wake me up when september ends
Don't wanna be here? Send us removal request.
sembilanbelasseptemberr · 4 years ago
Text
Bagaimana cara menyelesaikannya dalam sekali babak?
Apapun.
Bagaimana?
Sepertinya kali ini juga gagal. Apakah benar gagal?
Ah,
Bagaimana cara menyelesaikannya dengan benar-benar selesai?
Tidak terpotong-potong, tidak tertunda-tunda.
Bagaimana, ya?
Ah,
entahlah.
3 notes · View notes
sembilanbelasseptemberr · 4 years ago
Text
Aku ingin marah.
Tapi setiap kali aku mulai marah, kenapa aku menangis?
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
Subuh ini aku tersadar, tiap ada bahagia pasti ada duka-yg entah apa itu bentuknya-yg kadang tidak disadari atau bahkan tidak mau menyadarinya.
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
favorite hermione scenes ♡ 6/?
5K notes · View notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Photo
Tos!
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Hermione Jean Granger was born SEPTEMBER 19, 1979.
2K notes · View notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
Isi kepalaku akhir-akhir ini, eh kemarin.
Setelah lama menahan diri, akhirnya pagi ini saya memutuskan untuk meninggalkan kota yang sesak ini. Perjalanan ini tidak sendiri tentunya, mengingat saya tidak bisa menyetir mobil. Saya membawa seorang teman perempuan, namanya Satsuki. Dulu dia pernah bercerita kalau sewaktu kecil pernah dibawa oleh Dewa untuk menemukan adiknya yang tersesat. Kemudian setelahnya diantarkan lagi menemui ibunya di rumah sakit untuk membawakan jagung hasil panen neneknya yang ia tinggalkan di ambang jendela.
Puasa tahun ini memang penuh kesedihan, tidak ada acara kebersamaan, tidak sembahyang di masjid, sudah begitu jauh dari orang tua. Belum juga urusan tunjangan hari raya yang masih belum jelas rimbanya. Lebih lagi membahas soal tunangan hari raya, semakin nihil.
Sekalipun sudah dapat, tetap saja rasanya sedikit risau untuk mengadakan agenda pernikahan dekat-dekat ini. Melihat kondisi saya yang masih jauh dan harus terpisah sementara dari orang tua, sehingga nantinya tidak punya Wali untuk melangsungkan pernikahan. Saya pun masih gamang, seandainya menikah tetapi Wali tidak ada, apakah bisa diganti dengan Armada atau Noah?
Baik, lupakan soal pernikahan. Perjalanan terpaksa terhenti, ternyata kami tidak sendirian. Jauh di depan mata mampu memandang telah berbaris panjang kendaraan yang hendak melakukan perjalanan pulang seperti kami. Sudah macet, tidak rapi pula antriannya. Sangat acak-acakan, persis seperti jajaran menteri yang sedang bertahta di atas kursi pemerintahan sembari melontarkan argumen dan kebijakan tidak cerdas sampai-sampai ingin sekali kuajak berbaku hantam.
Buat yang masih mencari ide untuk judul skripsi, saya bisa kasih ide sebagai berikut: “Pengaruh Kebijakan Pembebasan Narapidana melalui Program Asimilasi dan Hak Integrasi terhadap Peningkatan Angka Tindak Kriminalitas selama Pandemi Corona dengan metode Analisis Heteroskedastisitas pada Regresi Linier Berganda”. Mampus keren bat.
Satsuki mematikan mesin mobil, memberikan isyarat untuk berada di luar saja sejenak, toh jalanan memang benar-benar lumpuh total. Saya pun tersentak akan keadaan macet pada kondisi itu. Sambil menanti kemacetan yang mengular ini, ternyata tidak sedikit kegiatan kreatif yang dilakukan pemudik ini untuk menunggu penutupan jalan, ada keluarga yang sedang bermain badminton, ada yang sedang latihan tari saman, ada yang sibuk pamer foto-foto pernikahannya yang mewah karena dibantu sama duit orang tuanya, ada yang melanjutkan jenjang pendidikan S2, bahkan ada juga yang sedang mendirikan start-up. Hebat.
