Tumgik
sitihrdnt-blog · 6 years
Text
Tumblr media
Kamu manis, aku suka.
Bukan untuk poto di atas.
0 notes
sitihrdnt-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
Perempuan dan rahasia. Di bungkamnya semua kata yang membebat asa. Entah kenapa atau biar apa, aku tak benar-benar tahu. Mungkin karena perempuan dan rahasia itu istimewa? Pun dalam diam, banyak harap yang tak terungkap. Aksara yang hanya mampu berkeliaran dalam kertas usangku, Ya. Tulisan ini barangkali tak akan pernah sampai padamu. Aku dari sebagian perempuan lain barangkali memang egois, Ingin diketahui keberadaannya, tapi enggan memberi tahu lokasinya. 23:59-23 Januari 2017
1 note · View note
sitihrdnt-blog · 6 years
Text
Berkenalan dengan Si Digital Native
Materi ini adalah materi yang saya bawakan dalam kuliah Whatsapp (Kulwap) bersama @infobubby yang dilaksanakan pada Rabu, 3 Januari 2018. Silahkan disimak, ya! Semoga bermanfaat :”)
Era Digital dan Anak-Anak Kita
Saat ini, kita hidup di tengah-tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat setiap harinya. Sebut saja gadget, hanya dalam hitungan bulan atau bahkan minggu, seri-seri terbaru keluar dengan fitur yang tentunya semakin canggih. Hal ini berdampak sangat banyak pada berbagai aspek kehidupan, terutama secara sosial yang pada akhirnya mengubah bagaimana kita menjalani keseharian, seperti misalnya dalam berinteraksi, berkomunikasi, bekerja, dan lain-lain.
Bagaimana dengan anak-anak kita, apakah mereka juga terdampak perkembangan era digital ini? Tentu saja! Saat ini, anak-anak kita di usia berapapun sangat akrab dengan gadget. Mereka bahkan bisa lebih cepat mengerti bagaimana caranya mengoprasikan gadget daripada kita orangtuanya. Sekali pegang, langsung mahir dan mengetahui banyak hal soal gadget. Berbeda dengan orangtuanya, yang meskipun masih berusia muda, tapi terkadang memang butuh waktu untuk beradaptasi dengan penggunaan gadget. Mengapa bisa demikian? Karena mereka adalah digital native.
Digital Native
Menurut Prensky (2011) dalam jurnal berjudul “On The Horizon” yang diterbitkan oleh MCB University Press, anak-anak kita yang lahir di era ini dan sudah terpapar teknologi sejak lahir disebut sebagai digital native. Tak hanya sejak lahir, bahkan ketika masih di dalam kandungan pun mereka sudah terpapar penggunaan gadget, misalnya dengan adanya orangtua yang memposting foto USG, merekam peristiwa melahirkan, dll. Sebagai digital native, anak-anak kita biasanya akan cepat menerima dan menangkap informasi, bisa melakukan banyak hal secara paralel dalam waktu bersamaan, lebih suka dengan informasi-informasi yang disuguhkan dalam bentuk gambar, lebih berfungsi dengan baik ketika berjejaring dengan orang lain dan ingin mendapatkan apa-apa yang mereka mau dengan cara yang instant.
Digital Immigrant
Sebaliknya, kita adalah digital immigrant alias pendatang di era digital ini. Kita berada di masa peralihan, dari yang dulunya serba manual ke zaman sekarang yang seba gadget. Hal ini membuat kita mengalami gap generation alias perbedaan generasi dengan anak-anak kita sehingga timbul tantangan pengasuhan baru di era digital, sesuatu yang sedikit banyak bisa memicu timbulnya konflik.
Masalahnya, sebagai orangtua yang digital immigrant ini, kita seringkali ‘kurang gaul’ tentang dunia yang sedang dihadapi oleh anak. Kita memiliki keterbatasan pengetahuan tentang apa yang sedang hits di anak-anak sekarang, apa yang mereka sukai, mengapa mereka menyukainya, dan lain-lain. Hal tersebut bisa juga timbul karena kita tidak mau meluruhkan ego untuk sedikit bergeser posisi dan mulai menyelami dunia anak-anak kita. Coba, apakah bunda mengetahui apa itu mobile legend, GTA, hecker, dota, squishy, dan gem? Apakah bunda tahu video apa yang sering ditonton anak-anak di Youtube? Apakah bunda tahu situs apa yang perlu dikunjungi untuk mengajak anak belajar dan berkarya kreatif di internet? Apakah bunda tahu video berkonten negatif apa saja yang sering diakses anak? Apakah bunda tahu siapa saja vlogger atau Youtuber yang diidolakan oleh anak-anak? Acungan jempol untuk bunda-bunda yang tahu semuanya 😊
Potensi dan Resiko Era Digital
Bagaimana pun, era digital ini mengandung potensi dan resiko bagi si digital native kesayangan kita. Dari segi potensi, era digital ini memudahkan anak dalam mengakses informasi dan ilmu pengetahuan, mengasah kreativitas, berkarya dengan cara yang berbeda, serta berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan dunia maya seperti misalnya penggunaan media sosial. Telah banyak anak-anak yang menggunakan internet untuk hal-hal yang positif, yang bahkan bisa menjadi inspirasi untuk anak-anak lainnya, seperti misalnya Nara yang berjualan slime secara online sehingga saat ini sudah memiliki omset puluhan juta, Iqbal Coboy Junior yang menjadi brand ambassador sebuah platform belajar bernama Ruang Guru, atau juga keluarga Gen Halilintar yang aktif membuat konten-konten positif di Youtube.
