Tumgik
riritheworld · 1 month
Text
Which Pavements Should I Chase Now?
When Adelle said "Should i give up, or should i just keep chasing pavements?', it constantly make me think... which pavements should i chase right now? Huh? I have chased every pavements in this city.
Somebody said "DON'T YOU EVER BELIEVE EVERYTIME YOU GO TO A RESTROOM IN YOUR NIGHTMARE. IT'S GONNA BE A PRANK!". And that was true. It's a prank. You peed in your bed. And your mother gonna yell at you. Congratulations.
It's also happened to fall in love at the first sight. It's a whole ass prank, the biggest liar in the world, also the worst person in earth. Don't you ever believe at love at the first sight. It only leads you into a disappointment. Not a disappointment because of a rejection, but it's a disappointment from your own fairy tales that you have made BY YOURSELF in your head.
I never believe at falling in love at the first sight until i experience it my self. I regret that. I should have jinxed it at first. Fuck fuck fuck.
Talking about Adelle and her pavements... Fucking shit. I don't know which pavements i should chase right now. I have chased every pavements in this city. So... where should i go?
Does the universe destined me to only walk alone on the pavement that leads me nowhere instead of walking on the actual road with somebody?
And what should i do about it?
I'm the master of unrequited love. If i go to Heart Break University and study in The Faculty of Unrequited Love, i might instantly graduated as PhD with Summa Cumlaude with 4.00 GPA.
When other people experienced it once or twice, i experienced it thousand times in my entire life. Different men, different stories, same ending.
And did i learn from it? No. I am not. I guess
Damn, maybe that is the reason why am i still unemployed right now. I described my self as a fast learner on my resume, when actually i constantly keep falling in love with someone i could never have. Because i actually never learn. FUCK FUCK FUCK FUCK
0 notes
riritheworld · 11 months
Text
METAMORPH
Setiap fase kehidupan yang kita lalui, setiap tempat yang kita singgahi, setiap orang yang kita temui secara rutin dapat memberikan perubahan pada diri kita.
 Benar atau benar?
Aku lahir di kota Bogor 22 tahun yang lalu. Setelah kurang lebih lima tahun tinggal di sana, keluargaku memutuskan untuk kembali ke kota asal Mami, yaitu kota Medan. Aku dan Mami memutuskan untuk kembali ke Medan lebih dahulu karena Mami sudah menuntaskan studi S3-nya. Sedangkan Bapak masih harus menetap di Bogor untuk menyelesaikan studi S3-nya. 
Bogor dan Medan masih berada di negara yang sama, bahkan tidak ada perubahan waktu di antara mereka. Tapi tentu saja, kedua kota itu memiliki kultur yang sangat jauh berbeda. Rasanya sangat berat meninggalkan kota kelahiranku itu. Aku tidak ingin berpisah dengan teman-temanku di TK, aku juga tidak bisa lagi bermain dengan para tetanggaku, aku merindukan kontrakan sepetak yang kami tinggali dulu, aku merindukan rumah-rumahan Barbie berwarna merah muda yang Bapak buat dengan tangannya sendiri khusus untukku. 
Masa-masa awal tinggal di Medan cukup berat untuk aku yang baru berumur enam tahun. Ketika hari pertama masuk sekolah dasar, aku merasakan culture shock karena semua teman sekelasku memanggilku dengan sebutan “kau”. Pada saat itu aku berpikir kalau mereka membenciku atau aku membuat kesalahan kepada mereka. Hingga selang beberapa minggu, aku akhirnya mengetahui bahwa kebanyakan orang Medan memanggil satu sama lain dengan sebutan “kau”, bukan karena mereka membenciku. 
Tidak banyak memori yang aku ingat semasa SD, hanya memori memalukan saat aku nyaris meninggal karena tenggelam di kolam berenang dan memori kelam karena aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar ketimbang bermain. Kedua orang tuaku adalah seorang dosen, sejak kecil orang tuaku mendidikku dengan cukup keras untuk belajar. Pokoknya, sejak kecil aku harus fokus pada akademis. 
Aku yang memiliki banyak teman ketika di Bogor dulu mendadak merasa sangat kesepian semenjak tinggal di Medan. Karena tidak punya banyak waktu untuk bersosialisasi di luar sekolah, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sambil membaca buku. Dari situlah minat membaca dan menulisku tumbuh, sejak saat itu aku memiliki cita-cita menjadi seorang penulis.
Keadaan finansial keluargaku saat aku SD bisa dibilang... tidak begitu bagus. Tapi bukan berarti kami hidup kekurangan. Hidup kami cukup, tapi aku tidak hidup bergelimang harta. Setidaknya sampai aku kelas 1 SMP keadaan finansial keluargaku sudah mulai membaik. Meskipun begitu, aku tidak pernah merasa kekurangan ketika SD dulu. Aku juga tidak merasakan kesenjangan sosial antara aku dan teman-temanku dulu. Ya biasa aja gitu. 