Berbicara mengenai S2, saya jadi teringat program beasiswa Turki saya yang hilang tanpa kabar. Entah penyebabnya karena sedang wabah corona, atau memang saya saja yang terlampau goblok hingga tidak sampai lolos kualifikasi berkas.
Tidak lama, dari depan kami ada seruan untuk berputar balik. Semuanya menurut dan berputar, tetapi Satsuki berbeda, dia memilih untuk kembali ke mobil kemudian melaju hingga berhadapan dengan gerbang tol. Seolah mendapat gangguan, petugas di depan sana menghampiri kami dengan mata yang dipicingkan sebelah.
“Mau kemana, Mbak? Nggak boleh mudik. Putar balik segera!” bentaknya.
“Mohon maaf, Pak. Kita nggak mudik, tapi mau pulang kampung.” jawab Satsuki santai memasang resting bitch face.
“Sama saja, cepat putar balik!”
“Loh, tapi kata Pak Jokowi beda! Anda mau menentang presiden, hah?!” Satsuki tidak mau kalah keras.
“CEPAT PUTAR BALIK!” gertak petugas itu kehilangan sabar, matanya seperti mau keluar.
Akhirnya saya berusaha meyakinkan Satsuki untuk memutar kendaraan saja. Saya khawatir keadaan akan lebih gawat kalau-kalau Satsuki sampai menghabisi petugas tadi dengan raikiri yang dulu dia kembangkan waktu SMP untuk memotong petir. Eh bukan, itu teman saya yang satu lagi, Sasuke.
Kami hanya diam sambil mendengarkan radio dan sesekali mengganti saluran. Satsuki kesal dan menggerutu sepanjang jalan. Saya juga demikian, ingin marah, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Rasa kesalnya seperti saat jam dua pagi mendengar suara ribut remaja labil madesu yang masih saja rutin menggunakan cara norak dan kampungan untuk membangunkan sahur tetangganya. Tidak berpikir apakah ada keluarga tetangga yang sedang sakit atau sedang memiliki balita. Membangunkan sahur sebegitu hebohnya, padahal puasa juga tidak pernah. Memang minta dihajar, tapi mereka beraninya keroyokan. Tidak ada bedanya dengan para pengecut yang mengawali argumennya dengan sekadar mengingatkan.
Tanpa saya sadari, pipi Satsuki sudah basah saja oleh air mata. Putar balik artinya tidak jadi pulang, dan tidak jadi pulang artinya tidak jadi bertemu keluarga. Sebenarnya saya juga sedih, tapi rasanya akan tidak tepat kalau saya juga terlihat lemah di depan Satsuki yang sedang terisak perlahan. Apalagi mengingat bulan Ramadhan ini saya lebih sering menangis. Membuat saya khawatir akan keabsahan puasa saya tahun ini. Suatu waktu saya mencoba menanyakan kepada seorang Ustadz apa hukum menangis saat puasa.
“Tak apa. Menangislah selagi bisa. Agar bebanmu berkurang. Jalani hidup lebih baik setelahnya.” katanya.
Tidak membatalkan, saya merasa lega mendengarnya. Sebab untuk puasa kali ini, saat siang hari saya kerap makan mi kuah Gaga Jalapeno sampai kepedasan hingga menangis sejadi-jadinya. Alhamdulillah ternyata menangis tidak membatalkan puasa.
Ada juga momen yang membuat saya sempat bingung, ketika saya wudhu untuk sembahyang dzuhur. Saya kumur tiga kali, tapi yang keluar hanya dua. Sampai sekarang saya masih penasaran kemana kumur yang satu lagi itu. Entahlah, hidup memang penuh teka-teki dan tidak semuanya kita harus tahu apa jawabnya.
Seiring perjalanan kami, tiba-tiba Satsuki memberi kode bahwa bensin telah habis. Repot sekali. Sudah habis bensin banyak, rencana kembali ke rumah justru batal. Bensin mahal, makan mahal, tol mahal, biaya pendidikan pun tidak kalah mahal. Biaya pendidikan mahal hanya karena dituntut oleh ego pemimpin kampusnya yang semakin hilang empati. Taunya cuma sekadar naik mobil mewah, makan enak berkolesterol tinggi, dan duduk manis di ruangan yang sejuk sembari berlomba-lomba memewahkan gedung-gedung kampus.