Di sisi lain, era digital ini juga mengandung banyak resiko yang perlu diketahui dan diwaspadai oleh orangtua, seperti misalnya kecanduan gadget karena durasi penggunaan yang berlebihan, kecanduan games, konten negatif, cyberbullying, hate speech atau kata-kata kasar, dan yang paling parah adalah akses terhadap pornografi. Kabar buruknya, pornografi ini menyerang bahkan ketika anak-anak tidak dengan sengaja membukanya karena konten pornografi tersebut bisa begitu saja muncul lewat iklan/adds, game online, dan juga media sosial. Padahal, lama-lama pornografi akan dapat menyebabkan kecanduan yang berdampak pada kerusakan otak terutama bagian pre-frontal cortex. (Pembahasan khusus mengenai bahaya pornografi sepertinya akan lebih komprehensif jika dibahas dalam forum diskusi yang terpisah).
Digital Native Rentan Mengalami BLAST
Berdasarkan hasil riset yang selama ini dilakukan di Kakatu, banyak anak-anak terdampak resiko era digital yang ternyata ujung tombak masalahnya adalah karena mereka mengalami BLAST (bored, lonely, afraid/angry, stress, and tired). Mengapa? Banyak faktor yang memengaruhinya, seperti misalnya tidak dekatnya anak dengan ayah dan bunda, komunikasi di dalam keluarga yang tidak hangat dan tidak menyenangkan, beban belajar yang terlalu berat, seringkali tidak diterima perasaannya, dan rasa kesepian yang dirasakan anak akibat kurangnya kelekatan dengan orangtua.
Berkaitan dengan BLAST ini, kemarin seorang edukator di Kakatu mengabarkan bahwa ada seorang anak yang ditemuinya lalu ditanyanya mengenai cita-cita. Kemudian, anak itu menjawab ingin menjadi handphone. Bunda tahu mengapa? Jawabannya adalah karena anak ingin menjadi seperti handphone yang selalu diutamakan oleh orangtuanya, dibawa kemana saja, diajak tidur, dan selalu didekati ketika berdering. Miris, bukan? 
Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan Agar Bijak Mengasuh Si Digital Native?
Bangun komunikasi dan kelekatan dengan anak, seperti misalnya dengan lebih banyak menghabiskan waktu bersama, sering bertanya perasaan anak, mau mendengar cerita anak, dan mendampinginya dengan sepenuh hati.
Ajarkan anak kemampuan kontrol diri, seperti misalnya dengan selalu mengingatkan untuk menundukkan pandangan. Bisa juga dengan mengatakan, “Nak, meskipun ayah bunda tidak ada di dekat kamu, ibu guru juga tidak ada di sampingmu, tapi Allah mengetahui semua yang kamu lakukan sebab Allah Maha Melihat.” atau dengan redaksional bahasa yang lain yang biasanya dilakukan.
Pahami dunia anak. Ketahui game, video, media sosial, atau berita-berita populer yang sedang ramai dimainkan atau dibicarakan oleh anak. Tunjukkan pada anak bahwa kita juga tertarik dengan hal tersebut lalu beri pemahaman kepada mereka mana yang baik dan mana yang buruk.
Batasi durasi penggunaan gadget. Khusus untuk anak di bawah 2 tahun, sama sekali tidak boleh terpapar gadget. Jangan biasakan untuk memperlihatkan gadget saat anak sedang rewel atau tantrum.
Sebelum memberikan gadget kepada anak, diskusikan bersamanya tentang 3 hal, yaitu apakah gadget merupakan kebutuhan, apa tanggung jawab yang perlu dilakukan anak terhadap gadget yang notabene adalah milik orangtua, dan apa resiko yang mungkin akan dihadapinya saat memiliki gadget.
Gunakan aplikasi parental control yang dapat membantu untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku bergadget anak, misalnya Kakatu.
Dampingi anak dalam penggunaan gadget, jangan biarkan anak menggunakan gadget sendirian, di dalam kamar, dalam waktu yang sangat lama, dan tanpa pendampingan.
Bagaimana pun, era digital bukan untuk ditakuti atau dikhawatiri, sebab, selayaknya analogi rumah di tengah laut, kita tentu tidak mungkin mengurung anak kita di rumah. Sebaliknya, kita bisa mengajarinya berenang dan membuatnya percaya bahwa dunia ini aman baginya untuk belajar, bertumbuh, lalu berdaya.
Banyak sekali potensi baik dan potensi kreatif yg bisa dioptimalkan oleh kita dan anak-anak di era ini. Maka jangan sampai pandangan kita terhadap hal itu menjadi kabur hanya karena kita terlalu takut akan resikonya.
Internet, games, dan era digital ini pada dasarnya netral. Maka, kuatkanlah anak, ajarkan kontrol diri, pahamkan bahwa ia selalu diawasi oleh Allah dalam setiap tindakannya, dan berilah ia kepercayaan untuk bisa berkarya dan berdaya di era ini.
Selamat belajar, selamat menjadi orangtua dan calon orangtua yang bijak di era digital. Sebab, selamatkan satu anak, selamatkan kemanusiaan 😊
___
PS: Untuk pertanyaan dan diskusi lebih lanjut mengenai tema ini, silahkan kirimkan via inbox Tumblr atau e-mail.
