Text
#selfreminder
Untukmu diri,
Sering-seringlah bertanya apa kabar imanmu?
Pernahkah begitu nelangsa terbangun di kala adzan shubuh sudah berkumandang. Hilang sudah kesempatan untuk tunduk sujud bermesraan di sepertiga malam.
Kemudian, tergesa-gesa membersihkan diri untuk menuju masjid. Sesampainya di sana, iqamah pun sudah selesai dikumandangkan. Hampir saja menjadi masbuk, dan tentu saja dua rakaat sebelum shubuh hanya menjadi angan. Hilang sudah kesempatan memiliki dunia dan seisinya.
Pernah tidak begitu sebal karena lupa menyempatkan diri untuk menunaikan shalat dhuha di sela-sela aktivitas kerja. Atau benar-benar tidak memiliki kesempatan, karena sebuah perjalanan jauh, terjebak macet, atau terjebak di dalam sebuah meeting di pagi hari. Hilang sudah makna menjemput rezeki yang sesungguhnya.
Pernah tidak begitu malu di kala mengajak teman-teman untuk pergi ke kantin, demi untuk memenuhi keinginan perut. Sudah waktunya makan siang. Tapi, beberapa orang menolak dengan sopan karena sedang berpuasa sunnah. Sedangkan kamu sendiri sampai lupa hari, ini rabu atau kamis. Mereka lebih memilih mengisi jam istirahat bertadarus menggenapi onedayonejuz.
Kemudian, jum'at ke jum'at selalu terlewati begitu saja tanpa Al-kahfi, tanpa shalawat. Begitu merasa nelangsa melihat orang lain selalu bisa menyempatkan waktu untuk berlomba-lomba menambah pundi-pundi kebaikan.
Padahal satu harinya sama 24 jam. Pun sama dengan kesibukannya. Pun sama nikmat sehatnya. Dan dirimu bertanya-tanya, sebenarnya apa yang membuat jadi berbeda?
Keberkahan waktu.
Dan perasaan nikmat beribadah kepada-Mu.
Pernahkah senelangsa itu harimu? atau rasanya biasa saja, tidak merasa rugi apa-apa.
Untukmu diri,
Sering-seringlah menanyakan apa kabar imanmu?
Sepanjang waktu, agar tidak semakin jauh dirimu tertinggal.
@quotezie
1K notes
·
View notes
Text
Barangkali memang hidup yang bikin keluargamu tenang itu, hidup yang dijalani oleh sumber rezekimu yang baik.
Rezeki yang selama ini kamu pikir hanya membuat keluargamu cukup dan bertahan untuk hidup yang biasa-biasa saja.
Tapi bisa jadi disitulah letak keberkahannya, ketenangan mejalani ibadah rumah tangga dengan penuh rasa syukur.
Anak-anak dan keluarga yang sehat. Kedamaian berumah tangga tanpa begitu banyak pertengkaran dan kerelaan hati menjalaninya.
Bisa jadi hidup keluargamu yang biasa-biasa saja saat ini, adalah hidup yang dirindukan banyak orang diluarsana dengan segala keberlimpahannya.
Keberlimpahan yang hanya membuatnya sulit tidur dan tidak bisa membuat ruang keluarganya penuh tawa dengan segala kesederhanaannya.
Sering-sering periksa lagi, jika sumbernya baik mudah-mudahan mengalirnya juga jernih.
—ibnufir
361 notes
·
View notes
Text
Ampuni Kami Ya Rabb, Jleb banget tulisan ini 😭
STRAWBERRY PARENT
Sebagai generasi Z yang identik dengan generasi rapuh dan memiliki mentalitas yang kurang tangguh, saat tengah menyelami peran sebagai orangtua baru ini, kami cukup sadar kalo dalam mengasuh dan mendidik anak hanya mengandalkan ikhtiar ilmu dan mental yang kami miliki, maka rasanya cukup mustahil kalau generasi Shalahudin Al-ayubi mampu lahir dari generasi kami. Sebab terlalu banyak bias informasi dan distraksi saat beraksi. Entah dari luar atau dalam diri kami sendiri yang menjadi penyebabnya. Rebahan, gadget, scrolling media sosial, baper saat mendapati komentar, mudah menyerah, dikit dikit butuh me time, healing, dll. Itu semua rasanya menjadi tantangan berat untuk kami.
Hidup dalam derasnya arus informasi parenting saat ini, membuat kami bersyukur sekaligus tetap mengukur sebab ada banyak hal yang harus tetap kami filterisasi karena taksemua hal selaras dengan apa yang menjadi prinsip dan keyakinan kami sebagai orangtua muslim dalam mengasuh dan mendidik anak.
Banyak konten bertebaran hanya sekadar memvalidasi perasaan dan emosi kami sebagai orangtua baru yang merasa mudah lelah dan merasa tak pernah dimengerti, seolah tak ada solusi pasti terkait hal ini. Sehingga seringkali itu yang menjadi pembenaran untuk kami larut dalam ketidakmampuan.
Larut menjadi orangtua yang mudah baper saat menerima komentar orang dalam proses mengasuh hingga lupa fokus memaksimalkan peran. Yang padahal kami sadar kalau konsepnya, “kita tidak bisa mengendalikan omongan orang lain kepada kita, melainkan tentang bagaimana respon kita”. Sering merasa paling capek mengasuh padahal para sahabat dan shahabiyah dulu ujiannya lebih berat, namun mereka tetap tangguh tanpa gaduh seperti kami hari ini yang baru diuji anak GTM saja ngereog sana sini.
Kami sadar buku yang kami baca belum banyak, Apemahaman dan ilmu kami masih minim, bacaan alquran kami terbata-bata, hafalan kami bahkan mungkin tak ada, hari-hari kami lebih banyak potensi maksiatnya.