Hingga aku akhirnya duduk di bangku SMP saat usiaku menginjak 12 tahun. Di umur segitu, para remaja tengah sibuk dalam mencari jati diri dan berlomba-lomba untuk menjadi orang paling keren di sekolah. Setidaknya itu yang aku rasakan ketika aku pindah sekolah. 
Aku pindah ke SMP yang masih satu yayasan dengan sekolahku saat SD, tapi letak sekolahnya berada di pusat kota Medan. Sekolah ini sering mendapat stereotip “sekolah orang kaya”. Sebagai alumni sekolah itu dari SMP sampai SMA, aku dapat mengkonfirmasinya. 
Pada saat itu, kebanyakan dari mereka menggunakan tas sekolah mahal, jam tangan yang paling enggak bermerk Swatch, sepatu Converse atau Vans serba hitam. Ketika duduk di kelas 1 SMP mereka paling tidak memiliki dua gadget yang mereka bawa ke sekolah, yaitu BlackBerry dan juga iPod yang warna-warni itu. BlackBerry Gemini yang aku gunakan sejak SD tentu saja tidak bisa bersaing dengan BlackBerry Torch mereka. Apalagi iPod, belinya duit dari mana?
Dan pada saat itu aku merasakan sebuah kesenjangan sosial.
Media sosial berkembang sangat pesat ketika aku SMP. Instagram, Twitter, Snapchat, dan Ask.Fm sangat populer dulu. Aku rasa seluruh siswa di sekolahku memiliki semua media sosial itu. Di Instagram lah status sosial seseorang terlihat sangat jelas. Mereka semua seakan berlomba-lomba memamerkan foto mana yang paling swag atau OOTD mana yang paling bagus.
Tapi yang paling bomb dari seluruh media sosial itu Ask.Fm. Di Ask.Fm semua orang berlomba-lomba untuk menjadi selebriti. Ya… kalau di jaman sekarang kayak di TikTok lah. Siswa populer di sekolahku dulu sibuk menjawab pertanyaan anonim yang mereka dapatkan. Biasanya tentang kehidupan pribadi mereka kayak “pacarnya siapa?” “beli baju ini di mana?” “harga sepatunya berapa?” “pap sama [nama pacarnya] dong”. Aku dulu menganggap mereka sangat keren. Tapi kalau menurut aku yang sekarang, mereka itu sok ngartis. Narsis. Kok bisa-bisanya orang kayak gitu diidolain ya...
Masa SMP adalah masa di mana kita sibuk mencari jati diri. Tidak jarang kita bersikap reckless alias gak berpikir panjang sebelum berbuat sesuatu. Jadi ya… antara dua aja sih. Kalau bukan kita yang menyakiti orang lain, ya orang lain yang menyakiti kita. Sebuah rumus kehidupan yang bodoh tapi benar adanya. Tidak jarang ucapan mereka membuat aku tersinggung. But I’m not clean either. Kayak yang aku bilang, kalau bukan kita yang menyakiti orang lain, ya orang lain yang menyakiti kita. Pasti ucapanku pernah bikin orang tersinggung juga.
Terutama ucapan para lelakinya, jujur aja mulut mereka pedasnya ngalahin mulut perempuan. Kalau perempuan omongannya nyakitin disebut ‘lantam’, tapi kalau para lelaki omongannya nyakitin disebut ‘bercanda’ atau kalau jaman sekarang sih disebut ‘bullying’ ya. Thank you untuk kalian teman cowok yang dulu bilang aku jelek, sok asik, alay karena suka K-Pop. Kalian ada benarnya kok. Tapi sampai sekarang aku bingung kok mereka bisa pede banget ya ngatain orang di depan mukanya langsung, kayak dirinya udah keren mampus aja. When in fact they are a bunch of dumb spoiled brats and they’re nothing without their parent’s money.
Waktu naik ke bangku SMA, aku memutuskan untuk masuk ke sekolah yang sama. Pada saat yang sama, mayoritas teman-temanku yang lain pindah ke sekolah lain sehingga waktu SMA aku bertemu dengan banyak orang-orang baru. Lagi-lagi aku mengalami culture shock.
Semuanya terasa berbeda. Aku enggak merasakan kesenjangan sosial seperti yang aku rasakan waktu SMP dulu. Bagaimana mungkin melanjutkan sekolah di tempat dan lingkungan yang sama tetapi memiliki feeling yang berbeda. Apakah ini berhubungan dengan orang-orangnya, atau hanya sekedar mindset bocah SMP? 
