Text
Kerjaan kalian ngapain aja, sih? Selain bikin jargon?

Pertanyaan ini secara memalukan sudah menjadi hal yang umum. Begini, ya, sederhana saja, kalian tidak bekerja secara transparan di dunia yang sudah serba canggih ini. Laporan kalian hanya dikirimkan kepada atasan, justru bukan kepada masyarakat.
Tolok ukur—karena masalah ini sudah menahun akutnya—bagi seorang pemimpin pemerintahan di sini yaitu kemacetan dan banjir.
Coba sekali sajalah, berangkat dalam agenda terkait program kalian menaiki mobil tanpa pawai lengkap dengan lampu strobo yang menyilaukan dan pengawal yang memotong jalan secara sembarangan membahayakan nyawa orang itu pada suatu pagi atau sore di Kabupaten Bandung.
Di Indonesia, di negeri yang seolah kalian tidak paham saja jumlah pertumbuhan populasinya—di mana satu atap bangunan saja bisa dihuni oleh setidaknya tiga kepala keluarga beserta para anggotanya—semakin banyak jalan dibangun, maka semakin banyak juga orang ingin memiliki sepeda motor yang dengan uang muka Rp. 500,000- saja sudah bisa memenuhi jalanan.
Asumsi atau gagasan dengan membangun jalan tol, flyover, serta jembatan diyakini bisa memecah kebuntuan macet itu adalah ide yang terlampau usang. Kecuali kalau tujuannya memang ingin bagi-bagi proyek saja.
Kita berpacu dengan zaman. Masih menghidupi ide-ide konvensional di era modern seperti sekarang itu keterlaluan payahnya, sorry to say.
Memang menjadi jalan panjang ketika secara perlahan mengajak masyarakat demi membiasakan diri menggunakan moda transportasi publik.
Mari kita breakdown.
Masyarakat, tetaplah gunakan kendaraan pribadinya dari rumah ke Lahan Parkir Umum—yang disediakan pemerintah—di dekat halte yang tersebar di titik-titik strategis untuk menggunakan bus fasilitas luar dan dalamnya nyaman, jumlah modanya jamak, waktu keberangkatan dan ketibaan yang tepat waktu, jalurnya khusus, pengemudinya ramah yang direkrut dari eks pengemudi angkot, tugaskan satu orang yang menjaga keamanan di dalamnya, melayani trayek dalam kota.
Berkolaborasi dengan pemerintah subwilayah dalam prosesnya. Tugas mereka bisa memastikan alur pada penjelasan paragraf di atas berjalan dengan sesuai. Seperti halnya meminimalisir adanya gangguan yang akan menghambat bus tersebut pada jalurnya.
Setelah kebiasaan ini secara rutin bisa diterapkan masyarakat, pemerintah tetaplah adaptif. Evaluasi terus secara berkala yang menjadi kekurangan.
Persoalan lain yaitu hujan. Hujan memang berkah, tetapi tidak selamanya, bagi sebagian banyak di daerah ini, hujan menjadi musibah. Cukup sering melihat para petugas kebersihan membersihkan sungai dan gorong-gorong, tapi banjir masih ada saja.
Kalau membuang sampah atau limbah kadung menjadi bakat masyarakat dan pabrik yang berjejer sepanjang Rancaekek, Majalaya, Banjaran dan Margahayu itu, maka mulailah menyayembarakan Lomba Buang Sampah dan Limbah se-Kabupaten! Beri mereka uang tunai atau sekalian umroh dan jalan-jalan ke Turki sebagai reward.
Bangun Bank Sampah dan Limbah di setiap kecamatan. Siapa yang paling banyak “menabung” sampah, maka merekalah yang berhak memperoleh secuil dari anggaran kalian.
Pada saat yang bersamaan, sungai harus tetaplah menjadi sungai. Begitu pun gorong-gorong. Tidaklah di atas lahan keduanya, menjadi tempat tinggal atau berdagang.
Esai ini merupakan sebagian dari mimpi utopis penulis. Tidak berharap apapun selain yang terbaik. Good luck.
1 note
·
View note