Lingkungan yang sudah degradasi moral serta peran negara yang abai, membuat kami sadar bahwa dalam proses mengasuh dan mendidik ini, tak ada yang menjamin anak yang tengah diamanahi kepada kami ini akan jadi seseorang yang shalih dan terlindungi. Maka kami sadar hanya pertolongan Allah lah yang akan mewujudkannya—anak yang shalih. Allah yang melengkapi kekurangan kami dalam mengasuh dan mendidik
Pun begitu kami tetap optimis dan berupaya melayakkan diri menjadi orangtua yang taat dengan cara mengkaji ilmu dan tsaqofah islam. Bekerja sama memaksimalkan peran dan tak lupa bahwa teori parenting itu hanya 1 %, sisanya pertolongan Allah.
22 notes
·
View notes
Text
Ya Allah jika ini jalan untuk menempuh ridhoMu, Kuatkanlah🤍
-
Kuatkan sampai akhirnya nanti :’)
1 note
·
View note
Text
Semoga Ramadhan tahun depan bisa umroh bareng keluarga, terutama ibuku🤍😇
_
Bumi Allah, ٩ Ramadhan ١٤٤٥
3 notes
·
View notes
Text
gimana sih cara memperkaya diksi dan menemukan gaya menulis seperti aya?

kayaknya, ada puluhan atau bahkan lebih pertanyaan semacam itu masuk ke halaman curiouscatku yang sekarang total inboxnya ada 712 unanswered questions. hampir tiap hari ada pertanyaan-pertanyaan yang tipenya sejenis. tapi aku, yang oon dan berjiwa pemberontak ini, jarang membalasnya. bukan karena aku gak suka berbagi ilmu, jawabannya justru karena: aku gak tahu formula yang tepat soal diksi dan gaya menulis ini. gak ada metode ilmiah yang aku bisa bagikan jadi aku takut kalau jawabanku malah seperti anak kecil yang meledek simply karena dia nggak tahu sebenernya isi kepalanya itu seperti apa.
to be fair, sekalipun aku akan dengan lantang bilang kalau aku adalah seorang amatir bahkan hingga sekarang, aku sudah menulis dengan konsisten sejak 2013. nyaris satu dekade. dan dalam kurun waktu itu, aku hampir tidak pernah berhenti menulis. sekalipun aku hanya memproduksi puisi yang luar biasa jelek, aku nyaris tidak pernah meninggalkan kesukaanku pada tulisan. bahkan, saat aku tidak menulis pun, aku tetap membaca sesuatu. memastikan kalau ada kata-kata yang aku ciptakan di kepala, sekalipun aku tidak mengeluarkannya.
tapi, apakah tulisanku langsung bagus? tentu saja nggak.
berikut adalah puisi yang aku tulis pada tahun 2013:

tulisan ini ditulis oleh bocah yang baru masuk SMP. tidak paham komposisi puisi, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat puisi ini nyaman untuk dibaca. di kepalaku yang usianya 12 tahun saat itu, aku cuma menginginkan satu hal: menulis. dan, keinginan itulah yang sampai sekarang nggak pernah berubah. meskipun sudah banyak waktu berlalu.
setelah melalui proses perenungan yang panjang (tiga puluh menit), aku akhirnya merumuskan beberapa hal yang mungkin bisa aku bagikan. ini sama sekali tidak ilmiah. dan aku bukan nabi yang bisa membagikan ilmu atas dasar wahyu. apa yang aku tuliskan di sini adalah hasil menulis selama beberapa tahun—entah untuk kesenangan atau pekerjaan. nah, jawaban dari pertanyaan paling mendasar (yang dengan tidak cerdasnya aku jadikan judul), kurang lebihnya adalah begini.
1. membaca satu buku untuk menghasilkan satu paragraf
oke maaf, sebetulnya nggak seberlebihan itu. aku cuma nggak ngerti caranya bikin sub-judul. intinya, kamu harus membaca untuk bisa menulis. dan ini mutlak. paten. fardhu.
konsepnya seperti mengisi air menggunakan teko. teko adalah kepalamu, air di dalamnya adalah buku, dan tulisan adalah apa yang akan dikeluarkan teko itu. apapun yang keluar dari teko itu tergantung apa yang kamu isi di dalamnya. nggak mungkin teko kosong bisa mengeluarkan air, kecuali kamu dapat mukjizat.
sebelum menulis, aku sudah lebih dulu membaca. aku tergila-gila pada bacaan. bukungitis. dan aku berharap selamanya aku nggak usah disembuhkan supaya aku bisa selalu menulis.
keluargaku punya toko buku turun temurun yang sekarang sudah tutup total karena bangkrut. makanya, sejak brojol aku sudah terbiasa dengan eksistensi buku. mungkin setelah diazani, aku dibisikkan ayahku, "hei, baca anwar di umurmu yang keempat tahun."
dan aku sudah bisa membaca sejak umur tiga tahun. jangan-jangan betulan karena anwar.
buku-buku yang aku baca juga nggak terbatas buku fiksi aja. aku membaca koran, membaca kumpulan esai, membaca novel sains, membaca roman, membaca hikayat, dan membaca cerita stensil (meskipun aku tidak menyarankan yang ini karena aku benci deskripsi soal selangkangan pria; bikin mual).
sejak dulu, aku selalu dapat nasihat dari ayahku. bacalah buku bukan agar kamu pintar, melainkan agar kamu bijaksana. dan aku mengamini itu seperti seorang beragama yang tekun. tiap kali membaca, ada sistem di kepalaku yang secara otomatis memproses komponennya. seperti memeras jeruk, aku mengambil sarinya, mengonsuminya, mengolahnya dengan organ-organku. sebelum akhirnya, aku mengeluarkannya lagi. tidak dalam bentuk jeruk utuh. melainkan dalam bentuk deskripsi mengenai perasaanku setelah mengonsumsi jeruk, apel, kiwi, mengkudu, dan buah-buahan lainnya.
aku membaca dee lestari dan menyembah supernova seriesnya. aku juga membaca catatan pinggir goenawan muhammad secara religius, hampir-hampir menganggapnya kitab suci. aku membaca puisi-puisi dari indonesia yang jumlahnya banyak sekali. membaca anton chekov, sekali-kali, dan cerpen-cerpen kompas juga. tapi, aku merasa gaya penulisanku justru dipengaruhi oleh dee dan goenawan muhammad.
