Text
“selamat ulang tahuuun! seneng nggak seneng nggak? pindahan ke rumah baru, sebentar lagi mau jadi bapak, dan akhirnyaaa hari ini bisa buka puasa bareng,” saya godain mas yunus yang sibuk sekali dengan tabletnya. rasanya kangen sekali setelah sekian hari nggak punya quality time dengan mas yunus.
“iya, iya,” nada suara mas yunus lebih tinggi dari biasanya, “udah sana ah.”
saya mencelos. mas yunus kenapa ya…
“mas yunus sibuk ya? aku bisa bantu apa?”
“ya kamu ngapain kek sana. melakukan apa aja asal jangan…”
“ganggu?” kata saya menyelesaikan kalimatnya.
“iya, sana.”
“yaudah, aku bobok ya. mmuah,” tiba-tiba rasanya seperti ada petir. mas yunus nggak pernah seperti ini. saya menutupi muka dengan bantal–takut nangis dan kelihatan.
pasti mas yunus capek. mas yunus nggak marah, cuma capek. kalau mas yunus lagi capek begini, yang terbaik yang bisa saya lakukan adalah–memberi jarak sampai capeknya hilang. seharusnya sih saya bisa menghilangkan capeknya mas yunus, menjadi penyenang hatinya. tapi itu terlalu idealis. kenyataannya, kalau sudah capek ya capek saja.
beri jarak, tapi jangan terlalu jauh. tetaplah ada di sana, tunjukkan kamu ada di sana setiap kali ia butuh.
selang beberapa menit, mas yunus menyadari saya sesenggukan di balik bantal. huhu, saya paling nggak mau ketahuan nangis. tapi yang ini memang susah ditahan. saya nangis terutama karena saya nggak bisa apa-apa saat mas yunus capek sekali.
“kica, aku galak ya?” suara mas yunus sudah kembali seperti biasa. giliran saya yang tidak menjawab. kalau saya jawab, pasti saya tambah nangis.
“kica sayang, aku minta maaf ya. aku stres mungkin. besok dua malam aku jaga, sementara ada banyak banget yang belum aku urusin. belum ngurus pindahan, banyak banget yang harus dibelanjain untuk ngisi rumah, ada banyak tugas dari senior, belum bawa kamu ke dokter sementara kamu demam-demam terus,” mas yunus melanjutkan menyebutkan satu per satu urusannya.
“iya, nggak papa, mas. mas yunus tenang aja. urusan rumah, urusan kandungan, urusan pindahan, nanti aku yang nyelesein. mas yunus nggak usah mikirin. terus besok kalau udah tinggal di rumah sendiri kan bisa masak, jadi mas yunus juga nggak usah repot mikir aku sahur sama buka apa. i will take good care of myself for you.”
“nggak gitu… seharusnya kamu yang nggak usah mikirin semuanya. itu tanggung jawab aku.”
“iya, kita selesein bareng-bareng ya. kan kita satu tim.”
“kica yang sabar ya sayang… kica harus kuat supaya anak kita besok juga kuat. aku juga, harus kuat. aku minta maaf ya kica, keadaannya memang nggak nyaman selama lima tahun ke depan. makanya kita harus sama-sama kuat.”
malam itu saya belajar tentang keluarga yang kuat, sekali lagi. ada perbedaan yang besar di antara lelah dan marah. ada kasih sayang dan tanggung jawab yang melimpah di antara urusan sekolah dan rumah. dan selalu ada–kekuatan tak terduga dari Yang Mahakuat, selama kita bersabar.
373 notes
·
View notes
Text
hal yang paling jago saya lakukan sebagai perempuan–setelah menikah dengan mas yunus sejauh ini–adalah ketiduran. ketiduran shubuh-shubuh, ketiduran pagi-pagi, ketiduran siang-siang, ketiduran sehabis magrib, ketiduran setiap kepala saya menyentuh benda yang cukup nyaman. bahkan, saya bisa ketiduran di atas sajadah yang ada busanya.
hal kedua setelahnya adalah menjadi panik saat mas yunus datang dan saya ketiduran. apakah baju saya cukup bagus? apakah rambut saya awut-awutan? apakah rumahnya berantakan? apakah masih ada waktu untuk cuci muka, sikat gigi, nyemprot parfum, pakai gincu? apakah–oh ini yang paling buruk–nasi di magic jar masih cukup untuk makan mas yunus? apakah makanan siap?
seperti malam itu waktu mas yunus terlambat pulang. tiba-tiba saya terbangun karena telepon dari mas yunus jam 9. mas yunus bilang baru akan pulang dan minta tolong saya untuk membukakan pintu. saya berharap mas yunus sudah makan malam, tapi mas yunus bertanya apakah saya masak nasi yang artinya mas yunus belum makan.
kepanikan dimulai dan saya langsung beringsut ke dapur. untungnya, saya selalu menyediakan makanan sehat siap masak setiap siang. bahan masakan ini sudah dicuci, sudah dipotong, sudah dibumbui, atau sudah setengah matang, sudah siap ditumis direbus atau digoreng. bagaimana caranya supaya makanan bisa siap dalam 15 menit, namun tetap segar dan hangat karena baru dimasak.
betapa leganya saya. ketika mas yunus selesai sibinan dan salin, makanan sudah siap. kami makan jam setengah 10 dengan nasi, kering tempe, ayam goreng tepung, dan tumis buncis telur orak-arik yang hangat. dan… betapa bahagianya saya karena sekarang-sekarang mas yunus sering bilang “hmm enaak”. bahkan mas yunus senang menggado lauk-lauk (lagi) setelah makan. rasanya seperti memenangkan medali lari. biasanya saya yang tanya “gimana makanannya?” lalu mas yunus akan bilang “lumayaan”–yang berarti, yah bisa dimakan-lah.
sayangnya, mas yunus masih harus mengerjakan tugas-tugas. sepertinya mas yunus tertidur jam 12 malam di depan laptop. rencana bercerita a-z dan menunjukkan naskah baru saya pun gagal total.
suara-suara dari masjid mulai terdengar, artinya shubuh akan segera datang. saya membangunkan mas yunus yang posisi tidurnya tidak berubah sedikit pun sejak semalam karena kelelahan. mas yunus sejurusan bangun dan menuju kamar mandi, memulai kembali harinya. kali ini akan sangat panjang karena mas yunus akan jaga 2 malam, akan tidak berada di rumah selama 55 jam.
masih sambil mengumpulkan nyawa, tiba-tiba saya kesal karena sedih. kenapa waktu cepat sekali berjalan. kenapa sulit sekali bisa sekadar ngobrol dengan seseorang yang padahal tinggal bersama kita. tiba-tiba malam, tiba-tiba pagi, tiba-tiba mas yunus harus meninggalkan saya sendirian (lagi).
ini adalah kenyataan yang harus diterima oleh semua orang. waktu selalu ada, tapi seringkali bukan punya kita. kita terikat pada sebuah tatanan yang mengharuskan kita menjual waktu untuk bisa bertumbuh dan bermanfaat. dan di baliknya, ada pula kebenaran yang harus diterima oleh semua orang. jumlah waktu yang digunakan seseorang untuk sesuatu belum tentu berbanding lurus dengan rasa cinta yang dimiliki seseorang untuk sesuatu itu.
