Kita ada sebagai media pengetahuan #AcehTwitAddict #AcehFacebookers tentang Aceh. Dengan sajian variatif. we welcome you well :)
Don't wanna be here? Send us removal request.
Photo


Keluarga keturunan India yang berada di Gampong Sawang Kecamatan Bandar Baru (Lueng Putu) Pidie Jaya, di perkirakan Orang-orang di India datang ke Aceh sekitar abad ke-13 M untuk berdagang rempah-rempah dan menyiarkan Islam.Saat ini sebagian besar keturunan India berada di sekitar pantai timur Aceh.Photo di Ambil ,Minggu (09/09). http://theglobejournal.com/foto/jejak-india-di-pidie-jaya/index.php
4 notes
·
View notes
Photo

Suasana di ruang tamu Ruangan Wagub Aceh kala Tim Mapesa menyuarakan dan memberi kabar tentang pentingnya kawasan Lamuri didaftarkan sebagai kawasan sejarah yang dilindungi undang-undang.
1 note
·
View note
Photo





Nisan MAKAM RAJA ACEH
2 notes
·
View notes
Text
Berkunjung ke Situs Sejarah Kuburan Belanda Kerkhoff
Makam ini sendiri keberadaannya sudah sangat lama. Menurut catatan yang diperoleh dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) di Banda Aceh dikatakan bahwa terdapat tidak kurang dari 2.200 makam orang Belanda, dari serdadu biasa sampai Jenderal, berbagai suku bangsa yang tergabung dengan tentara kolonial, bahkan ada juga sekelompok makam orang Yahudi yang dulu tinggal di Aceh! Diantara kuburan-kuburan itu masih dapat dibaca jelas nama-nama dan pangkat mereka serta tahun-tahun dan tempat dimana mereka tewas. Ada juga berbagai tugu nama-nama jenderal legendaris dalam perang kolonial di Aceh yang diukir demikian indah. Jika kita melihat nisan-nisan yang tersebar di lahan seukuran tiga kali lapangan bola maka penanggalan tertua makam adalah kuburan seorang prajurit angkatan laut Belanda yang tewas karena terkena penyakit kolera, bertanggal 27 Desember 1873. Kuburan Belanda Kerkhof atau yang lebih dikenal dengan sebutan kuburan Peucut dikelola oleh Yayasan Dana Peutjut yang didirikan tanggal 29 Januari 1976, setelah kunjungan seorang Kolonel pensiunan tentara Marsose yang bernama J.H.J. Brendgen. Selama kunjungannya ditemukan bahwa kuburan militer Peutjut dan bekas kuburan militer lainnya pada tempat-tempat tertentu di Aceh berada dalam kondisi yang mengenaskan alias tidak terawat. Yayasan ini dimaksudkan untuk melestarikan kuburan militer Peutjut agar dapat dipelajari oleh generasi mendatang. Sedangkan dana untuk perawatan dan perbaikan berasal dari para donatur dari negeri Belanda.
Banyak hal-hal menarik yang dapat ditemui dalam perkuburan Kerkhof. Kisah-kisah tentang sang prajurit yang terkubur semasa hidupnya diceritakan sekilas pada batu nisan. Kuburan-kuburan ini seolah bercerita kepada pengunjung tentang bagaimana 'penghuninya' semasa hidup. Jika pengunjung teliti maka akan ditemukan berbagai kisah mengharukan dan juga lucu tertera pada batu nisan. Mulai dari prajurit yang tewas secara heroik dalam perang tertembus kelewang hingga yang mati konyol ditusuk rencong saat jalan-jalan sore. Ada juga kisah mengharukan dari seorang Letnan muda De Bruyn yang rela meninggalkan acara perkawinannya di Pendopo Aceh yang megah menuju medan perang yang ganas di Seunagan dan menemui ajalnya di sana tahun 1902. Namun sayangnya, banyak tulisan-tulisan di nisan yang telah dirusak oleh tangan-tangan jahil tidak bertanggung jawab. Salah satu petugas pemelihara makam, Nurhabibah, menceritakan kondisi makam saat ini. Bunga-bunga seperti Melati, Keupula, bouegenvilee, bunga pisang dan lainnya tersebar memenuhi kawasan perkuburan. Batu-batu nisan secara teratur dicat dengan warna putih. Sekretaris Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA), kantor yang menangani dokumen-dokumen sejarah Aceh, Ridwan, dalam sebuah kesempatan memberikan informasi berkenaan dengan kuburan Belanda Kerkhof Peutjut. Ridwan mengatakan banyak sekali buku-buku yang berkaitan dengan Kerkhof tersimpan di PDIA, walaupun sebagian telah rusak terkena tsunami namun masih sangat bermanfaat. Sebuah buku tebal dengan kualitas cetakan luks yang merupakan buku panduan tentang makam Kerkhof Peutjut dan informasi menarik lainnya telah diterbitkan oleh Yayasan Peutjut. Selain buku ini ada juga buku-buku karangan ahli sejarah Aceh juga seperti buku karangan Tjoetje, yang pernah diterbitkan Juni 1972, dalam rangka peringatan 100 tahun perang Aceh melawan Penjajahan Belanda.
