Tumgik
sandal-jepit · 5 years
Text
Pasar Tradisional, dalam mengendalikan sebuah ego
Tumblr media
Seorang ibu dan anak berumur enam tahun keluar rumah dengan sepedah ontel tua, dipancalnya perdal untuk mengayuh sepedah menuju keramaian pasar tradisional di desa sebelah. Menjadi sebuah rutinitas jika menjelang bulan Ramadan dan menjelang musim lebaran tiba, untuk membeli kebutuhan selama Ramadhan biasanya orang-orang desa pergi ke pasar yang tidak jauh dari desa tempat tinggal, memang ini hanya pasar tradisional, dimana barang dagangan para pedagang banyak didapatkan dari kebun sendiri, bukan hasil impor dari luar daerah.
Pun begitu kalau sudah menjelang lebaran, ibu selalu mengajak anak satu-satunya untuk ikut kepasar. Dilain sisi membeli kebutuhan rumah tangga saat lebaran, dan juga mencari suguhan jajanan lebaran yang sudah khasnya setiap tahun menjadi sebuah tradisi orang-orang desa ketika bersilaturahim ke rumah-rumah tetangga, disitu akan dijumpai berbagai jenis suguhan ada jajanan kering ada pula basah. Tak elok rasanya jika bersilaturahim tidak mencicipi suguhan yang telah di hidangkan, mungkin karna sudah menjadi adat atau kebiasaan orang desa.
Jika ibu sudah mengajak kepasar, maka tidak hanya keperluanya saja yang akan di cari, pasti juga aku sebagai anaknya akan dibelikan barang berupa ada yang mainan, tapi lebih sering baju untuk digunakan pada saat lebaran tiba, sebab dipasar ini semua harga barang lebih terjangkau dibandingkan jauh dengan toko-toko atau biasannya orang kota ke mall-mall. Kebiasanku jika tidak waktu menjelang hari raya tidak pernah minta untuk dibelikan baju baru, karena baju-baju pada hari raya akan bisa di pakai hingga beberapa tahun kemudian. Oleh karna itu jarang sekali jika meminta untuk dibelikan baju baru.
Tumblr media
Di pasar teradisional kita akan bertemu dengan para penjual yang begitu ramah-ramah dalam menjajakan barang dagangannya kepada para pembeli, antara pedagang satu dengan pedagang lainnya pun ketika aku jumpai mereka juga saling membantu dengan para pedagang lainnya, tidak ada yang saling merugikan dalam bersain harga yang mampu membuat salah satu dari mereka jatuh rugi karna tidak laku, semua itu tergantung negosiasi antara penjual dan pembeli dalam menentukan harga barang yang akan di beli, namun pada dasarnya semua harga barang pun sama dengan sebelahnya.
Saat itu masih terlalu kecil untuk mengenal system jual beli dan system dagang, yang aku tau hanyalah dimana kita para pembeli membawa uang yang cukup maka bisa digunakan untuk membeli barang tersebut, belum terlalu mengenal system negosiasi jual beli.
Suatu hari, aku mulai tertarik dengan pasar tradisional namun agak kelas mengengah keatas atau bisa di bilang lebih besar dan modern dengan pasar tradoisional yang aku kenal sebelumnya, letaknya pun tidak jauh dari rumah, mungkin hanya sekitar 10 menit jika di tempuh menggunakan motor. Ketertarikanku itupun ketika usia sudah menginjak smp, sebab banyak kawan-kawan yang juga sering membeli barang kebutuhannya disana. Dilain sisi lebih modern pasar tersebut juga menyediakan barang-barang yang bagus dan lengkap, maka keingingan itupun mulai mengantarkanku kesana.
Ketika ku kembali lagi mengujungi pasar tradisional yang ku ceritakan diatas dengan usia yang sudah berada di bangku perkuliahan ini, aku mulai sadar jika pasar tradisional ini memang harganya pun sangat begitu murah, dan aku lihat-lihat lagi barang-barangnya tidak kalah bagus kwalitasnya dengan yang ada di tempat lain beda dengan dulu ketika masih kecil, barang-barang yang biasannya kita temui di pasar swalayan kota-kota besar seperti surabaya, itu pun ada juga di sini. Mungkin mereka juga membelinya dari surabaya kemudian dijualnya ditempat ini dengan harga yang relative tidak jauh dari harga aslinya.
Saya rasa keuntungan yang diambil dari penjualan barang-barang tersebut tidaklah teralalu banyak, sebab ongkos sewa tempat dipasar ini pun juga tidak terlalu mahal, dibandingkan dengan pasar-pasar modern di luar sana dengan ongkos sewa tempat yang relative lumayan mahal, dan itu akan berdampak pada harga penjualan barang.