2. menulis adalah berbicara
oke, kali ini kita bicara diksi. meskipun dari sub-judul nggak ada diksi-diksinya, tapi inti dari pembahasan ini adalah soal pemilihan kata.
kamu tahu soekarno? proklamator kita itu terkenal dengan kemampuan orasi dan komunikasinya. nggak cuma kepada perempuan, tapi juga kepada nyaris seluruh lapisan masyarakat. meskipun ia pernah tersandung masalah ideologi, kemampuannya untuk mengurai suatu ilmu menjadi sesuatu yang mudah dipahami oleh semua orang bukan hal yang sederhana. nah, cara ini lah yang aku lakukan dalam pemilihan kata-kataku.
sekalipun aku tahu apa itu jentera, aku akan tetap menggunakan roda karena orang-orang lebih tahu yang kedua. menulis adalah tentang mengomunikasikan isi kepala kita agar pembaca mengerti. jadi, kunci yang paling penting dalam memilih diksi bukanlah 'apa kata ini cukup indah?', melainkan 'apa kata ini cukup dipahami?'
i have nothing against diksi indah tesaurus, tapi penggunaan diksi langka yang tidak pada tempatnya, menurutku, akan membuat kunci dari tulisan itu akan kabur. alih-alih mengerti, orang-orang justru akan pusing. bingung. dan pada akhirnya, dibaca hanya akan dibaca saja. tidak dimengerti.
aku selalu menempatkan pembacaku sebagai lawan bicaraku. aku sedang menatap matanya, aku sedang berbicara padanya, aku ingin dia mendengarkan dan memahamiku. makanya, aku akan mengatakan apa mauku dengan terus terang. sekalipun aku menggunakan metafora, aku akan memastikan apa yang aku katakan dipahami.
dan diksiku tetap indah. aku percaya diri mengatakan itu sekalipun tulisanku praktis tidak banyak menggunakan sinonim, tidak banyak menyamakan rima, tidak banyak menggunakan kata-kata asing.
sebagai contoh:


dua tulisan itu, tidak banyak pakai metafora macam-macam. kamu akan langsung paham apa maksudku tanpa harus membuka tesaurus atau bahkan kamus. kata-kata yang dipakai umum. dikenali. dipahami. tapi, sekali baca, orang juga tahu itu bukan tulisan berita. kukira, ini adalah kunci dari keindahan itu sendiri: sederhana dan tahu diri.
jadi, harus kuakui, sebetulnya aku ini payah soal kekayaan diksi. yang aku lakukan adalah mengolahnya. menjadikan bahan itu-itu saja menjadi makanan enak yang bisa dikonsumsi siapapun.
saranku, hal yang paling efektif untuk memperkaya diksi adalah membaca buku-buku filsafat atau membaca esai goenawan muhammad. banyak penggunaan istilah dan penempatan kata yang berbeda daripada yang digunakan dalam buku fiksi populer. cara ini sangat membantu.
(dan bonus ilmu, kalau kamu sedang iseng mempelajari soal keberadaanmu sebagai manusia serta kehidupannya.)
3. menulis adalah memaafkan kenyataan
kamu bisa jadi siapa saja. kamu bisa punya sayap dan tiga belas penis kalau mau, di dalam tulisanmu. tapi, menuliskan kenyataan, yang terjangkau oleh seluruh panca indra kamu, adalah hal yang sudah harus bisa kamu lakukan sebelum kamu menghancurkan seluruh aspek di dalamnya.
bagiku, cara paling rendah hati untuk menjadi seorang penulis adalah dengan membuka mata lebar-lebar. kejujuranmu mendeskripsikan susu akan menyelamatkan seorang bayi yang alergi. makanya, proses spiritual yang menurutku perlu dilalui seorang penulis, adalah dengan peka terhadap hal-hal di sekeliling kita.
gunakan empati ketika bercerita. pakai panca indramu. pakai hatimu. pakai kepalamu. pakai semua yang ada pada dirimu, dan kamu telah menuliskan kenyataan, sekaligus memaafkannya.
aku melakukannya dengan mengajak bicara tukang bengkel yang membetulkan motorku. menggunakan transportasi umum sambil menebak-nebak isi kepala mereka. aku juga sesekali melancong, kalau sedang punya duit dan waktu. bertemu orang asing dalam perjalananku, mendengarkan cerita-cerita mereka, lalu menuliskan kembali. versi mentahnya (yang tidak diedit dan diromantisir), bahkan bisa dibaca di akun tumblrku. bagiku, melihat kenyataan akan membuat kita paham kalau cerita itu tidak lahir begitu saja. ia lahir dari kehidupan yang terdistorsi, sebagaimana yang dilakukan saintis maupun filsuf, penulis juga mengabadikan rahasia-rahasia yang ada di alam semesta, dengan menggunakan kata-kata.
