Tumgik
salmaferoza · 3 years
Text
Perubahan Sudut Pandang
Saya ketika sebelum menikah dan setelah menikah, memiliki cara pandang yang berbeda terkait pernikahan. Sesuatu yang kemudian membuatku memberikan nasihat jika diminta, ke teman yang hendak menikah. 
Lebih baik gagal di tengah-tengah proses daripada gagal di dalam pernikahan. Artinya, kalau kamu melihat ada potensi masalah yang besar antara kamu dan calon pasangan, lebih baik gak usah lanjut, dengan segala risikonya; batalin undangan meski udah kesebar, perkataan orang, dll. Membuat keputusan untuk membatalkan lamaran/pernikahan, konsekuensinya jauh lebih ringan daripada bercerai di tengah pernikahan. Karena cerai lebih ribet, tidak hanya urusan administrasinya yang melelahkan, belum lagi jika sudah ada anak dan berebut hak asuh, belum lagi dengan status sosial yang nanti akan dibawa (janda/duda), dll. Untuk teman-teman yang hendak menikah, jika memang belum siap. Lebih baik jangan. Jika kamu sudah siap dan belum menemukan yang menurutmu tepat untuk menjadi pasangan hidup, jangan mau menerima seadanya sekalipun mungkin usiamu bertambah tua.  Jika kamu seorang muslim dan tahu kalau pernikahan itu bernilai setengah agama, jangan sampai yang setengah ini rusak karena kamu terlalu gegabah dan menggebu-gebu tapi tidak rasional ketika mau menikah. Sudah rusak setengah dan kita juga tidak bisa menjamin setengah agama lainnya juga baik. Jika kamu ingin menikah dengan seseorang, tanyakanlah segala sesuatu yang ingin kamu tanyakan sampai tak bersisa. Tak perlu sungkan untuk menanyakannya, tak perlu takut. Kalau kemudian dia merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutmu penting, berarti dia tidak menganggap penting apa yang bagimu penting. Dan jika dia tidak mau diajak duduk bersama membicarakannya, entah tentang finansial, keluarga, dan apapun yang menurutmu ingin diperjelas sebelum menikah, sementara dia tidak mau membicarakannya. Saranku, mending cari yang lain. Menikah dengan orang yang tidak bisa diajak berdiskusi dengan mudah itu akan jadi tantangan tersendiri. Kita tidak bisa menikah bermodal kepercayaan bahwa nanti dia akan berubah, itu mungkin untuk hal-hal yang tidak begitu krusial/prinsip. Tapi pada hal-hal yang prinsip, kita tidak bisa memakai cara pandang itu. Apalagi, sepanjang pernikahan nanti, kita akan membutuhkan banyak sekali diskusi. Saranku, pastikan pasanganmu adalah orang yang bisa diajak diskusi, bisa menerima masukan, terbuka terhadap kritik/saran, dan mau belajar. Dan pada akhirnya, kalau memang tidak siap. Lebih baik, gunakan energimu untuk bersiap. Kalau kamu masih memiliki ambisi yang ingin kamu dapatkan sebelum menikah, kejarlah. Kalau kamu ingin tetap menjadi dirimu sendiri ketika nanti sudah menikah, menikahlah dengan orang yang tepat.  Tepat yang seperti apa? Kamu yang bisa merasakannya nanti. Nanti, ketika sudah ada orangnya yang akan menikah denganmu. Kita tidak bisa menuliskan ketetapan itu dalam barisan kriteria. Dan mungkin, tidak akan ada orang yang bisa memenuhi semua kriteria itu dalam satu waktu.  Kalau sudah ada orangnya dengan segala kekurangannya. Kamu akan bisa merasakan, mana yang kiranya kamu bisa terima sebagai pasangan hidup dan mana yang tidak.  17 Maret 2021 | ©kurniawangunadi
2K notes · View notes
salmaferoza · 3 years
Photo
Tumblr media
Apa yang sudah kamu dapatkan selama hidup kurang lebih 22 tahun ini?
Begitu kiranya yang sering terlintas di pikiran.Tak terasa sudah memasuki usia kepala dua. Waktu yang lama namun terasa singkat. Bahagia, sedih, kecewa, amarah, takut, semua itu membentuk diri kita yang sekarang, proses kehidupan panjang yang penuh dengan pembelajaran. Tentu saja proses itu tidaklah semua berjalan dengan jalan yang mulus. Kerikil-kerikil perjalanan yang menemani proses itu adalah tantangan yang harus dihadapi. Dan sekarang, kamu berhasil menghadapinya hingga sekarang kamu sudah sampai disini. Bersyukur? Tentu. Apapun keadaan yang dilalui tetaplah bersyukur, karena itulah kunci keberhasilan untuk bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan kebersyukuran kita bisa melihat makna kehidupan yang terjadi dan menerjemahkannya sebagai pelajaran.