Sewaktu SMA aku tidak banyak menghabiskan waktu bersama teman-temanku. Kerjaanku hanya belajar belajar belajarrrr setiap harinya. Hingga aku merasa masa SMA berlalu sangat cepat, tiba-tiba udah kelas 12 aja. Dan saat kelas 12 aku menyadari kalau aku sama sekali tidak memiliki kenangan yang indah semasa SMA. Orang-orang selalu berkata bahwa “masa SMA adalah masa yang paling indah”, tetapi itu tidak berlaku untukku. Aku melewatkan banyak kenangan indah bersama teman-temanku dan aku lumayan menyesalinya. Karena belum terlalu terlambat, aku mulai banyak bermain dengan teman-temanku di kelas 12. Walaupun waktu yang tersisa sangat singkat, tapi setidaknya aku tidak terlalu menyesal. 
Masa SMP dan SMA memang terasa seperti neraka, tapi masa kuliah terasa seperti terlempar ke dunia antah-berantah. Setiap detiknya pasti ada culture shock baru, sampai-sampai otakku langsung bereaksi “hah?” alias TOO MUCH INFORMATION
Aku masuk kuliah jurusan farmasi. Jurusan yang aku pilih dengan modal cenayang dan kesotoyan yang kebetulan cuma jurusan ini yang direstuin orang tuaku so i took that as a win-win solution. Masuk ke jurusan ini dengan modal nekat di antara makhluk antah-berantah ambisius lainnya membuatku langsung merasa seperti, “Okay, let’s take a step back. This is not my place. And COULD NEVER be my place.”. Eh tau-tau keterusan sampai semester akhir dan lulus juga dari sini HAHAHA.
Hampir empat tahun kuliah di sini banyak kejadian aneh bin ajaib yang merubah pola hidupku. Jam tidurku rusak habis-habisan, setiap harinya paling cepat tidur jam 2 pagi karena kebiasaan bergadang mengerjakan laporan praktikum tulis tangan. Rekor paling keren sih tidur jam 4 pagi ngerjain laporan praktikum +20 halaman double folio tulis tangan DAN harus bangun jam 6 untuk masuk kuliah jam 7 pagi.
Kalau ditanya aku ngerti atau nggak apa yang aku tulis, YA JELAS ENGGAK LAH. Sekalian mau buat pengakuan dosa: kalau aku udah putus asa dan stress nyari literatur itu tulisan di tinjauan pustakanya aku ulang-ulang sampai selesai  HAHAHA. Jadi apakah laporan praktikum yang banyak itu efisien atau tidak? Tentu saja tidak. 
Jangan heran kalau manusia di fakultas ini kebanyakan no life, ya karena memang faktanya seperti itu. Pulang kuliah udah keburu sore, sampai di rumah bukannya istirahat langsung nyicil laporan praktikum. Kuliah di fakultas ini membuat intensitas selera humorku berkurang karena kebanyakan gak sefrekuensi sama orang-orang di sini. 
Belum lagi tiba-tiba ikut organisasi keagamaan yang awalnya cuma karena ikut-ikutan teman dan berujung jadi bendahara di salah satu divisi WHEN IN FACT aku orangnya sangat sangat sangat boros dan tidak bisa mengatur keuangan. Apa gak mau pecah kepalaku. 
Tapi di balik seluruh disasters itu pasti ada juga kenangan indah dan lucunya. Jadi yaudah lah ya? Sepertinya yang jelek-jelek cukup ditinggal sampai lobby keramat farmasi aja. Yang indah-indah disimpan untuk diceritakan ke anak dan cucu nanti.
Dari SD sampai kuliah, terlalu banyak hal yang terjadi di hidupku. Terlalu banyak orang yang sudah aku temui. Terlalu banyak perubahan lingkungan yang aku alami, tapi lebih atau kurangnya setidaknya ada beberapa hal penting yang bisa aku pelajari. 
Dari ceritaku waktu SMP, aku belajar kalau aku tidak perlu memaksakan diri untuk bisa fit in. Fuck people. Fuck society. Lakukanlah hal yang kamu suka, selagi itu tidak menyakiti orang lain then fuck their opinion. Kamu tetap terlihat keren di mata orang yang tepat tanpa harus memaksakan diri.
Dari ceritaku waktu SMA, aku belajar untuk lebih menghargai momen yang ada dengan orang-orang sekitar. Karena momen itu tidak akan terulang lagi, dan semua akan terasa berharga ketika orang itu sudah tidak ada di sekitarmu lagi. Yang tersisa hanyalah penyesalan. 
