Tumgik
senandikasusastra · 2 years
Text
Rentan yang Terulang
Pada hari itu aku terbangun dari tidur yang tak disengaja, lelap yang menidurkanku pada ketenangan yang sesungguhnya. Setelah melalui malam yang membawa gugusan bintang lebih lama mengantarkan fajar sehingga terasa lebih panjang dan melelahkan. Andai di sepertiga malam itu aku bisa mendekatkan raga padaMu dengan dua raka’at dan sepenggal dua penggal doa yang tak bosan berulang kali direpetisi.
Aku telah begitu larut seperti debu yang dibawa mengangkasa, menari diantara dekapan angin lembut yang tak kunjung pasti pada apa sang angin akan menghentikan sapuannya. Ah, sepertinya aku terlalu terbuai, Tuan. Angin lembut yang kusambut begitu membuatku kalut. Seno Gumira memberikan petuah bahwa kata-kata yang terlalu banyak di dunia akan membuatmu kacau, Alina. Hingga tiba waktunya sudah terlalu banyak kata-kata, Alina tak lagi bisa membedakan mana senja yang sungguhan atau senja yang dipotong agar bisa dikirim melalui tukang pos. Hingga malam begitu panjang, kata-kata yang dirangkai tak lagi punya nyawa untuk menghidupkan percaya. 
Mungkin ini hanya khayalanku saja. 
Kenapa terlalu banyak bertanya, kenapa ini begini, kenapa ini begitu? Sedangkan Dia yang Maha Mengetahui telah memberi jawabannya bahkan sebelum engkau bertanya.
7 Februari 2022.
4 notes · View notes
senandikasusastra · 2 years
Text
Tak seperti pagi yang biasanya, hari ini semburat oranye dari arah timur sudah mulai meninggi, hangatnya perlahan mengetuk kelopak mata sembap sisa dialog semalam yang belum juga ingin membuka kehidupan yang penuh akan ketidakpastian. Semesta telah menawarkan kicau burung emprit di ujung-ujung cabang pohon jambu, langit yang membiru, dan udara sejuk diantara fajar. Tidak ada alasan untukku bisa bersedih pagi ini.
15 Januari 2022.
0 notes
senandikasusastra · 2 years
Text
Ramai dalam Sunyi
Malam ini atap rumah tidak basah dan tanah tidak juga menciptakan aroma petrichor yang konon disenangi banyak orang karena bagi mereka, di waktu inilah semesta sengaja membuat bumi sunyi sehingga kegaduhan dalam kepala semakin terdengar. Tapi tidak denganku yang meski tanpa hujan, tanpa petrichor yang menembus udara malam, tanpa semua hal yang hujan ciptakan, selalu ada ruang untuk pikiran yang menjadi lebih bising dibanding gemerisik air hujan pada atap rumah. Aku mencari cara untuk meredam gaduh dengan mendengar sepotong dua potong lagu melalui earphone yang sudah terpasang sejak tadi.
Bun..
Nyatanya, seramai-ramainya pikiran, berisiknya suara hujan pada atap rumah atau tetesannya yang mengetuk jendela kamar, pun nada lagu pada earphone yang terdengar, tidak juga mengisi ruang kosong diantara pikiran yang ramai. Nyatanya, seramai-ramainya pikiran, kehadiran tetap menjadi sesuatu yang nyata diantara sepi.
Tak perlu khawatir, aku hanya terlalu mendalami peran dalam kisah nyata yang kamu ciptakan. Pentas dalam kisah yang hampir tak ada batas antara nyata dan tiada, hingga bisa kuramal akhir cerita bahwa aku mampu bahagia dengannya untuk waktu yang lebih lama, hingga pentas usai namun aku tetap abadi menjadi tokoh utama dalam kisah. Aku terlalu egois.