4. menulis itu harus interdisipliner
aku mempelajari banyak hal. agama, filsafat, sains, sastra, dan semua yang terjangkau untuk menghasilkan sebuah tulisan. di hadapan ilmu, aku selalu menempatkan diri dalam posisi begitu kecil. aku tidak tau apa-apa dan aku harus mencari tau.
dan sejujurnya, tidak ada yang lebih seksi daripada menuliskan backgroundmu sendiri. jadi, kalau kamu malas belajar ilmu lain, pelajarilah hal-hal yang sudah kamu pelajari. mungkin kalau dulu kamu cuma tahu kalau bernapas itu menggunakan oksigen, sekarang kamu cari tau bagaimana proses hingga oksigen itu terhirup. versi mendetail dan mendalam. biasanya, makin kita mencari, makin kita sadar kalau banyak sekali hal yang tidak kita tahu. dan aku suka perasaan itu. perasaan lapar ketika mencari, perasaan tidak sabar untuk menuliskannya kembali.
sekian.
iya, betulan sudah selesai. aku hanya punya empat tips dan aku ragu apakah bisa diterapkan. meskipun demikian, semoga apa yang aku pelajari selama beberapa tahun ini bisa jadi hal yang bermanfaat untuk kamu-kamu semua yang membaca ini.
pada akhirnya, yang paling penting dari menulis, sebetulnya adalah konsistensi. sebab keempat hal tadi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu satu bulan saja. aku bahkan butuh satu dekade untuk memahami empat. yang harus stagnan itu keinginan kita untuk selalu menulis. makanya, aku yakin, dalam tahun-tahun berikutnya, akan ada banyak hal yang berubah dan berbeda dalam aspek-aspek pendukungnya. karena kita manusia harus selalu belajar.
seperti, ketika kita tidak menemukan sesuatu di kolom pencarian twitter; kadangkala itu cuma kesalahan teknis yang bukan kesalahan kamu. dan yang bisa kita lakukan cuma satu, 'kan?
coba lagi.
92 notes
·
View notes
Text
Menjadi pondasi penopang keruntuhan, berdiri tegak penguat kelemahan, penyempurna dari setiap kekosongan 💕
- Lentera Pemuda Pengemban Amanah -
___________________________________
Adalah penyeru dalam setiap kebaikan, mengajak untuk berbuat kesalihan, tauladan dari setiap kegiatan untuk diaplikasikan menjadi pengembang ketaqwaan.
Terpercaya didalam ruang lingkup kemasyarakatan, menjadi pengemban dan penyeru dalam kebaikan. Langkah kaki yang terus berjalan menuju Rumah Allah yang telah dinantikan.
Diseruuu. . Untuk diundang "Hayyaa'alash shalaah" agar mendapatkan "Hayya'alalfalaah" yang sudah menjadi jaminan keselamatan dunia-akhirat.
Tapi masihkan kita malas untuk menenuhi undanganNya? Yang padahal demikian itu lebih baik dari segala dunia dan seisinya.
Bukankah itu akan menjadi penyembuh dalam setiap kesakitan, menjadi penyemangat dalam setiap kelesuan, menjadi pengingat dalam setiap kelengahan, menjadi tekun dalam setiap kemalasan.
Sampai sampai . . . . Setiap waktu kita diseru untuk memakmurkan RumahNya.
Tapi. . ? Apakah iya dengan segeranya kita menghentikan aktivitas yang dengan mudahnya dunia yang pana ini menipu kita?
Ada apa? Bukan pada diri ini? Tapii tanyakan ada apa dengan hati ini?
Begitu berdiri kokohnya bangunan masjidnyau, begitu indahnya ukiran ukiran dari setiap dindingnya. Berwarna warni setiap catnya. . Sampai begitu lapangnya untuk bersujud didalamnya.
Tapi apa yang perlu dipertanyakan dari megahnya bangunan itu?
Apakah ada seseorang didalamnya? Apakah selalu orang orang memakmurkannya? Atau jangan jangan hanya hiasan saja?
'Jangan sampai masjid ini kalah oleh tiang tiang yang selalu berdiri didalamnya. Jangan sampai lebih banyak tiang yang beribadah daripada penduduk setempatnya'.
Tapi marilah. . Para ukhuwah khususnya pemuda islamiyah. . Makmurkanlah masjid masjid. Betapa indahnya mata memandang ketika masjid masjid diisi oleh pemuda pemudi masa kini. Jangan sampai kalah oleh orang orang tua yang sudah renta. Semangatnya lebih membara untuk melangkahkan kakinya demi meraih dan bertemu dengan Rabbnya.
Apa iya kita hanya bisa hura hura dengan keasyikan dunia yang fana ini? Sudahlah, Ingat tujuan hidup didunia ini. Betapa bahagianya ketika kita kembali padaNya dalam keadaan diseru untuk kerumahNya yang suci nan agung itu (Fastabiqul Khairot) 💞
.
.
.
Lombok, 25 November 2023
1 note
·
View note
Text
160 of 365
Seberliku apapun jalan yang harus ditempuh oleh masing-masing insan, mereka yang atas kehendak-Nya tercipta untuk dipersatukan pada akhirnya akan tetap saling menemukan.
Untukmu yang hari ini Allah takdirkan sampai di titik pertemuan,
Selepas ini tak ada lagi tanya yang bersarang di kepalamu perihal siapa yang Allah takdirkan menjadi nahkodamu dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Selepas ini tak ada kekhawatiran perihal kapan waktu yang tepat untukmu menemukan sosok yang akan membersamai hingga berakhirnya kehidupan.
Nahkodamu telah dengan gagah menjemputmu, mengajakmu untuk bersama-sama mengarungi dermaga selanjutnya. Ia yang selama ini kamu nantikan telah dengan berani menyatakan dirinya bersedia untuk searah sejalan menapaki liku perjalanan bersama.