Katanya masa lalu biarlah berlalu. Kita tidak semestinya melihat ke belakang lagi. Namun, kalimat tersebut agaknya tidak sepenuhnya benar. Kadangkala perlu juga melihat ke masa lalu untuk memetik pelajaran agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Beberapa orang melihat masa lalunya sebagai bentuk syukur karena sekarang ia sudah bertumbuh menjadi manusia yang lebih baik melalui proses yang tidak mudah dan ternyata dengan proses itulah yang membuatnya berkembang. Setiap orang punya caranya masing-masing untuk memandang masa lalunya. Tinggal kita pilih, mau berteman dengan masa lalu atau mencampakkan masa lalu? Yang keduanya tentu punya hasil berbeda yang akan mempengaruhi kehidupan sekarang dan esok hari. Yang terpenting proses belajar itu tidak akan berhenti sampai ke liang lahat. Hidup itu never ending learning. Semua ini tidak lepas dari pertolongan Maha Baik Allah subhanahu wa ta'ala yang tidak bosannya mendengarkan doa hamba-hambaNya. Tidak ada yang lebih baik selain skenario-Nya. Proses yang baik akan membuahkan hasil yang baik. Begitulah janji Allah. Maka, belajar menjadi orang baik tidaklah cukup, tapi belajarlah untuk menjadi orang baik yang diridhoi Allah subhanahu wa ta'ala.
0 notes
salmaferoza · 3 years
Text
"Janganlah Bersandar Pada Sesuatu yang Tidak Abadi"
Sebetulnya sebelum menikah pun kita sedikitnya dapat mengukur kepantasan diri kita itu sampai dimana.
Mungkin dapat kita ukur bagaimana sikap kita saat dihadapkan dengan situasi ketika orang terdekat kita, entah itu sahabat atau keluarga membuat kita kecewa begitu dalam.
Apakah kita tetap menyayangi mereka? Apakah kita tetap bersikap baik kepada mereka? Apakah kita tetap memilih untuk tidak menyerah?
Ketika mereka tidak memegang janjinya atas nama Allah, apakah kita akan tetap memilih memegang janji itu walaupun bersendirian? Atau ketika mereka sedang dibutakan, apakah kita bersedia setulus hati membantu membukakan matanya?
Mahalnya sebuah pernikahan itu bukan dinilai dari pesta sehari semalam. Tetapi tentang komitmen ataupun "Perjanjian kuat" yang dipegang sedemikian erat kepada rabb nya. Tentang kesediaan hati untuk menurunkan ego, tentang kesediaan hati bagi seorang lelaki untuk tetap bersikap lembut dalam membimbing, untuk tidak menyerah dalam sabar.
Tentang kesetiaan hati bagi keduanya untuk membangun cinta setiap harinya, menyamankan satu sama lain.
Pernikahan tidak dibangun hanya karena jatuh cinta kepada kebaikannya atau parasnya. Kalau sekedar jatuh cinta pada kebaikannya, ketika kita tahu kekurangannya, akan ada kemungkinan jatuh cinta kepada orang lain yang terlihat lebih baik dari pasangan kita nantinya. Karena jatuh cinta itu bisa dibangun oleh moment-moment tertentu.
Semisal suatu saat keduanya atau salah satunya cuek, tidak lagi perhatian.. jika tidak berlandaskan cinta karena Allah, akan mudah tergoda dan mencari perhatian dari orang lain. Itu sebab, jangan menikah hanya karena jatuh cinta kepada hal-hal yang bisa luntur nantinya. Tapi bersandarlah kepada Allah.. carilah pasangan yang memiliki rasa takut kepada Allah. Bukan sekadar terlihat baik, lucu, ganteng, cantik, mapan dari sisi materi. Karena orang yang memiliki rasa takut kepada Allah, hati, lisan, perbuatan dan pandangannya selalu ia jaga.. karena ia tahu Allah Maha Melihat, ia sedemikian takut Rabb nya tidak ridha.
"Kehidupan pernikahan tanpa suami dan istri yang shalihah dizaman yang banyak fitnahnya merupakan ujian yang paling sulit."
Adalah pernyataan yang benar. Begitu banyak pernikahan yang bertahan hanya sekedar legalisasi, sementara didalamnya sangat rapuh dan saling tersakiti.. hanya mampu membangun cinta di awal pernikahan. Ini disebabkan bersandar pada sesuatu yang tidak abadi.
424 notes · View notes
salmaferoza · 3 years
Text
Challenge Accepted.
Mengubah kebiasaan lama yang sudah mendarah daging hingga puluhan tahun tentu tidak mudah sebab memang tidak ada yang mudah selain apa yang dimudahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Hanya kepada-Nya kembali segala urusan sehingga memohon pertolongan-Nya adalah keniscayaan. Berikut cara melahirkan sebuah kebiasaan yang dirangkum dari buku “Jangan Pernah Menyerah.”
Pikiran - Praktik - Berkelanjutan (terus menerus) - Kebiasaan - Istikamah.
Mula dari keyakinan, kecenderungan hingga aktivitas dari masing-masing individu adalah pemikiran. Dan langkah yang perlu dirancang untuk membentuk sebuah kebiasaan (mengganti kebiasaan lama dengan kebiasaan baru), yaitu dengan menjawab 3 pertanyaan dasar berikut: what, why and how.
What; what do you want exactly? Semakin kamu tahu apa yang kamu inginkan maka semakin besar daya tarik untuk melakukan aktivitas yang akan menjadi cikal bakal sebuah kebiasaan. Why; why must you do this? Selain daya tarik juga perlu daya dorong yang sama kuatnya. Strong why yang berguna bagi pengoptimalan sebab tanpanya kamu akan terus melakukan penundaan. How; how many days? Sebagian ilmuwan dan peneliti mengemukakan pendapatnya bahwa manusia memerlukan waktu 21 hari untuk melatih kebiasaan baru, ada pula pendapat 28-40 hari.