Dari ceritaku waktu kuliah, you’ll find a way when you keep going. Walaupun yang kamu lalui adalah sebuah jalan berbatuan di  dunia antah berantah atau bahkan sebuah labirin sekalipun, you’ll find a way. Kalau berhenti di tengah jalan begitu aja, then it’s really over. 
Untuk semua pejuang kehidupan yang lagi membaca ini, aku harap kalian tetap semangat. Keep your chin up! <3
Tumblr media
2 notes · View notes
riritheworld · 1 year
Text
Beep Beep, Riri Sent You a Letter!
When I was in high school, there was a very popular rom-com movie on Netflix called ‘To All The Boys I’ve Loved Before’. In that movie, the main character, Lara Jean wrote letters to every boys she ever had a crush on. But Lara Jean never sent it to any of them. I used to think that was so stupid. 
I mean, why did you write a decent letters to every boys you ever had a crush on without sending it to them? It’s useless.
But the more I get older, I finally realize that’s very make sense. You don’t have to tell your feeling to someone you love. Maybe, fall in love is silence is the sweetest thing you’ve ever felt in your life. It can be the reason why you smile and enthusiast while doing anything, even though it’s something that usually bother you. But when he is there, suddenly you want to do it. And without you realize, you enjoy it. Simply because he is there.
That sounds stupid. But it’s real. 
I always clueless at love. I never be in the serious relationship with anyone. Simply because I don’t confess my feelings to someone I ever had a crush on, or I never fall in love with someone who tries to get close to me. 
I ever confessed my feelings to my classmate in JHS, but it turned out horribly. After that, I don’t want to confess my feelings to anyone anymore. That was my very first and last. It was dumb, I feel like I want to puke every time I remember it. 
Let’s call him Mr. Humorous. He is the only man I’ve ever had crush on for more than a year. I fell in love with him for like... two years? I was very young that time. I didn’t know what love is, and I didn’t know HOW to fall in love properly.
In my memory, he was smart but also weird in a unique way. He was very friendly to everyone. It was really easy for me to get close to him as a friend. And I can confirm, he is one of the nicest guy in my JHS when the most of them are jackass. His unique personality made me fell in love easily. Without I realize, the more I fell in love to him, the more I got selfish toward my feelings. The more I tried to get closer to him, the more he ran away from me. I used to hate him for that. But now I realize, feelings can’t be forced. I was too selfish. And he was right.
I never heard anything about him anymore. But dear Mr. Humorous, I’m sorry for everything I did to you. Now I’ve learn my lesson. I regret it.  I hope you are doing fine in your life and find someone you love out there. It was really easy to fall in love with you but it was also easy to get over you. The more I get older, the more I realize my feelings toward Mr. Humorous was unserious. It was cringey and not sweet at all. It’s all because I fell in love for him too much, and I was expecting to much on him . I fell first, but he didn’t fell harder. And I fell into the blackhole. 
Senior High School is a place where most of people have a very unforgettable memories with someone they love. And I agree. It was easy to get over Mr. Humorous. But it was hard to get over this man. Let’s call him Mr. Bad Genius.
I call him Mr. Bad Genius because he is genius in a scheming way. He was in the same class with me for three years. I used to hate him because he was really annoying. He was the most caper person I’ve ever met in my whole life. He usually texted me to get my homework answer and I didn’t like it. He acted very cocky to me at class, but he was always begging to get my homework answer almost every day. Sometimes he miss-called me every time I ignored his message. I hated him a lot.
But during senior year, I got used to it. And like a rom-com movie, he had a character development that made me suddenly didn’t hate him anymore. All my hates toward him were gone. And it turned out to be the feelings that I didn’t want to admit. I liked him. 
I had an unexpected-stupid-little-crush to him. And it was all too sudden. During 17 Agustus-an match, I joined a paku botol competition for a joke but it turned out to be the moment I realized that I liked him. He supported me, gave me a high five, and laughed at me. And that is the most unforgettable things I’ve ever experienced in senior high school. 
But I let those feeling drowned into the deepest of my heart. I hid it from every one and enjoy my senior year with this secret feelings. He was the reason why i spent a lot of time playing with my classmate and had fun with them. And because of him, I enjoy my senior year and I regret nothing. 
I had 0 expectation toward him. Since the very beginning, I knew that we would never be together in the end. We were a polar opposite and came from two different worlds. I knew that we would never work. And that’s true. In the end, there is nothing between him and me.
This Enemy-to-(not)Lover trope was unexpected to me. And it was really hard to get over him. Even after I got into college, I need more than a year to get over him. We are accepted in the same university but in different faculty. Three years ago, I accidentally met him, Very accidental. I waved at him. He replied back and laughed. And that was the very last time I met him.
