sagitera
sagitera
Sagitera
7 posts
to feel
Don't wanna be here? Send us removal request.
sagitera · 8 days ago
Text
Kata Mereka
Kata mereka, kekasihku tak pandai meyatu Geraknya ganjil, nadanya tak lebur dalam arus tamu Tak lama, namanya menguap—menjadi debu Dikenang sekilas, seperti bau bekas hujan di baju
Lain waktu kubawa pulang wajah baru Kata mereka, duduknya pun tak tahu malu Kata mereka kini, "Yang dulu setidaknya lebih pandai mencuci piring di wastafel dapur"
Mereka gemar memonten dari luar jendela Sebelum sempat merasa Sebelum sempat bernapas bersama
Kupeluk saja keyakinanku erat Karena kekasihku Siapapun juga Selalu pecah di awal tampaknya.
4 notes · View notes
sagitera · 14 days ago
Text
Janji Untuk Bahu yang Rela
Bisakah kusandarkan kepalaku di bahumu, Tuan? Aku teramat lelah dengan segala wejangan hidup yang menuntutku waspada. Bisakah kupercayakan hatiku padamu dan engkau berjanji menjaga keutuhannya, hanya aku, satu-satumu, hingga usia menghantar nyawamu pada batasnya?
Adakah harapan-harapan semacam itu layak kugaungkan, Tuan? Aku terlampau lelah berhadapan dengan orang-orang yang dadanya gembung dengan pesakitan, sedang aku satu-satunya yang mengadah ketenangan di terang hari, untuk kemudian kubalur di atas kepala hubungan kala malam menjelang. Aku lelah menjadi satu-satunya yang merawat saat mereka bermanja tanpa mengadakan usaha.
Maukah engkau menjadi ruang bernaungku, Tuan? Sungguh aku tidak meminta ini dengan memaksa, hanya bertanya. Jika mampu, dekatkanlah bahumu dengan penuh kerelaan. Aku janjikan semua tenang yang engkau dambakan.
Tumblr media
7 notes · View notes
sagitera · 14 days ago
Text
Titik Lain Pelajaran dari Luka
Tumblr media
Tak ada keinginanku menertawakan perempuan lain. Sedikit pun tidak ada.
Setelah apa yang terjadi kemarin, aku hanya jadi punya perspektif lain tentang solidaritas antar perempuan. Ternyata, ada juga perempuan yang memang tidak layak dipeluk hanya karena kita peduli.
Ah, aku ingat betul bagaimana perempuan itu meneriakiku munafik karena tak bergegas melepas kekasihku yang bajingan itu. Syukurnya, tak kubiarkan dia mendikte rasa sakitku atau mendefinisikan diriku. Aku tetap berjalan di garisku sendiri. Aku puas karena cukup mengenal diriku sendiri. Aku tak bergegas bukan karena ingin mempertahankan pria bajingan seperti itu, sebenarnya. Aku hanya masih butuh waktu, sedikit lagi saja.
Tak habis-habis umpatan demi umpatan kuterima dari perempuan itu. Kadang aku heran, mengapa dia lebih memilih menyalahkanku yang notabenenya sama dengannya—sama-sama korban manipulasi laki-laki nir-responsibility, ketimbang menyalahkan si laki-laki dan bersama-sama denganku to kick out this kind of boy from our life? Hehe
Kudengar, mereka masih bersama sekarang. Melanjutkan cinta dan kisah senggamanya. Kudoakan mereka abadi. Sedang kabarku sekarang, jauh melebihi apa yang dulu sanggup kubayangkan. Tak kusangka aku benar-benar sampai di sini sekarang—lebih tepatnya, aku mampu berada di titik ini. Titik di mana aku berkesempatan untuk merasakan wujud-wujud kedekatan dan bentuk perhatian lain yang yang sudah lama kurindukan, yang tidak pernah benar-benar kudapatkan selama bersamanya. Aku benar-benar melanjutkan hidup. Aku bertemu beberapa pria beberapa bulan belakangan. Beberapa kulepaskan karena kupikir, belum waktunya. Aku takut mereka hanya menjadi pelarianku saja. Salah satunya justru bertahan sudah lebih dari tiga bulan. Seminggu terakhir kami banyak duduk bersama.
Dulu kupikir, aku tak akan bisa duduk dengan orang yang bukan dia. Dulu kupikir, aku tak akan menyukai wajah lain. Ternyata aku tak begitu. Sesuatu tertentu pada seseorang masih bisa membuatku jatuh hati ternyata. Dulu, aku hanya terlalu yakin untuk menutup kemungkinan, padahal kemungkinan itu, sepanjang kita hidup akan selalu ada.
Mungkin itu pelajaran yang kubawa pulang dari semua ini, bahwa manusia tak pernah kehabisan kemungkinan untuk bahagia, selama mau berjalan sedikit lebih jauh, sedikit lebih sabar.
8 notes · View notes
sagitera · 21 days ago
Text
Sadar
Tak pernah punya keinginan sebesar ini meniadakan kehadiran seseorang di hatiku.
Kuberi seluruh kepercayaan dan segala kesempatan, seluruh dan segalanya hancur pula olehnya. Jika kuceritakan, orang-orang hanya akan bilang itu salahku karena memilih percaya. Tak ada yang bisa menjaga diri dari kekecewaan selain diri sendiri, katanya. Tapi dalam konteks cinta yang bertahun-tahun berjalan, tak bolehkah aku berharap? Tak bolehkah aku percaya? Tak bolehkah aku berinya kesempatan?
