sparklylightphilosopher
sparklylightphilosopher
Alter Ego
16 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
sparklylightphilosopher · 2 months ago
Text
Kenapa Luka lagi?
Sejak kita semakin dekat dan terbuka, aku merasa dunia menjadi baik-baik saja. Asal kamu di hadapanku, asalkan kamu mengabari, asalkan selalu ada jawaban untuk tanyaku "sedang apa?". Aku tidak menginginkan apa-apa lagi. Sampai pada suatu ketika, aku mencoba mengingat bagaimana kita bertemu dan alasan pada akhirnya kita tidak berakhir satu. Penyesalan-penyesalan itu mengoyak lagi luka lama, menyalahkan diriku terlambat berproses, tidak menjadi sesuai inginmu. Kurang berjuangkah aku hari itu, kurang meyakinkan kah aku? Bagaimana mungkin aku masih berjuang. Pada restu yang kau katakan tidak ada itu, aku berusaha membunuh perasaanku. Apa yang bisa kulakukan hari ini? Aku menyayangimu dengan seluruh dayaku yang tersisa. Aku memilih tetap menerima lukanya, asalkan kau masih ada di sekitarku. Tidak ada yang kuingini selain kamu, tidak bisa ada. Dan tidak berharap ada lagi. Aku menyayangimu, dengan bahagia yang ada sekarang. Tetapi, kenapa 'tiba-tiba' luka lagi? Kamar, 8 Maret 2025
0 notes
sparklylightphilosopher · 3 months ago
Text
Mencintai untuk Patah, Patah untuk Bertumbuh
"Tahu tidak? kalau ada sebuah tawaran film untuk kita perankan, sepertinya kita sama-sama tidak mau jadi pemeran antagonis." Aku memberanikan diri untuk membuka percakapan, sejak tadi kau hanya melamun memandang keluar jendela kereta yang sedang melaju kencang.
"Maksudmu?"
"Selama ini aku tahu kau sudah tidak mencintaiku."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Terlihat dari sikapmu, aktingmu payah sekali." Aku sedikit bergurau.
"Sok tahu kau."
"Kenapa? Memangnya aku salah?"
"Tidak juga."
"Sial. Benar ternyata."
"Lantas, mengapa selama ini kau diam saja?" katamu penasaran.
"Memangnya kau ingin aku bagaimana? mancaci makimu di sosial media? datang ke rumahmu untuk memarahimu? mengemis-ngemis padamu? protes? menjambak rambutmu karena kau sudah tidak cinta aku? haha bodoh sekali."
"Kau kan bisa memastikan dan bertanya langsung padaku. Atau kau bisa pergi dariku, menerima orang baru. Aku tak akan marah dan tak akan mencarimu."
"Tidak tertarik. Lagipula yang tidak cinta itu kau, bukan aku. Mau kau mencintaiku atau tidak, itu urusanmu."
"Memangnya kau tidak sakit hati?"
"Ya, pastilah. Orang gila mana yang tidak sakit hati ketika seseorang yang dicintainya ternyata tidak mencintainya kembali?"
"Orang gilanya kan kau. Sudah tahu tidak dicintai tapi masih saja bertahan seorang diri." Kau meledek.
"Kau juga sama gilanya berarti. Sudah tahu tidak mencintai tapi malah tidak berani bilang dan bertingkah seolah-olah peduli." Aku balas kata-katamu, tak mau kalah.
"Sial. Kau memang pandai membalikan kata-kata." Kau sedikit kesal, aku menertawakan.
Hening sejenak.
"Tapi, seharusnya aku yang bertanya seperti tadi padamu." Kataku tiba-tiba.
"Bertanya apa?"
"Kalau kau sudah tidak cinta, mengapa kau diam saja?"
Kau terdiam. Berpikir sejenak. "Karena aku tak mau membuatmu sakit hati."
"Kau tidak sedang bergurau, kan?"
"Maksudmu?"