Kebiasaan adalah pembiasaan dan pembiasaan memerlukan konsistensi. Kelak kamu akan menjadi teladan bagi anak-anakmu. Mereka adalah peniru ulung, itulah sebabnya kamu perlu mengubah kebiasaan lama yang sekiranya kamu tidak ingin mereka melakukannya. Mendidik anak adalah gerbang awal mendidik diri sendiri; role model start first.
The beginning is always the hardest part. Dan sering kali cara yang ampuh adalah just do it! Paksakan saja!
Selamat berjuang, innallaha ma'ana :)
108 notes · View notes
salmaferoza · 3 years
Text
Pengaruh Pasangan
Dulu sedemikian ketat menjaga diri, menghindari perkumpulan ghibab dan musik, memakai hijab dengan warna gelap, khimarnya pun menjuntai sampai bawah.
Seiring ia menikah, hidup bersama seorang laki-laki asing. Penampilannya banyak berubah, mulai meninggalkan hal-hal yang utama dalam ibadah, serta kini bermudah-mudahan dalam musik.
Allahu musta'an.
Pengaruh pasangan sedemikian besar terhadap keterjagaan amalan shalih. Sehingga janganlah tergesa-gesa menikah hanya karena usia. Menikahlah dengan yang agamanya baik sesuai pemahaman salafus shalih, akhlaknya baik, serta dengan yang mampu membimbing, dan membersamai saat belajar.
Karena sekedar berjenggot, celananya cingkrang, tidaklah serta merta menjadikannya shalih seketika.
- Suci Anggraeni || @sucianggr
96 notes · View notes
salmaferoza · 3 years
Text
Tidak Selalu Mudah namun Sepadan bahkan Lebih.
Berkesinambungan dengan pembahasan sebelumnya (Wujud ketuntasan amanat; dari keterampilan hidup menjadi gaya hidup).
Baru-baru ini pula tersadarkan setelah membaca unggahan Mamazi حَفِظَهُ اللهُ bahwa sehat dan belum sakit adalah dua hal yang berbeda.
Jika sehat; sehat saja, tidak sakit sama sekali sementara belum sakit; belum kelihatan jika sakit namun sebenarnya di dalam tubuh sedang tumbuh bibit-bibit penyakit.
Analoginya seperti ketika kamu bermaksiat, Allah Subhanahu Wata’ala tidak lantas menghukummu ketika itu juga bukan? Bisa jadi balasan-Nya akan kamu tuai setelah beberapa tahun berlalu atau di akhirat kelak namun hakikatnya selalu sama bahwa apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai.
Begitu pun dengan asupan yang kamu makan hari ini. Jika kandungannya berbahaya bagi tubuhmu bisa jadi akan menimbulkan penyakit di kemudian hari.
Sebuah kontemplasi dari pernyataan Dr. Tan.
"Banyak orang menyalahkan tubuhnya padahal yang salah asupannya. Punya keluhan begah? Kulit jelek, rambut rontok, haid berantakan? Gampang sakit kepala? Susah buang air? Asam lambung liar dan malah jadi GERD? Punya masalah autoimun yang lagi tren itu? Gula darah tak terkontrol mulai dari minum obat sampai harus insulin? Ini bukan iklan jamu yang biasa Anda baca. Tapi ketimbang buang uang menyalahkan tubuh yang bertingkah, coba introspeksi dulu: saya makan yang saya doyan atau yang saya butuhkan?"
Sebab pengalaman seseorang sudah membuktikan: menanam ayam tepung, seblak, mi instan; memanen kista kemudian. Tidakkah kamu mengambil pelajaran darinya?
Ref dari unggahan Mamazi حَفِظَهُ اللهُ.
Tumblr media
Menambahkan penjelasan di atas.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
The golden rule: selalu lebih baik makanan yang diproses secara alami atau minimal dan hidangan serta makanan yang baru dibuat daripada makanan yang diproses berlebih.
Sekalipun martabak buatan sendiri, sebab komposisinya pun terbuat dari margarin, susu bubuk, skm, keju dkk yang merupakan ultra-processed foods. Hoalah :(
Lalu apa yang sebaiknya dikonsumsi? Berikut daftarnya, poin 1-6 adalah makanan yang seharusnya memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari.
Tumblr media
Seperti yang dikemukakan oleh Dr. Tan bahwa ilmu baru berguna jika menjadi perilaku dan literasi membuat Anda berdaya, mampu memilih mana yang baik dan benar sekaligus bertanggung jawab atas pilihan itu. Sebagaimana dalam firman-Nya QS. Al-Isra': 7.
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri."
Sama halnya ketika kamu memelihara asupan bagi tubuhmu itu pun demi kebaikan dirimu sendiri dan sebaliknya.
Teringat keputusan 6 tahun lalu untuk pensiun dini mendaki gunung (Meninggalkan sesuatu karena rida Allah Subhanahu Wata’ala) bahwa memang selalu tidak mudah di awal tetapi menyimpan banyak kebaikan di akhir.
119 notes · View notes
salmaferoza · 3 years
Text
Tumblr media Tumblr media
Kita hidup di zaman dimana makna "toleransi" menjadi bias, dan mengarah kepada pluralisme. Sehingga banyak non muslim yang tidak mengenal dakwah Tauhid, meskipun mereka hidup di negeri mayoritas muslim.