Aku tidak akan bilang bahwa dia tidak begitu sejak awal. Aku memang merasakan cintanya di awal, tapi jika kuamati polanya sekarang, sejak awal, itu lebih tepat disebut manifestasi pesakitannya. Usahanya memenuhi dirinya dengan melibatkanku tanpa peduli apakah aku penuh atau kekurangan saat aku peduli habis-habisan memenuhi tuntutannya. Jadi, dia memang sudah begitu sejak awal. Aku yang belum pandai membacanya.
Kurang ajarnya manusia-manusia jenis ini, bukannya memilih sembuh malah menarik orang lain ke dalam kubangan lukanya. Merangkul hanya agar dirinya tak sendiri di jurang. Dan tampaknya, jenis manusia pesakitan yang kutemui ini punya kebutuhan aneh. Ia tak pernah puas meski gelasnya kecil.
Maaf kalau kau kecewa membacaku. Aku hanya sedang memvalidasi rasa sakitku, tak peduli kau suka caraku menyalahkan mereka atau tidak. Karena, mau kutarik garis dari mana pun, ini bukan salahku seorang. Tapi pulih selalu jadi tanggungjawabku sendirian.
Tumblr media
3 notes · View notes
sagitera · 1 month ago
Text
Catatan Seorang Kecewa
Tumblr media
Nanti kau akan bertemu masa, di mana kau percaya bahwa cinta tak perlu dipuja, seperti kau memuja bintang-bintang. Yang membuatmu rela memapah diri ke sisi tergelap malam, karena di sanalah matamu mampu melihatnya terang.
Jika kurang beruntung, kau juga akan bertemu malam-malam panjang, yang dindingnya dilapisi marmer derita yang perekatnya air mata. Menguarkan rupa-rupa aroma yang membuatmu sesak, tapi terlalu luas jarak kau harus berlari untuk temukan pintu keluarnya. Karena pintu itu, memang hanya muncul sesukanya.
Kau berlari terengah-engah, kakimu berdarah-darah ditusuk duri ekspektasi yang mampu tumbuh dalam semalam, tapi butuh tiga kali, ratusan kali, bahkan jutaan kali lipat dari waktunya tumbuh untuk mati.
Kau berteriak berharap seseorang mendengar lalu menarikmu keluar. Tapi sejak awal, ini adalah pertarungan diri. Satu-satunya yang bisa masuk ke arenanya hanya diri sendiri. Maka keluar pun begitu.
Lalu kau akan kembali ke pangkal kenangan dan berandai tak pernah memulainya. Membantahnya, menyesalinya, berulang-ulang. Orang-orang yang sempat mendengar akan meneriakkan motivasi-motivasi yang membantu mereka di musim pertarungannya dari luar arena. Kau mendengarkan, namun bersamaan, kau rasakan waktu menyempit. Dinding-dinding marmer derita itu kian menghimpitmu. Kau mulai membenci suara-suara yang kau coba percayai namun tak membawamu bergeser walau seinci dari tempatmu berdiri.
Kau lupa, hakikatnya pertarungan diri, adalah menemukan motivasimu sendiri. Milik mereka tak melulu sebentuk dengan soalanmu. Gunanya bukan bahan utama, melainkan bumbu.
Kau tatap sekali lagi bayangan cinta yang kau dulu tempatkan di langit tinggi dan memujanya seperti bintang-bintang. Gerak bibirnya di kejauhan dieja oleh matamu, "i-tu bu-kan u-ru-san-ku." Dan kau benar-benar bertemu masa, di mana kau percaya bahwa cinta tak perlu dipuja, seperti kau memuja bintang-bintang.
22 notes · View notes
sagitera · 1 month ago
Text
Sekarat
Setiap habis bertemu, kurasa-rasakan lagi detakmu di dada. Kutanyakan diriku, sebesar apa keinginanku meneruskan kita? Sekali lagi, sekali lagi, dan lagi. Dan bagian terdalamku tetap menjawab sama. Telah surut keinginanku meneruskan.
Serupa akar yang hampir tercerabut dari tanahnya. Terseok-seok saat ditiup angin, belum cukup renggang untuk terlepas seluruhnya.
Sungguh, aku pernah percaya perasaanku untukmu mustahil terkikis zaman. Akan tercatat kesetiaannya serupa milik dua manusia pertama. Tapi barangkali, itu karena saat itu Tuhan tak memberi Adam pilihan berupa manusia lainnya? atau ini sesederhana penjelasan aku denganmu, sudah habis masanya—takdir kita tidak selamanya, hanya sebatas mencerna pelajaran tertentu kehidupan saja.
Tahu kah? Sesekali, masih kuharap semua bisa diperbaiki seperti semula, terlebih tiap kuingat segala rupa perjuangan panjang kita bersama. Namun setiap kali harapan itu muncul, kenyataan bahwa hati ini luka-luka dan damai tak lagi menemukan tempatnya, pun turut mencuat. Tumpukan luka dan kecewa tak lagi sisakan tenteram, akal sehatku kini lebih tahu cara mencintai tubuh ini. Memohon berhenti menahan apa-apa yang mestinya dilepaskan sejak lama.
Setelah semuanya, tak ada hal lain yang kudamba melebihi lapang. Terlepasnya akarku dengan sempurna, dari tanah yang tak lagi membagiku nutrisinya.
10 notes · View notes