Dear Mr. Bad Genius, thank you for saving my senior year in high school. From Mr. Bad Genius, I learned that a secret-stupid-little crush could be the sweetest unforgettable memory in my life without a perfect happy ending together. That memory will always stuck in my head forever until today. Even though my feelings to him are gone. Bye, Mr. Bad Genius. 
In college year, I’m busy doing things I hate. Such as attending class, doing laboratory practice, finishing every task and lab report. Those things are the reason why I finally can get over Mr. Bad Genius. And suddenly I forgot how to fall in love. 
Until I met this man. He is Mr. Perfectly Fine.
He is popular, smart, nice, polite, cool, and everything. For me, he is untouchable and unapproachable. I didn’t know much about him. I rarely see him because we are in different class. I started to know him since we were in the same organization. We talked to each other only for organization matters, not less or more. 
I’m a 90% introvert person. I joined those organization for filling my empty CV. That’s all. I hate doing every projects I’ve done. Not until I saw him in every agenda. He was my motivation to come to those organization agenda that usually held in weekends. I sacrificed my precious weekends only to see him. 
He came to my dream at nigh thrice. Literally thrice. And the wildest one was I was about to get married with him but he ran away in our wedding day. That one was very cringey and wild. The other two was just a random daily things, so nothing special about that.
After a few months, I finally realize that I had a crush on him. I late to realize it because I forgot how does it feel to fall in love with someone. And I cursed my self for having a crush on someone that I don’t know much because it’s stupid, right? 
A few months after I realized those stupid feelings, I rarely saw him and never talked to him anymore. I thought that “Oh, it was just a sudden-little crush” because I didn’t think about him anymore. Until one afternoon, I met him and he said “Semangat, Ri.” Those silly little words really made me can’t sleep at night.
If I can give him a song, maybe I’ll give him ‘the 1′ by Taylor Swift on 1:00-1:22 and the whole song of ‘Jatuh Hati’ by Raisa.
I don’t know, it was a sudden to fall in love with him. But it was also a sudden to get over him. Suddenly he is gone from my thoughts. Learning from Mr. Bad Genius, I never hope anything from him. The more I see him on those organization agenda, the more I know about him (even though not everything). Mr. Perfectly Fine is not perfectly fine. 
And finally, the feelings are gone. We had a lunch together (also with my other two friends) and I can assure my self I finally get over him. It’s either I really fell in love with him, or am I fell in love with my own expectation about him.
I have nothing to say to him. Just a goodbye, I guess. Bye, Mr. Perfectly Fine. 
2 notes · View notes
riritheworld · 2 years
Text
Kepala Dua
Pukul setengah dua belas malam. Aku menghela napasku dengan frustasi sembari memperhatikan meja kerjaku yang begitu penuh dengan tumpukan kertas. Masih setengah jalan.
Dasar laporan praktikum manja. 
Kenapa sih laporan praktikum ini sedari tadi seakan-akan merengek untuk minta diselesaikan, memangnya mereka gak bisa ngerjain sendiri apa? Kenapa harus aku yang ngerjain?
Bercanda, jangan serius-serius banget. Padahal kan setiap harinya hidup udah ngajak kamu bercanda, masa masih serius juga. Hehehe. 
Aku meregangkan tubuhku sejenak dan menghela napas lagi untuk membakar semangatku. Aku mengambil penaku, dan melanjutkan perjalanan laporan praktikum manja yang masih setengah jalan ini. 
Commercial break!!! Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyindir pihak manapun selain diri saya sendiri. Sebelum tersinggung, mohon dibaca sampai selesai. Kalau masih tersinggung, ya udah berarti memang kenyataannya begitu. So do some reflections :)))
Sembari menuliskan kalimat demi kalimat pada lembar laporan praktikumku, tanpa aku sadari aku hanyut ke dalam pikiranku sendiri. PASTINYAAA yang aku pikirkan bukan materi perkuliahan yang aku dapatkan tadi pagi, atau bukan pula drama-drama kehidupan yang sudah menjadi makanan sehari-hariku. Tapi yang membuatku hanyut adalah... ketika aku menyadari aku sudah berusia dua puluh tahun.
UGGHHHH 20 TAHUN!!!
Dua puluh tahun adalah usia yang sangat aku dambakan ketika aku duduk di bangku SD dulu, karena aku menganggap kalau umur dua puluh aku sudah bisa hidup bebas dan aku bisa semua melakukan hal yang aku sukai tanpa ada yang melarang. Dan ketika aku sudah resmi berumur dua puluh (bahkan hampir dua puluh satu tahun) ini, rasanya aku pengen menampar diriku yang masih SD dulu dan berkata “Adeeek, umur 20 gak selamanya indah deeek”
Bercanda. 
I wish i can meet Five Hargreeves and i’ll ask him to time travel me back to the past, so i don’t need to deal with all of this shit now. Hahaha.