di dalam hatinya, bagi mas yunus keluarga adalah–bahkan bukan yang penting, melainkan–segalanya.
saya tahu pasti, masakan saya sebenarnya tidak banyak membaik. yang ada, mas yunus-lah yang semakin banyak bersyukur dengan kehadiran saya, dengan upaya-upaya saya. mas yunus bisa saja makan di luar pada jam yang seharusnya. tapi mas yunus tidak melakukannya karena tentu saya menyiapkan makan malam untuknya. “kica, ini semua ada nilai ibadahnya,” katanya berkali-kali kepada saya.
mas yunus selalu mengingatkan saya untuk bersabar dan bersyukur–dengan meneladankannya. jika lelah, yang dilakukannya adalah tertawa. melihat mas yunus lelah saja sangat lelah, apalagi mas yunus yang menjalaninya.
tapi, bagian terbaiknya, saya selalu suka peluk dan cium mas yunus sebelum memakai helm dan berangkat pergi. juga, peluk dan cium untuk Kakak.
“kica sabar ya. i love you.”
278 notes
·
View notes
Text
“mas yunus cerita dong,” tulis saya. sejenak tidak ada balasan dari mas yunus. ting! sepucuk surel masuk dengan sebuah lampiran.
***
Di sebuah hutan, hiduplah yunuskelinji si kelinci dan uticakurakura si kura-kura. Suatu hari, yunuskelinji dan uticakurakura bermain lomba lari. Siapakah yang menang?
Saat lomba lari dimulai, yunuskelinji berlari dengan cepat. Sedangkan, uticakurakura berjalan lambat dan santai.
Sebelum yunuskelinji memasuki garis finish, ia melihat ada sebuah pohon rindang di tepi jalan. Yunuskelinji pun menepi dan istirahat di bawahnya. Ia berpikir uticakurakura masih jauh ketinggalan. Yunuskelinji pun tertidur.
Begitu bangun, yunuskelinji melihat uticakurakura sudah memasuki garis finish. Yunuskelinji pun menyesal karena tidur. Uticakurakura menjadi pemenangnya.
Pesan moral: Biar lambat, asal terus berusaha, kita bisa menjadi pemenangnya. Meskipun cepat, jika meremehkan, bisa jadi kita akan kalah.
Yunuskelinji mengajak uticakurakura lomba lari lagi. Uticakurakura setuju. Kali ini, siapakah yang menang?
Begitu lomba dimulai, yunuskelinji segera berlari dengan sangat kencang. Ia tidak mau mengulangi kesalahannya.
Akhirnya yunuskelinji memasuki garis finish dan menjadi pemenang lomba lari. Sedangkan uticakurakura masih jauh tertinggal di belakang.
Pesan moral: Kemenangan adalah milik mereka yang cepat dan fokus mencapai tujuan.
Uticakurakura pun berpikir. Ia mengajak yunuskelinji kembali berlomba lari. Tapi, dengan rute yang berbeda. Yunuskelinji setuju.
Begitu lomba dimulai, yunuskelinji berlari kencang. Ia dengan yakin akan kembali memenangkan lomba.
Ternyata, sesaat sebelum mencapai garis finish, ada sungai besar yang harus dilewati. Yunuskelinji tidak bisa melanjutkan lomba karena tidak bisa berenang.
Lama kemudian, uticakurakura datang, berenang menyeberangi sungai, dan memenangkan perlombaan. Sementara yunuskelinji hanya bisa terpaku di sisi sungai.
Pesan moral: Ketahui keunggulan dan potensi dirimu, maka kamu akan menjadi pemenangnya.
Yunuskelinji kembali mengajak uticakurakura lomba lari untuk terakhir kalinya. Kali ini, yunuskelinji berbisik sesuatu kepada uticakurakura. Uticakurakura mengangguk setuju.
Lomba pun dimulai. Pada tahap awal, yunuskelinji berlari dengan cepat sambil menggendong uticakurakura.
Begitu memasuki sungai, gantian uticakurakura yang menggendong yunuskelinji. Akhirnya, keduanya pun sama-sama memasuki garis finish. Keduanya sama-sama menang dengan cepat.
Pesan moral: Kerjasama dan saling mendukung itu hebat. Itu adalah sebaik-baik kemenangan.
Menangkan!
***
“aku udah pernah baca dongeng kayak gini. tapi, makasih ya mas. hehe.” “Kica, aku yang terima kasih. terima kasih sudah mau membersamai aku. aku nggak bisa apa-apa tanpa kamu. perjuangan ini perjalanan kita. kita menangkan sama-sama.”
365 notes
·
View notes
Photo

telah kuperhatikan dengan sebenar-benarnya. aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah. dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah.
dan demi Allah. aku bahagia kita dipertemukan.
“sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Yunus: 6)
467 notes
·
View notes
Text
setiap pagi saat beberes tempat tidur, saya menemukan setidaknya dua buku plus satu stabilo. satu buku bacaan atau pelajaran saya, satu buku bacaan atau pelajaran mas yunus. stabilonya juga punya mas yunus. mas yunus senang menandai buku. supaya kalau dibaca lagi, bisa langsung ketemu yang penting, katanya.
ternyata membaca menjadi kebiasaan kami setiap malam. sebenarnya ini kebiasaan mas yunus–yang menular kepada saya karena saya didorong begini juga. setiap malam, kalau sudah selesai ngobrol-ngobrolnya, kami sama-sama belajar. setelah ngantuk, barulah lampu dimatikan.
ada banyak sekali yang saya salutkan dan teladani dari mas yunus perihal semangat bertumbuhnya. paling tidak sebulan sekali mas yunus mengajak saya ke toko buku, menyuruh saya memilih buku untuk dibaca bulan tersebut. kalau saya bilang yang kemarin belum habis, mas yunus tetap memilihkan dan membelikan buku. hari-hari berikutnya, mas yunus akan mengabsen buku-buku mana saja yang sudah saya baca.
setiap hari, mas yunus juga tanya saya menulis apa, mengerjakan apa saja. apa hal produktif yang saya lakukan selain pekerjaan rumah yang rutin. oh ya, bagi mas yunus, memasak juga merupakan kegiatan produktif karena saya belajar. mas yunus selalu mendorong saya untuk tetap bertumbuh meskipun menjadi ibu rumah tangga. tidak jarang mas yunus mengirimkan tautan atau poster-poster lomba. “ayok Kica ikut ini.”
hampir tidak ada satu minggu yang dilewati mas yunus tanpa menyelesaikan sebuah buku. di tengah kesibukannya yang luar biasa, mas yunus tetap menyempatkan diri untuk memberi nutrisi akal dan hatinya. bahkan kecepatan membaca saya tidak bisa sebegininya.
mas yunus juga punya kecepatan bekerja yang super. skill multi-tasking-nya jempolan. selelah-lelahnya, mas yunus masih selalu menyempatkan membantu saya dengan pekerjaan rumah. entah menyuci atau menjemur baju, menyuci piring, membuang sampah, menyapu halaman, menanak nasi, bahkan memasukkan baju-baju ke lemari.