265 notes · View notes
sitihrdnt-blog · 6 years
Text
Part 2
Siangnya gue diajak tante Ita ke kebun belakang, wah parah sih gue baru tau kalo Ben punya budidaya bunga kamboja. Ngga terlalu besar, tapi cukup buat gue kesemsem pengen bawa pulang.
Tante Ita sibuk motongin batang pohon, Ben sibuk dengan pupuk komposnya dan gue kebagian buat nyemprot vitamin ke bunga yang baru mekar. Banyak yang gue pelajari, tante Ita juga nggak pelit ilmu. Ben sesekali jailin gue dengan pupuk di tangannya. Gue ngedumel, jijik. Tante Ita belain. Yes.
Sebelum dzuhur, tante Ita ijin duluan karena mau ke rumah kerabat yang ternyata anaknya sendiri, alias kakanya Ben. Mbak Binar. Beliau baru aja melahirkan 4 bulan yang lalu, jadi kadang masih suka kagok kalo ada apa-apa berkaitan si dedek bayik. Awal awal lahiran, tante Ita hampir seminggu pertama nginep dirumah Mbak Binar. Itu yg gue tahu dari Ben, maklum si jomblo itu tiap hari nyerocos mulu bahas ponakan barunya.
"Liat deh gue jadi om sekarang" katanya sumringah sambil liatin poto ponakannya.
"Iye" jawab gue malas, keseringan.
"Gue serius, Ki. Lu mah ih"
"Apaan sih Ben? Gue kudu gimana? Ini bukan yang kedua tiga kali lu cerita. " sembur gue, gemas.
"Iya.. Iya maaf ya sayang" kata dia. Gue mendelik.
---
"Ki, lu tau nggak kenapa mama buat budidaya ini?" tiba tiba Ben memecah keheningan. Gue masih nyemprotin vitamin ke bunga yang baru mekar.
"Kenapa gitu?" balas gue seadanya.
"Jadi bokap gue itu suka banget sama bunga kamboja ini, gatau kenapa. Mungkin karena biasanya ada di kuburan kali ya. Jadi selalu ngingetin papa kalo hidup di dunia itu sementara. Sebelum papa meninggal awal gue masuk perkuliahan, papa sempet pengen bikin budidaya. Tapi karena masih sibuk sama kerjaan kantor, jadi sampe akhir hayatnya nggak kesampean. Makanya dua taon lalu, selepas sembuh dari kesedihan akibat kepergian papa, mama akhirnya bikin budi daya ini. Kata mama, biar inget terus sama papa. Biar ngerasa deket terus sama papa dan tentu ngewujudin kemauan terakhir papa" kata Ben panjang lebar.
Gue terdiam. Ngelirik Ben, dia masih sama kaya tadi. Ngurusin pupuk kompos untuk benih kamboja yang baru. Tanpa beban, padahal ceritanya barusan bikin gue merinding. Sedih sekaligus haru.
Iya, Ben kehilangan bokapnya awal masuk perkualiahan. Sebulan sebelum uts dan kenaikan semester dua. Dulu gue belum sedeket ini sama Ben, tapi gue tau Ben. Mungkin karena hal ini juga yang membuat gue "click" ama doi. Mungkin ini juga yang membuat Ben tau apa maksud dan apa yg gue rasain tanpa gue perlu banyak bicara.
"Romantis yaa..." jawab gue, refleks. "Lu gpp, Ben?" sambung gue cepat.
"Kenapa? kenapa?" tanya dia sambil nengok ke arah gue.
"Oh yaudah.. " jawab gue males. Bego banget gue khawatirin doi, mukanya tanpa dosa. Malesin.
"Yailah Ki, gue udah ikhlasin semua. Gue sayang bokap, tapi gue yakin kepergian bokap pasti yang terbaik. Kalo bokap masih bareng gue, mungkin bakal ada apa apa atau kenapa kenapa. Makanya Tuhan ngambil bokap." kata dia, meyakinkan. Ralat, menghargai kekhawitran gue.
"Iyeee...mungkin karena itu nyokap lu ga nikah lagi ya? " ah kenapa malah nanya gitu sih. Kan makin panjang ntar.
"Gue ama mbak Binar nggak larang mama mau nikah lagi, apalagi gue."
"Lu nggak apa apa emang punya bokap tiri?"
"Yailah Ki. Dibanding semua itu gue lebih ngga tegalah nyokap sendiri rumah. Gue kuliah luar kota, mbak Binar sama suaminya. Ya walau cuma beda komplek doang dan sering maen kesini juga. Cuma kan.. Tapi hebatnya nyokap nolak dengan keras"
Iya, untuk yang satu ini gue ama Ben emang beda banget. Kita punya sudut pandang yang berbeda. Tapi gpp, gue sama Ben tetep saling menghargai. Ah, seandainya gue bisa kaya lu Ben.
"Lu bersyukur punya nyokap setia, Ben" jawab gue pelan setelah sekian lama terdiam. Tidak ingin melanjutkan.
"Iyalaaah, nurun ke gue nih" kelakar Ben. Doi paling jago ngerubah suasana.
"Najis lo"
"Hahahaha..."
"Tapi Ben, btw nyokap lu gpp ninggalin kita berdua doang di rumah? "
"Nyokap percaya ama gue, gue mah anaknya baek. Justru yang harus dikhawatirin ya elu. Elu jangan apa apain gue, Ki." kata Ben dengan nada so ketakutan.
"Gue tampol ya lu" sambil melayangkan tutup ember ke arah Ben.
" Hahahaha.." dia ketawa menang. "Artinya nyokap udah percaya ama lu, Ki" tambah dia.