Tumblr media
Bercanda lagi. Udah dibilang, jangan serius-serius banget.
Sesekali aku membuka akun Instagram-ku dan melihat postingan teman-temanku. Di usia yang sebaya denganku, beberapa dari mereka... keren banget. Ada yang mengisi acara seminar. Ada yang sibuk memenangkan berbagai macam lomba sampai aku rasa rumahnya jadi gudang piala dan sertifikat. Ada yang berkuliah di kampus TOP 3. Ada yang sibuk bermusik.  Ada yang sibuk menjabat di sebuah organisasi dengan jabatan yang tinggi. Ada yang sibuk jadi content creator di Instagram atau TikTok #TikTokAdalahKoentji. Ada yang sibuk melakukan hal yang mereka sukai. Ada juga yang sibuk pacaran terus.
Di balik rasa kagumku kepada mereka, ada sebuah rasa yang bergejolak di hatiku bahkan sampai naik ke tenggorokanku sampai membuatku tercekat dan aku tidak bisa membohongi perasaan ini. Dude, i’m jealous! With all of you!
Aku juga dua puluh tahun, tapi apa sih yang aku dapatkan selama ini? I got nONE. Gak pintar. Gak punya prestasi. Gak kuliah di TOP 3 juga (no offense, but still proud about it). Gak punya bakat di bidang musik. Ya, aku menjabat di organisasi sih, tapi gak setinggi itu and my organization skill still sucks. Gak populer dan cantik. Gak bisa melakukan hal yang disukai juga, gimana bisa... kuliah aja salah jurusan hahaha.
Paling kesel waktu lihat postingan orang tentang kemenangan dia di sebuah perlombaan, She is proud about it and she deserves to announce it to everybody tho. Tapi yang bikin kesel adalah captionnya: “Di usia 20 tahun dan quarter life crisis......”. HOLYMOTHERFUCKER kalo anda sedang di tahap quarter life crisis, anda seharusnya gak ikut lomba sampai menang!!!! tapi bengong aja mikirin apa yang harus dilakuin selanjutnya di hidup ini.
Kadang mikir, ini orang yang berjalan terlalu cepat, atau selama ini aku yang berjalan terlalu lambat ya? 
Dari SMP, SMA, bahkan sekarang kuliah aku masih aja seperti orang yang sama. Gak ada perubahan. Ya... mungkin aku tambah tinggi dan tambah gendut sih. But i still that dumb stupid b*tch yang masih tremor tiap bicara depan publik dengan 0 prestasi dan juga mentally unstable with undiagnosed mental issue. Udah dua puluh tahun loh, tapi masa gak ada bedanya sama waktu umur dua belas tahun dulu. Gimana sih si Riri ini?
Aku meletakkan penaku ketika aku menyadari kalau aku sudah di bagian akhir daftar pustaka pada laporan praktikumku. Aku menghela napasku lagi untuk kesekian kalinya. Akhirnya, laporan praktikum manja yang sedari tadi merengek untuk diselesaikan ini selesai juga. Aku mengembalikan pena dan alat tulisku ke tempat pensil di mejaku, lalu aku merapikan lembaran kertas laporan praktikum yang aku tulis dengan tanganku sendiri ini. 
Aku terdiam.
Belasan atau mungkin puluhan lembar ini aku tulis dengan tanganku sendiri. Ini baru yang aku selesaikan hari ini, belum termasuk yang aku selesaikan di minggu-minggu lalu, atau... bahkan yang aku selesaikan sejak semester dua dulu. Dan tanpa aku sadari, kini aku tersenyum.
I’m stronger than i was a few years ago. 
Ayo taruhan! Riri waktu usia dua belas tahun, atau bahkan waktu usia enam belas pasti gak akan sanggup melakukan ini semua. Dia pasti berhenti, menyerah, dan gak akan mau lanjut lagi.
Perubahan kecil yang mungkin gak berarti untuk orang lain, tapi bisa membuatku bangga terhadap diriku sendiri. 
Aku memang belum punya pencapaian. Aku masih si Riri yang tremor tiap bicara depan publik dengan 0 prestasi dan juga mentally unstable with undiagnosed mental issue. Aku belum punya perubahan drastis dalam hidupku. Tapi bukan tidak.
Tidak dan Belum adalah dua kata yang terkesan mirip. Tetapi pada nyatanya, mereka berdua memiliki makna berbeda. 
0 notes
riritheworld · 3 years
Text
Terlahir Kembali Menjadi Seorang Laki-laki
Pertanyaan untuk seluruh perempuan di dunia ini, apakah kalian senang terlahir sebagai seorang perempuan? Jika kalian diberikan kesempatan untuk dilahirkan kembali, apakah kalian ingin terlahir menjadi seorang laki-laki? 