meskipun tampaknya mas yunus tidak menulis lagi, sebenarnya mas yunus menulis namun bentuknya saja yang bukan nge-blog. nyaris setiap kegiatan dengan lomba paper, poster, dan sejenisnya diikuti oleh mas yunus. akhir tahun ini dan awal tahun depan mas yunus akan berangkat ke dua negara–itu juga karena menulis. saking rajinnya, konsulen-konsulen mas yunus sering memberikan kode agar mas yunus menjadi staf di Unair saja kelak. saking rajinnya, mas yunus sangat sering sekali dimintai tolong seniornya untuk membantu penelitian, menulis tesis, dan lain-lain.
beberapa waktu yang lalu saya bilang sama mas yunus betapa saya iri dengan mas yunus yang masih bisa mengukir banyak sekali prestasi meski sibuk dan sering kelelahan. saya seperti tidak menyadari bahwa yang mas yunus lakukan selama ini adalah menyemangati saya untuk terus bertumbuh juga. bahwa kalau mas yunus yang waktunya sempit saja bisa, saya yang waktunya longgar tentu lebih bisa.
ada beberapa orang yang bilang bahwa setelah menikah, kebanyakan pihak perempuan harus banyak mengalah, harus sabar merelakan, ikhlas menukar masa depan. saya sendiri sempat berpikir demikian. namun ternyata, mas yunus membuktikan kepada saya bahwa dalam pernikahan, semua pihak punya hak dan punya kewajiban untuk bertumbuh. supaya kemudian keluarganya menjadi keluarga yang kuat dan keluarga yang hebat.
terima kasih ya mas, untuk semangat yang selalu begitu deras.
531 notes
·
View notes
Photo
saya membenamkan muka di balik bantal. saya nggak ingin nangis. tapi toh, saya nangis juga. malam itu adalah malam terakhir kami bersama. besok paginya mas yunus akan berangkat ke Jepang dan saya akan pulang ke Bogor. dua bulan lamanya mas yunus akan belajar di sana. tidak tahu apakah saat pulang Kakak sudah lahir atau belum. tidak tahu sampai kapan kami akan tinggal berjauhan–karena setelah Kakak lahir, saya akan menetap di Bogor sementara mas yunus sekolah di Surabaya.
di antara hal-hal yang paling saya takuti, sendirian adalah salah satunya. saya takut sendirian dan takut merasa kesepian. jadilah saya menangis, membuang muka, sedangkan mas yunus mengusap-usap punggung saya.
setiap akhir minggu selama di Jepang, mas yunus mengirimi saya banyak sekali foto sambil bercerita. juga, berbagai foto barang-barang untuk bayi yang dibelinya. setiap hari kami ber-video-call. dan adalah saat-saat yang menenangkan ketika kami hanya menatap satu sama lain, tidak bicara apa-apa, melepas kangen diam-diam.
ternyata dua bulan tidak berjalan selama itu. mas yunus pulang dan memberikan saya kejutan, berkunjung sebentar ke Bogor sebelum harus kembali belajar. Kakak? ternyata Kakak belum menunjukkan tanda-tanda akan lahir. saya pun diajak mas yunus tamasya ke Taman Safari–kami menyebutnya bulan madu. ini adalah kali pertama kami bisa punya waktu bersama seperti ini. tidak bisa lama, mas yunus harus segera ke Surabaya.
saya kontraksi hebat dan saat itulah mas yunus datang lagi. mas yunus ada di sana, menemani persalinan, mengadzani mbak yuna, ikut mendengar tangisnya yang pertama. keesokan harinya, mas yunus (lagi-lagi) harus segera ke Surabaya.
semalam mas yunus selesai operasi jam 1. saat memberi kabar, saya tengah mengganti popok mbak yuna. mas yunus lalu menelepon (video-call), menemani saya. matanya lelah, tapi hangat sekali. mas yunus tidak berkata banyak, hanya menemani. sampai mbak yuna disusui, sampai mbak yuna tertidur lagi.
dan begitulah. kadang dan sering, kami berdua hanya saling melihat satu sama lain melalui layar kecil, menahan sekaligus melepas kangen. perasaan itu tidak lagi dibicarakan agar tidak lagi menambah beban. lima sepuluh detik saling menatap, sampai-sampai air mata saya keluar sendiri. sampai-sampai kami mencari bercandaan supaya tertawa, atau memilih menyudahi video-call-nya, agar tidak usah menjadi-jadi.
entah siapa yang sesungguhnya lebih tersiksa. seorang Bapak yang harus pergi belajar meninggalkan keluarganya, tinggal sendirian di rantau sana–atau seorang Ibu yang ditinggal suaminya, sendirian mengurus anaknya. sambil dua-duanya, menahan kangen setiap hari dan setiap malam.
bagi kami ini tetap anugerah. bisa saling menyabarkan dan saling menguatkan adalah anugerah. kami beruntung harus menjalani ini, kami yakin ini akan menguatkan kami. mas yunus selalu hadir untuk saya. jauh atau dekat, dirinya ada di samping saya, bersama saya. saya pun demikian.
semoga Allah selalu menjaga hati kami berdua, bertiga. semoga Allah menjadikan setiap rindu sebagai pahala.
448 notes
·
View notes
Text
sengaja di simpen siapa tau harus ldr an kapan gitu ga tau wk
“uti, Ibu nggak papa kalau kamu berangkat S2. sungguh, mumpung yunus tahun-tahun pertama kedua. mumpung yunus sibuk banget, nggak papa kamu sibuk juga. yunus juga kan mendukung.”
“nggak bisa Bu. kalau mas yunus punya pekerjaan yang bukan residen saja, nggak ilok (nggak pantes) istri ninggalin suaminya. apalagi mas yunus residen. justru karena mas yunus sibuk banget, harus ada seseorang yang jadi support system-nya. paling enggak untuk hal-hal mendasar kayak makan, baju, beres-beres, mas yunus nggak usah pusing. semua residen yang berhasil punya support system yang kuat Bu.”
“bener sih. kata yunus pernikahan residen itu memang rawan. apalagi kalau dua-duanya residen atau yang bukan residen nggak pengertian. tapi tentang keperluan sehari-hari yunus, itu bisa Bapak sama Ibu yang urus. kalau kamu nggak S2, bapak ibumu gimana?”
“kan saya yang punya tugas mengabdi sama mas yunus Bu. tugas mas yunus mengabdi sama Ibu. Ibu Bapak nggak usah repot. nanti saya bilang pelan-pelan sama orang tua saya. saya akan tetap S2 kok Bu, tapi nggak di luar negeri.”
“terus kantormu gimana? Ibu tuh kepikiran kamu terus jadinya.”
“nggak papa kok Bu. namanya juga menikah, kalau perempuan kan diminta. staf saya canggih-canggih kok Bu, nanti kami bikin telekonferens di Surabaya.”