Bagiku pasar tradisional ini mempunyai banyak sekali kengangan diwaktu kecil, ketika orang tua ingin membahagiakan anak-anaknya dengan memberikannya baju, sepatu, mainan dan serba barang-barang lainnya dengan harga yang sangat terjangkau sekali.
Kita juga bisa belajar sebuah siklus interaksi sosial anatara penjual dengan pembeli, pembeli dengan pembeli dan penjual dengan penjual yang lainnya. Belajar banyak hal dari mulai bagaimana  orang bisa menawar barang dagangan hingga separuh harga, bagaimana mimic wajah ataupun sikap ketika tawaran belum disetujui oleh penjual, dimana penjual punya trik tersendiri dalam menjajakan barang dagangannya, padahal disitu anatra penjual dan pembeli belum saling kenal satu sama lain, sudah mampu mengikat atau menarik para pelanggan.
Tidak ada salahnya kita pergi ke pasar tradsional, toh barang-barang dagangannya juga tidak kalah bagusnya dengan tempat lain, di lain sisi juga kita bisa meningkatkat pendapatan orang-orang kelas bawah dengan membeli barang mereka, “memperkaya orang kecil, bukan memperkaya orang kaya”. Tidak ada salahnya jika kita menurunkan sebuah kegengsian/ego dalam gaya hidup yang di jalani.
Tumblr media Tumblr media
1 note · View note
sandal-jepit · 5 years
Text
Merasa Kehilangan, Bak Sayur Tanpa Garam
Tumblr media
Suasana politik masih saja menyelimuti ruang-ruang hidup pada tatanan masyarakat dari kalangan menengah kebawah hingga kalangan mengenah ke atas, walaupun pesta demokrasi telah usai namun hiruk pikuk masih terdengar nyaring pada media masa yang itu mampu memicu gairah masyarakat yang mendengar maupun melihatnya, memang pesta sudah usai dan sudah ada hasilnya akan tetapi hal tersebut membuahkan konflik yang cukup rumit tapi hanya bisa di atasi oleh kalangan elit sebab rakyat hanya sebagai penonton saja atas kegaduhan yang terjadi di pusat.
Selain itu kita pasti tidak akan melupakan apa yang sudah terjadi beberapa hari yang lalu, dimana jagat raya dunia wrganet digemparkan pada sebuah fenomena bagi generasi millennium hingga millennial ini merupakan fenomena yang berdampak besar, fenomena ini di pelopori oleh kebijakan-kebijakan para penguasa negara ini yaitu pembatasan/pemblokiran pada akses di beberapa media sosial seperti WA,FB dan lainnya.
Yang menjadi pertanyaan apa pengaruhnya pembatasan akases sosial media bagi kehidupanmu?, maka jika ada pertanyaan seperti itu kita bisa bertanya terhadap diri sendiri yang mana sebagai pelaku aktif pengguna sosial media tiap hari kerjaannya matengin layar jagad dunia maya hingga lupa waktu kapan makan kapan untuk buang air, hehehe. Dengan adanya momen atau fenomena seperti itu kita dihadapkan dengan sebuah masalah yang cukup menyerang psikologis kita sebagi pengguna dengan apa yang sudah menjadi rutinitas kita setiap hari kemuadian tiba-tiba ada tembok besar hadir di hadapan kita dan itu menjadikan kita tidak tau apa-apa terhadap apa yang telah terjadi di berbagai belahan dunia.
Walaupun pada pembatasan akses sosial media yang dilakukan oleh penguasa negeri ini hanya pada beberapa menu fitur saja seperti pengonsumsian pada layanan gambar dan video di dalam aplikasi tersebut, akan tetapi pengaruhnya sangatlah besar sekali pada para pengguna. Hal ini di karenakan hari ini para pengguna sosial media lebih menikmati tontonan secara visual dari pada disuguhi layanan dengan bentuk sususnan teks saja, maka kita bisa melihat bagaimana antusias masyarakat jagad maya di negara ini dalam minat baca untuk mendapatkan sebuah atau secuil pengetahuan baru, kita seolah-olah lebih asik dan menikmati layanan foto maupun video yang itu langsung mampu kita cerna dengan mudahnya dan bisa bebas ditafsirkan sesuai apa yang kita lihat.