Hm, pertanyaan yang menarik.
Sebagai seseorang yang terlahir menjadi seorang perempuan, menjadi perempuan itu menyenangkan. Namun ada kalanya aku merasa menjadi perempuan itu cukup mengesalkan. Ingin sekali aku mencoba menjadi seorang laki-laki walaupun hanya sekedar satu menit, tetapi aku tahu kalau itu tidak mungkin. 
Bukan karena aku tidak bersyukur. Bukan karena aku membenci jenis kelaminku. Bukan karena aku marah dengan takdir hidupku. Tetapi karena aku lelah berhadapan dengan perempuan yang lain. 
Harus kita akui, sebagai perempuan tanpa kita sadari kita sering menodongkan pistol kepada satu sama lain setiap kita merasa lebih benar dan lebih unggul dari yang lain. Apa lagi kalau sudah menyangkut masalah keagamaan, tinggal menyampaikan kalimat yang menyudutkan saja, lalu tinggal diakhiri dengan kata-kata “Mohon maaf, sekedar mengingatkan.” HMMPPFFH. Bosan. 
“Perempuan harus bersikap feminin, tidak boleh seperti laki-laki.” 
Memangnya kenapa kalau seorang perempuan seperti seorang laki-laki? dan memangnya kenapa kalau laki-laki seperti seorang perempuan? Apakah hal tersebut dapat mengurangi pelakuan baiknya sebagai seorang manusia?
“Perempuan harus menjaga lisannya. Lebih baik perempuan diam saja.”
It’s 2021. Our sociality is a jungle. Sebagai seseorang yang sering dipandang lemah, kita akan benar-benar menjadi sosok yang lemah jika kita hanya diam dan tanpa melakukan apapun.
“Perempuan tidak boleh memakai pakaian terbuka, karena akan mengundang nafsu dari laki-laki dan menjadi korban pelecehan seksual.”
Hm, coba dong jelaskan, bagaimana dengan seseorang yang menjadi korban pelecehan seksual padahal ia sudah menggunakan pakaian tertutup? Miris sekali setiap melihat  seorang perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual harus memberitahukan pakaian apa yang ia gunakan pada saat itu, padahal mereka adalah korban. Bukannya seorang laki-laki juga harus menjaga nafsunya dan lebih menghormati seorang perempuan?
Ketiga kalimat itu adalah contoh stereotip yang sering didengar oleh perempuan. Namun seringnya, stereotip itu dilontarkan oleh seorang perempuan kepada perempuan lainnya.
Lucu, ya. 
Bagus jika kita memiliki prinsip hidup kita terhadap diri kita sendiri. Jika menurutmu itu hal baik, lakukan lah karena kamu pasti tahu apa yang baik untuk dirimu sendiri. Tetapi apakah kita harus memaksakan prinsip hidup kita kepada orang lain? i don’t think so. Kamu tidak akan menjadi lebih baik jika merasa lebih unggul dan menyudutkan yang lainnya. You’re the worst.
Woman support woman? Hah?
0 notes
riritheworld · 3 years
Text
Winding and Rocky Road
Hi everyone! It’s been a vEEERYYYY long time not meeting you guys here. No need to worry, i’m doing great. I’m just too busy with my daily activity so i have no time to write anything here. And guess what? I’m back!
Welcome to my once-a-year post! How are you guys this past year? I hope you all doing great, happy, and healthy. Anyway, it’s 2021 already and COVID-19 stil sucks. Well not surprised, Indonesia full of ignorant people. Health protocol? never heard any of them!
Okay let’s not talk about COVID-19. We’re bored enough, aren’t we?
My past one year... is pretty tough. 
No. It is really tough. IT IS. 
It’s just too hard. I had million thoughts about giving up because i thought that i would never made it. But guess what, i still alive till this day after surviving this two semesters. I survived!
Well... you know i hate my major so much, right? (Yea i chose the wrong major in college, if you don’t know this better read my very first post please). Two years passed, four semesters passed, and i still haven’t into this major. I have 0 interest in it. And i don’t even know what should i do for my future.
I ever had a thought about giving up. Not only giving up in college, but also with this life. I ever wrote my a letter about my d3ath once just in case if i died in the next day, but i wreck this letter in the next day because i thought it’s just so stupid. No need to worry, my religion forbid me to commit $u1cid3. I’ll never do that.
Each day feels like walking through the winding road. It’s also very rocky. And guess what? You walking through it bare foot. You don’t know exactly where to go and all you can do is only walking through it. No matter how tired and hurt you are.
