Text
Some words touch the surface, some words touch the depths of someone, some words cut deeper than a knife
2 notes
·
View notes
Text
Yang paling menyakitkan dalam kehilangan adalah membiasakan. Menjadi lupa, -memaksa lupa, semua kenang yang dulu menjadi mantra paling menguatkan. Menarik kembali ucap yang sudah fasih karena raga yang dituju sudah kembali dihuni oleh puan. Lalu meratap ke dalam, menjadi satu-satunya penonton atas segala bahagia dan luka yang kini tinggal bayangan. Seluruh angan kembali melepaskan diri, menuju amin baru yang akan terus melantunkan.
.
.
-sabil
0 notes
Text
Giving myself a chance to explore flower-arrangement thing, and here's my first ever!
.
.
-sabil

0 notes
Text
Di atas pentas yang sudah ribuan kali ditayangkan, riuh terdengar tepuk tangan dari segala luka dan perih, yang menjelma menjadi audiens paling budiman. Ribuan tangkai mawar yang masih berduri dilemparkan ke arahku, sebuah apresiasi katanya. Apresiasi karena telah bertahan walaupun organ-organku entah kemana berserakan. Ketika hati dan otak tidak lagi sanggup sejalan. Jantungku masih berdetak memang, sudah muak dengan satu nama yang mengubah asaku menjadi hampa. Bahkan warasku dibuatnya sekarat, memaksa segala mungkin menari mengukir harap, lalu kembali ditertawakan semu dalam gelap. Segala mungkin yang kau buat untuk aku semogakan, perlahan menghujam lindung yang aku bangun. Setelah hancur, tanganmu yang ku kira akan menjemput, nyatanya sedang menggenggam Puan di sana, entah sudah berapa banyak nama yang menang setelahku. Empat puluh purnama telah menjadi saksi bagaimana malamku masih berisi tentangmu, bagaimana bibirku masih diam diam mengucap tentangmu. Bagaimana aku, masih bingung dalam tindakmu.
.
.
-sabil
0 notes
Text
What hurts the most is the fact that no one notices that you are getting hurt.
.
.
- sabil
0 notes
Text
Ketika dibawa samudra jauh dari hunian, pasti lah dekapan tulang rusuk jadi dambaan dalam angan.
Dalam skenarionya, sedikitpun aku tidak mengenalmu, di ujung pelupuk mataku, ada alir yang sudah menggebu ingin bermuara, tapi masih bisa dibendung oleh mega yang belum seutuhnya mendung. Hingga gambaran kau dengan telepon genggam mendapatiku, dengan baju oranye yang kau lapisi jaket abumu, sebuah formalitas untuk menghangatkan dingin yang mulai bekukan hatimu. Sial, alir mulai membuat alurnya, entah siapa yang sedang kau hubungi, jasad tulang rusuk dan tiga buah hatimu belum bisa menyapa nalarmu, bahkan besi terbang yang kau harap bisa mengantar bahagiamu, masih disembunyikan oleh ombak yang menggulung. Nyenyakmu akan hilang untuk beberapa purnama ke depan, dilahap oleh sesal yang kau izinkan mengambil alih peran.
"Harusnya tak ku izinkan mereka terbang lintasi lautan dan segala misterinya yang kelaparan"
Tuan, siapa bisa menerka Semesta, pun aku paham yang paling perih dari kehilangan adalah ingatan yang masih sadar. Tapi, Tuan, dalam putarannya, ada yang harus kembali dalam pangkuan Yang Maha Mengambil Alih Urusan, garisannya sudah mencapai titik. Semoga di perantauan ada telapak yang mengusap punggungmu, ada jemari yang menyeka air matamu. Raga separuh hidup dan jiwamu telah dimiliki lautan, jiwanya telah kembali ke sisi Yang Maha Menghidupkan. Dari sini, akan ku sapa mereka melalui doa yang ku lantunkan.