Jadi jika ada pemblokiran layanan akses penggunaan sosial media pada fitur video itu bisa di ibaratkan “sebuah masakan sayur tanpa ada tambahan garam, tak ada rasanya gurih-gurihnya yang ada hanya hambar. Sama halnya dengan menggunakan WA, FB atau sosmed yang lainnya tanpa ada layanan fitur gambar ataupun video didalamnya”, maka tidak ada rasa kenikmatan seperti apa yang pernah kita rasakan sebelumnya.
Pembatasan akses pada penggunaan sosial media berlangsung selama kurang lebih 5 hari yang di mulai tanggal 21-25, bertepatan dengan momentum hari kebangkitan nasional dimana juga di peringati oleh salah satu dari para pendukung sebuah paslon capres-cawapres untuk digunakan unjul rasa/ bisa di sebut dengan aksi damai sebagai bentuk kekecewaan terhadap hasil dari pesta demokrasi yang sudah berlangsung. Namun nas pada malamtanggal 21 sebelum acara demonstrasi yang di selenggarakan pada tanggal 22 itu dilakukan sudah terjadi bentrok anatara masa aksi dengan para apparat yang mengamankan lokasi aksi, akan tetapi di sinyalir bahwa kejadian bentrok itu bukan dari kubu peserta kasi damai namun ada oknum-oknum yang sengaja menjadi provokator atas kericuhan pada malam Sekitar 12.00 WIB tersebut untuk memecah belah. Eisttttt kenapa saya jadi sok tau begini hehehhe, oke kembali pada topik. Jadi kejadian itulah (menurut sepengetahuan saya) yang mempelopori adanya pemblokiran akses penggunaan sosial media tersebut.
Alhasil kita yang tidak ikut terlibat langsung atas kejadian kericuhan di pusat tersebut terkena dampaknya, dampak yang berujung pada pemblokiran akses atas kebebasan kita bersosmed. Banyak yang di rugikan mulai dari para freelancer, endorse, influenser dan lain sebagainya yang mana memanfaatkan sosial media sebagai ruang untuk bekerja. Maka mereka harus rela kehilangan waktu 5 hari untuk aktif bekerja.
Walaupun ada aplikasi yang dapat membantu untuk membuka akses penggunaan pada fitur disosial media tersebut yaitu VPN singkatan dari (Virtual Private Network) namun hal ini tidak menjadikan sebuah solusi yang besar bagi para pengguna, sebab bagi yang memanfaatkan sosial media sebagai ruang kerja akan tetapi belum tentu para pengguna yang lain sebagai followers atau penikmat juga menggunakan aplikasi tersebut.
Saya raya pembatasan penggunaan sosila media ini merupakan bentuk ke kawatiran yang terlalu berlebihan oleh para kalangan penguasa elit di atas sana, walaupun narasi yang di bangun seakan-akan demi keamanan atau agar kondusifnya sebuah negara, masyarakat terhindar dari hoak yang dapat menyulut kegaduhan pada daerah-daerah atas apa yang terjadi  di pusat pada aksi demonstrasi tersebut. Kalo menurut kalian bagaimana, apa terlalu lebay yang di lakukan oleh para elit politik yang di atas dalam membatasi kebebasan para pengguna sosmed di dunia maya.
Namun, dilain sisi ada juga yang di untungkan sebab adanya pemblokiran mampu mebuat notifikasi menjadi kosong tanpa ada kegaduhan di group whatsapp keluarga maupun yang lainnya, setidaknya bagi para jomblo juga merasakan dampak ketenangnnya hehehheh ah gak penting amat untuk di bahas.
Oke, disini kita mulai berfikir mengapa sebuah pemblokiran akses sosial media mampu mengguncangkan pada diri kita pribadi walaupun waktunya tidak bertahan lama ataupun sampai seterusnya, hal ini perlu kita sadari dimana kita seolah-olah merasa kehilangan atas apa yang sudah menjadi rutinitas di dalam kehidupan kita, dalam artian kita itu merasa pernah memiliki atas itu semua jadi ketika kita di tinggalkan makan kita merasa kehilangan dan akhinya berdampak pada psikologis kita. Seharusnya ini semua bisa di control atas kedaulatan diri kita agar tidak mau di kendalikan oleh sebuah teknologi yang di buat oleh manusia, sebab tujuan teknologi itu sebagai layanan untuk mempermudah pekerjaan manusia bukan menjadikan manusia ketergantungan hingga akhirnya kita di perbudak oleh teknologi yang di buat.
Selamat menikmati
0 notes
sandal-jepit · 5 years
Text
Apa guna pembangunan, jika manusianya mati ?