Saya yang mengamati suasana makam melihat kenyataan bahwa makam ini tidak banyak pengunjungnya. Makam ini harus lebih banyak lagi dipromosikan agar dapat menjadi salah satu objek wisata unggulan. Makam ini dapat bercerita banyak tentang heroisme Aceh dan betapa kerasnya peperangan yang terjadi di masa lalu. Makam ini dari segi estetika pun cukup indah untuk dipandang mata. Bahkan sering sebagian penggemar fotografi mengadakan kegiatan hunting foto disini. Banyak sejarah yang bisa dipelajari juga disini. http://theglobejournal.com/traveling/berkunjung-ke-situs-sejarah-kuburan-belanda-kerkhoff/index.php
0 notes
Text
Pocut Meuligo Pahlawan Wanita Aceh
0 notes
Text
Teungku Raja Sabi "Si Putra RajaWali " adalah Putra Cut Mutia
0 notes
Text
Aceh sepanjang sejarah seindah lukisan dalam kanvas - karya Sayed Dahlan Al-Habsyi
1 note
·
View note
Text
TEUKU NYAK ARIEF ( 17 JULI 1899 - 4 MEI 1946 )
Teuku Nyak Arief dilahirkan di Ulee Lheu (5 Km dari Kuta Raja, sekarang Banda Aceh) tepatnya pada tanggal 17 Juli 1899. Ayahnya bernama Teuku Nyak Banta, sedangkan ibunya bernama Cut Nyak Rayeuk. Kedudukan Ayah Teuku Nyak Arief adalah sebagai Panglima Sagi 26 Mukim (wilayah Aceh Besar). Teuku Nyak Arief merupakan anak yang ke 3 dari 5 bersaudara dua diantaranya laki-laki dan tiga perempuan, adapun saudara kandung Teuku Nyak Arief adalah sebagai berikut :
0 notes
Text
Raja Ubiet Raja Keumala - Tangse - Pidie
Raja Ubiet Baru Tahu Indonesia Merdeka Tahun 1980-an Raja Ubiet adalah Raja Keumala di Tangse, Kabupaten Pidie yang pernah membawa pengikut dan keturunannya ke Gunung Itam di gugusan Bukit Barisan di Nagan Raya untuk menghindari kejaran penjajah Belanda. Mereka hidup secara tradisional mengandalkan kemurahan alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka hidup dalam peradaban yang nyaris tanpa sentuhan modernisasi.
Raja Ubiet lengkap dengan pakaian hitamnya
1 note
·
View note
Text
Indatu “Ureung Pidie”
Selama ini kita mengetahui asal mula daerah Pidie sekarang adalah Kerajaan Poli atau Kerajaan Pedir, Namun ternyata jauh sebelumnya Pidie telah memiliki sebuah Kerajaan yang bernama Kerajaan Sama Indra sebagai cikal bakalnya.
Oleh Iskandar Norman
Sebuah buku lama yang ditulis sejarawan M Junus Djamil yang disusun dengan ketikan mesin tik, mengungkapkan hal itu. Buku dengan judul “Silsilah Tawarick Radja-radja Kerajaan Aceh” Buku yang diterbitkan oleh Adjdam-I/Iskandar Muda tidak lagi jelas tahun penerbitnya. Tapi pada kata pengantar yang ditulis dengan ejaan lama oleh Perwira Adjudan Djendral Kodam-I/Iskandar Muda, T Muhammad Ali, tertera 21 Agustus 1968.
Buku setebal 57 halaman itu pada halaman 24 berisi tentang sejarah Negeri Pidie/Sjahir Poli. Kerajaan ini digambarkan sebagai daerah dataran rendah yang luas dengan tanah yang subur, sehingga kehidupan penduduknya makmur.
Batas-batas kerajaan ini meliputi, sebelah timur dengan Kerajaan Samudra/Pasai, sebelah barat dengan Kerajaan Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan pegunungan, serta dengan selat Malaka di sebelah utara.
Setelah berlabuh dan menetap di kawasan itu (Pidie-red), Sjahir Poli mendirikan sebuah kerajaan yang dinamai Kerajaan Sama Indra. Waktu itu mereka masih menganut agama Budha Mahayana atau Himayana. Oleh M Junus Djamil diyakini dari agama ini kemudian masuk pengaruh Hindu.
Lama kelamaan Kerajaan Sama Indra pecah mejadi beberapa kerajaan kecil. Seperti pecahnya Kerajaan Indra Purwa (Lamuri) menjadi Kerajaan Indrapuri, Indrapatra, Indrapurwa dan Indrajaya yang dikenal sebagai kerajaan Panton Rie atau Kantoli di Lhokseudu.