Lekas kucari afirmasi pada diri, "benarkah hanya dengan membuat bahagia semua menjadi cukup? padahal aku tau benar bahwa kita tidak sedang hidup di negeri dongeng dengan akhir klise." Sayangnya hilangnya cukup terasa, hadirnya cukup membuat kisah ini punya nyawa.
Bun, Tak apa aku akan tetap mendalami peran dalam kisah di BAB ke-sekian ini. Aku tak tau akhir dan aku tidak ingin meramal lagi.
8 Desember 2021.
0 notes
senandikasusastra · 3 years
Text
Menghela Nafas
Sudah lama sejak terakhir kalinya merasakan begitu dekatnya raga yg kembali membumi dan kepala yg menunduk menaruh penuh ego serta meluruhkan ambisi, seraya berkata,
"Tuhan, kali ini aku serahkan padaMu"
dan tak disangka Ia memperhatikanmu di setiap kata dalam rangkaian doa yang penuh makna, hingga terasa nadi mengalir begitu hangat melewati seluruh tubuh dan Tuhan melalui angin mengusap lembut melewati celah rambut menawarkan pelukan seraya menjawab,
"HambaKu, katakan apa yang menjadi keinginanmu, katakan".
Namun mulutku tetap diam sementara mata berkaca sebab kata-kata tidak punya ruang untuk bersuara. Sebab rasa tak pantas, sedangkan Tuhan selalu ada di tiap hela nafas.
Tumblr media
Tuhan rindu padamu yang seperti ini, Nona.
Penghujung malam, dalam bahagia,
9 November 2021.
0 notes
senandikasusastra · 3 years
Text
Gusar
Jika semut yang berjalan di tepi jendela bisa mendengar percakapan diantara pergantian malam menuju pagi, sekalipun cicak mampu melihat seonggok anak manusia yang selalu ingin menanti apa kata-kata dari seorang nun jauh di sana kali ini yang mampu meruntuhkan seluruh dunianya, mereka tetap tak akan sanggup menafsirkan perasaan abstrak yang membawaku pada sedikit-sedikit bahagia, tau-tau merana.
6 November 2021
0 notes
senandikasusastra · 3 years
Text
Kepemilikan
Sejatinya di dunia ini tidak ada yang benar benar kita miliki. Jika suatu saat ada yang berkata padamu aku milikmu dan kamu milikku, sesungguhnya mereka sedang mengeratkan simpul kefana-an.
Tidak ada yang betul betul kita miliki.
Hakikat kepemilikan ialah semua yang dititipkan Rabb pada ruh-yang memiliki masa. Maka pada apa kita gunakan sebaik-baiknya masa yang dititipkan, agar tercipta asa, terbentuk rasa. Dan apabila telah selesai seluruh urusannya, maka pada pemilik masa kita kembali.
Pada akhirnya, yang kita miliki hanyalah ketiadaan.
Tidak ada yang betul betul kita miliki, kecuali harapan yang kita bawa melangit di tiap sepertiga malam.
1 note · View note
senandikasusastra · 3 years
Text
Lalu dengan kalimat apalagi saya harus melukiskan senja? Biarlah yang melihat yang memberikan rasa. Terkait rasa, bukankah hati bebas berkelana? Tapi pun butuh singgah. Maaf jika saya terlalu gugup, atau memang tidak percaya diri? Apakah kamu terlalu tinggi? Hingga langit senja yang menawan hanya bisa kupandang, tanpa pernah tau perasaan yang memandang. Tanpa mau tau, semburat jingganya hilang hanya dalam ruang waktu yang sempit, padahal inginkan yang abadi. Atau memang semua yang indah hanya fana? Dilematis dalam kekacauan pikiran, tapi percayalah, karena sungguh kekuatan itu datang dari kepercayaan. Bukankah itu katamu?
Bagaimana senja di sana?
Langit-langit kamar, bulan enam.
Foto terlampir adalah foto lawas, artinya saya sudah hampir nggak pernah dolan. Gimana yeorobun, ada yang mau ngajak dolan?