-sabil
0 notes
Text
Akhirnya aku sadar, aku hanya sedang memberi makan kesepian. Sekedar validasi bahwa aku ternyata bisa berjalan setelah kau lepaskan. Sampai akhirnya aku harus mengorbankan sebuah hati sebagai pelampiasan. Meramu diksi hingga membuatnya lupa aku hanya memainkan peran. Tanpa ku sadar, ada harap yang hampir aku patahkan. Memaksaku kembali menuju peristirahatan dan belajar membacanya pelan pelan. Jika semua ini aku mainkan, lalu apa bedaku denganmu, Tuan?
.
-sabil
0 notes
Text
Sesungguhnya di ujung senja semalam, aku diam-diam masih mendoakanmu agar lekas pulih. Kau hanya sedang kalut, kan? Memikul harapan di pundakmu, yang sebenarnya butuh bersandar. Netramu sudah terlanjur melihat dunia sebagai lubang hitam, yang siap menelan segala bahagia, dan jiwamu. Akhirnya, kau lukiskan segala teriak dalam kepalamu. Tapi, Tuan, kau lupa, kanvas yang kau lukis itu adalah jiwaku. Sadarku sedang sekarat, dibungkam dengan percaya bahwa aku bisa membuatmu kembali tertawa. Utuhku berubah menjadi keping sesaat setelah kau selesai mendonorkan deritamu, dan aku, berbahagia untukmu. Berdoalah Tuan, semoga sadarku tidak ditemukan oleh pengembara lain.
.
.
-sabil
1 note
·
View note
Text
Sejak detik ini, aku akan memberikan jeda pada pintaku ke semesta. Menyudahi mengisi kosong dengan ramai yang semu, lalu berpura pura setelahnya. Akan ku persiapkan segala gundah untuk dibenamkan dalam bentala, yang darinya, aku akan selalu menaburkan kenanga di atas pusara. Dalam lantunan terakhir pada ujung malam pun aku masih terjebak dunia. Lagi-lagi, memberi maklum atas segala metafora yang seharusnya kini berhenti tertawa. Selanjutnya akan ku kirimkan algojo untuk menyiksanya. Sial, warasku yang malah berlinang air mata.
.
-sabil
0 notes
Text
"It's your day again. What is your biggest achievement so far? How many plans unchecked? How many disappointment have you made? It was being better that you wished for, wasn't it? Have you been, any better since?"
I hope you done listening those words, or whatever our mind keeps telling us, that we're not good enough at anything, not good enough for anyone. How could you be a better person when you couldn't even accept you for who you are? It's what you keep telling people to be, but it's what you keep failing at. You won't be able to be happy if you keep telling yourself that you are not worth it. You need to know that this life has it's own path, it's not gonna be as smooth as nor as easy as you have planned. You can't please everyone, you never could. Impression is a thing, but it's not something that you could use as a compass. As long as you do good, you'll be fine. Stop chasing the world, it gives you nothing but fatamorgana. Stop giving our mind a supply by overthinking. It's good indeed to think something at it's worst, but please, don't let it consume our soul. We both know crying in the middle of the night sucks. Know that failure is not a sin, it's not your fault that you make mistake, it's a sign that we have to keep learning. Forget them all who taught you being an ambitious is disgusting, just stay away from that toxic society. It does more harm than good to us. Remember we have our own way to live our life, if they think your way is wrong, let them be, time will prove. Embrace whatever it is, the bads, the goods. The thing is, be grateful. Many happy returns of the day for us.
0 notes
Text
Untung jiwa yang pecah ini masih beraga satu
Masih miliki sujud untuk dituju
Demi redam nyanyian pilu
Ku bungkam lidah jadi kelu
Ku paksa air mata jadi bisu
Agar dihadapnya aku tidak sendu
Bagaimana Tuan, Anda sanggup terus pupuk ragu?
Malu lah aku pada Puan yang sakit pun masih berbinar
Sedang nyaliku meminta sadar,
"Lempar bayangnya sampai terpendar"
Untung warasku masih bisa bersabar
Berbisik aku, semoga kecewa belum penuh terpancar
Ah, tapi, sudahlah
Aku punya Paduka untuk berserah
Satu waktu Tuan pasti melemah
Semoga tidak sampai jantungku luka berdarah
.
.