Barangkali di depan nanti, dermaga yang dengannya kamu arungi akan lebih tidak ramah dari apa yang sebelumnya kamu arungi sendiri. Barangkali di depan nanti, langkahmu akan lebih menemui rintangan dibanding langkah yang membawamu hingga titik saat ini.
Maka, semoga pada apa yang telah Allah persatukan, Ia titipkan pula kekuatan untuk menjalani segenap ketidakmudahan yang terjadi di kemudian hari. Semoga pada apa yang telah Allah himpunkan, Allah titipkan pula kesabaran untuk saling menjadi penguat satu dengan lainnya.
113 notes
·
View notes
Text
Baktiku Belum Sempurna.
-
Tepat empat bulan yang lalu, di 8 Rajab 1443H bertepatan pula saat hari terakhir di tempat KKN, Saat sampai rumah, Aku melihat dengan jelas bahwa Ibu patah hati setelah Mamiq pergi untuk selamanya. Bahkan daku menaruh trauma mendalam saat harus jauh dari keluarga lagi. Tiap malam, disampingnya, aku melihat Ibu menitikkan air mata. Meski ia tak berkata-kata, tapi aku tahu hatinya berteriak. Seorang Istri, begitupun sebagai anak yang ditinggalkan Suami pun Ayah pergi akan sangat merasakan kehilangan. Tak ada lagi sosok itu dilihatnya. Separuh jiwanya telah pergi. Hilang.
Setelah kejadian itu, aku menyadari bahwa Ibu terlihat lebih tua secara tiba-tiba. Dan aku merasa, waktuku tak lagi banyak. Entah kenapa. Kehadiran Beliau selama ini menguatkan perjalanan agar aku mensyukuri semua yang Allah gariskan. Tentang takdir yang Allah pilihkan agar aku dilahirkan dari keluarga mereka.
Dari cerita Ibu aku tahu bahwa dalam berkeluarga, menjadi sepasang kekasih bernama Suami Istri bukanlah soal yang paling banyak berkorban. Ini tentang proses mengenal sepanjang hayat. Juga proses belajar untuk saling menerima. Mengarungi bahtera rumah tangga adalah tentang ke mana kita menuju. Untuk siapa kita berbuat. Allah masih menjadi tujuan, kan?
Hatiku sedang berkecamuk. Hari ini diingatkan lagi tentang peran sebagai anak. Sudahkah aku berbakti dengan sebaik-baiknya? Sudahkah memvalidasi kebahagiaan yang orang tua inginkan? Sudahkah menjadi pemberat timbangan amal kebaikan untuk mereka?
Aku yang hari ini diingatkan lagi tentang amanah yang Allah titipkan. Tentang orang tua, saudara, keluarga, teman-teman kita. Sudahkah kita berusaha menjaganya agar terhindar dari api neraka?
[Sandik, 6 Juni 2022]
3 notes
·
View notes
Text
sekolah lagi selama dua-tiga tahun bukanlah apa-apa dengan seluruh sisa hidupmu setelah menikah, yang berpuluh-puluh tahun lamanya.
merawat, mendidik, dan membesarkan anak manusia pada nyataannya membutuhkan kemampuan lebih dari superpower wonder woman sekalipun.
bertahun-tahun proses pendidikan dilakukan atasnama keluarga. alih-alih niat menikah yang tergesa dan persiapan yang tak paripurna, malah bisa mendatangkan bencana.
perempuan bukan sekedar harus bisa memasak dan bersih-bersih. tetapi paling minimal benar-benar paham motherhood journey sesuai fitrahnya yaitu, hamil-melahirkan-menyusui. supaya nanti, bisa saling berbagi informasi agar sama-sama paham dan sejalan. karena ada buanyak sekali daftar bacaan yang perlu dipelajari dan harapannya nanti tidak benar-benar bingung jika dihadapkan hal itu.
laki-laki bukan sekedar harus bisa menyediakan segala kebutuhan rumahtangga dan membahagiakan keluarga. tetapi setidaknya bisa berkomunikasi secara terbuka, dan bisa saling bekerjasama. karena sikap tertutup atau persepsi 'seharusnya dia sudah tahu' benar-benar harus dimusnahkan. buang jauh-jauh sikap cuek atau tak peduli saat sudah bersamanya.
laki-laki, tunjukkanlah sikap kalau kamu benar-benar serius ingin terus belajar. terlebih mengenai pregnancy, parenting, pengasuhan, atau mengenalnya seumur hidupmu. tentu setelah ilmu agama dan prinsip yang suda semestinya melekat dalam keseharianmu.
pahami benar-benar betapa pentingnya peranmu saat kamu tahu betul ilmu kesehatan yang sangat ia dibutuhkan. tidak perlu expert. paling tidak, pernah membaca dan mengetahui solusi terbaiknya.
laki-laki, pahami benar-benar betapa pentingnya keberadaanmu disampingnya. dengan segala kondisinya kelak, kehadiranmu jauh lebih cukup untuk membuat hatinya lebih tenang dibanding memikirkan segala solusi yang kamu berikan.
bohong namanya kalau perempuan mengatakan tidak apa-apa jika harus memeriksakan kesehatannya (dan anakmu) sendirian. ingat bukan? semandiri apapun perempuan, ia sebenarnya tetap membutuhkanmu. mutlak.
pahami benar keterlibatanmu dalam urusan domestik dan kerjasama, itu benar-benar akan meringankan dan mempengaruhi sudut pandang dan karakter anakmu kelak. meski kamu lelah seharian bekerja, perempuan juga bukan berarti tak beraktivitas seharian. pahamilah bahwa perempuan juga butuh diapresiasi, walaupun dengan sekedar ucapan terima kasih.