“iya ya. Ibu dulu punya teman dokter yang sibuuuk sekali. sampai Ibu mikir, itu gimana keluarganya ya? eh sekarang yunus malah jadi kayak gitu. kamu sabar selalu ya.”
“insyaAllah Bu. kemarin-kemarin sempet kaget sekali sama perubahan ini. tapi itu semua karena kami masih meraba-raba kehidupan residen seperti apa. sekarang saya sama mas yunus sudah lebih paham, lebih menghargai waktu-waktu kami bisa berkomunikasi.”
“iya. yang penting kamu berprasangka baik terus ya. Ibu aja telepon nggak pernah diangkat.”
“sama Bu. saya teleponan sama mas yunus hanya semenit sehari. itu cuma bangunin sholat shubuh.”
“jangan sebel ya kalau nggak dikasih kabar. doakan saja dan bersyukur kalau dikasih kabar.”
“iya insyaAllah Bu. saya baru-baru ini belajar. menjadi dokter itu bukan memilih pekerjaan, bukan memilih profesi, melainkan memilih gaya hidup dan cara hidup. apalagi kalau kepala keluarganya yang dokter. apalagi kalau lagi residen. berarti semuanya, ya istrinya ya anaknya, ya keluarganya keluarga istrinya, harus siap dengan cara hidup dokter.
mas yunus jadi residen dan di Surabaya itu keputusan saya sama mas yunus Bu. jadi kami sama-sama tanggung jawab. mas yunus berjuang untuk cita-citanya, saya berjuang untuk mas yunus.”
“kalian baik-baik ya. kalau ada apa-apa bilang sama Ibu. urusan persiapan pernikahan sama Ibu saja langsung, yunus biar tinggal datang.”
“iya Bu. saudara dua pupu saya ada yang residen juga dan sudah menikah Bu. besok paginya akad, baru tengah malamnya dia datang. habis akad resepsi, balik bertugas lagi. nggak pakai pengajian, siraman, midodareni. nggak pakai bulan madu. jadi saya berasumsi kalau mas yunus juga sama, nggak akan punya waktu sama sekali.”
“uti, untung ya yunus ketemu kamu. untung yunus nggak berangkat ke Amerika dan ketemu kamu. untung waktunya tepat sekali, pas sebelum yunus residen.”
“untung saya ketemu mas yunus Bu,” Allah baik banget.
“yunus nggak akan nemu lagi yang mau mengerti yunus semau kamu. yang mengerti yunus semengerti kamu.”
lalu pecah tangis saya. ah Ibu……….
148 notes
·
View notes
Text
“waktu yunus SD, Ibu pernah ajak yunus belanja ke matahari. terus dia ngeliatin mainan-mainan. dipegang satu-satu. Ibu bilang, ‘ayo beli mainan. pilih satu saja tapi ya.’
yunus terus ngeliatin harga mainannya satu-satu. Ibu bilang, ‘boleh pilih yang paling bagus menurut kamu.’ tapi yunus malah pilih yang paling murah.”
uti dalam hati: mas yunus SD sudah sedewasa itu, tak mau merepotkan orang tuanya. sedangkan uti SD serewel itu, nangis-nangis kalau ketinggalan serial jin dan jun. atau kalau ketiduran sehingga bablas mengamati hujan meteor.
“waktu SD itu, yunus rangking 1 terus. cita-citanya jadi ilmuwan. senengannya baca buku. apa saja dibaca.”
“jadi astronot ya Bu?”
“iya. tapi yunus juga pernah bilang, mau jadi dokter. waktu itu malah lebih kecil lagi. mungkin kelas 1 SD. ceritanya, mbak isdah yang jagain yunus sakit. yunus itu sayaang sekali sama semua orang. termasuk mbak isdah. tiba-tiba yunus nyeletuk, 'kalau sudah gede aku mau jadi dokter. biar bisa ngobatin mbak isdah.’
Ibu kok terharu dengarnya. nanti nikahan yunus, mbak isdah pasti Ibu undang.”
uti dalam hati: mas yunus SD sudah sebaik itu sama orang lain. sedangkan uti SD seegois itu, cita-cita kecilnya adalah menjadi kasir tol–karena dikira uang tol yang dikumpulkan kasir tol menjadi miliknya. cita-cita kecilnya menjadi orang kaya.
lalu Bapak yang bercerita, “iya. dari kecil anaknya sudah begitu mbak. waktu masuk SMP Bapak mengantar yunus mendaftar. terus ada ramai-ramai di sekolah. ternyata orang-orang sedang daftarin anaknya kelas akselerasi. Bapak tanya yunus mau coba nggak. yunus mau, nggak taunya keterima. nilainya memang bagus. yunus itu NEM paling tinggi se-SD.
waktu masuk kuliah juga ya Bu? yunus ditawari macam-macam beasiswa. ada dari Telkom, President University, Gunadarma. kalau sekolah di sana, gratis sampai lulus.”
uti dalam hati: glek. uti pernah sih jadi ratu-ratuan perpisahan pas SD, karena NEM tertinggi juga. tapi semakin gede, nggak segitunya. boro-boro berprestasi.
lalu Ibu lagi, “terus yunus ditawari PMDK ke UI. yunus pilih fasilkom. beberapa hari kemudian, yunus daftar kedokteran UGM. dia memang ingin jadi dokter. ternyata, dua-duanya keterima.”
“oh ya Bu? saya nggak tau mas yunus pernah keterima kedokteran UGM.”
“iya. tapi yunus pilih UI karena masuknya jalur PMDK. katanya, kalau nggak diambil, kasihan adik-adik kelasnya. bisa jadi sekolahnya di-blacklist untuk PMDK. padahal di UGM bisa lebih murah kuliahnya. jurusannya lebih sesuai dengan cita-citanya. tapi begitu, yunus selalu mikirin orang lain.”
uti dalam hati: mas yunus…
“di fasilkom nilainya bagus-bagus padahal ya Bu? IP-nya hampir selalu 3,9. malah yunus juga belajar di UT (universitas terbuka). sudah lulus itu, yunus itu juga sarjana manajemen mbak,” kata Bapak lagi.
uti dalam hati: haah… mas yunus jaman kuliah bisa memanfaatkan waktu segitunya. uti jaman kuliah–mungkin ini masa-masa ternggak jelas sepanjang hidup.
“Ibu nggak marah Bu waktu mas yunus mau pindah kedokteran? kalau saya minta gitu ke ibu saya, pasti saya dimarahin. sudah 2 tahun kuliah…”
“enggak. Ibu percaya sama yunus. dari kecil, pilihan hidup yunus selalu memikirkan orang lain, apalagi orang tuanya. Ibu cuma mikir akan punya uang atau enggak. akhirnya Ibu beri yunus syarat. syaratnya harus kedokteran UI. kalau nggak UI, Ibu nggak ngebolehin.”
“terus diterima. kalau mas yunus nggak di kedokteran, mungkin saya nggak ketemu mas yunus,” kata saya hati-hati. takut salah.
“nggak juga mbak. kalau sudah jodoh, bagaimanapun caranya pasti ketemu kok,” Ibu tertawa dengan senyum yang sama seperti yang mas yunus punya.