Padahal Allah Ta'ala mengutus para nabi dan Rasul-Nya untuk mendakwahkan Tauhid, dan inipun tetap menjadi bagian dari 'tugas' kita, jika kita benar-benar menyayangi sesama. Karena sebaik-baik rasa cinta adalah ketika kita berikhtiar agar bersama-sama masuk kedalam Surga-Nya dengan hati yang selamat (yaitu dengan menjauhi kesyirikan).
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An Nahl:36).
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kalian mati kecuali dalam (keadaan) Islam” (QS. Al Baqarah: 132)
Nabi Isa 'alaihissalam sendiri berseru kepada kaumnya:
“Dan (Isa) Al-Masih berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabb-ku dan juga Rabb kalian. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah (dalam ibadahnya), maka Allah haramkan surga untuknya, dan tempat kembalinya ialah neraka. Dan orang-orang zalim itu tidak memiliki seorang penolong pun (yang akan menolongnya dari siksa api neraka." (QS. Al-Maidah :72)
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)
“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (QS. Maryam: 88-92)
Sebanyak apapun amal shalih, jika mempersekutukan Allah dan tidak bertaubat hingga maut datang, maka amalan itu tidaklah berguna disisi Allah Ta'ala, dan akan kekal di neraka (lihat surat Az-Zumar ayat 65). Wal 'iyadzu billah.
Setiap tahun kita dapat menyaksikan, bagaimana sebagian kita (muslim), lebih sibuk mengucapkan selamat perayaan agama lain atas kelahiran nabi yang mereka tuhankan.
Setidaknya, jika tidak mampu menyeru untuk mentauhidkan Allah.. maka selamatkanlah aqidah kita dengan tidak turut serta dan tidak mendukung keyakinan mereka dengan cara berlepas diri.
Lakum dinukum waliya din
(Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku)
Ayat ini berbicara tentang bara (berlepas diri) bukan tentang kebebasan berkeyakinan.
- https://instagram.com/gsatria
196 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Text
Pikiran tidak akan Mungkin Lupa Apa yang Hati Ingat.
Hidup itu, “Never ending learning.”
“Bila kamu tidak tahan lelahnya belajar, maka kamu harus tahan menanggung perihnya kebodohan.” - Imam Syafi'i rahimahullah.
Beberapa waktu lalu tertarik mengikuti Kulwap dengan mengusung topik: “Mendidik Anak Gerbang Awal Mendidik Diri Sendiri.”
Sebelum pemaparan materi oleh narsum Umm Khaulah M حَفِظَهُ اللهُ, moderator sudah terlebih dahulu membagikan materi berupa file pdf kepada para peserta.
Betapa banyak anak yang dikelilingi oleh fasilitas yang serba ada namun sejatinya jiwanya kosong, rapuh, hampa dari sentuhan kasih sayang.
Berapa kali kita khilaf mungkin sampai membentak, marah dengan mereka, karena kita sebagai orang dewasa menuntut anak-anak untuk mengerti diri kita.
Wahai orang tua, jika Anda tahu bagaimana hancurnya hati anak-anak kita ketika mereka mendengar bentakan dari mulut kita? Mungkin sepele, mereka hanya bertanya “Ini apa Ummi?”, “Itu apa Bunda?”, “Kenapa bisa gitu?”, namun seketika hati mereka hancur berkeping-keping ketika Anda memilih untuk membentak atau tak menghiraukannya.
Bagai paku yang telah dipukul palu. Mungkin kita bisa meminta maaf pada anak setiap malam sebelum tidur, dan melihat mereka kembali ceria seperti biasa. Namun, paku yang berhasil kita cabut tadi tentunya masih meninggalkan bekas. Begitulah dengan hati anak-anak kita.
Menanggapi materi di atas,
Q: Mengenai luka batin, seperti: akibat dibentak, dimarahi, dikritik, disalahkan, tersakiti oleh kata-kata, diremehkan, diabaikan, sehingga emosi tersebut terendap tidak tersalurkan dengan baik dan terekam di bawah alam sadarnya. Seberapa pengaruh hal ini? Padahal mereka masih anak-anak dan kadang belum paham terhadap apa yang dia rasakan.
A: Pengaruhnya sebenarnya cukup besar ya, dari rusaknya sel-sel otak anak yang mungkin tadinya mau bersambungan di dalam otaknya, putus rusak karena 1 bentakan. Dan di sini brain stem (batang otak) mereka jadi aktif. Ketika bagian dari otak ini dipicu, perilaku reaktif terjadi. Anak belum paham dengan apa yang dia rasakan semisal dia lagi kesal, sedih, takut dll itu perlu adanya penerimaan perasaan mereka dari kita orang tuanya. Kita labelling ke mereka di saat mereka sedih/menangis/senang. Contohnya misal: “Maaf ya, Ummi belum izinkan. Ummi tahu kamu sedih, tapi maaf ya tetap belum diizinkan.” Udah stop sampe situ, gapapa mereka nangis, kita terima aja perasaannya, nanti seiring waktu dia akan paham “Oh ini namanya sedih, gak enak ya, tapi Ummi sudah minta maaf kok sama aku, artinya Ummi bisa terima aku apa adanya.” (Ini bahasa dewasanya kitalah). Oiya jangan bilang anak-anak itu belum paham ya. Mereka paham tapi sudut pandang cara memahaminya tidak sekompleks kita orang dewasa. Anak-anak adalah manusia yang paling peka.
Q: Apakah anak yang sering dibentak dampaknya akan terbawa hingga dewasa?