perubahan peran pada perempuan mungkin masih terasa tak nyata baginya. ia mungkin belum terbiasa dengan keseharian yang dilakukan karena hasil yang tak nampak atau tanpa nominal penghasilan. saat itu, pahamilah bahwa hadirmu benar-benar dibutuhkan untuk membuatnya lebih menghargai dirinya dan yakinkan bahwa hal-hal yang ia sudah lakukan amatlah berharga.
laki-laki, izinkanlah perempuan bersedih dihadapanmu. meski sulit menyaksikan ia menangis, tanamkanlah bahwa tangisan itu bukan salahmu. terkadang, perempuan merasakan hari yang lebih sedih dan lebih perasa dibanding hari-hari biasanya. dan kamu hanya perlu disampingnya, tidak perlu menyuruhnya berhenti menangis atau menyangkal emosi tersebut.
rumah tangga dan segala lika-likunya, semoga kelak kita bisa melaluinya dengan sebaik-baik tindakan dan diiringi dengan ridhoNya sampai ke akhir tujuan. sembari percaya bahwa rencana Tuhan pasti akan lebih indah dari rencana manusia.
61 notes
·
View notes
Text
Tentang yang Kedua #2
Pandangi dengan seksama wajah ibumu. Kerutan di wajahnya, rambut putihnya, jejak air matanya. Rasa-rasanya kita ingin egois, menghentikan semua tanda-tanda agingnya, semua perjalanan penuaannya.
Belum lagi dengan celoteh-keluhan mudah lelahnya, sulit tidurnya, hidup tidak rileksnya. Semata karena memikirkan ceritamu-pilihanmu-jalan hidupmu.
Rasa-rasanya kita ingin egois. Memiliki hidupnya di dunyaa lebih panjang. Melihatnya bangga dan bahagia atas pilihan-pilihan kita yang hari ini barangkali lebih banyak menyulitkannya.
Rasa-rasanya kita ingin egois. Jika tidak mengingati bahwa ada sunnatullah yang Allah gariskan, “tsumma ja’ala min ba’di quwwatin dha’fan wa syaibah”
Pandangi dengan seksama wajah ibumu. Sudah seberapa puas beliau dengan baktimu, sudah seberapa tuntas kamu dengan usaha birrul walidainmu.
Jika hari ini kita berpikir bahwa dunia luar lebih indah, segala kesibukan kita lebih layak menyita. Sedang yang pertama Allah mention di Q.S. Al-Baqarah : 83 setelah tidak menyembah selainNya ialah soal “wa bil waalidaini ihsaanaa”.
Inilah tentang yang kedua, tentang ibu bapak kita.
Tentang ihsaanaa. Tentang yang terbaik se-maksimal yang kita bisa.
Tentang ihsaanaa. Tentang yang terbaik sebelum beliau habis jatah usia di dunyaa.
Tentang ihsaanaa. Tentang yang terbaik saat kita layak menjadi aset jariyah diantara terputus amal lainnya.
Malam 21 April 2022.
Happy milad ummik, ummik, ummiku cantik!
27 notes
·
View notes
Text
Jika Kita Tak Pernah

Pernah kan? Pernah pasti.
Secara sederhana, manusia itu dikaruniai hormon dopamin yang mengatur aktivitas, ditimbulkan dari perasaan senang atau obesesi akan satu hal. Tentu hormon ini akan berbahaya apabila dilepaskan secara berlebihan.
Nah, soal cinta/rasa suka masuk tuh dalam hal yang disebabkan hormon dopamin. Jadi, mau bilang, hati-hati aja dan suka sewajarnya.
Saya juga kalian yang sedang membaca ini, pasti sudah tau konsekuensi dari rasa suka dan solusinya harus apa. Menghalalkan atau meninggalkan, simpel, yang ternyata nggak sesimpel itu juga haha.
Rindu yang berkepanjangan, dan resah dalam hati adalah efek ketika kita menuruti dopamin itu. Maka, sewajarnya aja, dan ingatlah sebuah pesan :
“Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya,” (Imam Syafi’i)
Dari fitrah manusia itu, kadang membuat kita jadi buta dengan meletakan akal sehat sejenak.
Sekadar menyelami kerinduan atau memilih beranjak pergi. Namun kepergian yang membuat taman hati itu kosong, kita memilih untuk menyelam kembali, lagi dan lagi. Yang sejatinya kita tahu itu lebih kosong karena berharap kepada hal yang tak tentu.
Atau pernah dalam sebuah masa, mengutuk diri sendiri, mengapa seacak itu memilih cinta!
This love makes me insecure, but i still don't want to leave, gumam dalam hati.
Tapi lama-lama tersadar, mungkin kita kalah saja dengan dopamin, yang nyatanya dopamin hanya butiran kecil. Yang mungkin dari dia, kita menyusun khayalan semu, dan memilih menjadi pecundang yang merindukan atau mencintai sembarang orang yang tak merindukan kita sedikitpun!
Berapa banyak yang larut dalam hal itu sampai lalai akan perintah atau bahkan sampai melakukan dosa besar. Tapi dari banyaknya itu, masih ada sebagian yang tetap teguh untuk meletakan hawa nafsu dibawah akal sehat dan tentu iman yang kuat.
"Dan, adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhanya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka, sungguh surgalah tempat tinggalnya" -QS An-Nazi'at 40-41
Maka, jadilah dari sebagian itu, kuatkanlah dirimu di tengah zaman yang penuh fitnah ini. Berpeganglah dalam Dzat yang kekal dan banyak-banyaklah memohon ampun. Sesimpel itu.
57 notes
·
View notes
Text
‘Kemana Setelah ini?’