“iya juga Bu.”
“selama kuliah yunus rajin sekali cari beasiswa. dapat macam-macam. sampai Ibu bilang, 'sudah nggak usah cari beasiswa lagi. kasih kesempatan yang lain.’
yunus lebih rajin cari beasiawa setelah lulus dan jadi dokter. yunus itu keterima fullbright juga mbak kemarin, selain LPDP. tapi Ibu bilang, kalau bisa spesialis lebih baik spesialis. s2-nya bisa kapan-kapan. meskipun kata orang, lebih bergengsi dapat beasiswa fullbright.”
“iya Bu. walaupun kuliahnya nggak di luar negeri, saya sepakat, lebih baik spesialis langsung. biar susah-susahnya duluan. dan ternyata spesialis di Unair juga langsung s2. alhamdulillah ya Bu.”
“iya. kata yunus pasti nanti ada kesempatan yunus sekolah atau kursus atau yang lain di luar negeri. katanya, mau perginya sama kamu. atau malah, nganterin kamu sekolah.”
uti dalam hati: mas yunus… huhu.
“yunus itu hidupnya selalu terencana mbak. di Unair sekarang, dia angkatan 2008 pertama yang jadi residen. bedah saraf lagi. yang lainnya paling muda 2007. itu bukan karena dia hebat, tetapi karena dia merencanakan, dan mengusahakan.
yunus juga bilang mau menikah di umur 26. pas umur 25, ibu tanya yunus sudah punya pacar belum. yang suka SMS Ibu itu pacar yunus atau bukan. yang suka kirim-kirim makanan ke rumah itu pacar yunus atau bukan.”
uti dalam hati: ada ya yang suka SMS Ibu dan ada lagi yang suka kirim makanan ke rumah? krak (suara hati retak ceritanya). kayaknya saya nggak sebaik itu. ._.
“suatu pagi Ibu tanya, yunus malah bilang, 'nah itu Bu yunus mau bilang. yunus sudah ke rumahnya, sudah ketemu orang tuanya, dan mau ngajak dia ke rumah kita. namanya Uti. keluarganya Jawa tapi tinggal di Bogor. orangnya sholehah dan sederhana. pokoknya Ibu pasti suka. yang ini sesuai sama keinginan Ibu.’
begitu katanya. Ibu sampai kaget karena nggak pernah ada nama Uti sebelumnya. ternyata sekarang umur 26, betulan akan menikah.”
uti dalam hati: ternyata mas yunus memang sesayang itu sama Ibu. mas yunus–bahkan–memilih calon istri, bukan memikirkan dirinya sendiri, melainkan memikirkan ibunya. mas yunus memikirkan siapa yang bisa merawat ibunya kalau ibunya tua.
“kamu tenang saja. walaupun yunus sekarang sibuk sekali, pasti yunus mikirin kamu. pasti punya rencana-rencana untukmu. dia hanya sering nggak bilang. disimpan sendiri sampai kejadian.”
uti dalam hati: mas yunus…
akhirnya uti jujur juga, “saya sering minder Bu. mas yunus hebat banget. perempuan-perempuan yang pernah ada di hidupnya mas yunus juga hebat-hebat. yang suka mas yunus banyak banget. yang patah hati mas yunus melamar saya, nggak tau berapa banyak lagi.
saya kadang mikir, ini salah nggak ya? saya jelek banget soal ini Bu, suka berprasangka. jangan-jangan mas yunus melamar saya karena sudah sampai di target umur menikah. jangan-jangan yang dipilih saya karena kebetulan keluarga saya Jawa. jangan-jangan mas yunus nanti suka sama perempuan lain. jangan-jangannya banyak Bu.”
“hahaha,” Ibu tertawa, “yang pertama, jodoh itu Allah yang menentukan mbak. kalau memang jodohnya yunus kamu, kamu mau gimana? yang kedua, yunus sayang sekali sama kamu. sekarang itu yunus sulit sekali komunikasinya dengan Ibu karena nggak punya waktu. tapi masih bisa komunikasi sama kamu kan?”
uti dalam hati: that moment when omg, ternyata mas yunus semengusahakan itu bisa menghubungi saya, menelepon saya, dan lain-lain. Ibunya saja sudah jarang dihubungi.
“yunus pasti jagain kamu. jagain kamu ada dalam rencana yunus, dan usahanya.”
uti dalam hati: mas yunus… huhu. mau akad besok aja boleh nggak? ._.
***
ceritanya saya masih tercengang dengan segala kebaikan yang melekat pada mas yunus. pantaslah kalau banyak yang mengejar-ngejar. orang baik (dan hebat) selalu menarik.
lalu bilang pada diri sendiri, “mas yunus nggak salah kok milih uti. mas yunus akan selalu bahagia bersama uti. janji.”
250 notes
·
View notes
Text
minggu lalu iDS dapat undangan untuk presentasi kejar.id di depan seluruh kepala sma yang akan ikut unbk (ujian nasional berbasis komputer) se-kota bogor. saya hadir bersama Ibu dan tim kami.
surprisingly, saya ketemu sama pak D. beliau adalah guru kimia saya di sman 3 bogor yang ternyata telah dipindahtugaskan menjadi kepala sman 9 bogor lima bulan terakhir.
pak D masih ingat saya–karena pak D ini kesiswaan dan saya termasuk “banyak ulah” selama sma. waktu sma, saya sampai pernah ke rumah pak D. *bahagia loh diingat sama guru meskipun karena nakal waktu itu. haha.
kami mengobrol banyak. saya seperti diwawancara lebih tepatnya. “jadi habis pertukaran pelajar kuliah di mana?” “sekarang kerja di mana?” “ada rencana s2?” saya jawab satu per satu. lebih banyak, sejujurnya saya promosi apa saja produk dan jasa iDS. “duh, mut, Bapak merinding. selalu bahagia kalau melihat murid-murid Bapak sukses. nanti tolong bantu Bapak ya mut ngerapiin lab dan jaringan sekolah.”
“jadi calon kamu orang mana?”
nah yang ini saya berpikir untuk jawab atau tidak, “lahir dan besarnya di jakarta Pak. tapi keluarganya dari jogja.”
“wah, sudah ada. sudah ada harinya?”
“iya Pak. insyaAllah kalau nggak sabtu minggu,” nggak-lah. saya bilang tanggalnya kapan. lalu Pak D semangat sekali bilang, “insya Allah saya datang ya mut.”
“Bapak mau cerita. Bapak sayang sekali sama istri Bapak.” saya tau apa yang akan datang selanjutnya–nasehat pernikahan. yang selalu saya dengarkan dengan sangat senang hati dan hati-hati dari siapa saja.
“dalam sebulan itu, mungkin Bapak cuma sekali nyendok nasi ke piring sendiri. selebihnya si Ibu yang nyendokin.”
oya?
“kalau Bapak mau mandi, si Ibu yang nyiapin anduk sama semua baju. bahkan odol udah diolesin ke sikat gigi.”
saya cengo.