"Maksudku, sejak awal ketika aku memutuskan untuk menerimamu artinya aku sudah siap jika suatu hari harus patah hati karenamu. Patah hati olehmu adalah suatu kemungkinan yang sudah aku perkirakan. Kalau sejak awal kau datang baik-baik dan berkata bahwa kau mencintaiku, seharusnya saat kau ingin pergi, kau bisa pamit baik-baik dan mengatakan bahwa kau sudah tidak mencintaiku lagi. Dengan begitu, sakit hatinya hanya sekali dan aku akan memulai untuk merakit kembali hati yang sempat patah ini. Perihal patah hati, bukanlah suatu hal yang buruk sebenarnya. Patah hati adalah proses bertumbuh untuk menjadi manusia hebat dan kuat. Jadi, kau punya hak untuk mengutarakan bebagaimacam perasaanmu padaku. Kau berhak mengatakan bahwa kau mencintaiku, tentu kau juga sangat berhak untuk mengatakan bahwa kau sudah tidak mencintaiku. Perihal bagaimana aku setelah itu, biarlah jadi urusanku." Aku menjelaskan.
"Tidak semudah itu. Aku juga memikirkan perasaanmu. Kau pikir gampang mengatakan bahwa aku sudah tidak mencintaimu? Bagaimana jika setelah aku mengatakannya kau benar-benar jadi gila?" kau sedikit protes.
"Sebentar, kau pikir juga gampang mencintai seseorang yang tidak mencintai kembali?" aku berhenti sejenak, kemudian melanjutkan. "Dengar, sebetulnya kau tak perlu merisaukanku. Begini-begini aku juga punya Tuhan. Tidak mungkinlah aku menjadi gila karena hal sepele semacam ini."
"Ya, tetap saja aku merasa tidak enak."
"Kau seperti meremehkanku. Kau seperti berpikir bahwa aku akan menderita jika kau tidak ada. Padahal, itu belum tentu. Bukankah langit malam akan tetap tenang walau tanpa kehadiran sang rembulan?"
Kau hanya terdiam.
Hening beberapa saat.
"Jadi, bagaimana?" tanyamu, memecah keheningan.
"Bagaimana apanya?"
"Kau tidak mau bertanya mengapa aku tidak mencintaimu lagi?"
"Untuk apa? Sebagaimana kau pernah mencintaiku tanpa alasan, tak aneh juga jika kau tak lagi mencintaiku tanpa alasan. Jika perlu alasan pun pasti banyak kemungkinan mengapa kau tidak mencintaiku lagi. Alasannya bisa saja karena aku sudah tidak menarik lagi misalnya, sikapku yang menurutmu tidak baik, atau kau merasa aku tidak pernah pantas untukmu." Aku menghela nafas sejenak, "atau alasan yang datang dari dirimu, seperti kau tiba-tiba menemukan cinta yang baru, kau merasa tidak layak untuk dicintai, kau ingin fokus dengan duniamu, atau ada suatu hal yang seharusnya tak kuketahui dan atau seribu alasan lainnya. Tapi, aku selalu yakin bahwa dari berbagaimacam alasan tersebut, tidak ada satupun alasan yang tidak masuk akal. Kau beralasan begitu bukan berarti kau sengaja ingin menyakitiku. Kalau kau sengaja menyakiti, berarti kau memang tidak waras. Lagipula, kalau aku merasa tersakiti sebabnya bukan karenamu. Tapi, karena perasaan dan pikiranku sendiri." Sial. Aku mengatakannya seolah mudah untuk dijalankan.
Kau terdiam, mencerna kalimat yang baru saja ku ucapkan, kemudian bertanya "Lantas, kapan kau akan berhenti mencintaiku?"
"Aku akan berhenti mencintaimu saat mulutmu sendiri yang mengatakan bahwa kau sudah tidak mencintaiku. Aku akan berhenti saat kau mengatakan bahwa aku harus berhenti. Aku akan berhenti saat kau sudah menemukan cinta yang baru. Saat itulah aku akan berhenti."
"Kau tidak sayang dengan dirimu?"
"Aku sayang, tapi santai."
"Kau ini memang selalu tidak jelas." Kau meledekku.
"Iya, seperti hubungan kita, ya?"
"Ya sudah. Maafkan aku."
"Maaf untuk?"
"Maaf karena aku sudah tidak mencintaimu."
"Haha kau ini suka sekali bercanda, ya. Dengar, tidak mencintaiku bukanlah suatu dosa besar. Yang jadi masalah adalah kalau kau tidak mencintai Tuhanmu. Itu baru namanya kurang ajar. Lagipula aku ini orangnya tidak enakan, untuk dicintai orang sepertimu saja aku merasa tidak enak, takut merepotkan."
"Kalau begitu, biar kuubah. Maaf kalau aku sempat membuatmu sakit hati."
Aku terdiam sejenak. "Hmm, bukan masalah sebenarnya. Sakit hati ini sudah jadi risiko yang harus kuterima. Kau tak perlu minta maaf, karena aku sendiri yang salah."