A: Seumur hidup. Dan kalau tidak diputus mata rantai kekerasan verbal/fisik, dia akan meneruskannya kembali ke anak cucunya. Na’udzu billah min dzalik.
Meski secara pribadi belum menjadi orang tua, hal di atas tentu pernah dialami oleh setiap anak. Hal yang nantinya menjadi kesadaran bagi diri sendiri dalam mendidik anak yaitu mendidik tanpa meninggalkan kenangan yang buruk. Karena pikiran tidak akan mungkin lupa apa yang hati ingat. Hati-hati.
Dalam praktiknya mungkin tidak semudah itu, karenanya dibutuhkan ilmu yang mumpuni, kesabaran, keikhlasan, iringan doa yang kuat serta kesalehan kedua orang tuanya.
Selamat berproses :)
345 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Photo
Tumblr media
“Ujian di kampus mu itu adalah hal biasa, karena materi nya diri mu minimal sudah tahu, waktunya sudah ditetapkan, jam nya pun sudah jelas. Bahkan diri mu sudah setidaknya memiliki gambaran. Lulus adalah hal yang sangat wajar, karena “kebangetan” buat bapak jika sampai diri mu tidak lulus nak… (saya nyengir dengar kalimat terakhir, dan bapak pun tersenyum)
Berbeda sekali dengan ujian di dalam kehidupan mu bukan? Bapak tidak pernah mendo'akan agar anak-anak bapak dihindarkan dari menerima ujian Allah, karena memohon dihindarkan itu hanya untuk anak-anak yang “cengeng” bagi bapak. #jlebb
Kenapa? Karena do'a seperti itu hanya untuk anak-anak yang tidak siap untuk “bertumbuh”, yang tidak siap untuk “dibesarkan” oleh Allah Azza wa Jalla.
Bapak mendo'akan agar anak-anak bapak dipantaskan Allah untuk menerima “ujian” seperti yang Allah berikan kepada orang-orang beriman dalam hidupnya, akan tetapi bapak tentunya mendo'akan agar saat “ujian” itu datang, anak anak bapak dikuatkan.
Agar anak-anak bapak bukan saja hanya kuat, dan selalu memilih “bersama” Allah dalam melalui “ujian” tersebut, tetapi juga anak-anak bapak dapat mengulurkan tangannya, menjadi perantaranya Allah.. menolong mereka yang hampir “tenggelam”.
Semua yang “beruntung” besar adalah mereka yang diletakkan Allah Azza wa Jalla pada peristiwa-peristiwa yang besar. Menggapai surga tidak ada yang tanpa perjuangan, nak.
Tidak bisa diri mu ingin ‘derajat’ yang tinggi, tetapi tanpa ada kemauan untuk berjuang, tanpa mau melalui ujian dalam hidup. Karena ‘kesadaran’ dan keimanan mu tentu saja tidak akan teruji dan tidak akan naik kelas.
Pertanyaan Bapak sekarang kepada mu, maukah dirimu ikhlas bapak do'akan seperti itu?“
270 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Diwajari jika non muslim kerap menilai Islam memiliki formulasi hukum yang cenderung menguntungkan kaum pria dan menganggap Islam berbasis budaya patriarki, disayangkan jika yang memiliki pandangan seperti ini adalah seorang muslim. Kenapa non muslim diwajari? Karena mereka tidak mengenal dengan benar syariat Islam dari sumbernya, tetapi hanya melihat Islam dari 'oknum' yang tidak menjalankan syariat Islam dengan benar.
Aturan dalam Islam, salah satunya seperti kewajiban patuh pada suami sebagai kepala keluarga, seringkali dipandang patriarkal, yang membuat sebagian muslimah merasa menjadi korban subordinasi dan diskriminasi.
Padahal dalam Islam, ada perinciannya. Patuh kepada suami yang seperti apa? Kepatuhan istri kepada suami adalah yang didasari kepatuhan kepada apa yang Allah perintahkan, dan juga selama perintah suami tidak bertentangan dengan perintah Allah. Seorang istri tidak diperkenankan taat kepada suami yang bertentangan dengan perintah Rabb-nya.
Jika seorang suami belum mempu menjadi imam yang baik, ataupun tidak memperlakukan istrinya dengan baik, maka ajaklah ia untuk bersama-sama mendalami Agama (Tafaqquh Fiddin).
Ketika menikah, lelaki shalih itu bukan yang hanya ahli ibadah (semisal rajin shalat, rajin membaca Al-Qur'an atau puasa saja), tidak.. sama sekali bukan hanya itu. Tetapi ia yang menjauhi apa yang Allah larang, dan ia yang memahami kewajiban atas dirinya kepada Allah dan kepada yang dipimpinnya dengan akhlak yang baik.
Ia yang menyadari bahwa dipundaknya kini hadir seorang wanita yang telah diamanahkan kepadanya untuk dibina, dididik, dilindungi, supaya selamat dari api neraka.
Jika abai dalam proses tarbiyah, suami akan menjalani "sidang berat" dihadapan Allah Ta'ala dengan "dakwaan" sebagai pemimpin yang abai dan tidak bertanggung jawab.
Begitupun dalam perkara maisyah (bertanggung jawab dalam perkara nafkah), dan qiwamah (memimpin dan melindungi yang dipimpinnya). Seorang suami dalam Islam dituntut dalam perkara tarbiyah, maisyah dan qiwamah terhadap yang dipimpinnya.