"Oh.. " jawab gue sambil membelakangi dia, kembali sibuk dengan entahlah.
"Itu artinya lu udah masuk seleksi calon mantu, Ki" sambung Ben kemudian, setelah hening sejenak.
"Apaan sih lo" kemudian gue diem. Males perpanjang.
"Lah Ki, lu ngapa. Muka lu merah gitu. Hahaha.. " tiba tiba Ben ada di depan gue, dari kapan?
"Apaan sih lo"
"Lah ngambek. Hahahaha" Ben seneng banget bikin gue ngambek emang.
"Iiiiih apaan sih lo" kata gue kesel "gue cuma nggak suka becanda tentang pernikahan" sambung gue.
Ben terdiam. "Iya.. " kata dia sambil mendekati gue, mau ngelus ngelus kepala gue.
"BEN!" teriak gue. "Jorok tangan lu, sana jauh jauh dari gue" kata gue sambil ngedorong dia. Dia malah makin seneng, akhirnya kita kejar kejaran kaya film india. Menjijikan. Ben norak!
---
Eh lebih cepat dari yang diperkirakan ternyata. Hehe
Happy reading.
(6 januari 2018, 23:20 WIB)
0 notes
sitihrdnt-blog · 6 years
Text
"Minggu depan gue balik coy" kata dia santai.
"oh.. " kata gue "eh apa? Balik kemana? " sambung gue.
"Ke rumah lah"
" Loh, kok cepet amat? Katanya sebulan lagi?" rengek gue.
"Nyokap gue udah bawel banget, gue kagak enak juga. Udah kagak ada alasan gue disini. Udah kelar kan perkuliahan" kata dia santai sambil memainkan game yang sedang hits itu, mobile legend.
" Jadi lu mau bilang gue nggak bisa jadi alasan buat lu tetep stay? " pertanyaan itu menggantung dilangit langit kamar gue. Ngga terucapkan.
-----
Gara-gara satu project bareng di tugas salah satu mata kuliah, gue jadi sering bareng dia. Liburan semester tahun lalu gue juga liburan ke Bandung, ujung-ujungnya nginep dirumah doi. Kenalan ama nyokapnya, baik banget dan cantik.
Doi tahu gue ga bakal balik ke rumah, makanya dia nyaranin buat gue liburan aja ke Bandung. Gue iyain. Tentu. Selain dapet penginapan gratis, sarapan pagi gratis, gue nggak perlu ongkos ongkosan selama di Bandung. Yes, si aa ini akan selalu bersedia nganterin gue keliling Bandung, mau pagi, siang, malem atau dari pagi sampe malem.
"Besok kemana ya kita enaknya? "
"Busettt, kagak ada capenya ya lu. Besok mau jalan lagi? "
"Iyalah, mumpung gue disini kan kudu manfaatin moment"
"Pinggang gue pegel coy seharian nyetir, besok skip dulu lah. Besok maen di rumah aja ya."
"Ngapain di rumah? Gilaaa gue kan mau liburan coy disini"
"Besok lu bangun pagi aja udah, kita menjalani rutinitas di rumah ini. Lebih tepatnya rutinitas gue kalo lagi dirumah"
"Ebuset... Ogah ah"
"Iyain aja udah. Udah lama juga kan lu ga nikmatin suasana rumah" jawab dia polos sambil ngeloyor ke halaman depan, nyalain rokok.
Gue terdiam.
Paginya, gue bangun setengah enam. Mata masih sepet banget, gue lupa masih ada iler kagak. Biasanya sih ada.
BRUG!
"Woy, ngapain berdiri doang. Sana mandi" kata dia sambil ngelempar anduk ke muka gue.
"Anjritttt, sakit bego. Kagak ada manis manisnya ya lu ama cewe"
"Emang lu cewe? " kata dia ngeledek, bawaanya pengen gue timpuk balik. Baru aja gue mau maki-maki, nyokapnya tiba-tiba nongol dari arah yang ngga terduga. Nyapa gue. Gue gelagapan.
"Eh tante.. "sapa gue sambil nyengir. Asli, penampakkan gue buluk bgt tuh pasti.
"Eh Kia.. Udah bangun? Mandi sana. Nanti kita sarapan bareng ya sama Ben" ramah banget asli.
"Iya tante, ini mau mandi kok hehe" jawab gue.
Gue kelar mandi. Pake kaos oblong, sama celana kulot tiga perempat. Rambut digerai karena basah, dan cuma pake pelembab muka. Bener-bener berasa dirumah.
Gue nyamper ke dapur karena denger suara berisik dari sana. Bener aja, tante Ita sama Ben lagi di dapur. Tante Ita keliatan sibuk lagi ngaduk nasi goreng di penggorengan, sedangkan Ben nggak keliatan.
"Sini lu, belajar masak sana sama nyokap gue. Biar jadi cewe seutuhnya" kata dia so dewasa padahal mah nyinyir abis.
"Hahaha Ben, kamu ini nggak sopan. Maaf ya Kia, Ben emang anaknya suka gitu"
"Nggak apa-apa Tante, udah biasa hehe" gue tersenyum ke Tante Ita dan melempar mata sinis ke Ben. Doi buka kulkas dengan tatapan tanpa dosa.
Gue mulai memperhatikan Tante Ita, beliau juga meminta tolong untuk memotong sosis yang udah di siapkan diatas piring.
"Kamu kalo di Depok suka masak juga, Ki? " tanya Tante Ita.