Tumblr media
Hari ini saya mencoba merefleksikan atas sepengetahuanku mengenai segala kasus-kasus pelanggaran lingkungan hidup (Agraria) yang menyeret para aktipis untuk bergelut merelakan waktu, kesenangan, materi hingga nyawanya untuk di korbankan demi secuil keadilan bagi rakyat. Dari masa ke masa bukan mengalami pengurangan namun malah makin bertambahnya catatan akan kasus-kasus pelanggaran HAM yang di alami oleh pejuang lingkungan mulai dari rakyat biasa hingga para mahasiswa yang masih punya keperdulian terhadap permasalahan di masyarakat.
Perihal pembangunan maupun pemanfaatan sumberdaya alam (penambangan) pada negara ini oleh para segelintir orang yang menjadi pemodal memiliki dalih demi dalih mengatasnamakan semua apa yang dilakukan itu merupakan demi kepentingan kesejahteraan rakyat, hampir semua berbunyi seperti itu yang pernah kita ketahui hingga yang tidak pernah terlihat sama sekali. Dari mulai yang dimiliki oleh negara hingga para pelaku swasta, mengatasnamakan rakyat.
Namun kita coba tengok dibalik itu semua pada kenyataanya seperti apa ? yang bicara dengan dalih mengatasnamakan keperntingan rakyat malah jauh berbanding terbalik, bagaimana atas kepentingan rakyat jika rakyat malah merasakan sebuah penderitaan akibat dampak atas apa yang sedang terjadi dari mulai pembangunan hingga pada penambangan sumber daya alam yang dilakukan oleh negara maupun swasta, lantas atas nama Rakyat yang dimaksud.
Temuan-temuan dari hasil advokasi dari beberapa para lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terpampang pada media masa, dimana konflik-konflik agraria yang melibatkan perusahaan negeri maupun swasta yang membidangi pembangunan dan pertambangan serta lainnya yang kerap kali berkenaan dengan permasalahan agraria, yang sering terjadi mulai dari ketidak sesuaiannya atas izin amdal, hingga menggangu kehidupan maupun aktifitas masyarakat disekitar.
Sebelum dilakukan kegiatan penambangan, pembangunan serta lainnya yang berkenaan dengan ruang hidup. Maka aka nada proses mulai dari perizinan dan pembebasan lahan/area yang akan di gunaan pada kegiatan tersebut. Jika melihat secara detail maka semua akan berbuntut pada tindakan sewenang-wenang kepada masyarakat, ada yang terkena intimidasi, premanisme hingga tindakan kekerasan hanya untuk agar mereka tidak menghalangi usahan para pemodal untuk membangun usahannya di wilayah tersebut,
Jika yang bermain-main pada sebuah perizinan semisal akan didirikannya penambangan di wilayah tertentu ialah yang memiliki kekuasaan di wilayah tersebut, maka dalam hal ini merupakan pemerintah yang harus bertanggung jawab jika ada perusahaan-perusahaan yang melakukan penambangan tidak sesuai SOP yang telah di atur oleh undang-undang, pemberian izin terhadap sebuah penambangan kadang tidak melalui prosedur yang semestinya, asal diberikan izin tanpa meninjau kembali bagaimana kondisi dilokasi tersebut apakah akan merugikan pihak-pihak seperti masyarakat maupun lingkungan hidup. Maka di sinyalir ada sebuah permainan antara para pemodal/investor dengan para penguasa dahal hal ini pemerintah dari mulai tinggkat pusat hingga paling bawah sendiri, yang akan di untungkan jika seperti ini bukanlah rakyat namun hanya segelintir orang yang bermain didalamnya, jika ada dana untuk memperlicin proses tersebut kitapun tidak akan tau pasti jumlahnya namun yang pasti hal tersebut ada, ini merupakan kong kalikong pihak-pihak yang terlibat dan rakyat harus menanggung semua dampak yang akan terjadi jika proses penambangan mulai beroperasi.
Bagaimana dengan kondisi rakyat yang mengalami kerugian dari segi psikologis hingga materi, apakah negara akan membela hak-hak mereka?, nampaknya hal tersebut sangat cukup aneh jika terjadi sebab yang seharunya menjadi pelindung ataupun penegak hukum malah menjadi mesin penindas maupun pelaku intimidasi, negara mempunyai seperangkat alat yang semestinya digunakan untuk melindungi rakyat namun berbanding terbalik dengan fungsinya, sebab rakyat yang di maksud bukanlah rakyat kecil yang sedang kehilangan HAK-nya namun semua itu digunakan untuk melindungi para pelaku penghilangan lingkungan hidup.