Lalu jika bicara tentang "kesetaraan dalam pendidikan". Islam sudah lebih dulu mewajibkan bagi ummatnya untuk menuntut ilmu syar'i. Bukan hanya kaum lelaki, kaum wanitapun diwajibkan atas hal ini. Sebab ilmu syar'i mengantarkan kita pada akhlak mulia, serta menjauhkan kita dari pemahaman yang keliru dan amal yang terjaga.
Begitupun dengan bekerja bagi wanita. Dalam Islam, tempat terbaik bagi wanita adalah dirumahnya. Wanita dibebaskan dari kewajiban mencari nafkah, namun tidak dilarang untuk tetap berdaya dengan kemampuan yang dimilikinya, dengan syarat yang mengiringinya. Syarat inipun tiada lain adalah untuk melindungi kaum wanita itu sendiri.
Apa saja syarat itu?
1. Harus seizin suaminya (jika telah memiliki suami), karena suaminyalah yang akan dimintai pertanggungjawaban atas hal ini. Dan ini menjadi catatan penting juga bagi para suami. Jikapun tidak mengizinkan istri untuk bekerja diluar rumah, maka berikanlah bekal kepada istrinya, jika belum mampu memberikan bekal harta yang cukup jika suami qadarullah meninggal terlebih dulu, maka berikanlah bekal berupa "skill". Jangan sampai membiarkan istri kesulitan nantinya dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan anak-anaknya, Bukankah selain percaya bahwa rezeki dalam jaminan Allah, kitapun tetap harus berikhtiar?
2. Bekerja diluar rumah dilakukan setelah kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu telah ditunaikan.
3. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak mungkin tergantikan oleh laki-laki.
4. Pekerjaannya terhindarkan dari sesuatu yang Allah haramkan, dan jauh dari interaksi intens dengan lelaki yang bukan mahramnya. Semisal mengajar sesama wanita, merawat dan mengobati pasien wanita, dst.
5. Jika pekerjaannya dilakukan diluar rumah, maka diwajibkan atasnya menutup aurat dengan sempurna, tidak memakai wewangian yang sampai tercium jelas wanginya oleh lelaki, dan tidak bertabarruj.
6. Bukan pekerjaan yang menuntutnya untuk sering bersafar sendirian ataupun dengan lelaki yang bukam mahramnya.
Sungguh, hanya Islam yang melindungi dan menjaga kehormatan wanita sedemikian sempurnanya. Sedangkan dalam sistem kapitalis liberal, wanita kebanyakan tidak sadar.. bahwa dalam sistem kapitalis liberal tersebut, wanita sedemikian di "eksploitasi" menjadi wanita karir tanpa batasan, dengan dalih kesetaraan.
Dalam Islam, seorang suami yang istrinya bekerja, maka ia tidak memiliki hak atas penghasilan istrinya. Sedangkan seorang istri memiliki hak untuk dipenuhi kebutuhannya sebatas kemampuan suaminya.
Laki-laki tidaklah menjadi lebih mulia dihadapan Allah hanya karena menjadi kepala rumah tangga, menjadi imam atau berdiri di depan shaf wanita dalam shalat. Karena masing-masing tentu diberi ganjaran yang sama dalam melaksanakan kewajiban yang sudah Allah Ta'ala tetapkan bagi masing-masing.
Yang menjadi patokan hanyalah satu, yaitu "Tingkat Takwa", dan itu tak ada korelasinya dengan gender. Siapapun mampu dan dipersilakan berlomba-lomba mencapainya.
Wallahu waliyyut Taufiq.
https://instagram.com/gsatria
508 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Text
“Al-Qur'an sebagai Petunjuk dan untuk Diamalkan”
Saya percaya, seorang muslimah yang selalu menjaga iffah dan izzahnya adalah perempuan yang tidak bermudah-mudahan menggila-gilai artis lelaki yang bahkan mengenal dirimu pun tidak. Ataupun hafidz mania, yang menjerit ketika melihat hafidz muda idamannya melantunkan ayat Al-Qur'an di sosial media. Rasa malu adalah perhiasan terbaik seorang muslimah.
Begitupun dengan seorang muslim, dia yang selalu menjaga pandangannya dari sesuatu yang diharamkan untuk dipandang. Dan tidak ‘mempertontonkan’ diri dengan niat sekedar puja dan puji, jangan sampai memperlakukan Al-Qur'an sebagai sarana eksploitasi diri.
Al-Qur'an itu dilantunkan dan didengarkan untuk ditadabburi maknanya dan diamalkan isinya, karena ia adalah petunjuk bagi manusia.
Jika sikap kita terhadap Al-Qur'an benar, tentu tidak akan ada fenomena muslimah yang “tergila-gila” pada pelantunnya di sosial media, bukan untuk memahami kandungan dan mengamalkan isinya.
Mari tundukkan pandangan, dan jangan sengaja ingin dipandang.
425 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Text
orangtuaku nggak paham mental health
Mereka tak pernah tahu air mata di kamarmu. Mereka tak tahu kecemasan yang mengganggu tidurmu. Mereka tak tahu ketidakstabilan emosimu.
Dan, sedih melihat orangtua lain yang suportif kepada anaknya, tetapi…
Kali ini, kita apresiasi hal-hal sederhana yang bermakna, yuk?
Tentang orangtua kita yang jadi ‘teman’ pertama kita. Mengajak kita berbicara saat kita bahkan tak bisa bicara. Mengajar kita tentang cara berjalan yang berguna sampai sekarang.