"Nggak Ma, boro-boro. Dia mah jam tujuh udah bangun aja udah alhamdulillah"
"Eh.. " refleks gue ke arah Ben. Kalo dilanjut pengen ngatain balik bawaanya. Untung ada nyokapnya. Sialnya, dia punya dekingan. Huft.
"Hahaha, terus biasanya Kia makan apa? Beli terus ya?"
"Yailah Ma, dia mah makan aja masih syukur. Aku nih yang suka ditelponin tengah malem, minta anterin makanan gara-gara dia kelaperan berat. Ngancamnya bisa mati kalo ga makan malam. Ya gimana ga kelaperan berat, makan kalo udah laper banget" cerocos Ben.
Gue ngelirik Ben pelan, penuh tatapan membunuh. Manusia ini pengen gue bacok apa ya.
"Hahaha, pantesan neng Kia ini mungil-mungil gini badannya"
"Kagak ada semok semoknya dia, Mah. "
Si anjir! Gue melotot ke arah dia. Pisau ditangan kanan ini pengen gue hunuskan ke dalam jantungnya. Gue cabut dan biarin darahnya ngocor.
" Hus... Ben, nggak sopan kamu ini. Cantik ko neng, imut kaya orang orang korea itu."
Gue melempar senyum kemenangan ke arah Ben. Dia nggak nengok, lagi minum jus. So soan ga denger. Pengelakan, dasar norak!
"Tapi Ben itu tipe cewenya yang imut imut kaya kamu loh Kia" kata tante Ita menambahkan.
Terdengar sesuatu yang tidak seharusnya dikeluarkan, Ben batuk batuk karena keselek dengan jusnya yang nyembur tanpa babibu. "Iya tahu kok tante" jawab gue.
Dia nengok ke arah gue, gue so ga liat. Yes, gue menang!
---
Fiktif.
Karena seharian gabut, dipenghujung tidur setidaknya berharap ada faedah. Tenang, ini akan ada kelanjutan! Kalo mood, ha!
(Jakarta, 06 Januari 2018, 01:50 WIB )
0 notes
sitihrdnt-blog · 6 years
Text
Tumblr media
Kadang kadang aku bingung, katamu aku tidak pernah menuliskanmu dalam sajak-sajak selayaknya pria - pria yang kutemui sebelumnya. Kamu malah merajuk, padahal aku menulis hanya jika sedang galau. Sampai kamu memintaku membuatkan puisi tentangmu, kamu sukses membuatku bahagia. Tapi kamu memang tidak pernah tahu. Hebatnya, ketika kisah ini sukses membuatku galau, justru saat itu pula aku tidak bisa berkata-kata. Tidak tahu kenapa, terlalu menyakitkan mungkin? Mungkin.
Aku ini memang tidak tahu diri, masih ingin ini itu. Mau mencoba hal yang begini hal yang begitu. Layang-layang terbang dilangit, tapi selalu ada yang mengikatnya dibumi. Aku senang sekali, aku tidak perlu takut karena ada kamu yang menjagaku, kamu menarikku ketika benangku mulai kendor dan hendak putus. Percayalah, kamu adalah tempatku berpijak (lagi) dari antusiasku kepada dunia.
Sampai akhirnya aku menyadari satu hal, aku memang layang-layang yang terbang di langit. Tapi jika bersamamu, aku memang terbang dilangit. Langit-langit rumah,
Ada batasnya.
0 notes
sitihrdnt-blog · 6 years
Text
Tahun baru.
Satu satunya hal yang membuat gue suka tahun baru adalah, banyak orang-rame-bersuka ria.
Ya, gue seneng karena ngeliat orang seneng. Tumpah ruah di jalanan. Tapi, gue pribadi gatau sebenernya apa yang membuat mereka senang. Apakah itu karena udah melewati 1 tahun ke belakang? Ya iya kalo dijalani dengan baik, kalo ngga?
(yang penting hikmahnya, pembelajaran, dan pengalaman). Sayangnya, gak semua orang dengan mudah memahami semua ini.
Selamat tahun baru, 2018!
Apanya yang harus di selamati?
Tahun baru, bertambah usia-berkurang umur. Tahun baru, mendadakan satu babak baru sudah menanti, tuntunan hidup makin menjadi. Gue mikirnya ini adalah, peringatan!
Ini opini gue, gpp kalo ga setuju.
---
Diantara keriuhan ini, gue bahagia. Tapi, gue kehilangan makna...dan selebihnya hanya konformitas.
(Jakarta, 1 Januari 2018 - 00:12)
1 note · View note
sitihrdnt-blog · 6 years
Text
Tidak benar-benar sembuh.
Apa yang sedang aku lakukan selama ini? Apakah aku yang aku benar benar aku?
Bagaimana jika ternyata selama ini (tanpa disadari) aku sedang berkelit?
"kamu akan baik-baik saja", kataku seraya bercermin.
(Jakarta, 25 Desember 2017, 00:15)
0 notes
sitihrdnt-blog · 7 years
Text
puisi di ujung tanduk.
Puisi ini seperti tak bernadi, ia begitu hampa tak bernyawa.
Puisi ini takkan mampu dibawa penyair ke pementasan.
Tak seperti pesolek yang menggoda.
Di jantung kata nya, ia tak sedikitpun berdenyut.
Aku juga, ingin ku akhiri saja bait bait menyedihkan ini.
Tapi titik tidak bisa benar benar berhenti. Ia terus berdikari, seolah mencaciku.