Maka masyarakat membutuhkan  advokasi yang dilakukan oleh beberapa LSM maupun para aktivis lingkungan hidup, akan tetapi tidak terlalu besar hasil yang akan diperoleh, bahkan para aktivis lingkungan maupun lsm akan mengalami kekerasan juga bisa-bisa masuk pada permainan jeratan kasus hukum. Hingga akhir tahun 2018 tercatat sekitar 160an kasus pelanggaran ham yang berkenaan dengan agrarian, dan kasusnya pun sulit sekali untuk diselesain walaupun para pelakunya sudah di ketahui namun seakan-akan kembali lagi penegak hukum itu berpihak kepada siapa dan saiapa saja yang memiliki kepentingan didalamnya, seakan-akan rasanya semua permasalahan yang berkenaan dengan HAM ataupun agraria sudah tersusun rapi atau bisa dibilang sudah terkondisikan antara pelaku hingga penegak hukum, maka hukum tidak akan bisa berbicara lagi sesuai fakta apa  yang terjadi.
Dalam hati apakah rakyat butuh dengan semua pembangunan ataupun penambangan tersebut yang merenggut ruang lingkup kehidupan masyarakat, lantas atas tujuan kesejahtraan yang mengatas namakan rakyat yang manalagi yang di maksud. Seharusnya mereka yang di amanahi oleh rakyat untuk memegang tonggah kekuasaan bisa mengerti mana yang di butuhkan oleh rakyat dan mana yang tidak, dan juga mana yang menjadi urusan masyarakat tidak di ikut campuri oleh negara.
Rakyat memiliki kedaulatan, seharunya seperti itu.
 #sebuahrefleksi
0 notes
sandal-jepit · 5 years
Text
Desa Qoll
Tumblr media
Pada sebuah desa yang sejuk dan asri tak ada sedikit pun polusi udara dari mesin-mesin menyapa setiap para penghuni, desa tersebut di kelilingi lima gunung ada yang masih aktif, ada yang menjadi danau sebab sudah mengalami letusan, ada yang sedang berkontraksi, ada yang sudah tidak aktiv sebab tidak ditemukannya hal yang aneh pada gunung tersebut, dan yang terakhir ada yang sedang tumbuh seperti anak ketika seusai dilahirkan. Desa yang begitu subuh dan kaya akan hasil alamnya, menjadikan masyarakat-masyarakat yang menghuni desa tersebut hidup secara damai dan berkecukupan.
Masyarakat disana menyebutnya desa Qall, desa yang tidak banyak penghuninya tersebut menjadi sebuah primadona akan keindahannya yang mana bisa dijadikan tempat berlibur untuk keluarga sembari melepaskan penat akan segala masalah jauh dari hiruk pikuk keramain apa yang dinamakan dengan Kota, yang pasti siapapun orangnya ketika tinggal didesa tersebuut akan merasa nyaman dan tenang.
Tak ada struktur perangkat didesa tersebut secara rinci seperti kelurahan, kamituo, bayan atau yang lainnya seperti pada desa-desa modern diluar desa tersebut, namun hal tersebut bukan berarti desa ini ketinggalan atas kemajuan akan zaman, didalamnya hanya ada Ketua adat namun desa tersebuh bisa disebut menerapkan system demokratis, bahkan sangat amat demokratis sekali dibandingakan dengan system yang ada dinegaranya. Desa dengan penduduk yang begitu ramah dan menjujung nilai unggah-ungguh sangat tinggi, menjadikan desa ini sangat disegani oleh desa lainnya.
Dari segi sumber daya alamnya dikelolah sendiri oleh masyarakat desa, mayoritas pekerjaan masyarakat desa adalah petani, dimana hasil olahnya setiap kali pane nada yang digunakan sebagai simpanan selama hidup hingga menjelang panen lagi dan ada juga yang dijual kepada para tengkulak yang tidak terlalu banyak mengambil keuntungan dari para petani desa, anata hasil jual petani kepada tengkulak dan tengkulak kepada penjual dipasar tidak jauh beda selisinya, jadi terdapat nilai yang saling menguntungkan sebab tengkulak hanya mengambil haknya saja tidak lebih, jika ada lebinya ketika ia menjual itu pun adalah sebuah bonus dari yang maha kuasa mana kala tidak ada kesengajaan untuk menaikan harga pada penjualan tersebut. Desa yang memang di huni oleh orang-orang yang begitu jujur dalam kehidupannya sebab mereka mengimani akan adanya hukum Alam, memegang teguh pada apa yang telah disepakati pada peraturan desa yang dibuat secara demokratis anatara kepala adat dengan masyarakat desa tersebut.