-sabil
0 notes
Text
O ye The Ever-Tranquil
I am scared, I am scared
Death souls are awaken,
the wind blows the chirping
O ye The Giver of Belief
I am fooled, I am fooled
Saints are killed,
The chirpings whisper evil
O ye The Pardoner
I am arrogant, I am arrogant
Dark has taken all the light
The evil laughs fire
O ye The Omniscient
I am burned, I am burned
Corpses are walking
The fire cleans up the mourn
O ye The Hearer of Invocation,
I summon thee in stormy wave,
While the rain drops heavily
I am begging thee to close the door
.
.
-sabil
0 notes
Text
"Jika boleh aku meminta,
Kubur saja segala sendu dan candu
Menjerit bahagia tiada dapat peran"
Ah, bahkan perkara kecil saja kau abai
Segala sakit yang meluka,
Memang dicipta untuk kau bahagia
Kau saja terlalu ingin menderita
Kau tanamankan pohon derita dalam otakmu
Kau siram dengan segala pikir yang membunuh
Lalu masih bertanya kemana dunia
Cukupkan kadarmu dalam bersorak duka
Bahagia yang tadi kau minta,
Menunggu setujumu untuk berbunga
.
.
-sabil
0 notes
Text
aku sedang bersiap,
Tinggal selembar lagi kain putih
Maka siap mengantar ke haribaan
Kali ini, parfumku beraroma petrichor
Agar serupa dengan badan Ibu,
Sedang penuh genang tirta dalam lumbungnya,
Jauh mengalir dari ribuan netra
Belum tuntas anak-anaknya terkukung dalam huni
Disayat pula Ibu oleh kakanda,
Akunya Aryasuta,
berilmu dan penuh martabat,
Tapi bungkam saskara tanpa hormat
Kakanda mulai lapar, Ibu
Dikoyaknya kami satu persatu,
Dimakan daging kami demi kenyang
Aduhai, senandika melagu sendu tiada terkira
Meredam lokananta tanpa malu
Dilucuti pula kidungmu, Ibu
Harapku kau mendapat lindung seperti Drupadi
Bagaimana aku harus panggil mereka, Ibu?
Kanda Aryasuta,
atau Kanda Lokawigna?
.
.
-sabil
0 notes
Text
Tadi malam sadarku mengenalmu
Jika saja ia diam, mungkin aku akan bahagia
Kau bercerita bagaimana kini kau sudah menerima
Betapa awalnya berat bagimu memulainya
Katamu, ada sifat-sifatku yang juga miliknya
Berarti, kau masih mengharap bagian dariku?
Seakan mengerti aku akan terluka,
Aku dicegah untuk menyelesaikan temu kita,
"Kembali ke duniamu, jangan mengenangnya"
Lalu aku kembali,
Kau masih saja diam di sana
"Bisakah kita memiliki akhir temu yang bahagia?" Tanyamu
Bagaimana aku bisa bertemu denganmu,
Lalu bahagia setelahnya?
Setelah kau hancurkan segala mimpi kita
Menutup segala mungkin yang dulu selalu kita aminkan
Tidak cukupkah kau patahku aku?
.
.
-sabil
0 notes
Text
Ku balut rindu dalam rinai hujan,
sebab sang tuan pun belum berwujud
Aku melangkah di atas bentala bagai niskala
Dititipkan lagu dalam nada tanpa rima
Kelak menjadi daksa tanpa kepala
Perlahan lelap bersama mendung,
meski jatuh, tetap turun menghujam
.
-sabil
0 notes
Text
benar, begitu saja.
Biarkan seperti itu adanya,
Aku yang selalu menebar luka,
Kamu yang selalu mengalah.
benar, begitu saja.
Biar ku jaga apa yang selama ini kau sangka,
Aku yang selalu saja buta,
Lupa dengan kamu yang selalu berusaha.
benar, begitu saja.
Biar ku tumpah segala resah sendiri,
tiada perlu kau tau aku juga kecewa
cukup engkau pemain utamanya.
benar, begitu saja.
Mengadu padamu,
nyatanya hanya akan tambah dugamu,
tentang aku yang meragu
benar, begitu saja.
Biar aku yang menjadi ceruk sedihmu,
biar aku yang dihujam kelabu,
bila habis sabarku, kenang aku tanpa pilu
-sabil
0 notes