“si Ibu itu paham sekali kalau surganya ada sama saya. caranya cari pahala nggak aneh-aneh, nggak neko-neko–melayani suami. baru melayani anak-anak, baru ngurusin diri sendiri. dsri bangun tidur sampai tidur lagi isinya melayani saya.”
“gitu ya Pak.”
“banyak perempuan yang ngedeketin Bapak mut. tapi semua Bapak tanggepin dengan senyum aja. nggak ada yang lebih baik dari si Ibu. kuncinya, jadi istri, memang harus melayani suaminya mut. laki-laki itu sangat egois. kalau di rumah dia nggak dapet suguhan minum dari istrinya, lalu di luar ada yang melakukan, wah itu sumber petaka. laki-laki mana yang nggak kelepek-kelepek disuguhin minuman. meskipun soal minuman itu cuma satu kebaikan yang dimiliki si perempuan di luar. dan satu-satunya yang nggak dilakukan istrinya di rumah. laki-laki mah gelap mata soal begituan.”
“iya Pak. ibu saya juga pesan begitu.”
“dan satu lagi, si Ibu nggak pernah minta. nggak pernah nuntut apapun. nggak soal uang, nggak soal waktu, nggak soal perhatian.”
wehe. duh saya demanding banget anaknya gimana dong.
“jangan sekali-sekali minta sama suami kamu. apapun yang diberikan, terima. sedikit atau banyak, terima. kalau suami lagi bosan dan menjauh dari kamu, biarin saja. tapi tetap tunggu dan tunjukkan kalau kamu selalu ada untuknya. kalau dia mendekat ke kamu, dekatilah lebih dari dia mendekat.”
saya manggut-manggut.
“laki-laki itu egois sekali, mut. perempuan yang harus mengalah. dan di sanalah surganya perempuan. sayangnya banyak perempuan yang nggak ngerti tentang ini jaman sekarang. kalau ada hubungan pernikahan yang gagal, misalnya laki-lakinya menikah lagi, nggak selalu laki-lakinya yang salah loh mut.”
hmm.
“laki-laki butuh istri yang cantik. tapi lebih dari itu, laki-laki lebih butuh istri yang melayani. kecantikan fisik selalu kalah sama pelayanan yang tulus.”
terima kasih Pak. insyaAllah saya nggak insecure lagi soal cantik nggak cantik. asal saya bisa melayani ya Pak.
“nah, banyak juga laki-laki yang nggak tau surganya.”
“apa Pak?”
“sedekah yang paling utama adalah kepada istri dan anak-anaknya.”
insyaAllah mas yunus tau tentang ini, kata saya dalam hati.
lalu rapat dimulai. selalu bersyukur setiap mengobrol tentang hidup dengan guru-guru yang sesungguhnya memang guru. ternyata di bumi manapun, menjadi guru adalah menjadi teladan dalam segala aspek kehidupan.
486 notes
·
View notes
Photo

Ibu, terima kasih sudah mengandung, melahirkan, menyusui, mendidik, dan menjadikan mas yunus mas yunus yang sekarang. Bapak, terima kasih sudah mendidik, menyekolahkan, mendoakan, menjadi teladan, dan memperjuangkan mas yunus sampai mas yunus menjadi mas yunus yang sekarang.
terima kasih sudah menjadi sebab hadirnya seseorang yang sabar hatinya seperti langit–berbatas tapi nggak bertepi. mbak juga, sayang Bapak Ibu.
86 notes
·
View notes
Text
ulang tahun Bapak
assalamualaikum, Kakak. bagaimana kabarnya di perut? semoga Kakak sehat selalu ya.
Kak, hari ini Bapak ulang tahun. Bapak ada di sebelah kita sekarang, tapi Ibu nggak berani bangunin buat bilang selamat ulang tahun. Bapak habis jaga semalam, pasti Bapak capek sekali.
Kakak, tau nggak? Bapak bahagia sekali mau ada kamu. kelak kamu adalah hadiah ulang tahun seumur hidup untuk Bapak. Ibu yakin gitu, Kak, meskipun Bapak nggak bilang.
sekarang Bapak lagi sekolah, Kak. Bapak sibuknya luar biasa, capeknya luar biasa. tapi itu juga untuk kita dan Eyang-Eyang. jadi, kita harus sama-sama kuat ya, Kak. untuk mendukung Bapak, untuk mendoakan Bapak. semoga Bapak bahagia dengan semua yang dilakukannya. semoga ini menjadi pahala untuk Bapak, jadi pahala juga untuk Ibu sama Kakak (dan Adik nanti).
maafin Bapak ya, Kak, kalau Bapak sering nggak ada. tapi Bapak selalu ada, Kak. di hati Ibu.
sehat dan kuat selalu ya, Kak. Ibu sayang Kakak.
200 notes
·
View notes
Photo


“siapa yang mau jadi putri?” kata ibu kepada saya dan adik perempuan saya sewaktu kami masih piyik.
“aku, bu, aku!” kami berdua menyahut, berjingkat-jingkat, sambil menunjuk langit-langit.
“alhamdulillah…. nah, para putri itu selalu pandai keputriannya. memasak, menjahit, merajut, menyulam, menata rumah, merangkai bunga, menata meja makan, melayani tamu, berdandan, pakai jarik (bawahan kain kebaya), juga memadupadankan baju. ayo, yang mau jadi putri, hari ini bantu ibu bikin kue, ya. supaya tambah pandai keputriannya.”
“HOREEEEE!!!”
***
dalam kamus ibu, para putri bukanlah gadis-gadis cantik mulus kinclong yang tidak pernah menyentuh sapu, apalagi yang suka teriak-teriak menyuruh pembantu. dalam kamus ibu, para putri adalah siapa saja yang pandai keputriannya.
semasa SD dan SMP, saya tumbuh dengan kepercayaan bahwa perihal keputrian ini jauh lebih penting dari kepintaran di sekolah–untuk bisa menjadi seorang putri. pada lomba-lomba antarsekolah, saya pun beberapa kali menjadi wakil sekolah untuk mata lomba menyulam, menjahit, bahkan merangkai bunga. alhamdulillah pernah menang. :P
selanjutnya setiap lebaran, saya dan adik saya mengadon kue kering sendiri. tahun ini rekornya, kami mengepan tujuh kue dalam dua hari. ceritanya untuk antar-antaran halalbihalal.
terima kasih ibu, karena meneladankan bahwa pekerjaan rumah dan pernik keputrian bukanlah tugas upik abu, apalagi hukuman atas sesuatu. melainkan kesenangan, kebahagiaan.
“perempuan itu harus mau masak. bisa nggak bisa, harus mau dan melakukan. karena, masakan seorang ibu selalu jadi kebanggaan anak-anak. masakan seorang istri selalu jadi kesayangan suami.”
135 notes
·
View notes
Photo

assalamualaikum anak sholehah, sedang apa di perut Ibu? masih betah ya di dalam sana? nggak papa, Kak. insyaAllah Bapak sama Ibu sabar menunggu. Kakak sangat berarti untuk Bapak Ibu. semua yang sangat berarti selalu layak ditunggu.