Soal agama dan suku disana hanya terdapat dua agama saja yang saling berdampingan yaitu agama kejawen dan agama islam, masyarakat boleh bebas memilih dari kedua keyakinan yang diinginkan mereka untuk dipercayaai. Sebab tidak ada paksaan sama sekali untuk memilih agama a ataupun b, sebab bagi mereka apapun agamanya tetaplah tuhannya sama yang meciptakan alam semesta yang ditempati oleh manusia dan isinya ini, bukan menjadikan sebuah perdebatan mana agama yang paling benar yang mana agama yang kurang tepat, bagi mereka jika kita masih meyakini akan adanya tuhan sebagai pencipta alam yang ditempati ini maka yang kita lakukan adalah kebaikan anatara mahluk kepada mahluk, sebab yang mampu dan boleh mengatakan benar dan tidak benar hanyalah tuhan sang pencipta.
Banyak sekali keyakinan-keyakinan yang di yakini oleh masyarakat yang ada pada kehidupannya, khusunya pada keseimbangan alam yang ditempatinya, dulunya desa tersebut sempat rata dengan tanah akibat letusan gunung api hingga peristiwa lahar gunung yang menggilas desa tersebut, namun tak lama desa mulai dinormalkan lagi hingga akhinya subur sampai saat ini, mereka mempercayaai jika manusia mampun menjaga keseimbangan alam dengan tidak merusaknya maka alampun akan mempertunjukkan keramahannya keoada segala mahkluk yang merawatnya dan begitupula sebaliknya, disana masih sering ada hajatan-hajatan akan mensyukuri hasil alam kekayaan alamnya ketika selesai dilaksanan masa panen, tidak ada masa peceklik yang akan mencekik sebab persediaan hasil panen selalu bisa menutupi kebutuhan masyarakat ketika sedang menunggu masa panen tiba kembali, tidak adanya masyarakat desa yang dilanda kelaparan sebab jika ada tetangga mereka yang mengalami musibah pasti satu sama lain antar warga datang berbondong-bondong untuk membagi sebagaian yang dimiliki mereka.
Dikemudian hari dimana desa tersebut diberikan rahmat atas lahirnya penghuni baru dari Rahim seorang ibu yang melahirkan dua bayi kembar sekaligus secara bersamaan dengan jenis klamin laki-laki yang mana suatu ketika mereka berdua diramalkan atas garis hidupnya akan memberikan sebuah pengaruh yang begitu besar dan sumbangsing yang amat banyak kepada desa Qoll ini, keduanya diberilah nama Aji dan Arga, keduanya sama-sama memiliki makna dimana Aji adalah sebuah hal yang berharga dan Arga adalah Sebuah gunung dimana gunu diibaratkan sebagai penyimpan sumber daya alam yang mampu bermanfaat bagi apa yang hidup disekitarnya. Begitulah nama sebagai hadiah atas kelahiran mereka.
0 notes
sandal-jepit · 5 years
Text
Lupa Bersyukur
Menjadi manusia adalah sebuah kenikmatan takdir, dimana menjadi mahluk paling sempurna dimuka bumi hingga mampu menandingi ciptaan Allah SWT yang lainnya, namun menjadi manusia yang merupakan mahluk paling sempurnya bukan berarti tidak menjadikan mahluk yang lainnya iri kepada manusia, justru malah sebaliknya kita manusia yang tercipta sempurna membuat para mahluk ciptaan Allah SWT iri dan melakukan protes terhadap keputusan Allah SWT.
Hal tersebut pernah dialami oleh mahluk yang bernama iblis, Allah SWT menciptakan Iblis lebih dahulu dari pada manusia dan mereka tercipta dari bara api yang menyala-nyala yang mampu membakar segalanya apa yang didepan, mempunyai sifat dengan amarah yang menggebu-gebu serta ambisi. Meraka hanya tercipta diberikan keunggulan pada nafsu. Untuk itu mereka meluapkan rasa tidak terima kepada kita manusia mana merukapan makhluk yang begitu diberikan kesempurnaan oleh Allah SWT. Hingga iblis pun diberikan sebuah kebebasan untuk menggoda kita umat manusia agar tidak mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah SWT, maka jika ada manusia yang terpengaruh oleh segala tipu daya muslihat iblis maka ia merupakan pengikut iblis.
Beda lagi dengan malaikat, malaikatpun juga pernah meragukan atau menanyakan atas penciptaan manusia yang mana suatu hari akan diamanahi untuk menjadi pemimpin dimuka bumi ata segala isinya, malaikatpun sempat meragukan hal tersebut namun akhirnya ditegurlah oleh Allah SWT atas segala tindakan malaikat, malaikat ini merupakan mahluk Allah SWT yang begitu luarbiasa taatnya, kesehariannya selalu mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Mengapa malaikat sempat meragukan kita ciptaan-Nya, yang mana manusia itu merupakan mahluk yang mampu membuat kehancuran dimuka bumi dan juga menghancurkan dirinya sendiri.