Galau, mungkin adalah yang akan dirasakan saat ia akan meninggalkan wadah perbaikan yang terlanjur dicinta, terlanjur ia jadikan rumah ternyamannya.
Bahkan saat dititik terendah dan terlelah pun, ia adalah tempat rehat terbaik. Dan kini, tempat itu menjadi ‘asing’ bagi dirinya sendiri saat ruhnya tak lagi bersemayam dengan amanah dipundaknya.
Dan…. aku kembali menghadirkan ingatanku akan doa-doa panjang yang kulangitkan kepada Allah. Doa yang terus terucap bahkan semenjak aku diberi amanah sampai aku akan menginjakkan kaki dari bangku kuliah. Dan doa-doa itu kemudian semakin kencang dan panjang setelah aku tak lagi beramanah.
"Ya Allah.. dimanapun kelak aku beramanah pun bekerja, semoga tempat tersebut selalu mengingatkanku kepada-Mu dalam setiap nafas yang kuhela."
"Semoga tempat itu adalah tempat yang sejalan dengan prinsip islam yang kupegang teguh. Semoga tempat itu menjadi tempatku untuk terus bertumbuh dengan beragam hal baru."
"Ya Allah.. semoga sesibuk apapun pekerjaan itu nantinya menyita waktuku, semoga pekerjaan itu tidak menghalangiku untuk meneruskan ibadah-ibadah harianku. Semoga jam kerjanya tidak membuatku menunda sholat wajibku. Tidak juga meninggalkan sunnah-sunnah-Nya.
"Ya Allah.. semoga dalam pekerjaan itu, apapun yang Engkau takdirkan, semoga pekerjaan itu membawaku untuk terus dekat dengan Al-Qur'an. Semoga aku bisa tetap istiqamah tilawah, ziyadah, dan murojaah. Juga tetap istiqamah dan dikuatkan untuk membersamai santriwan/tiyang kini sudah menjadi amanahku. Semoga bisa tetap belajar dan mengajarkan Al-Qur'an meski kelak sudah dihimpit berbagai kesibukan."
"Dan semoga, pekerjaan itu tidak membuatku melepaskan anak-anak di TPQ yang sedang berjalan. Semoga tetap bisa menjadi jembatan untuk mereka mendapatkan ilmu. Menjadi anak-anak yang tidak hanya cerdas, tapi berakhlak mulia."

Dan hari ini aku bersyukur, Allah Maha Baik. Allah menjawab segala ‘kegalauan’ pada waktu itu, pada waktu dimana aku tak beramanah di kampus lagi, tak beramanah di jalan dakwah.
Dan pikiranku langsung mengingat ayat ini:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,..” (QS. Al-Insyirah : 7)
Semakin mengobati rasa ‘galau dan khawatir’ waktu itu. Bahkan aku sering bertanya-tanya,"Setelah ini mau ngapain lagi ya? kan semuanya udah beres". Maka adalah wajar kalau aku kaget dengan ritme yang seakan mengajakku terus berlari estafet setiap harinya. Dan capek serta merasa lelah itu manusiawi, bukan? Sebab manusia ini hakikatnya memang lemah. Karena Allah lah kita kemudian kuat dan mampu bertahan menjalani apapun peran-peran kita saat ini. Sesulit apapun itu.
2 notes
·
View notes
Text
Journal 82
Ramadan dan kesadaran
Aku membaca beberapa tulisan orang-orang di timeline beberapa platform. Dan ada banyak ragam kegiatan yang telah disusunnya untuk perjalanan 30 hari ke depan. Masya Allah semoga Allah melimpahkan keistiqomahan atas kita semua.
Tapi ada sebuah tulisan yang menarik untuk diresapi. Bunyinya kira-kira seperti ini, ketaatan yang sebenarnya adalah bukan ketaatan yang hadir karena ramadhan tetapi karena Allah.
Saya kemudian mengingat ceramah ustadz Oemar mitha bahwa yang dapat meraih kenikmatan ramadhan adalah mereka yang benar-benar mempersiapkan diri menyambut ramadhan. Sebagaimana sahabat terdahulu mempersiapkan sejak 6 bulan sebelum ramadhan bukan seperti kita yang baru berkata besok sudah ramadhan yah saat hari ke 30 sya'ban.
Alhamdulillah 'alaa kulli haal, hari ini telah lewat satu ramadhan yang menjadi bahan refleksi, akankah kurang lebih 29 hari ramadhan ke depannya kita akan keluar menjadi orang yang bertakwa. Mari berkaca atas taat kita hari ini. Adakah yang bisa dipetik hikmah keikhlasan? Atau hanya menyelesaikan centang to do list yang tersusun tadi malam?
Refleksi untuk diriku sendiri, ramadhan adalah momentum membangun kesadaran akan pentingnya keikhlasan sebagai puncak meraih ridhoNya. Bukan hanya momentum membangun kebiasaan, sebab taqwa bukan soal siapa yang terbiasa sujud lama, paling kuat puasa, paling lama duduk untuk tilawah melainkan kesadaran dalam mengIlahkan Allah dan menauladani rasulNya.
Wallahua'lam bissowab
اللهم إنك عفوتحب العفوفاعف عني
19 notes
·
View notes
Text
Kenapa Kamu Harus Punya Support System
Ada kaidah dalam bahasa Arab tentang prinsip produktivitas, yaitu "Al-wajibat aktsaru minal awqat", yang artinya adalah bahwa kewajiban kita jauh lebih banyak dari waktu yang kita miliki.