"Memang apa salahmu?"
"Salahku adalah berharap terlalu besar padamu, manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Maksudku, kalau aku berharapnya kepada Tuhan, pasti aku akan baik-baik saja, kan?"
"Tapi, tetap saja aku sempat membuatmu berharap."
"Ya sudah, baiklah. Aku maafkan." kataku.
***
Kereta mulai melambat perlahan, tanda akan berhenti di stasiun depan. Beberapa orang bersiap untuk bergegas keluar.
"Baiklah, kalau begitu boleh aku pamit sekarang?" katamu.
"Kalau itu sudah menjadi keputusanmu, silakan." Aku hanya tersenyum
"Kau tidak marah?"
"Kalau aku marah, memangnya kau tidak jadi pamit?"
"Aku tidak yakin." Raut wajahmu memancarkan kebingungan.
"Ya sudah, silakan."
Kereta terhenti.
Kau beranjak dari tempat dudukmu. Melangkah menuju pintu keluar.
satu langkah, dua langkah, tiga langkah, empat langkah, lima langkah.
Tiba-tiba kau terhenti. Membalikkan badan.
Kau tersenyum. "Terima kasih untuk semuanya, senang bisa mengenalmu. Sampai bertemu lagi." Kau melambaikan tangan.
"Iya, terima kasih kembali. Hati-hati di jalan." Aku balas melambaikan tangan.
Kau bergegas keluar. Langkahmu sangat cepat. Kulihat dari balik jendela kau mengusap matamu, berusaha untuk tidak berbalik badan. Banyak beban yang ada dipundakmu, terlihat banyak kebingungan dan keraguan di raut wajahmu itu. Dengan sisa kekuatan, kau berusaha melanjutkan perjalanan untuk mewujudkan mimpi dan cita-citamu.
Untuk sesaat, aku hanya terdiam menatap kursi penumpang dihadapanku yang telah kosong. Mataku terpejam, menarik nafas dalam-dalam, kemudian kukeluarkan pelan-pelan.
Aku mengusap wajah. Menahan agar tidak ada setetes pun air mata yang keluar. Ku ambil buku novel dari dalam tas yang sejak tadi ku gendong. Ku pasang earphone di telinga kiri dan kanan, lalu ku nyalakan lagu Sorai milik Nadin Amizah sebagai teman perjalanan.
Langit dan laut saling membantu
Mencipta awan hujan pun turun
Ketika dunia saling membantu
Lihat cinta mana yang tak jadi satu
Kereta ini perlahan mulai melaju kembali. Pelan tapi pasti, perlahan semakin cepat meninggalkan tempat pemberhentian tadi. Perjalananku masih panjang dan terus berlanjut. Banyak pelajaran yang kudapat dari perjalanan ini, tentu pelajaran berharga ini tak akan kudapat jika sebelumnya aku tidak pernah bertemu denganmu. Saat ini aku telah siap untuk tumbuh menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Di depan sana, sudah Tuhan siapkan berbagai skenario dan kejutan yang tidak terduga. Entah di tempat perhentian selanjutnya akan bertemu denganmu lagi atau tidak. Entah kursi penumpang dihadapanku akan terisi denganmu lagi atau tidak. Entah tujuanku akan tercapai atau tidak. Aku sama sekali tidak tahu.
Yang pasti, di perjalanan saat ini, di episode kali ini hanya menyisakan aku, buku, lagu kesukaanku, tanpa kehadiranmu.
....
Kau dan aku saling membantu
Membasuh hati yang pernah pilu
Mungkin akhirnya tak jadi satu
Namun bersorai pernah bertemu
Sorai - Nadin Amizah
Sorai, 12 Mei 2024
21 notes · View notes
sparklylightphilosopher · 3 months ago
Text
Tolong
Tidak minta semua waktumu. Hanya saat kau di dekatku, semua terasa lebih mudah. Jangan marah. Aku benar-benar butuh kamu sekarang.
0 notes
sparklylightphilosopher · 5 months ago
Text
Tahu Diri
Kamu berharap apa pada yang bukan milikmu? Meski mungkin dihari lalu telah direncanakannya sesuatu, di hari lain tak ada kewajibannya untuk tak mengubahnya, bukan? Meski permintaannya telah kamu tanamkan dalam-dalam di hatimu, mengakar menjadi harapan. Kamu tidak berhak menuntut apapun. Kamu harus tahu diri.
