas kepala sekolah adalah -menentukan visi misi pendidikan anaknya -mengontrol serta mengevaluasi perkembangan anaknya. (Lihat QS Ibrahim:35–37 –> apa yg hrs ayah lakukan thdp anaknya)
Peran ayah ada 4: 1. Peran sosial 2. Peran emosional 3. Peran akademis 4. Peran entertain
Permasalahan anak dapat muncul karena konflik ayah dan ibu.Oleh karena itu,jaga sll hubungan baik antara ayah dan ibu.
Usia 0–15 thn adalah masa pembentukan karakter anak sehingga harus diolah dgn sebaik dan semaksimal mngkn.
Q&A *Bagaimanakah peran seorang kakak kepada adiknya jika dalam keluarga tdk ada sosok ayah? -Apapun yg terjadi,ttp tekankan pada diri sendiri dan adik2 bahwa harus ttp berlaku baik pd ayah wlopun ayah tdk berlaku baik pada anak2nya. Hal itu karena berbuat baik pada orangtua adl kewajiban seorang anak yg ditentukan oleh Allah Swt. -Selain itu,kakak harus menggantikan keempat peran ayah thdp adiknya,yaitu peran sosial,emosional,akademis,dan entertain. *Bagaimanakah membuat anak respek kepada ayah tanpa menciptakan jarak dlm hubungan keduanya? -Bangunlah kedekatan dan munculkan perasaan “dihargai” pd diri anak. Salah satu cranya adl dgn melibatkan anak pada keputusan yg akan diambil,ajak anak bermusyawarah/berdialog,tanyakan pendapat anak. Dengan adanya keterlibatan mereka dlm pengambilan suatu keputusan,anak akan merasa dihargai. (Lihat QS As Saffat:102) *Ustadz Bendri
Kajian Ramadhan Masjid UI (11Ramadhan 1434H)
Sumber : @ries_nie
160 notes
·
View notes
Quote
Mana yang lebih bisa diterima, Membiarkan segala sesuatu seolah nampak baik baik saja padahal sesungguhnya tidak, Lalu membiarkan orang lain berekspektasi tinggi dan bergembira hati terhadap ekspektasi tersebut, padahal ada pilihan untuk meredakan ekspektasi yang berlebih sebelum sampai pada tahap kecewa, atau memberitahukan dari awal kondisi tidak baik baik saja tersebut dan memberi penjelasan yang dapat diterima sehingga kekecewaan lebih dapat diantisipasi?
-ketika sebuah dinamika menjadi sangat tidak penting untuk diskenariokan-
6 notes
·
View notes
Text
Penghargaan
Sebuah harga, Suatu hal yang pasti dimiliki oleh setiap entitas yang eksis, yang keberadaannya secara nyata disadari. Entah itu diinginkan atau tidak, diakui atau diabaikan. Sebuah harga, Menunjukkan berapa besar nilai yang dimiliki oleh sesuatu, termasuk manusia Bagaimana ia dinilai, dihargai Dan diperhitungkan Nilai yang diberikan oleh lingkungan, oleh orang-orang di sekitarnya Bisa jadi hanya pemberian yang tidak menggambarkan bagaimana ia sesungguhnya Bisa jadi hanya penglihatan sekilas dari manusia, yang mungkin tidak begitu mengenalnya Bisa jadi hanya sebuah kesimpulan dangkal Tetapi penghargaan dapat mengubah banyak hal Terlebih, di dunia yang penuh tipu daya Betapa penghargaan dapat membangkitkan semangat dan motivasi hidup seseorang Betapa penghargaan dapat melejitkan suatu potensi yang terlupakan Betapa penghargaan dapat membuat gemilang seseorang yang terabaikan Cukup dengan memberi penghargaan, Sebuah upaya kecil nan sederhana, cukup dengan menghargai sebuah hasil usaha Cukup dengan mengapresiasi sebuah pencapaian Cukup dengan memuji suatu kebaikan yang dibuat Cukup dengan memberi motivasi atas suatu potensi Bahkan hanya dengan memberi ruang untuk saling sapa, saling bertukar senyum atau sekadar bertanya kabar Menunjukkan bahwa 'ia cukup diperhitungkan keberadaannya, cukup dianggap, dan berharga' Sayangnya, memberi penghargaan masih menjadi hal yang mahal dan langka Mekarsari, 20 April 2015
3 notes
·
View notes
Text
See you tahun depan shooff
Entah ketemunya dimana nanti :3
Temen Kece
Gue mau cerita tentang seorang temen. Seharusnya, kita ga bisa bener-bener dibilang temen. Terutama karena gue mungkin cuma pernah ketemu temen gue ini 6 atau 7 kali, dengan setengahnya dalam kondisi kita cuma saling (atau gue doang) tahu nama tanpa bener-bener kenal. Belom lagi di dunia maya semacam private chat, nih anak entah kenapa males banget balesin chat orang-orang. Dibalespun, pasti belum selese gue ngobrol, dia udah ngilang aja. Sampe kalo kita berhasil chat agak lama, gue pasti terang-terangan heran: tumben lu ga ngilang? Selain itu, nih anak kece parah, temen-temennya banyak bingit, aktivitasnya padat abis, kece lah pokoknya. Nah, paham kan kenapa seharusnya kita ga bisa bener-bener dibilang temen?