Kala itu Kerajaan Sama Indra menjadi saingan Kerajaan Indrapurba (Lamuri) di sebelah barat dan kerajaan Plak Plieng (Kerajaan Panca Warna) di sebelah timur. Kerajaan Sama Indra mengalami goncangan dan perubahan yang berat kala itu,
Menurut M Junus Djamil, pada pertengahan abad ke-14 masehi penduduk di Kerajaan Sama Indra beralih dari agama lama menjadi pemeluk agama Islam, setelah kerajaan itu diserang oleh Kerajaan Aceh Darussalam yang dipimpin Sultan Mansyur Syah (1354 – 1408 M). Selanjutnya, pengaruh Islam yang dibawa oleh orang-orang dari Kerajaan Aceh Darussalam terus mengikis ajaran hindu dan budha di daerah tersebut.
Setelah kerajaan Sama Indra takluk pada Kerajaan Aceh Darussalam, makan sultan Aceh selanjutnya, Sultan Mahmud II Alaiddin Johan Sjah mengangkat Raja Husein Sjah menjadi sultan muda di negeri Sama Indra yang otonom di bawah Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Sama Indra kemudian berganti nama menjadi Kerajaan Pedir, yang lama kelamaan berubah menjadi Pidie seperti yang dikenal sekarang.
Meski sebagai kerajaan otonom di bawah Kerajaan Aceh Darussalam, peranan raja negeri Pidie tetap dipererhitungkan. Malah, setiap keputusan Majelis Mahkamah Rakyat Kerajaan Aceh Darussalam, sultan tidak memberi cap geulanteu (stempel halilintar) sebelum mendapat persetujuan dari Laksamana Raja Maharaja Pidie. Maha Raja Pidie beserta uleebalang syik dalam Kerajaan Aceh Darussalam berhak mengatur daerah kekuasaannya menurut putusan balai rakyat negeri masing-masing.
Masih menurut M Junus Djamil, setelah Sultan Mahmud II Alaiddin Jauhan Syah raja Kerajaan Aceh Darussalam Mangkat, maka Sultan Husain Syah selaku Maharaja Pidie diangkat sebagai penggantinya. Ia memerintah Kerajaan Aceh dari tahun 1465 sampai 1480 Masehi. Kemudian untuk Maharaja Pidie yang baru diangkat anaknya yang bernama Malik Sulaiman Noer. Sementara putranya yang satu lagi, Malik Munawar Syah diangkat menjadi raja muda dan laksamana di daerah timur, yang mencakup wilayah Samudra/Pase, Peureulak, Teuminga dan Aru dengan pusat pemerintahan di Pangkalan Nala (Pulau Kampey).
Read more: http://www.atjehcyber.net/2011/10/indatu-ureung-pidie.html#ixzz26PFzQJhe
2 notes
·
View notes
Photo

"Lamuri Heritage" Data-data awal dari lokasi tinggalan sejarah di Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar: a. Di lokasi situs terdapat 17 komplek makam tinggalan sejarah yang menyebar di luas bentang area situs. b. Dari 17 komplek makam ditemukan kurang lebih 84 batu nisan dengan berbagai kondisi. c. Dari 84 batu nisan, 28 batu nisan di antaranya adalah batu nisan bersurat yang memiliki nilai sejarah yang teramat penting. d. Dari epitaf pada batu-batu nisan bersurat itu ditemukan 10 nama penguasa atau raja yang pernah memerintah, di samping beberapa nama tokoh lainnya:, 1. Malik Syamsuddin (W. 822 H) 2. Malik 'Alawuddin (W. 822 H) 3. [Malik?] Muzhhiruddin (W. 832 H) 4. Sultan Muhammad bin 'Alawuddin (W. 834 H) 5. Malik Nizar bin Zaid (W. 837 H) 6. Malik Zaid (bin Nizar?) (W. 840 H) 7. Malik Jawwaduddin (W. 842 H) 8. Malik Zainal 'Abidin (W. 845 H?) 9. Malik Muhammad Syah (W. 848 H) 10. Sultan Muhammad Syah (W. 908 H?) e. Temuan serta batu nisan yang dijumpai adalah sebaran tembikar dan keramik yang luas dan padat, begitu pula beberapa sturktur tembok. Demikian data-data singkat dan sementara, supaya dapat dipergunakan dalam pembelaan keelestarian tinggalan sejarah Lamreh. Gambar: Salah satu makam yang berada di puncak tertingi dari perbukitan Lamreh terbuat dari batu granit dengan gaya yang hampir mirip dengan batu nisan makam Sultan Muhammad Al-Malik Azh-Zhahir di Beuringen, Samudera, Aceh Utara. (Taqiyuddin, 2012)
0 notes