Lalu, tentang orangtua kita, yang selalu berusaha menyediakan makanan setiap hari; menafkahi kebutuhkan kita; kamar yang kita punya; sekolah, kuliah, dan jajan sehari-hari.
Mereka juga berusaha, lho. Sangat berusaha jadi orangtua yang baik.
Tetapi, memang nggak selalu sesuai keinginan kita.
But they’re trying, they’re really trying, so hard. To keep us alive.[]
- Alvi Syahrin, @alvisyhrn, alvisyahrin.com
{join grupku di sini, yuk. klik aja ini.}
179 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Text
"Tidak lelah bukan berarti tidak butuh istirahat, berikanlah hak pada setiap anggota tubuhmu. Adakalanya matamu harus diistirahatkan dari melihat dunia yang menjadikanmu iri dan membandingkan kepemilikan. Ada masanya hatimu harus diistirahatkan dari mudahnya merasa memiliki sebelum waktunya. Dan ada saat nanti semua tubuhmu harus beristirahat untuk selamanya, mempertanggung jawabkan setiap kenikmatan yang sudah diberikan."
Hari ini akan kamu rasakan bahwa tubuhmu sebenarnya membutuhkan istirahat namun kamu memaksanya untuk terus bekerja. Istirahatkanlah mata dengan mencoba untuk lebih melihat kebawah dan merasakan bahwa ada nikmat yang harus disyukuri.
Semua yang menjadikanmu tidak tenang dalam menjalani hidup ini bermula dari adanya bagian yang tidak tepat namun kamu paksakan, atau ada bagian dari tubuhmu yang selalu dipaksa untuk terus berjalan dan bergerak.
Semisal pikiran yang seharusnya tidak perlu terlalu memikirkan apa yang belum terjadi, namun kamu selalu berburuk sangka soal masa depan. Benarlah manusia harus merancang namun tidak untuk menjadikannya berprasangka buruk. Cobalah untuk berdiam sebentar saja, merasakan apa yang salah dan apa yang harus diperbaiki dari dirimu.
Hidupmu sebentar, dan perjalanan setelah kematian akan sangat panjang dan lama. Jangan sampai kamu lelah di dunia dan lelah di akherat. Tidak mengapa capek di dunia namun akan ada banyak kemudahan nanti di akherat.
Selalu sisakan waktu dalam sehari untuk merenung dan merefleksikan diri, agar tahu apa yang kurang dan harus ditambah.
@jndmmsyhd
570 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Text
"Watawaashau Bil Haqqi Watawaashau bish-Shabr"
Saling mengingatkan dalam kebaikan itu memang kewajiban, tapi saat kita tidak didengar, jangan sampai marah-marah ataupun uring-uringan, apalagi sampai dongkol berhari hari ataupun sampai menghakimi dia yang tidak berkenan mendengar.
Introspeksi diri juga sesudahnya, apakah caranya sudah baik dalam menyampaikan? Ataukah kita sendiripun adalah manusia yang belum bisa memberikan teladan yang baik?
Karena menerima atau tidaknya, itu seratus persen urusan orang tersebut, itu PR qalbunya. Dan PR kita adalah memperbaiki diri dan introspeksi diri juga. Kewajiban kita hanya sebatas menyampaikan, hak Allah lah untuk memberi petunjuk bagi siapa yang DIA kehendaki.
Kalau kita masih “ngotot” mau merebut hak Allah, yah jangan kaget kalau hasilnya, hatinya yang menjadi “babak belur”. Ketika kita menyadari indah nya pembagian ini, maka tidak akan ada kebahagiaan yang terampas. Hati akan baik-baik saja.
Dan mari saling doakan, sama-sama belajar untuk saling menghormati dan melapangkan hati, karena menyadari bahwa masing-masing diri kitapun butuh dido'akan untuk mendapatkan petunjuk dari-Nya.
Hadaanallah waiyyakum ajma'in.
https://instagram.com/gsatria
177 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Text
Batasan Diri.
Ketika kamu tidak memiliki batas dalam pertemanan dan pergaulan. Secara otomatis kamu akan membiarkan orang berbuat seenaknya. Apa bedanya? Bila kamu merasa terdzolimi, padahal kamu sendiri yang mengizinkan itu terjadi.
Tidak semua orang memahami batasan, jika dirinya sudah merasa diberi ruang. Banyak yang kurang mampu untuk duduk nyaman dan menikmati tempat yang dipersilakan.
Manusia punya sisi ketegasan, dia pun harus tegas dengan dirinya sendiri. Banyak hal yang harus kamu lawan, ialah sisi negatif. Tiap kita masing-masing pasti ada, hanya saja ada yang senantiasa berusaha menahan dan ada yang melepaskan.
Kadang kala kamu berkata, ”ini sesuatu yang tidak benar”. Tapi jiwa masih mengingkari.
Di Era sekarang lingkungan terbagi menjadi dua, online dan offline. Lingkungan sangat berpengaruh pada kesehatan iman dan pola pemikiran.
Saya pernah mendengar nasihat dari astaidz beliau berkata, ”jika saja kamu memiliki teman di dunia offline kurang baik, maka usahakanlah dan carilah lingkungan pertemanan yang baik di dunia online”.
Siapa saja bisa menjadi apa dan bagaimana, perdigitalan sangatlah samar. Betapa banyak orang yang tertipu, tersiasat dan terugikan.