Many people don’t know this, but i cry almost everyday. Not only because i feel tired, but also i feel hopeless about everything. I feel so small. I envy my old friends because they have so much time to hang out and have fun. I envy my college friends because they are really passionate in this major and really smart. I envy everyone who can do everything they like. Because i could never, I can’t relate to it, and will never relate to it.
Life is just so unfair. I also want to have a lot of fun. I also want to be smart and passionate in this major. I also want to do everything i like. But i think... i haven’t relate to it yet. 
Life will always be like that. Life will never be fair to you. One day you will get a lot of crap and you gonna feel mad about this life, but in the next day you’ll get an unexpected grace and suddenly you feel like “oH mY gOD, LiFe IS sO BeAuTiFul aNd FAiR. I LOvE My LIfE <3″. ahahahaha.
Tumblr media
I finally realize one thing that really important. Life is just hard enough, so i don’t need to be hard on my self too. I only have my self in this position. Nobody understand me well rather than my own self. 
Well done, Ri. No matter what you do and what you get, i know you are doing great. And i believe, one day you will know the reason why you need to walk on this fucking winding and rocky road. 
0 notes
riritheworld · 4 years
Text
Into The Unknown
INTOOO THE UNKNOOOOWWWWWWNNNN......
You expect me to sing? Nope, you gotta be kidding.
Btw hi! it’s me Riri The World!
How are you doing, everyone? I hope you are doing fine, healthy and happy as always. By the way COVID-19 is not finished yet so PLEASE stop being ignorant, stay safe and stay sane people!!!
Let’s stop talking about COVID-19. 
Well, I’m not feeling well this past days. Wait, not only this past days... but this past year. Let’s say... since a year ago. Since i was on my first semester on college. Since THE FIRST DAY as a college student.
I feel like... i’m walking on a dark maze. Alone. WIth no one behind me. I don’t even know where is the right direction. I don’t even know what will happend to me next. All I WANT to do is get the hell out from the maze. But all I CAN do is only keep walking. Keep walking. Keep walking. Keep walking.
That’s very scary by the way.
I don’t even know how many times i spend crying. I clearly remember, i cried a whole week during the first week as a college student. I’m being unmotivated all the time. I feel hopeless almost toward everything i do. I do feel lonely. I feel so small. And those are very stressful for me.
I... have so many dream back then. Basically, i was a dreamer. I never scared to dream back then. I ever had a dream to be a writer during elementary school. I ever had a dream to be a journalist during junior high school. I ever had a dream to be a psychologist during senior high school. And, voila! None of them is coming true! :)
Right now, i’m on my way to the highway third semester as a pharmacy student. Yeah, i know this major is a VERY different major and it’s waaay too far from my dream jobs. I KNOOOOOOOW! *in Monica Geller’s voice*
You know, it’s very funny to realize that i accepted on this major through SNMPTN (SNMPTN is selection for student admissions to enter public universities in Indonesia based on senior high school report cards). Well my report cards was not bad tho. But i think i was very drunk and i choosed this major and i got wasted and i accepted. KIDDING EVERYONE. KIDDING.
The main reason why i choosed this major is... i was in science major on high school. And i don’t know what science major  should i choosed back then. But you know what, i don’t know why... but this major suddenly appeared on a website and i DON’T FREAKINGLY KNOW WHY I SUDDENLY WANNA CHOOSE THIS MAJOR. I WAS LIKE “OK B*TCH, LET’S DO THIS.”
And i accepted. And i was so happy. But at the first day as a college student... i regretted it. To be very brutally honest, choosing this major is seriously my BIGGEST regret in my whole life. Chill, it’s not at anyone’s fault. It’s pure my fault. 
Everything here are very stressful and complicated. I wake up at sunrise and i go home at sunset. And there are so many class assignments or laboratory assignments to do.  Sometime, i envy my friend from another major because they have many times to chill or hang out to the mall. I can’t freakingly relate.
But the amazing thing is... everytime i feel hopeless toward my problems, i find the way to solve my problem. It feels like a sudden magic. It didn’t come once or twice or thrice, but at many times. And i’m very thankful for it.
Most of people here are very nice even some of them are assholes. They come from different cities and backgrounds. Well by the way, i was in a private school from kindergarten till high school. So there must be a huge culture shock when the first time i met them.
I think my social skill is improving here. Because no matter what happend, i should make friends here. Chill, friend in need is friend indeed. Not only my social skill, but my critical thinking is also improving here.
Surprisingly, i get lot of craps here. But i also get good things here. That is very impressive, by the way :)
You know what? I think about getting out and moving to another major for like billion times. But the funny yet magical thing is.. everytime i want to give up here,  i always find another reason to stay here. And so on.
I’m stucked here. On this never ending dark maze.
So... is it my destiny? 
3 notes · View notes