0 notes
sparklylightphilosopher · 5 months ago
Text
Yang Tak (Berhak) Bahagia
Halo hati, apa kabar? Setelah bertahun-tahun berjuang. Datang-pergi, maju-mundur, lupa-ingat, pada orang yang sama, sudah menemukan apa saja?
Bagaimana sedihmu? Bagaimana sakitmu? Bagaimana traumamu? Hilangkah rasa-rasa itu, sekarang? Haruskah kubantu menjawab semuanya. Bahwa kamu memilih terus berada di sisinya. Menerima seluruh kecewa saat dia tak mampu memelukmu kembali. Berulang kali menahan cemburu saat kau lihat namanya bersanding indah dengan pilihannya di berkas-berkas legal. Menambah list-list trauma dan ketakutan. Hanya kamu yang paham, bahwa semua tidak lagi tentang bahagia. Kamu yang hanya membutuhkannya untuk tidak merasai kesedihan lagi. Lalu apakah kamu menyesal? Bahkan ketika pertanyaan itu terlontar sendiri darinya. Kamu tidak pernah berkata, iya. Katamu, dengannya meski tidak saling menjadi apa-apa tetap membuatmu bertumbuh. Tidak ada waktu yang sia-sia, sebab bagaimanapun rasanya~ dia yang menganggapmu ada tidak lagi dapat disandingkan dengan hal lain.
0 notes
sparklylightphilosopher · 5 months ago
Text
Pada akhirnya,
Lagi-lagi aku menjadi pusat salah dan masalah. Bahkan untuk sesuatu yang harusnya tidak kutanggung. Bahkan untuk sesuatu yang kembalinya pada diriku sendiri. Entah orang lain yang terlalu gampang menyalahkan atau aku yang katanya keras kepala tidak tahu menerima kritik. Lalu, semuanya menjadi lebih sakit. Ketika yang menyalahkan itu adalah ...
0 notes
sparklylightphilosopher · 7 months ago
Text
Hatiku Ternyata Belum Sembuh
Malam tadi, akhirnya aku tersadar. Bahwa penerimaanku atas keadaan kita adalah semu. Namanya, yang kau sebut dalam candaanmu ternyata tidak dapat menjadi alasanku ikut tertawa. Bagaimana perasaan kalah yang terus menerus kurasakan di enam tahun lalu itu, ternyata bekasnya cukup dalam, luka, lalu menganga lagi. Aku menyayangimu, itu sebabnya aku tidak ingin menjadikanmu alasanku terluka. Sekuat tenaga, menerima bahwa segala yang kau putuskan adalah takdirku. Sedihku yang tak memilikimu, kuanggap bukan inginmu tetapi jodohmu yang bukan aku.
Hatiku ternyata belum sembuh. Enam kali melewatkan September, sesak yang selalu kusembunyikan darimu ini masih sama rasanya. Aku yang tak pernah menampakkan cemburu ini, nyatanya masih sakit tak bersamamu. Sebab aku menyayangimu.
0 notes
sparklylightphilosopher · 9 months ago
Text
How to be Your Hope
Sdjbt, aku sayang kamu. Sebuah kata yang berkali-kali ingin kuucapkan padamu. Entah kamu tahu atau tidak, tetapi itu yang sedang terjadi dan kurasakan. Kamu mungkin tidak percaya, dengan diriku yang acapkali tidak sesuai inginmu. Tetapi sungguh, aku tidak pernah berhenti berusaha untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Seperti baik yang seharusnya, seperti maumu juga.
Maafku tidak terpercayai. Terlalu nol besar katamu. Aku bisa apa?
0 notes
sparklylightphilosopher · 9 months ago
Text
Tergila-gila?
Jangan berkorban untukku, aku takut kamu lelah dan pergi. Jangan memikirkanku, aku tidak ingin kamu bosan melihatku. Jangan menempatkanku dimanapun di hidupmu, aku khawatir menganggapmu milikku dan terus pulang padamu.
Biar aku yang memprioritaskanmu. Biar aku yang mengkhawatirkanmu. Biar aku yang terus peduli. Aku memang tidak bisa meminta kamu tinggal. Tapi, aku tidak mampu tanpa kamu.
Berdiri saja, dimana aku bisa melihatmu. Sejak lama aku tidak lagi mengharapkan bahagia. Sedari dulu, aku hanya diizinkan untuk menghindari kesedihan.