Tidak lupa untuk sibuk bersaing kampus mana yang acara ospeknya paling hedon. Setelah itu didokumentasi dengan editan yang parlente, lalu dipamerkan di Youtube. Panitianya pun bangga, lupa seolah UKT-nya sedang dibakar untuk kemewahan sesaat yang mampu menyulap gedung wisuda menjadi diskotik dengan lampu gemerlap seraya berjoget tidak tau diri.
Acara melepas balon juga tidak boleh sampai lupa, supaya balonnya bisa terbang jauh tertiup angin, kemudian terjatuh sampai ke laut sehingga disangka ubur-ubur kemudian dimakan oleh penyu. Sudah kapital, merusak pula.
Apabila di sebuah kampus masih ada seseorang yang menyokong mati-matian persoalan Kesejahteraan Mahasiswa, saya yakin sekali dia adalah satu-satunya orang yang dihujat karena jijik dan benci dengan acara-acara kemewahan kampus yang diselenggarakan di atas tangisan para orang tua setelah tercekik berkali-kali membayar biaya kuliah di kampus negeri.
Negeri, bukan swasta.
Setelah mengisi bahan bakar di Rest Area, kami memutuskan untuk berhenti sejenak, istirahat. Dan saya berusaha menenangkan emosi Satsuki, kemudian ia memutuskan untuk jajan teh botol. Berhubung baru saja Satsuki makan hati, sebab apapun makanannya minumnya teh botol Sosro. Dulunya Satsuki suka Pop Ice, karena Pop Ice minuman idolaku. Tapi urusan idolanya berubah semenjak Satsuki kenal anak-anak Bangtan.
Tapi saya yakin jajanan seperti itu belum mampu menenangkannya, karena di dunia ini yang mampu membahagiakan seorang wanita hanyalah duet maut m-banking dan Shopee, belum lagi jika ada gratis ongkos kirim dan cashback, jelas mampu meledakkan keranjang belanja.
Tidak terasa membicarakan UKT memang selalu membuat darah saya mendidih, akhirnya saya memilih untuk menenangkan diri jalan-jalan menyusuri Rest Area. Tidak jauh saya melihat ada gerai pembuatan tato, berhubung sejak SD saya sudah ingin membuat tato dan juga sedang butuh penghibur diri, maka saya berjalan menuju gerai tersebut.
Saat disuruh memilih tato, saya memilih tato setan, supaya mirip dengan kelakuan saya. Bahkan mungkin lebih setan daripada setan. Setelah saya duduk dan siap untuk dimulai pembuatan tato, tiba-tiba terdengar suara krekkk. Ternyata jarum suntik tatonya patah setelah mengenai kulit lengan saya. Maka di ambilnya mesin injeksi lain oleh Abang Tato tadi, kemudian terdengar lagi suara krekkk. Patah lagi. Abang Tato geram, akhirnya saya diusir dari gerai tersebut. Saya baru menyadari, ternyata work from home membuat massa otot saya semakin kece, squakszzz!
Tidak jadi menghibur diri dengan tato, saya justru semakin emosi. Tapi tetap saja, kemurkaan saya terhadap biaya pendidikan sekarang tidak kalah dengan kemarahan saya kepada mereka-mereka yang nekat untuk pulang kampung. Padahal seandainya mereka memang sayang dengan keluarga, mereka seharusnya lebih memilih untuk tidak pulang. Rindunya mereka tidak akan pernah setimpal apabila keluarga mereka nantinya justru jadi terpapar karena mereka secara tidak sadar menjadi pembawa virus.
Kalau keluarga mereka sendiri mungkin masih mending, yang tidak bisa dimaafkan adalah apabila menularkan juga pada keluarga lain yang anggota keluarganya sendiri justru rela berdiam dan menunggu di kota orang. Tidak ditularkan oleh orang terdekat, melainkan ditularkan dari orang lain yang egois untuk pulang kampung, ialah orang-orang bangsat.
Terpaksa saya terjebak di kota orang. Sendirian, kelaparan, miskin, dan tidak ada suguhan lebaran sama sekali, sesekali gitaran, sesekali main Dota, lama-lama ngobrol sama tembok. Padahal opor buatan Ibuk tidak ada lawan. Chef Juna pun tidak ada apa-apanya. Apabila Chef Juna memasak opor yang diperuntukkan pada Ibuk saya, pasti akan diludahi oleh Ibuk.