Ia tahu betul apa yg akan kutulis, aku berusaha menghentikannya.
Puisi sialan!
Aku muak, kau membuatku terlihat lemah.
Dan...aku membiarkannya.
Hanya padamu, aku bisa jujur.
Puisi diujung tanduk, bawa aku pulang.
---
Titik.
(Depok, 9 Desember 2017, 23:15)
0 notes
sitihrdnt-blog · 7 years
Text
Kamu balas chatnya singkat banget sih, aku jadi semakin ingin menggodamu.
Jangan terlalu serius, aku hanya bercanda. Kamu pikir aku serius? Yes, aku menang!
0 notes
sitihrdnt-blog · 7 years
Text
Hai, aku rindu
Mungkin aku tidak
Aku tahu
Baiklah kalo begitu
Kamu tidak bertanya aku tahu darimana?
Untuk apa?
Oke, baiklah. Apakah kamu rindu aku?
Mungkin tidak
Kenapa mungkin?
Kamu mau aku jawab apa memang?
Aku tidak tahu, percakapan ini tidak benar benar menemukan jawabannya karena aku hanya sedang berasumsi sebagai kamu.
0 notes
sitihrdnt-blog · 7 years
Text
Judul, yang entah mauku apa.
Perpisahan selalu jadi kata yang klise,
Untuk sejauh ini gue belum menemukan perpisahan yang menyenangkan atau membahagiakan. Mungkin belum, atau tidak ada?
Tulisan ini sebenarnya semacam #selfreminder kalau pada akhirnya manusia khususnya gue, bakala sendiri (lagi). Seolah cermin yang yang memintaku berkaca bahwa pada akhirnya keabadian bersama manusia itu tidak ada!
Sebagai anak rantau, rasanya menyakitkan sekali ketika harus meninggalkan kampung halaman yang sudah bertahun-tahun menjadi ladang tempatmu hidup. Semua kenangan, kebiasaan, dan ke ke lain ada disana. Tiba-tiba kita harus memulai semuanya lagi di tempat rantau, memulai hidup baru, menyulam kenangan baru, dan ... Tanpa orang-orang tersayang. Tahu itu homesick, harus survive, adaptasi dan mungkin menyibukkan diri.
Waktu memang selalu senang bermain-main, ketika sudah nyaman. Dia lagi-lagi membunyikan jam dinding, waktu sudah habis, katanya! Kita diminta pulang, kembali ke awal.
Hal ini mungkin akan sedikit berbeda dengan temen-temen yang tidak merantau, tidak ketemu dikampus. Selesai. Tapi...kita, kita harus pulang. Meninggalkan rantauan. Diingatkan waktu, kalau kita hanya sementara. Kan kesel!
Jalanan menuju kosan, rasanya hambar banget. Jalan sekedar jalan, nggak bernyawa. Suasananya beda. Tempat makan biasa udah jarang di datengin, padahal pengen. Alasannya simpel, udah beda. Orang-orangnya udah gak sama, manusia-manusia sudah mengganti. Temen beli makan udah pulang ke kampung halaman, akhir bulan ini temen depan kosan juga mau pindah. You know what i feel? Sedih, coy. Haha
I know, waktu terus berjalan.
Dan waktu gue (pada masa ini) udah selesai.
Pada akhirnya, gue sadar satu hal. Rumah itu bukan darimana kita berasal, tapi tempat dimana kita nyaman.
* 24 Oktober 2017, sehabis hujan.
0 notes
sitihrdnt-blog · 7 years
Text
DALAM BUMI YANG SAMA,  DUNIA YANG BERBEDA
Ketika tulisan ini dibuat, pikiranku melayang kepada sosok guru fisika disekolah beberapa tahun lalu.
Terjemahin yang bener, world apa earth. Bumi itu satu, dunia itu banyak.
Kurang lebih seperti itu. Fisika adalah pelajaran yang disegani bukan karena pelajarannya yang susah tetapi gurunya juga. Beliau sering membacakan soal lalu random meminta muridnya menerjemahkan kedalam bahasa inggris. Ya.. sebelum peraturan itu dihapus, sekolahku dulu adalah sekolah rintisan bertaraf internasional yang mengharuskan muridnya menggunakan bahasa asing lebih banyak dibanding sekolah biasanya.
Tapi bukan disana permasahannya,yang terngiang sampai saat ini adalah: Bumi dan Dunia.
Dalam satu pijakan bumi yang sama, kita bisa hidup dalam dunia yang berbeda-beda. Bukankah setiap orang memiliki dunianya masing-masing?
Ya, manusia itu menarik. Manusia itu unik. Hidup itu lucu.
Lalu aku memiliki dunia ku sendiri, kamupun. Kita hidup dalam bumi yang sama, dengan dunianya masing-masing. Apapun itu..semoga duniamu membawamu pada kehidupan yang membuatmu lebih hidup tanpa melupakan dimana kamu berpijak.
2 notes · View notes
sitihrdnt-blog · 7 years
Text
Maafkan aku, diriku.
Lo nggak bisa maafin diri lo sendiri makanya masih terasa sakit ?
Lo nggak bisa maafin dia  makanya masih terasa sakit ?
Lo nggak bisa maafin perbuatannya makanya masih terasa sakit ?
Lo nggak bisa maafin keadaan makanya masih terasa sakit ? 