Kakak, nanti kalau Kakak sudah besar, Kakak akan menemukan rintangan-rintangan dalam hidup. ujian-ujian, cobaan-cobaan, tantangan-tantangan. sama seperti sekarang–rintangan untuk keluar dari perut Ibu. saat-saat itu, Ibu sama Bapak mungkin nggak selalu ada, Kak. tapi Allah selalu ada. Allah selalu ada di mana-mana, lebih dekat dari Ibu, lebih dekat dari apapun. Kakak nggak perlu khawatir apalagi takut. Allah sudah janji bahwa setelah setiap kesulitan selalu ada kemudahan.
Kakak, Ibu dan Bapak minta maaf kalau keluarga kita penuh dengan ketidakadaan, ketidaknyamanan. Bapak kerap jauh dari kita. Ibu kerap sibuk dengan urusan-urusan pekerjaan yang adalah untuk keluarga kita, Kak. seringkali, kemudahan memang perlu diperjuangkan–tidak datang tiba-tiba. Ibu dan Bapak nggak akan pernah bisa ngasih Kakak kemudahan–yang ini datangnya hanya dari Allah. Ibu dan Bapak hanya bisa mengajarkan caranya berjuang agar kemudahan selalu menyertai kita. kita akan berjuang sama-sama, Kak.
di keluarga kita, semuanya adalah pejuang. di keluarga kita, semuanya berjuang untuk menjadi kuat. dengan menjadi kuatlah kita bisa menjadi hebat. Kakak juga.
ikhlas, sabar, dan bersyukur selalu ya, Kak. Bapak Ibu ridho dan ikhlas. semoga Allah juga ridho sama kita. Bapak Ibu nungguin Kakak, kok. Bapak janji akan berusaha supaya bisa hadir saat Kakak lahir. selamat dan semangat ndusel-nduselnya ya, Kak.
Bapak Ibu sayang Kakak. selamat dan semangat berjuang.
340 notes
·
View notes
Text
tinggal kami berdua, ditemani jam yang detaknya seakan lama sekali. Ibu dan dek Ute sudah pulang sedari jam 1 pagi. Ayah yang baru tiba dari Jember sempat menengok jam 3. sedangkan Bapak Ibu, pulang jam 4 karena harus bekerja.
“kica, ayok jongkok. semangat ya sayang,” mas yunus mengusap-usap pinggang saya. “mas yuk, mas. gosokin punggung kica. semangat, bentar lagi kita ketemu Kakak,” saya mengatur napas sambil mempraktikkan segala gerakan yoga. selimut berubah fungsi menjadi matras. birth ball sudah tidak lagi saya pakai sebab sejak jam 3, saya minta dipasangkan infus.
sudah dua malam saya tidak tidur. sudah berminggu-minggu saya tidak benar-benar tidur. tiga hari sebelum shubuh itu, saya disarankan dokter untuk menjalani operasi sesar saja. pasalnya, usia kandungan saya sudah hampir melewati HPL, berat badan dan kepala janin besar, ketuban sudah mulai pas-pasan, dan posisi kepala janin saya menyamping bukan menghadap ke bawah–yang mengakibatkan persalinan normal dengan induksi berisiko mencederai kepalanya. juga, sudah berminggu-minggu saya mengalami kontraksi palsu. Kakak belum menemukan jalannya. posisinya masih “tinggi” dan “jauh”.
hanya ada satu doa yang kemudian tak lepas dari lidah kami. “allahumma yu'assir walaa tu'assir” yang kemudian menjadi ide sebuah nama: yassira. “mas, semoga Kakak diberi kemudahan sama Allah. hanya Allah yang bisa memudahkan.”
hingga akhirnya, kontraksi sungguhan datang hari Sabtu malam. prosesnya lama, 14 jam dari belum pembukaan ke pembukaan 1, 8 jam dari 1 ke 2, 8 jam lagi dari 2 ke 4. berkali-kali saya nyaris menyerah di tengah jalan. bukan karena sakit yang tidak lagi tertahan, melainkan karena saya begitu kelelahan–belum tidur bermalam-malam, belum makan karena khawatir harus operasi sesar dadakan–dan karena selama proses pembukaan saya terus berolahraga untuk membuka jalan.
entah bagaimana, Allah tidak membiarkan saya menyerah. malaikat itu namanya mas yunus. mas yunus menemani saya melewati setiap rasa sakit yang mendera. “kica semangat. ayok jongkok. mendingan sakitnya bermanfaat daripada sakitnya tambah lama.”
berkali-kali mas yunus menghangatkan handuk untuk mengompres saya, memberi saya minum dan segala asupan yang menguatkan, menemani saya bahkan ke kamar mandi, membacakan ayat-ayat suci, juga memeluk dan mencium kening saya sesekali, membesarkan hati.
pagi itu membekaskan moment of truths tentang bagaimana mas yunus sangat menyayangi saya. tentang bagaimana Ayah Ibu dan Bapak Ibu juga, sangat menyayangi saya. doa-doa saya akan kehadiran mereka dikabulkan Allah.
satu jam. setelah dinyatakan lengkap pembukaan–setelah 36 jam menjalani kontraksi–butuh satu jam untuk melahirkan Kakak. waktu yang cukup lama karena posisi Kakak yang tinggi dan jauh. juga karena ukurannya yang cukup besar.
“bu bidan, dokter, sabar ya sama saya. saya bisa kok. tapi pelan-pelan,” saya gantian menyemangati para tenaga kesehatan. mereka mulai menghitung sudah berapa lama saya mengejan, sambil terus memantau detak jantung Kakak.
rasa mulas yang terakhir sudah hilang, namun di depan mas yunus terus menyemangati. di belakang, Ayah terus menyebut nama Allah. Senin, 6 Februari 2017 jam 9.37. mereka meletakkan Kakak di dada saya. suara tangisnya lantang, seperti suara Bapaknya.
“Ibunya hebat banget. dari kontraksi sampai dijahit cuma huh-hah doang,” seorang bidan mengacungkan jempol, lega. “iya. seandainya semua pasien gue kayak mbak ini,” sang dokter malah berkelakar.
Kakak diangkat, lalu diadzani oleh mas yunus sendiri. tali pusarnya juga mas yunus yang kemudian memotong. saya masih setengah percaya, mas yunus ada di sana.
adalah perasaan lelah–sangat lelah sampai-sampai saya tidak bisa lagi meringis. adalah perasaan bahagia–sangat bahagia sampai-sampai saya tidak bisa lagi menangis. sakitnya setara 22 tulang dipatahkan, namun syukurnya sampai ke 184 tulang lain.
semua orang bergegas mengerubungi bayi. tinggal mas yunus duduk di samping saya, menemani saya. tinggal kami berdua, ditemani jam yang detaknya sudah menjadi sangat cepat lagi.
jam 1 siang saya mencoba turun dari meja bersalin, latihan ke kamar mandi. tiba-tiba semua gelap, saya pingsan kelelahan. di sana ada mas yunus lagi, menjaga saya agar tidak terjatuh. begitulah mas yunus selalu–menjaga saya, jangan sampai saya jatuh.
kami sekarang memang bertiga namun entah mengapa begitu genap rasanya. meskipun mas yunus baru bertemu Kakak selama 26 jam saja, tidak cukup rasa syukur kami atas kehadirannya. Yassira Husna Kuntawiaji adalah doa kami berdua. kemudahan, kebaikan, dan nama belakang Bapak.
mbak Yuna, selamat berjuang bersama Ibu dan Bapak ya. semoga mbak Yuna senantiasa bersyukur dan bahagia, dilahirkan dalam keluarga ini.