Sebelum kemarin, terakhir gue ketemu dia itu sekitar 2 bulan sebelum masuk 2014. Setelahnya, beberapa kali kita janjian, ke bandung lah, ke malang lah, tapi ga ada yang terlaksana karena kita sama-sama ga bisa. Gue juga sempet maen ke kota tempat dia tinggal pas kebetulan lagi di jakarta, tapi pas dia lagi di luar kota. Beberapa minggu lalu, gue sempet cerita rencana jangka pendek gue, dan dia cerita rencana dia. Terus kita janji ketemuan kalo pas gue ke jakarta, sebelum dalam waktu yang ga sebentar kita hampir pasti ga bisa ketemu lagi. Minggu lalu gue sampe jakarta, gue segera merencanakan pergi ke daerah tempat tinggalnya. Gue kangen parah. Dan tebak apa? Dia di luar kota! Krak! Gue patah hati. Tapi yauda lah yaa, kata orang-orang, manusia berencana Tuhan yang menentukan. Mungkin emang takdirnya kita baru bisa ketemu lagi satu atau dua tahun lagi.
Dan benarlah, manusia berencana Tuhan yang menentukan. Sehari sebelum gue cabut dari jakarta, salah satu temen gue yang lain, yang tinggalnya ga jauh dari tempat tinggal si temen yang gue ceritain di sini, minta tolong ditemenin ke suatu tempat. Artinya, gue bakal ada di daerah tempat tinggalnya satu malem lagi. Langsung aja gue kontak dia, bisa. Kita janjian ketemu. Dan walaupun akhirnya molor satu setengah jam, kita ketemu juga! Yeay patah hati gue terobati!
Masalahnya adalah, kita sama-sama bukan orang yang sangat pintar berinteraksi, even dengan orang yang ‘serupa’, haha. Kita duduk, dengan dua cup es krim yang entah gimana ceritanya ga ada sendoknya dan diganti garpu, dan kita ngobrol. Baiklah, lebih tepatnya gue nanya-nanya pertanyaan singkat yang dijawab sama dia dengan jawaban yang ga kalah singkat. Kayak interview gagal gitu deh. Karena bingung, dia nyeletuk ngajak nonton, trus ga jadi. Katanya: masa nonton, kan mau ngobrol. Karena gue lebih bingung lagi, akhirnya gue paksa nonton. Dan nontonlah kita.
Ini cerita bertele-tele banget yak? Haha. Intinya adalah, gue mau bilang makasih banyak buat temen gue ini. Makasih karena lo udah jadi orang yang super kece tapi mau bertemen sama gue. Makasih karena mau nyempetin ketemu gue, walopun karena kedataran kita berdua kita ga bener-bener bisa ngobrol banyak. Makasih udah mau ngerelain sekian jam waktu lo yang super berharga buat ngobatin rasa kangen gue padahal besok paginya lo harus segera beraktivitas lagi. Makasih udah mau “cerita banyak”, buat orang dengan trust issue kayak gue, itu sesuatu banget haha.
Mari tetap (?) saling mendoakan, sampe entah kapan Tuhan ngasih kesempatan lagi buat kita ketemu, semoga, dengan banyak hal hebat yang bener-bener bisa diceritain. Kalo lo sampe puncak kesuksesan duluan, jangan lupain gue dan terus doain gue segera nyusul sampe sana. Sebenernya masih ada banyak hal yang pengen gue tulis, tapi sepertinya ga semua hal perlu buat diketahui banyak orang, kan?
Okay then, see you next time, Re!

P.S. Ini bisa diitung “tulisan yang bagus” ga, rerenitaputri? Haha!
5 notes
·
View notes
Text
Sensing
Darimana kita tahu bahwa ini merupakan masalah, bahwa jika demikian ada yang kurang, bahwa jika seseorang sudah bertindak demikian maka artinya ia sedang mengalami hal yang demikian? Bagaimana caranya paham bahwa suatu kondisi saat ini sedang tidak baik-baik saja, bahwa kamu dituntut lebih untuk dapat melakukan segala sesuatunya lebih baik dari ini, bahwa kamu harus lebih peka dan memahami tentang apa yang orang lain rasakan terhadapmu? Sampai pada level apa sampai akhirnya suatu konsekuensi berlaku, sampai batas mana ini disebut aman dan itu tidak aman, sampai sejauh mana rasa dari segala hal di sekitar mempengaruhi diri kita untuk mampu menangkap sinyal-sinyal, tanda-tanda Pada kepekaan, pada rasa yang menajam, pada hati yang lebih tenang, pada otak yang lebih terlatih, padanyalah kepahaman bermula Menjadi lebih sensitif, yang bermula dari peduli, memperhatikan tiap hal kecil, dan menghindarkan diri dari pengabaian-pengabaian masa bodoh yang terkadang begitu egois...
2 notes
·
View notes