Tumblr media
0 notes
senandikasusastra · 3 years
Text
Merawat Ingat
Ada kalanya beberapa memori ingatan tidak punya ruang lebih untuk menyimpan kenangan, dan beberapa benda tak begitu mampu bertaruh dengan waktu yang menghitung mundur ketiadaan.
Dan aku punya beberapa memori dalam benda itu. Rasa rasanya ruang digital ini tidak lekang oleh zaman ketika kapasitas memori manusia yang kian terbatas. Merawat ingat bukan perkara mudah. Kita bisa saja bersikap tidak peduli pada masa lalu, tapi tidak ingatkah yang sudah lalu itu telah membentukmu hingga menjadi seseorang yang kamu lihat di cermin hari ini.
Maka izinkanku menulis kembali beberapa memori dalam benda itu, sayang.
Biarlah ini menjadi caraku merawat ingat, bahwa dulu, pernah ada seseorang yang telah singgah dalam waktu lama, yang padahal kita telah tau bahwa waktu itu akan tetap fana.
Sapardi bilang, “yang fana adalah waktu”. Mungkin itu menyapa isyarat awan tak pernah sampai pada hujan yang menjadikannya tiada. Waktu memburu awan hingga ia tak sempat bahkan untuk berisyarat. Bagi Sapardi, itu sederhana. Namun, itu adalah bagian terumit. Tapi tak apa, “Kita Abadi” lanjut dia.
Kahlil Gibran pernah menuliskan keabadian dalam deskripsinya sendiri. Namun, keabadian tak lagi istimewa dalam sayap-sayap patah. Rumit, kisah yang tak sederhana meski seorang Sapardi mencoba merangkainya dengan translasi bahasa. Sayap-sayap patah tak mampu membawamu untuk terbang, tapi tak apa aku tidak ingin kau melangit. Kita dipertemukan di atas samudera, tak apa tanpa sayap kau masih dapat menyelami karuniaNya. Layar kita sama-sama terkembang, meski berada pada arus yang berbeda. Yakinlah tempat berlabuh kita sama. Maaf, aku tak sepiawai Sapardi, tak sehebat Kahlil Gibran, tak mampu menuliskan kata seindah Seno Gumira. Goresan pena pun tak secantik fajar berkilauan.
*Selamat ulang tahun*
Semoga yang terbaik selalu bersamamu.
Semoga Dia menyertai setiap langkah.
Semoga Dia menghilangkan keraguan darimu dan ku.
Jika berkenan menunggu, rayulah Dia agar aku datang di waktu yang tepat.
Maafkan aku tak dapat memberikan sepotong senja ataupun rembulan yang kau harap dapat tersimpan tenggelam di kolam halaman belakang. Namun, ini sepotong senja dari orang lain dalam bayangan saat kamu menutup mata.
Selamat dan semangat.
Malang, akhir semester 7.
Tahun ajaran 2017/2018.
3 notes · View notes
senandikasusastra · 3 years
Text
Tentang Rasa dan Asa
Pagi ini dua teman membuka obrolan di dunia maya, bertanya kabar. Kemudian saya pastikan pertanyaan selanjutnya, "Nia kapan balik Malang?". Ok benar. Hmm, ada tugas yg memang sedang saya sampingkan untuk kepentingan sebuah keluarga (lebih tepatnya birokrasi ayah dan ibu, termasuk adik2) dan satu hal lain yang membuat saya harus 'diistirahatkan' dulu. Beberapa hari yang lalu, beberapa teman juga menghubungi dan bertanya kabar. Orang-orang ini mengingatkan saya pada senja sendu di lautan kenangan dan satu hal yang membawa saya kembali pada sebuah rasa menyakitkan yang bernama rindu.