Dalam konteks mahasiswa, atau usia produktif pemuda, tanpa berorganisasipun, kewajiban yang melekat itu sudah banyak; jadi anak yang berbakti kepada ortu, kakak yang menjadi teladan untuk adiknya, mahasiswa kepada dosen, dan yang utama keewajiban taat seorang hamba kepada Rabb-Nya, dan masih banyak lain hal.
Sedangkan, dilain sisi, manusia itu selain waktu yang tidak berbanding lurus dengan banyaknya tanggungjawab maupun beban yang dimiliki tadi, juga "al insan thoqotun juziyatun mahdudatun", kemampuannya terbatas dan parsial. Tidak ada yang ahli dalam semua bidang, waktu dan tenaga yang dimilikipun juga terbatas. Itu prinsip kedua.
Prinsip ketiga, adalah futur (capek, jenuh). Bahwa futur itu adalah tabiat setelah bersemangat dalam beramal. Bahkan dalam konteks ibadah sekalipun yang 'manjanjikan' ganjaran pahala tiada batas, juga ada masa lesunya.
Kalau digabungkan ketiganya, artinya sangat masuk akal kalau misal kita memforsir segala kewajiban yang kita miliki, dengan hanya mengandalkan kondisi yang melekat dalam diri saja, jelas akan meakselerasi peluan untuk lekas capek dan futur. Burnout. Meledak. Duarr. Apasih.
Itulah kenapa, kita diajarkan, bahkan diwajibkan untuk berjamaah dalam konteks beramal kebaikan. Sebab dengan berjamaahlah, kita berkumpul bersama, mempunyai support dan backup system akan meminimalisir beban yang ada. Beban yang makin hari malah makin berat saja.
Maka, mencari backup system di ruang beramal kebaikan adalah sebuah keniscayaan. Carilah lingkungan yang mampu mendorong dirimu kedalam kebaiakan, lingkungan yang terus memacumu ke best version of you, tanpa lupa juga menjadi 'cambuk' ketika kamu mulai goyah dan berbalik arah.
Semoga kita senantiasa dikumpulkan dengan orang-orang shalih dimanapun berada.
Aamiin.
109 notes
·
View notes
Text
Energi Paragraf
@edgarhamas
Kita mengalir dari narasi agung Ilahi yang dituangkan-Nya dalam pena. "Nuun. Demi pena dan apa yang ia tulis", setiap untaiannya menjadi jalan hidup manusia, umat, bangsa-bangsa dan peradaban. Kita menjadi aktor dan aktrisnya, menjalani skenario itu sampai selesai perannya.
Paragraf telah dan akan selalu mengisi alam pikiran manusia, sekalipun hari ini wajah gawainya penuh dengan notifikasi dan video-video hiburan. Sebab manusia tak bisa hidup tanpa kata, manusia tidak bisa melanjutkan episodenya tanpa arahan kata. Kata dalam metaforanya bahkan bisa "menghidupkan" dan "mematikan."
Al Qur'an yang menjadi mukjizat terbesar itu juga termanifestasi dengan kata. Ayat-ayatnya memang bersemayam di atas kertas, tapi jalan cerita dan alurnya mengarahkan miliaran manusia untuk menemukan hidup sejatinya di atas bumi. Tentang narasi seluruh Nabi sampai spoiler masa depan.

Itulah mengapa, seseorang yang mewakafkan waktunya untuk menuliskan paragraf kebenaran demi meninggikan asma-Nya, akan ikut meninggi sebagaimana ia mengajak orang-orang pembacanya untuk meninggi mengenal alam langit.
Dengan paragraf, ia bisa menjernihkan sudut pandang yang salah, bisa mengajak tanpa menggurui, bisa merajut harmoni dari hikmah-hikmah terserak. Tapi jadi merugikan jika dia menulis malah untuk mengaburkan kebenaran, menyangga kedustaan dan menambah sorak sorai kezaliman.
Perhatikan akhir kata kita, yang kita utarakan lewat lisan maupun aksara. Setiap yang keluar akan diminta pertanggungjawaban. Akan ada orang dengan amalan yang tak begitu banyak, tapi tulisannya mampu mencerahkan manusia sehingga ia mendapatkan kebaikan.
Tapi... Ada pula yang merasa sudah berbuat sebesar-besarnya, namun karena tulisan yang ia ciptakan, kata dan aksaranya mengadu domba manusia, meretakkan persaudaraan dan memfatwakan tanpa tahu ilmu kebenarannya; hati-hati jika itu menjadi perontok timbangan.
(Bersama Asatidzah @proumedia di Agenda Jaulah Dakwah Penulis Pro-U Media, Bandung)
422 notes
·
View notes
Text
Putih.

Tengoklah lagi ke dalam dirimu lebih jauh, lalu lihat betapa banyak tumpukan dosa dan aib yang disembunyikan dengan apik oleh Allah dan Dia jaga seluruh keburukan itu rapat-rapat agar bingkai dirimu tak retak dihadapan manusia-manusia lain.
Hingga yang terlihat pada permukaan dirimu hanyalah rangkaian kebaikan yang terus menerus bermunculan. Sebagai bentuk ikhtiar meminta maaf pada Allah atas banyaknya salah yang terendap dan membenani langkah.
Mampukah kau dan aku menjadi putih lagi seperti saat pertama kali lahir ke dunia? Mampukah kau dan aku menjadi bersih lagi sebening embun pagi yang tak mengenal dosa?
Sungguh kita hanyalah insan-insan yang tiada akan pernah berlepas dari satupun kesalahan, namun kesempatan memohon ampun selalu ada selama hayat masih dikandung badan. Selamat mengetuk pintu-pintu Ar-Rahman, semoga keampunan mengalirimu dengan penuh kesejukan.
Selamat mencari tenang, diri.
Rehat, 22 Januari 2022 21.59
63 notes
·
View notes