Dulu gue pernah berdebat sama temen gue tentang konsep diatas. Temen gue putus sama pacarnya dengan alasan yang tidak masuk akal. Normalnya seseorang yang putus, pasti ada moment dimana sedih tapi ingin mencaci maki itu ada. Perbincangan berlalu sampai pada konsep “memaafkan”. Gue bilang dia belum bisa memaafkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi,  dia bilang dia belum bisa maafin keadaan makanya terasa begitu menyakitkan. Perdebatan selesai, nggak ada yang kalah nggak ada yang menang.
Kata Sudjiwo Tedjo, kesia-siaan itu menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Sama aja. Kalo kata gue, kesia-siaan itu menasehati orang yang sedang patah hati. Bedanya yang jatuh cinta akan selalu berfikir positif, yang patah hati akan selalu berfikir negatif. 
Tumblr media
Yeah, you can forgive yourself now !
Jawabannya adalah memaafkan diri sendiri.
Entah kebetulan atau apa, gue rasa emang semua udah ada yang ngatur.Tugas akhir gue ngebahas forgiveness kalo di bahasa indonesia mah pemaafan atau memaafkan.
Berdasarkan teori forgiveness  menurut Baumeister, Exline, dan Summer (2000), forgiveness punya dua dimensi yaitu dimensi intrapsychic dan interpersonal. Gini penjelasan formalnya.
Intrapsychic merupakan keadaan yang terjadi di dalam korban, dengan cara menghilangkan perasaan marah, benci dan dendam dalam diri korban terhadap pelaku. Sedangkan interpersonal merupakan suatu cara untuk mengembalikan kembali hubungan ke kondisi awal yang sebelum terjadinya peristiwa menyakitkan, seperti korban melakukan hal-hal positif terhadap pelaku (memaafkan pelaku).
Paragrag diatas gue copas dari tugas akhir gue, karena males ngetik ulang. Jadi EYD banget gitu deh hehe. Tapi ngertikan maksudnya?  
So, coba deh lo bercermin liat diri lo disana. Peluk diri lo sendiri, bilang kalo lo berharga. It’s ok, no problem karena nggak semua bisa lo kontrol. Pada akhirnya lo BERHAK BAHAGIA. (Btw, ini kata Mas @Adjiesilarus penulis buku “Sejenak Hening”, praktisi mindfullnes melalui balasannya di blackberry messager)
Gue tahu,hidup emang nggak selamanya menyuguhkan apa lo mau, apa yang lo harapkan. Bisa jadi lo malah disuguhkan sama hal-hal yang duaarrrrrr.... gak pernah lo bayangin sebelumnya. Buat lo yang punya “sesuatu” itu, saat tulisan ini lo baca, gue jamin pikiran lo separuhnya melayag pada “sesuatu” itu. Gpp kok, wajar aja :)
Guys, sesungguhnya dengan gue menulis ini gue sedang tidak bermaksud menggurui kalian, gue juga nggak sedang lagi jadi so motivator. Tulisan ini adalah salah satu cara gue agar bisa “mengakhiri dengan damai”, ya...setiap orang pasti punya jalan hidup masing-masing.  Setiap orang juga punya cara nya sendiri menyelesaikan masalahnya, termasuk bagaimana dia “mengakhiri” nya.
Saat tulisan ini dibuat, ada dalam diri gue yang merasa menarik ulang “sesuatu” itu, nyatanya...ada dalam diri gue sendiri yang belum benar-benar bisa menyelesaikannya. Tapi ketika tulisan ini dibuat, diri gue yang lain mengeluarkan “sesuatu” itu, melepaskannya pelan...dan ada harapan semoga lo yang baca juga bisa “mengakhiriny dengan damai”. 
Gue bukan orang yang cepet deket sama orang lain, bukan orang yang suka gampang curhat juga. Menulis jadi media buat gue mengungkapkan apa yang gue rasakan. Dengan menulis gue nggak cuma melepaskan kesedihan itu, gue juga berharap gue bisa lebih baik lagi...setidaknya ketika suatu hari nanti gue lagi sedih dan baca lagi, gue bisa manggut-manggut mikir kok dulu gue bisa nulis gini dan jauh dari itu...gue berharap apa lo yang baca juga bisa buat lo lebih baik :)
HIdup begini adanya. 
1 note · View note
sitihrdnt-blog · 7 years
Text
Gue nggak tahu harus mulai darimana, dan sungguh gue disini sedang tidak ingin membela atau menyudutkan siapa-siapa. Tulisan ini hanya racauan atau pemikiran random gue doang.
Gue mulai dari sini…
Nikmat islam !!!
Gue pernah denger bahwa sebenernya dengan lo seorang muslim aja udah jadi nikmat. Ya berdasarkan apa yang gue tau juga, sebenernya setiap bayi yang lahir itu terlahir sebagai muslim, hanya saja….bagaimana lingkungannya mejadikan dia apa, disini konteksnya adalah orang tua ya. 
Jika surga untuk orang muslim, lantas bagaimana mereka yang menjadi kristiani? hindu? bundha? Dulu gue pernah baca salah satu buku, intinya jangan menghakimi seseorang atas apa yang tidak bisa mereka pilih. Mereka nggak bisa memilih terlahir dari rahim siapa, dengan warna kulit apa, siapa orang tuanya, termasuk apa agamanya. Lalu, gue suka bertanya (jauh ke dalam diri gue sendiri) dimana letak keadilannya? 