Saat itu bulan delapan tanggal 30 sampai bulan sembilan tertanggal 11. Kurang lebih tiga belas hari kami sengaja singgah di Kepulauan Masalembu. Tiga belas hari di pulau seluas 3.789,89 Ha (sepersekian ribu luas pulau jawa) yang entah bagaimana alam berkonspirasi menumbuhkan banyak orang-orang yang mudah dirindukan. Setelah melalui perhelatan panjang merasakan tidur, mandi, dan ngemper di Pelabuhan Tanjung Perak (tepatnya di bawah eskalator) karena jadwal keberangkatan kapal kami yang digantung pada cuaca. Sabuk Nusantara 56 akhirnya membawa kami pada orang-orang yang hidup dengan segala keterbatasan.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Awalnya saya enggan menyebutnya sebagai keterbatasan, karena bagaimanapun saya iri dengan mereka. Dengan hidup jauh dari hingar bingar perkotaan, setidaknya mereka bisa lebih mengorientasikan hidupnya pada kehidupan setelah kehidupan. Sedangkan saya? Masih senang dan nyaman menikmati yang sudah tau fana.
Tetapi berbicara fakta, keterbatasan tetaplah keterbatasan. Bagaimana tidak? Listrik di Kepulauan Masalembu hanya beroperasi dari pukul 17.00 hingga 23.00. Itupun memakai PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel), ok saya tidak perlu menjelaskan berisiknya suasana malam di pulau. Selebihnya? Pagi dan siang mereka menggunakan tenaga surya yang tidak seberapa terangnya dengan lampu neon di rumah/kos2 an, jangan bandingkan. Sedangkan, saat itu kami membawa 7 kamera; 3 dslr, 3 action cam, dan 1 camdig. Ok, 5 jam pada malam hari menjelma menjadi waktu krusial untuk charging.
Perahu kami berlanjut menuju Pulau Masakambing, sebuah pulau sebagai wujud sebuah desa, terdiri dari dua dusun; Dusun Tanjung dan Dusun Ketapang. Ditempuh selama 3 jam dari Pulau Masalembu yang notabene merupakan sebuah kecamatan. Jangan bayangkan indahnya perjalanan, satu-satunya yang dirindu ialah wajah-wajah kecut, pucat pasi, baju yang basah, dan perut yang masam karena terpaan ombak yang hampir 3 meter tingginya.
Siang terik menuntun kami menuntaskan program pengabdian dan malam menjelma menjadi malam-malam penuh mistis akibat cerita dari Pak Usman tentang Masakambing yang menyela-nyela ditengah rapat evaluasi. Saya belajar banyak tentang bagaimana pengorbanan dan pembelajaran. ENJ mengajarkan saya cara bersyukur yang paling hebat. Pengorbanan terhadap banyak hal yang telah kami tinggalkan; rumah, keluarga, waktu liburan yang terpotong, jualan di comboran jam 6 pagi, bahkan kuliah minggu pertama yang udahlahbodoamat, pembelajaran tentang bagaimana berdedikasi dan menjadikan diri bermanfaat bagi orang lain (padahal saya sadar saya blm beres ngurus diri sendiri). Bersyukur bahwa saya, tidak sepatutnya mengeluh pulang satu semester sekali karena jauh, belum apa apanya dibanding beberapa orang Masakambing yang memilih kuliah di Malang dan pulang bergantung cuaca dan belum lagi terkatung-katung di laut selama kurang lebih 24 jam.
Kini sudah tak ada lagi makan 3 kali sehari rutin pakai ikan laut (yang murahnya ga ketulungan), ga ada lagi keringatan padahal abis mandi, ga ada lagi nasi buras, masak merah, sate goreng, dll (makanan khas bugis), ga ada lagi pak-siapa-lupa-namanya yang cerita bagaimana nelayan disana menemukan fishing ground hanya dengan melihat awan di langit, ga ada lagi program-tanpa-briefing Aku Cinta Islam tapi-sukses-luarbiasa, pendidikan kemaritiman, pendidikan kewarganegaraan untuk anak MI DDI Masakambing-yang mana bikin nasionalisme saya naik drastis dan bahkan merinding ketika ngomongin Indonesia, ga ada lagi antre mandi dan tercyduk saat keluar, dll.