Wahai jiwa-jiwa yang lemah, jika tidak Sang Rabb yang memberikan kekuatan. Apapun tiap keadaan kita butuh Allah, mintalah pertolongan untuk dijuahkan dari orang-orang yang salah.
Manusia pun harus juga memiliki ikhtiar, untuk tidak bermudah-mudahan memberi ruang.
Bukan hal tabu lagi, kita mendengar berita banyak orang yang tersiasati oleh bisnis online, banyak para muda mudi menjalin kasih tidak halal tertipu dengan rayuan dan sejenisnya.
Bukan hanya kesehatan hati, namun kesehatan jiwa terganggu. Pisikis seseorang lebih banyak menjadi kurang sehat akibat dunia online, tak bisa memilah hal baik dan buruk.
Sangat berbahaya jika terjadi pada anak dibawa umur, yang belum bisa mengontrol emosi, bahkan belum paham mana hal yang harus dan tidak.
Sampai saat ini, saya sebagai kakak sangat tidak mengizinkan adik-adik punya media sosial. Kecuali dia menggunakan akun orang tua itupun hanya WhatsApp.
Jika anak belum bisa tegas kepada dirinya sendiri, bagaimana ia bisa tegas kepada orang yang akan berbuat seenaknya. Maka dari itu sebagai orang tua ataupun kakak kita yang memberikan batasan, mungkin dirinya akan bertanya-tanya. Namun semua demi kebaikan.
Dan kamu, ya kamu. Termasuk aku. Meski umur sudah terbilang dianggap orang dewasa, namun sikap dan sifat belum tentu.
Carilah lingkungan yang memberikan manfaat kebaikan dan perubahan besar terhadap diri kita. Giringlah kearah yang positif, jika bisa memberi dampak menuju Syurga-Nya Allah.
Proses mencari lingkungan yang baik juga tidak mudah, tetap berusaha dan berdoa. Lambat laun jika hatimu ikhlas Allah akan memberikan hidayah dan petunjuk kepada dirimu insya Allahu ta'ala.
Barakallahu fiikum, semoga Allah memudahkan semua urusan kita.
108 notes · View notes
salmaferoza · 4 years
Text
"dakwah selembut kapas, sehalus sutra pun, akan terasa setajam duri, bagi mereka yang belum siap menerima kebenaran"
-Anonim
✍️boris.tan
0 notes
salmaferoza · 4 years
Text
Kenyataan tak selamanya berjalan sejalur dengan logika atau searah langkah antara iktiar dan tujuan. Kadang kita memperjuangkan A, tapi kita memperoleh B. Namun yakinlah bahwa apa yang Allah taqdirkan itu yang terbaik.
Meski kadang untuk memahami itu kita membutuhkan waktu.
Itulah mengapa hidup menjadi menarik untuk dijalani karena esok selalu menjadi misteri...
Allah taqdirkan ada ikhtiar tak mencapai hasilnya. Beberapa jejak2 hilang. Seolah kita tak pernah berjuang dan ada disana... Pada awalnya mungkin kita merasa percuma, padahal tak ada yang sia2 di sisi Allah. Dia hanya tak ingin kita merasa hebat dengan ikhtiar kita...
Supaya kita sadar setiap pencapaian bukan terjadi karena "kita", tapi karena Allah semata. Dan bahwa Allah maha mampu "kun fayakun" menjadikan sesuatu tanpa searah, sekufu, dan sejalur dengan sebab. Itu mengapa Dia taqdirkan sebagian besar karunia tanpa disangka2.
Maknanya tidak ada yang bisa dibanggakan dari usaha2 kita. Karena yang terbaik itu bukan yang nampak pada pandangan kita tetapi yang ada dalam pandangan Allah. Yang terbaik bukan yang ada pada angan kita, tetapi apa yang menjadi kehendak Allah.
Satu2nya yang kita boleh bangga adalah ketika kita merasa yakin ke Allah dan merasa punya Allah didalam hati kita.
Dengan itu kita akan bisa bahagia dan ridho dengan segala ketetapan yang ada.
Diantara Kita punya mimpi2 besar, yang jika dilihat dari sudut manapun tidaklah mungkin.
Tapi kita mesti yakin bahwa kita memiliki Tuhan yang mampu menjadikan segala sesuatu yang mustahil menjadi mungkin.
Maka kita jangan pernah meninggalkan doa! Jangan lelah dan menyerah dalam berdoa! Meskipun kenyataannya tak pasti sama. Jadikan mampu berdoa sebagai kebahagiaan yang utama. Kita beruntung karena "mau berdoa". Sebab "Bisa berdoa" adalah karunia, tanda dari seorang hamba yang fakir dan membutuhkan Tuhannya. Saat pemahaan Liberal dan Kapitalism berbangga dengan teori Kerja keras. Allah tundukan kesombongan hati seorang muslim melalui doa. Doa adalah jalan pintas, tanda seorang hamba yang berserah dan mengakui kelemahan dirinya. Allah mencintai orang yang berdoa dan Allah melaknat sombong orang yang tak mau berdoa.
Melalui doa segala mimpi aman tersimpan disisiNya bahkan ketika itu tak pernah nyata ia selalu terganti dengan hal yang lebih berharga. Dan jika itu tak terwujud di dunia yakinlah ia tersimpan untuk kehidupan yang lebih baik setelahnya.
"setiap tangan yang menengadah kepadaNya untuk berdoa takkan kembali dalam keadaan kosong " (Rasulullah)
133 notes · View notes