“Cuih! Makanan sampah!” begitulah saking hebatnya skill memasak Ibuk saya.
Ngomong-ngomong soal Ibuk, tiba-tiba jadi sedih lagi. Padahal terakhir pulang sudah janji di kepulangan berikutnya akan main bareng ke Ambarrukmo untuk beli skechers. Tapi apa daya, di atas kuasa saya yang lemah ini masih ada kuasa Allah, tiket untuk 10 April terpaksa diuangkan kembali. Padahal tanggal tersebut adalah long weekend pertama setelah tahun lalu tanggal merah berulang-ulang jatuh pada hari Sabtu atau Minggu.
Menyebalkan, tapi bingung hendak menyalahkan siapa. Akhirnya saya memilih untuk menyalahkan rezim. Karena memang semua kesalahan di negara ini ya salah Jokowi. Meskipun tidak relevan dan tidak ada korelasinya, pokoknya salah Jokowi. Tidak perlu bukti, pokoknya menyalahkan saja, seperti memberi sumpah serapah kepada lembaga survey dan hasil pemilu. Pokoknya salah Jokowi, cuma saya yang pintar, lainnya bodoh dan musuh umat.
Terlepas itu semua, saya tetap suka dengan kebijakan PSBB, alias Pembatasan Sosial Berskala Bodoamat. Yang miskin mau mudik diomelin petugas berperut maju dan kerap menjadi candu di txtdrberseragam, sedang yang kaya bebas beterbangan kesana kemari bagai belibis yang menukik membawa seberkas pelangi. Sedih, lama-lama jadi susah membedakan mana Jokowi mana Anies Baswedan.
Seandainya saya staf khusus milenial, saya mau lho mengusulkan skema tahapan-tahapan PSBB dan kebijakan yang tegas lainnya, bahkan bisa saja saya buatkan dalam infografis yang kece tiap minggunya. Sayangnya karena saya tidak dipilih menjadi staf khusus, yasudah deh, di sinilah saya berakhir bersama rekan kerja yang merasa paling hebat dan sudah paling banyak berpengaruh. Biasa, anak orang kaya, ketika sesuatu terjadi tidak sesuai dengan keinginan, maka ngomel adalah jalan keluar.
Teruntuk Tanah Pertiwi, semoga lekas pulih dan membaik, sebab aku mencintai salah satu wargamu.
Karenanya, setelah saya pikir kembali dengan akal yang sehat dan rasional, sepertinya Pak Jokowi tidak salah, Pemerintah DKI juga tidak salah, yang salah adalah aku yang mencintainya terlewat batas akal sehat, meski sedetikpun ia tidak juga menoleh saat aku berdiri dalam bayang-bayang kehidupannya yang sibuk menjadi kurir sapu terbang. Tidak apa-apa, aku akan tetap berdoa pada Allah.
“Jika dia bukan jodohku, maka ijinkanlah aku bertarung dengan jodohnya.”
Tapi jika nanti setelah semua ini memang pada akhirnya dia bukan untukku, ya sudah, lagi-lagi tidak mengapa. Usai bulan Ramadhan saat ini aku akan terus berjuang untuknya, sebab menu buka puasa yang paling kuinginkan adalah menu-a bersamanya.
Yah, namanya juga hidup, pasti banyak cobaan. Kalau banyak saweran, sudah pasti bukan hidup, melainkan konser dangdut. Mencintai sebanyak apapun, belum tentu juga akan terbalas demikian. Meski lebaran kali ini aku tidak makan opor, aku tetap mengharapkan opor-tunity untuk memiliki sepenuhnya agar bisa perlahan menua bersama, selalu berbagi saat sehat maupun sakit, saat bahagia maupun sedih, sekaligus berbagi rasa takut, hingga tidak ada lagi yang bisa kita lakukan di masa tua selain duduk berbincang membicarakan segala sesuatunya sepanjang hari.