Rindu menjadi sangat rindu apabila kita sudah kesulitan merangkai cerita yang lalu. Saya hanya mencoba mengingat, merangkai dan menyusun kembali, agar tidak hilang.
Terima kasih ENJ, bagaimanapun, kita sebagai manusia harus belajar bagaimana menyelami hati seseorang, dan kalian ialah penyelam yang handal dalam lautan rindu yang sengaja diciptakan di senja sendu kala itu.
Kepulauan Masalembu,
30 Agt-11 Sept 2017
dan
Februari 2018.
Diposting ulang 8 Juni 2021 dalam rangka merawat kenangan.
0 notes
senandikasusastra · 3 years
Text
Bulan Menawan
Pada suatu malam aku ingin berucap padamu.  Jika suatu waktu pikiranmu kalut dan mengajakmu berpikir untuk menjadi manusia yang paling tak berguna. Tegakkan kepala dan tengoklah pada bulan yang menawan tanpa harus ditawan itu, Tuan. Ia menerangi malam dengan indahnya, menyerahkan pelukan pada mimpi yang dibawa melangit di setiap sepertiga malam. Bahwa ada ingat yang perlu dirawat, ada asa yang mestinya dijaga.  Bulan tak ingin terlihat sebegitu menawannya, Tuan. Begitu juga dirimu. Padamu, aku ditemani cahaya temaram yang menghangatkan. Kebumen, 1 Juni 2021
0 notes
senandikasusastra · 3 years
Text
Live Your Life
Satu kata buat temen gue satu ini, thanks for always be there whenever and wherever. Lah bukan satu kata ini ya.
Semoga dalam kabar baik semuanya, ya karena sehat itu mahal dan menanyakan kabar adalah bentuk kepedulian. Daripada baru ketemu setelah sekian lama lalu ditanya, “eh kok gemukan?!”
Yang kaya gini biarkan aja, gatau aja emang kita pada gemukan. Lho makmur ini tandanya.
Menyadari bahwa ternyata di dekat kita ada orang yang selalu peduli, bisa diajak skuy kapanpun itu, adalah sebuah anugerah di umur yang sudah dua puluhan ini dimana circle semakin mengecil. Sepersekian orang dari jumlah kawan. Jadi sebetulnya apa yang dibilang narasumber di salah satu siaran Ted’s Talk itu benar adanya, bahwa “It’s not about number, it’s about quality”. Tidak penting seberapa banyak kamu punya kawan, yang terpenting seberapa dalam kamu saling mengenal.
“nanti siang mie ayam tanimbar?”
“gas lah”
Percakapan tadi pagi yang mengawali nongkrong hari ini di warung mie ayam terkenal jaman SMA--dan ternyata masih dikenal juga sampai sekarang. Selamat Pak Rahmat, namamu abadi, sungkem dulu. Oh ya harusnya kemarin kusampaikan juga ke beliau kalau sudah berhasil jadi pemersatu anak-anak smansa. Karena mie ayam legendaris ini saya jadi tau kalau yang saya ajak ngobrol kemarin adalah teman semasa SMA seangkatan pula padahal sebelumnya sudah basa-basi ngobrol dari A-Z sampai akhirnya bilang kalo mie ayam favoritnya punya Pak Rahmat ini.  “Loh kamu anak smansa??” Mie ayam bukan sekadar makanan, lebih dari itu adalah pemersatu bangsa. Gamsahamnida.
-cont, lanjut besok deh ngantuk
byee Kebumen, 21 Mei 2021.
0 notes
senandikasusastra · 3 years
Text
Kesederhanaan
Masih hangat dalam ingat, bagaimana waktu berlalu begitu cepat namun tetap merepitisi bagian paling tidak ingin terulang. Sayang kita tak bisa memilih untuk ada di plot cerita yang selalu indah.