Iblis dan malaikat pun juga saling mendekat kepada kita namun memiliki dua peran dan ini sangat begitu penting sekali bagi kelangsungan hidupa manusia ketika di kehidupan kedua (Akhirat ) kelak, iblis memiliki sifat untuk mengajak manusia kepada jalan yang tidak baik atau menjauh dari Ajaran dan syariat Allah SWT, begitupula berbeda dengan malaikat yang selalu mengajak agar umat manusia senantiasa berjalan pada jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT. Peran keduanya berdanding arah, dan mereka diciptakan dengan waktu yang begitu lama hingga hari akhir tiba.
Ya kita manusia, dengan segala kenikmatan apa yang telah diberikan Oleh-Nya. Diberikan struktur tubuh kompleks yang mana tidak dimiliki oleh makluk-makhluk yang ada dibumi, dan kenikmatan paling sempurna dimilikinya ialah akal, bahkan hewan yang tercipta pun tidak diberikannya akal hanya saja diberikan otak yang tertutup tempurung tengkorak dengan kelengkapan sebuah insting.
Lalu kita manusia mau seperti apa ?
Dengan segala kenikmatan yang telah diberikan-Nya, apa kita lupa akan sebuah rasa bersyukur. Mensyukuri nikmat atas apa yang sudah kita peroleh. Seperti halnya kita diberikan sebuhah akal untuk dipergunakan mencari rizki Allah SWT, yang mana kita mampu bekerja dalam keseharian kita. Kesadaran itu memang sangat perlu ditumbuhkan kepada diri manusia. Sadar akan sebuh kenikmatan, namun hal tersebut kdang kala menjadikan diri kita lupa hingga akhirnya menjadikan kesombongan mulai tumbuh pada diri kita.
Menyempatkan waktu kita untuk beribadah/mengingat kepada Allah SWT harus selalu kita tanam kepada diri kita, jangan malah terlena akan gemerlap isi dunia yang mana ini semua adalah sebuah titipan darinya, bahkan seharusnya kita mesti ingat selalu kepada Allah SWT hingga hitungan detik, agar apa yang kita lakukan diridhoi oleh-Nya dan selalu tertuntun pada jalan yang baik. Dunia yang selalu berputar ini merupakan pelajaran penting bagi kehidupan manusia agar selalu menempatkan dirinya pada posisi yang seharunya, dan menggunakannya sebaik mungkin tidak menjadikan kerugian terhadap diri sendiri maupun masyarakat pada umumnya.
Menysukuri nikmat merupakan pelajaran penting bagi kita agar jangan hanya selalu memikirkan terhadap diri sendiri namun juga memikirkan apa yang ada disekitar kita. Jangan lupa melihat kebawah jika kita berada pada posisi diatas dan begitupun sebaliknya semua itu mampu menjadikan motivasi terhadap diri kita agar selalu sadar akan diri.
Selamat Membaca
0 notes
sandal-jepit · 5 years
Text
Kritik atas Kritik soal Artikel Tirto tentang Politik Identitas
Saya menerima banyak kritik atas laporan Tirto berjudul “Suara Pilpres Jokowi & Prabowo: Politik Identitas di Kedua Pihak”. Saya menyimak dengan baik kritik-kritik itu. Kritik paling banyak muncul dengan mengajukan argumen: Jokowi tidak hanya menang di provinsi dengan penduduk mayoritas non-muslim, Jokowi bahkan menang besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Saya punya beberapa jawaban untuk kritik itu.
Pertama, kami menyoroti bukan raihan jumlah suara, melainkan persentase raihan suara. Cukup jelas: kemenangan telak Prabowo dan Jokowi dengan persentase di atas 85 persen terjadi di provinsi-provinsi yang amat kontras demografinya: Aceh dan Sumatera Barat untuk Prabowo dan Bali serta Papua (dan NTT) untuk Jokowi.
Persentase, dan bukan jumlah suara, dipilih justru karena di sanalah kontras-kontras yang tajam bisa ditemukan. Dan dengan itulah, saling-silang identitas bisa diendus: terjadi atau tidak? Di provinsi-provinsi tertentu, memang cukup telak hal itu tidak terjadi. Di 4 provinsi yang memenangkan Jokowi atau Prabowo dengan persentase di atas 85 persen, semuanya punya lanskap identitas keagamaan yang sangat tajam.