436 notes
·
View notes
Text
tentang menjadi ibu: ada yang jauh lebih melelahkan daripada mengurus bayi, yaitu mendengarkan kata orang tentang mengurus bayi. ibu rumah tangga atau ibu bekerja, melahirkan normal atau sesar, ASI atau susu formula, bahkan dibedong atau tidak, pakai kaus tangan atau tidak, diberi bedak atau jangan. belum lagi dengan banyak sekali mitos seputar kehamilan dan kelahiran. mulai “minum minyak kelapa biar lahirannya gampang” sampai “jangan lupa bawa peniti biar nggak ketempelan”. dari yang masih setengah masuk akal sampai yang bisa-bisa merusak akidah.
sekarang saya mengalami–tak sekadar memahami–pergulatan-pergulatan tentang yang terbaik itu. tidak jarang saya berbeda pendapat dengan ayah ibu, bapak ibu, kakak/adik saya, atau malah dengan mas yunus. lebih tidak jarang lagi, perbedaannya membuat diri menjadi lebih lelah daripada mengurus bayinya.
bayinya susah pup, “ini ibunya makan aneh-aneh ya?” padahal belum tentu sakitnya karena makanan ibunya. bayinya keringet buntet, “aduh kasian, nggak diurusin sama ibunya.” padahal mandinya dua kali sehari. bayinya digigit nyamuk, “duh kok bisa sih? jadi bentol-bentol tuh.” padahal kan nggak sengaja. bayinya menjadi lebih kurus, “ini kurang nih mimiknya. ibunya gimana ini?” padahal emang bayinya aja yang lagi males mimik.
lelah–tapi itu kalau diambil hati. kalau tidak, santai-santai dan asik-asik saja. sayangnya, nggak semua ibu bisa menyikapi yang demikian dengan santai. apalagi kalau yang begini datangnya dari orang-orang terdekat.
setiap orang akan mendewasa dengan sendirinya ketika menjadi orangtua. pilihan yang diambil, sudah pasti yang menurutnya terbaik untuk sang buah hati. nggak mungkin rasanya ada ibu yang mau mencelakakan anaknya sendiri.
mungkin kita bisa saling membantu membuat para ibu setingkat lebih tenteram hidupnya, dengan tidak usah melontarkan komentar yang tidak perlu-perlu amat, yang salah-salah bisa membuat sang ibu sedih. apalagi melabeli orangtua seperti apa dirinya berdasarkan apa yang dipilih untuk anaknya.
menjadi ibu itu pengorbanannya luar biasa. dari yang kelihatan seperti begadang-begadang sampai yang tidak kasat mata seperti mimpi-mimpi yang kemudian diikhlaskan. mari kita saling mendukung para ibu supaya senang dan berbahagia, terlepas dari apa pilihannya untuk anak-anaknya. percayakan saja.
semangat yah para ibu muda! i feel you. ♡
472 notes
·
View notes
Text
#TulisanPesanan: Yang Kuingin, Bu.
1.
Di hari ulang tahunmu, Bu, aku ingin menyelamatkanmu dari pikiran-pikiran buruk.
Tentang kekasih yang pergi, harapan yang tanggal, atau sesederhana luka-luka yang enggan sembuh.
Sebab perihal yang sakit, ialah perihal yang mengajari. Dan tak perlu khawatir, genggam doamu selalu mampu lingkupi takutku.
2.
Di hari ulang tahunmu, Bu, aku ingin memusuhi waktu—sesuatu yang cepat ataupun lambat, kelak merebutmu dariku.
Tetapi, kita tahu; waktu selalu kalah melawan cinta. Semua berganti, semua datang, semua pergi, tapi cintamu tidak.
Dan sebodoh apapun aku, semoga mencintaimu jadi hal yang paling kumengerti, Bu.
3.
Barangkali maaf bukanlah kata yang cukup. Sebab kesalahanku seperti apapun yang jatuh dari langit dan membasahi kaca jendela—angka telah menolak menghitungnya.
Maka ajarkan aku, Bu, mengenali segala rasa senang yang belum sempat kausentuh.
Aku ingin jadi alasan air matamu turun sebab dada lelah menampung bulir bahagia. Aku ingin jadi seorang yang bangga, bisa memastikan senyummu selalu ada.
*
Yang kupercaya, Tuhan selalu punya hadiah bagi mereka yang disayangiNya.
Dan hadiahku, ialah menjadi putrimu.
Selamat ulang tahun, Bu.
Bahagiamu itu rasa syukurku.
*ditulis untuk Dewi Almira di ulang tahun ibunya. maaf untuk menunggu terlalu lama. semoga tidak membuatmu kecewa. Selamat ulang tahun, mamamu~ :)
Jakarta 06012015 17:02
157 notes
·
View notes
Text
Kasih Yang Memaafkan
“Siapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak dikasihi. Dan siapa yang tidak memaafkan, maka ia tidak dimaafkan.” (HR. Ahmad: 18447)
Am I very disappointed? Of course, I am.
Am I hurt? Yes, I am.
Did you lose my respect? I guess yes.
But, Allah loves me more than I do.
Dengan kesengajaan-Nya, saya dibuat berpikir dan disuguhkan beberapa pengingat. Allah gak mau saya ‘terjerumus’ dalam keakuan yang sebenarnya gak baik; menjadi seorang yang tidak mengasihi dan sulit memaafkan.
… dan Allah mengantarkan saya pada bacaan yang mengobati hati.
“Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (At-Taghabun: 14)
“Sayangilah mahluk maka kamu akan disayangi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan berilah ampunan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampunimu.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 239)
“Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai nama-namaNya dan sifat-sifatNya yang di antaranya adalah (sifat) rahmah dan pemaaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mencintai mahlukNya yang memiliki sifat tersebut.” (Faidhul Qadir 1/607)
Tapi, disebutkan juga kalau pemaafan dikatakan terpuji bila muncul darinya akibat yang baik, karena ada pemaafan yang tidak menghasilkan perbaikan.
Saya doakan saja yang terbaik, supaya ‘dia’ berubah menjadi ‘lebih baik’ dan saya juga. *Walaupun, masih agak sulit ‘menerima’ tapi insyaAllah, hati ini diteguhkan di atas ketaatan kepadaMu. Aamiin!*
Saya tahu masing-masing kita memiliki dosa *apalagi gue yang bejibun dosanya*, tapi saling mengingatkan kebaikan juga dianjurkan.
“Know that if people are impressed with you, in reality they are impressed with the beauty of Allah’s covering of your sins.” > self reminder juga untuk diri sendiri.
*basmalah dan istighfar*
18 notes
·
View notes