Kepada Kiki, yang mengenakan warna kerudung serupa matahari terbit, dan memiliki nafas seperti wangi bungkus permen karet yang baru dibuka. Teringat ketika dulu akhirnya untuk pertama kali aku bisa berbicara berdua denganmu meski harus banget di depan Indomaret, dengan tatapan sehangat bagaimana cahaya matahari menyentuh sepreiku di pagi hari dalam bentuk segi empat yang sempurna.
Sayangnya ketika manusia berusaha sebaik mungkin, tetap saja itu tidak selalu cukup bagi yang lain. Semua orang pada dasarnya baik, terkadang yang jahat justru adalah harapan itu sendiri. Demikianlah aku manusia yang terlalu banyak menjejali kisahnya dengan sekadar berharap.
Susah memang. Otak inginnya dicintai. Tapi hati berontak terus untuk berharap, padahal untuk memulai saja nggak berani karena tidak pernah diwaro, buajindul.
Untuk Umat Rantau, mari kita tetap teguh sementara waktu untuk bertahan di tanah orang, setidaknya bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk orang-orang yang kita sayangi. Saya tidak akan meminta untuk mensyukuri dan ujug-ujug menerima apapun yang sedang terjadi, karena saya bukan jelmaan motivator dadakan dari hasil menjual buku dengan tulisan-tulisan tidak seberapa dan rutin mengisi instastory manipulatif yang isinya tidak jauh dari penghasutan menikah muda dan nyari-nyari jodoh dengan daftar pertanyaan ribet.
Sebab memang tidak semua orang bisa menerima kondisi sekarang, tidak semua orang punya banyak pilihan seperti anak-anak manja yang tumbuh besar dari privilege orangtuanya. Mau hanya cukup diam di rumah dan mengharap bantuan sosial pemerintah pun sulit rasanya, apalagi kalau bukan sanak saudara Pak RT.
Tapi paling tidak, kita harus tahu sejak awal bahwa kita bukan satu-satunya orang yang sendirian, tidak pula satu-satunya yang jauh dari keluarga, bahkan ada juga yang dekat namun keadaan yang membuatnya tidak bisa menemui keluarganya. Kita tidak sendiri .. sendirian. Kita sendirian bersama-sama. Apasih ngaco.
Tidak apa, semua orang sama, semua juga sedang menahan rindunya untuk bertemu orang-orang yang disayanginya. Sekarang rindunya ditabung dulu. Tabung, tabung, tabung, lalu jadi deh Celengan Rindu. Apasih ngaco.
Dan nanti ketika corona selesai, mari kita bersama mencari lagi pekerjaan paruh waktu. Meski saya tidak yakin akan diterima lagi di kafe yang dulu saya tinggalkan sebelum wabah. Yah semoga ada lowongan lagi untuk pekerjaan tiap akhir pekan.
Masalah di negeri ini sedang berat, kasihan sekali memang kalau menjadi presiden disaat seperti ini, baru saja kehilangan Ibu, masih harus mengurus wabah virus, ditambah lagi mengurus kelakuan konyol warganya yang tidak memiliki otak seperti para bedebah yang masih terpikir untuk beli baju baru, membuat urusannya hanya semakin pelik. Seandainya diberi kesempatan untuk bertemu Pak Jokowi, saya ingin sekali mempertemukan beliau dengan Fiersa Besari. Sebab segala sesuatu yang pelik, bisa dihilangkan dengan peluk. Oke bubar.
Karena sudah lebaran, seandainya saya ada salah .. yaudah sih, namanya juga laki-laki, selalu salah. Apalagi untuk ukuran laki-laki yang jahat, sombong, dan kalau marah tak terkendali.
Tetapi lumrahnya manusia, meminta maaf meskipun saat kita tidak merasa bersalah adalah hal yang selalu baik, tidak pernah sekalipun menjadi yang direndahkan. Apalagi kalau sudah menghina simbol agama lain kemudian tetap ngotot merasa paling benar dan tidak mau minta maaf tapi justru malah berlindung di balik para pendukungnya yang tidak berpendidikan serta mudah marah secara membabi buta.
Seperti ucapan Nelson Mandela, tidak ada manusia yang terlahir untuk membenci. Manusia harus belajar untuk bisa membenci. Kalau kita bisa belajar hanya sekadar untuk membenci sesuatu, kenapa kita tidak belajar untuk saling menghargai dan menerima sebagai sesama manusia saja?