Kontras yang sama bisa Anda temukan di Sumatera Utara. Bedahlah kabupaten-kabupaten yang demografi keagamaannya amat kontras, demikian pula hasil Pilpresnya. Misalnya: Samosir, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Mandailing Natal atau Padang Sidempuan.
Kontras-kontras itu eksis. Nuansa yang pelan-pelan menipis. Pengakuan atas keberadaan kontras-kontras yang tajam itu penting untuk membunyikan alarm. Mengapa begitu susah mengakuinya?
“Tidak ada lagi afiliasi silang (cross-cutting affiliation), yang dalam ilmu sosiologi disebut sebagai fondasi masyarakat modern. Orang semakin terkonsolidasi dalam kubunya masing-masing dan memandang orang di luar kubunya sebagai lawan yang akan memusnahkannya,” pernyataan Made Supriatma dalam kolom berjudul ’Pilpres Membelah Bangsa, Jokowi & Prabowo Harus Bertanggung Jawab’ menjadi landasan untuk melihat kontras di provinsi-provinsi yang memenangkan Prabowo atau Jokowi dengan persentase yang kelewat telak.
Kedua, salah satu kritik menyertakan argumen: Jokowi meraih suara sangat besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan di sana mayoritas NU. Pertanyaan saya: dalam lanskap politik identitas yang menggejala belakangan, NU itu sekadar ormas atau juga mewakili gugusan identitas tertentu?
Menurut hemat saya, teman-teman NU juga menggunakan politik identitas, bukan politik identitas Islam dan yang bukan, melainkan antara Islam-sini dan Islam-sana: bahwa Islam sana berbahaya karena memaksakan nilai dan budaya yang menggerogoti kemajemukan Indonesia – dengan menisbatkan sejumlah hal seperti arabisasi, wahabi, khilafah, HTI, dll.
Dalam situasi di luar politik elektoral, perkara Islam-sini dan Islam-sana bisa saja dibaca sebagai kontestasi ideologis saja – katakanlah seperti yang terjadi pada dekade 1920an. Namun situasinya menjadi lain ketika perdebatan soal Islam-sini dan Islam-sana itu diseret ke tengah kolam elektoral yang basah-kuyup oleh gelimang kapital. Dan hal itu memang terjadi, kok, pada Pilpres 2019 – tentu saja kasus Ahok menjadi salah satu tonggak penting pertarungan politik identitas ini.
Ketiga, saya melihat sejumlah kritik itu juga datang dari ketidakterimaan bahwa Jokowi juga disebut memainkan politik identitas. Pertanyaannya sederhana saja: memangnya jalan pikiran apa, sih, yang membimbing pilihan mengambil Kyai Ma’ruf sebagai cawapres?
Saya tidak merasa penampikan atas hipotesis bahwa kedua kubu memainkan politik identitas sebagai sikap ideal jika hendak mengajukan proposal rekonsiliasi. Mengakui bahwa kedua kubu dalam Pilpres sama-sama memainkan politik identitas adalah langkah awal yang baik untuk memulai rekonsiliasi.
Otokritik adalah tahapan penting dalam rekonsiliasi. Tanpa otokritik, rekonsiliasi sulit untuk dirajut lagi karena yang tampak hanya orang lain yang harus menahan diri, dan kami tidak; hanya orang lain yang salah, dan kami tidak; hanya orang lain yang memanas-manasi, kami tidak.
Atau: “Yaaaa kami, sih, hanya merespons taktik sebelah saja” – dan itu sah saja berlandaskan kalkulasi elektoral. Namun sekarang pertarungan, kan, sudah tuntas. Kalau mau ini saatnya mengevaluasi, juga melakukan otokritik, jika hendak serius menggalang rekonsiliasi.
=========
PS: Salah seorang dari sebelah utara Monas berkomentar semacam ini: “Yang ditulis benar, sih, tapi kalau ditulis jadi semakin mempolarisasi.”
Loh piye toh? Bukankah bahaya SARA itu tak bisa diredam dengan melarang orang membicarakan, mendiskusikan dan menuliskannya? Tidakkah 32 tahun di bawah ORBA telah memberi kita banyak pelajaran?
124 notes · View notes
sandal-jepit · 6 years
Text
Ia megah dan menjulang ke angkasa
Tumblr media
0 notes
sandal-jepit · 6 years
Text
Berbicara itu ada seninya
Tumblr media
0 notes
sandal-jepit · 6 years
Text
Manusia hanya bisa terus menerus untuk belajar, jangan sampai membatasi diri dan juga tidak boleh menjadi fanatik
Tumblr media
1 note · View note