Aku tau ada hati yg enggan terusik dalam keramaian malam, namun keramaian selalu menciptakan hening dan selalu saja ingin mengusik diri mencari celah membangun rindu pada tuannya, pada hangatnya malam diantara bulan yang meski nun jauh dari sini, bulan itu tetap sama sayang. Ada banyak cara untuk menikmati perayaan ini dengan hingar bingar, tidak banyak yang tau bagaimana menikmati perayaan ini dengan kesederhanaan, jika kamu tau, yang fana hanyalah waktu dan kita abadi.
Meski makhluk kecil ini seperti tak ingin menghilang dari bumi, biarkanlah kami merangkai asa kembali.
Selamat berlebaran selamat berbirrul walidain, darimana saja dengan cara apa saja. Kebumen, 13 Mei 2021.
1 note · View note
senandikasusastra · 3 years
Text
Langit Tak Bertepi
Hai,
Aku sedang dalam keadaan tidak menentu. Padahal kemarin baru saja menggebu. Atau begitulah semesta bekerja untuk kita?
Kita?  Tunggu dulu.
Sebut saja sepasang merpati yang sedang mengepak-ngepakan sayap di cakrawala nan biru itu senang beradu kata menciptakan waktu berputar sedemikian cepat menarik detik demi detik menjadi menit menjelma jam. Begitulah waktu terus berjalan. Mereka tidak ingin pulang pada peraduan yang bertuan, meskipun matahari mulai condong pada sudut lautan dan awan berarak menghitam dan angin melemahkan sayap-sayapnya. Pada langit yang tak bertepi mereka memohon agar senja memanjakannya lebih lama lagi dan waktu terus abadi. 
Ingatlah sayang, sesekali boleh terbang, tapi jangan lupa daratan, karena disanalah tempat mu pulang. Kebumen, 10 Mei 2021.
0 notes
senandikasusastra · 4 years
Text
Salam kenal
Halo, warga tumblr yang sudah menua di platform ini, saya sungkem dulu.
Salam kenal, ingin ikut bergabung membuat jejak pada platform lain di jejaring sosial. Aplikasi ini sepertinya bagus, untuk saya yang pada dasarnya lebih suka membaca, dibanding menulis hehe. Nggapapa, biar latihan dulu.
Ngomong ngomong soal menulis, dulu lumayan sering menulis. Sekadar di notes hp aja, atau kadang membuat tulisan kecil di catatan kuliah, tentang apa aja yang sedang dirasakan. Iya, dulu rasanya banyak sekali yang dirasakan. Diri ini sering berkelana kesana kemari. Entah mencari pengalaman, atau hanya sekadar basa basi untuk sebenarnya mencari alasan agar bisa "dolan".
Kalau sudah tiba waktunya "dolan", jari-jari ini tergerak begitu saja, mengalun bersama pikiran yang terbawa bersama angin, ombak, anak-anak ombak, senja, senda gurau kawan, dan pula impian masa depan. Mungkin bukan saya aja yang merasakan kalau, di jalan, semua itu terjadi begitu saja dan membuahkan perasaan yang amat menyenangkan.
Lebay ya.
Tapi kamu harus coba, deh.
Saya, waktu itu, waktu masih sering seringnya terbawa idealisme--bahwa kuliah ngga hanya kuliah-duduk-pulang--jadi lebih lancar menulis. Mungkin perjalanan memang diciptakan tidak sekadar pergi dan pulang, tapi kembali merangkai tentang nikmat Tuhan yang dikaruniakan.
Mudah mudahan, dengan ini menjadi iktikad baik untuk kembali, pada kebiasaan lama, agar tanpa karena, tetapi untuk sebuah tujuan.
Salam sehat, semua. Tegal, 13 April 2020.
dilampirkan foto dimana tempat ini menjadi sejarah perjalanan panjang pengabdian, Pulau Masalembu.
Tumblr media
1 note · View note