Tidak terasa tiba sudah Hari Raya yang dinanti, maka ketika mulut tak mampu berucap, ketika telinga tak mampu mendengar, ketika tangan tak mampu berjabat erat dan ketika kaki tak mampu lagi melangkah, jangan menunggu hingga datangnya Idul Fitri berikutnya, segera periksakan ke rumah sakit terdekat, karena itu gejala stroke. Oke salah.
Taqabbalallahu Minna Wa Minkum.
Minal Aidin wal Faizin.
Mohon maaf lahir dan batin.
Mohon maaf jangan tanya kapan kawin.
Semoga semua rasa, rindu, dan cinta yang tak terbalaskan bisa segera tenang di alamnya. Sampai jumpa dalam mimpi-mimpi nyata berikutnya, jaga kesehatan, jangan jajan sembarangan, minum air putih 2 liter sehari, dan jangan lupa bawa kaos kaki cadangan.
Sekian dan terimasayang.
64 notes · View notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
Dua tahun terberat di seperempat abad!!
Aku melewati 19/7, 19/8 hingga hari ini sebenarnya masih berat. Iya berat, bahkan aku rasa ini yang terberat, terbingung, dan ter-gatau lagi gimana mendiskripsikannya.
Ah, tapi ya jalani saja. Kataku.
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
ekspektasi sialan!
...
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
Kepala ini penuh, kepala ini sesak. Rasanya mau meledak saja. Tapi, bagaimana caranya?
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
19/6
ah tersenyum-senyum sendiri ternyata aku sedari tadi
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
19/5
Tumblr media
Ada aku ditidurmu, ingat itu.
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
Khawatir
Rasanya, hidup ini bukan untuk kita tebak-tebak bagaimana masa depan, melainkan untuk dijalani sebaik mungkin. Rasanya, kekhawatiran itu bersumber pada ketidakpastian. Saat kita memikirkan hal-hal yang tidak ada dan tidak terjadi.
Padahal, kita ada di waktu saat ini. Saat mata kita menatap segala sesuatu yang ada di depan. Tapi, pikiran kita menjelajah jauh ke tempat-tempat yang gelap. Kekhawatiran.
Padahal, masa lalu itu sudah berlalu. Mau seperti apapun kita ingin mengubahkan, tidak ada satupun cara untuk memperbaikinya. Kita hanya bisa memperbaiki diri kita saat ini. Tapi, pikiran kita melangkah jauh ke belakang. Berharap bisa menghentikan diri kita di masa lalu, berharap bisa mengubahnya. Khawatir.
Sampai kita tidak bis mengenali ada bagitu banyak cinta dan maaf disekitar kita. Orang-orang yang bisa mencintai dengan memaafkan. 
©kurniawangunadi
617 notes · View notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
19/04
Aku melihatnya, tapi selalu berpura-pura tidak melihatnya.
Bukankah itu sulit?
Ah, waktu bukan jawaban yang bagus jika kau ingin menggunakannya sebagai jawaban.
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
Maret,
19/03
Beberapa orang percaya jika dua keberuntungan-atau bahkan lebih bisa kita dapatkan pada satu waktu. Aku? hm percaya atau tidak, keberuntungan yang datang telah membawaku sampai dimana saat ini aku berada.
Tapi bukan berati aku percaya itu, ah maksudku ya..begitulah
Sampai pada suatu hari ada dua keberuntungan datang, ah aku sempat bingung-harus bahagia atau sedih-dan ya ujungnya sih lupa haha
..tapi yang terpikir adalah; dapatkan dua-duanya atau pilih salah satunya. Iya, itu hanya obrolan rumit penuh sesak dipikiran. 
Nyatanya, kehilangan keduanya mungkin adalah yang terbaik. 
0 notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
2K notes · View notes
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
19/02
Tumblr media
Kupu-kupu diperutku masih enggan terbang, tunggu saja.
1 note · View note
sembilanbelasseptemberr · 5 years ago
Text
Bukankan dengan memikirkan suatu-yang-buruk terjadi akan membuat keadaan semakin buruk?
Tapi bagaimana bisa tidak berpikiran buruk, hari ini?
0 notes