Sampai pada masanya gue berpikir, yaa gue muslim karena Alhamdulillah orang tua gue, lingkungan gue mayoritas muslim (Ya, nikmat islam !). Tapi bagaimana dengan temen-temen gue yang lain? KIta ketawa bareng-bareng, belajar bareng, maen bareng. Kita sama…tapi kita juga beda. Ada bagian dalam diri gue yang merasa entahlah…semacam sedih dan bingung. Ini bukan mau mereka. Kalo seandainya orang tua gue adalah orang Papua yang mayoritasnya nonmuslim, bisa jadi gue juga terlahir sebagai non muslim. Ya, nikmat islam!
Maka ketika tulisan tentang warisan itu viral, gue merasa ada yang bisa menerjemahkan kegelisahan gue ke dalam kata-kata - sedikit banyak.
Throwback sebentar…Perjalanan pencarian jati diri gue juga pernah sampai pada mempertanyakan Tuhan, bahkan diri gue sendiri. Kenapa ada beberapa keyakinan di bumi yang satu-satunya dan bersama-sama kita pijak ini? Muslim dengan Tuhannya mengangap surga hanya untuk kaumnya, Kristiani dengan Tuhannya menggap surga hanya untuk kaumnya, Hindu…Budha…dan semuanya. Apa hanya bumi kita yang satu, surga kita kelak berbeda-beda? Tuhan kita juga berbeda, dong ? Apa keyakinanmu…maka itu Tuhanmu.
Tapi gue tidak setuju dengan spekulasi dan pikiran gue sendiri!
Tuhan itu satu. 
Saat tulisan ini gue ketik, gue jadi inget sama salah satu teman gue yang cerita tentang Tuhan dan agama. Ya, agnostik! Agnostik itu berdasarkan pembicaraan itu yang gue rangkum adalah seseorang yang ngga percaya agama, tapi percaya Tuhan. Percaya Tuhan, tapi ngga percaya agama. Ya intinya sama saja.
Agama adalah semacam wadah dengan “keyakinan” nya sendiri, si A bilang surga milik agamanya, si B bilang merekalah yang terbaik. Maka, agama adalah semacam….ah gue lupa di katakannya apa. Eadah…? organisasi…? ( Lupa sungguh. Anggap aja bener wadah ya, jadi agama itu cuma wadah atau media yang berisi keyakinanan yang mereka buat (penganutnya). Maka, seseorang itu tidak memilih tapi PERCAYA Tuhan itu ada.Satu.
Duaaarrrrr hahahahaha  !!!!!!! Serius amat.
Biar gak tegang nyanyi dulu….Tuhan kita satu, kita yang tak sama. Lalalala~
Sekarang contoh realnya…
Pas gue SD temen gue semuanya muslim, kebanyakan memang orang-orang satu lingkungan rumah. Berbeda ketika gue mulai sekolah SMP dan sekarang gue kuliah, gue berada di lingkungan yang majemuk. Gue mulai mempunyai temen yang non muslim : Kristiani, Katholik, Hindu, bahkan yang nggak percaya Tuhan juga ada.
Mereka temen-temen gue itu ya seperti usianya, merek nggak bisa terlepas dari yang namanya pacaran. Sayangnya, cinta nggak bisa memilih kemana hati berlabuh. Banyak temen gue yang pacaran sama yang beda agama. Bukan hanya itu, yang harus digaris bawahi hubungan tersebut sudah berlangsung lama, bukan satu dua bulan,satu dua tahun….lamanya ngalahin cicilan mobil. Hmm.
Dilema pada akhirnya menjadi masalah terbesar, entahlah pilihannya siapa yang mau ngalah atau mereka yang kalah. Alias end, p u t u s. Gue tau banget gimana sulitnya mereka. Sahabat gue sendiri yang kayak gini. Sekitar tujuh tahun bersama pacarnya, bahkan kalo ditanya rasanya memang udah jadi kaya bagian dia. Pada suatu masa dia pernah bilang gini
“ Aku sama dia tuh emang nggak ditakdirkan bareng ti, padahal ada aja cara kalo mau bareng. Dia udah coba belajar ngaji waktu itu. Tapi mana ujungnya kita emang nggak bareng kan sekarang…ya emang bukan takdirnya”
Ya, kurang lebih gitu intinya walau ga sama persis. Kalo gak salah itu adalah perbincangan kita  setelah beberapa hari yang lalu dia sesegukan di pundak gue melepas kepergian pacarnya buat balik ke kampung halaman dan menikah. Miris.
Gue nggak tahu inti dari postingan ini apa, karena sebenernya gue cuma ingin menumpahkan apa yang ada di dalam pikiran gue. Bisa jadi lo setuju, atau nggak. It’s ok, no problem. Gue berharap jika ada positif yang bisa diambil bisa bermanfaat buat pembaca (kalo ada wkwk), kalo nggak ada yaudah gpp. Sekali lagi gue cuma pengen  menyampaikan saja.
And in the end…
Apapun agama lo, apapun keyakinan lo, gue percaya semuanya mengajak pada kebaikan. Maka jadilah orang baik, tetaplah berbuat baik. Semoga dunia senantiasa baik juga padamu … dan mengantarkanmu pada tempat yang baik (kelak).
Selamat pagi,
di Bulan Ramadhan 
20 Juni 2017-2:01 PM 
0 notes
sitihrdnt-blog · 7 years
Quote
Kamu tidak perlu kemana-mana, karena sebenarnya yang kamu hindari ada dalam pikiranmu
Hardianti (dalam imaginasi, 2016)
1 note · View note
sitihrdnt-blog · 8 years
Link
Saya mendengarkan " Untuk Dikenang-Various Artists ". Nikmati musik di JOOX! (#JOOX)
0 notes