0 notes
sparklylightphilosopher · 9 months ago
Text
Cerpen : Pertanyaan Kenapa
Aku belum juga menikah bukan karena aku gak mau, bukan pula karena gak ada yang mau. Aku masih harus bekerja dan fokus sama keluargaku, utang keluargaku nggak sedikit. Bahkan aku bertahan di pekerjaan yang membuatku begitu tertekan, aku betah-betahin karena aku butuh uangnya. Keluargaku tidak siap untuk masuk ke dalam fase baru, melihat anaknya menikah meskipun ibu seringkali bertanya dan menyuruh-nyuruhku untuk segera; malu sama tetangga, katanya. Aku belum mau menikah sampai aku merasa latar belakangku sudah kubenahi. Aku belum punya anak juga bukan karena aku menunda, aku ingin sekali. Tapi kan anak tidak bisa dibeli di supermarket, yang kalau punya uang bisa tinggal belikan saja. Aku dan pasangan sudah bolak balik rumah sakit untuk menyembuhnya penyakitnya, ada sakit yang tak bisa aku jelaskan satu per satu, toh kalian juga nggak akan nyumbang buat membiayainya, cuma kepo aja. Apalagi, kalau tahu, nanti kalian malah sibuk menyuruhku untuk menceraikannya dan menikah dengan yang lain saja, yang lebih sehat. Kupahami, memang di otakmu pernikahan hanya dipikir untung rugi aja, bukan hubungan saling mengasihi dan menyayangi.  Aku bekerja di sini itu bukan karena aku gak diterima di mana-mana. Aku ingin menjaga bapakku yang tinggal sendiri. Meski katamu sayang ijazahnya, sayang udah disekolahin tinggi-tinggi ujung-ujungnya jadi guru PAUD. Gaji nggak seberapa, rugi sekolahnya udah bayar mahal-mahal. Kalian aja yang gak tahu kalau sebelum aku ambil keputusan jadi guru di desa ini, aku sudah diterima di perusahaan multinasional. Gak jadi kuambil karena aku kasihan sama bapakku kalau kutinggal sendiri. Nanti kalau aku tinggal bapakku, katanya aku kurang ajar dan gak kasihan sama orang tua karena ditinggal sendirian di rumah, kalau sakit gimana? kalau mau mati, gimana? Aku kayak gini tu bukan sepenuhnya hal yang kuinginkan, kalau kubunuh rasa peduli dan rasa cinta, pasti aku abaikan semuanya, kutinggalkan semuanya dan aku akan kejar apa yang aku mau mau gimanapun caranya. Tapi, gara-gara kalian sering tanya kenapa, yang tadinya aku sudah bulat dengan segala keputusanku, kini terkikis juga rasa syukurku.  Kalau nanti di pengadilan Tuhan aku ditanya kenapa rasa syukurku sedikit, kutuntut kalian satu persatu karena telah merusak rasa syukurku tersebut karena terlalu sering bertanya kenapa padahal aku tak pernah meminta pendapatnya. ©kurniawangunadi
coba kamu tambahin sendiri
692 notes · View notes
sparklylightphilosopher · 9 months ago
Text
Iya-ku belum berubah.
Aku menemukanmu di tempat yang baik, di waktu magrib Ramadhan tahun lalu. Aku meneguhkan perasaanku waktu itu. Kamu adalah jawaban. Alasan yang membuatku bertahan sampai hari ini.
Hari ini hari yang baik. Kita memilih mengakhirinya. Di perjalanan mengenalmu kita tahu banyak hal tidak baik yang sudah terjadi. Mari saling meminta pengampunan. Agar di cerita selanjutnya tidak ada lagi yg seperti kita.
Sejak diberitahu bahwa salah satu ancaman paling menakutkan dari cerita ini adalah jarak, saya sudah mempersiapkan diri. Mencari jalan bagaimana untuk bisa tetap sama-sama. Adakah cara untuk mengurangi kerumitan. Andai aku tak menemukan apapun, sudah lama aku memutuskan menyerah.
Aku bisa menjaminkan bahwa proses pernikahan tdk akan serumit bayanganmu. Kujaminkan bahwa ragaku akan selalu menyertaimu. Aku tidak takut kehilangan pekerjaan. Aku bisa mengerjakan apapun asal bersamamu. Satu yang tak bisa kulakukan, mengubah hati orang tuamu untuk menerimaku. Dan itu yang harus kuhadapi hari ini.
Terima kasih. Sudah memberi kesempatan sejauh ini untuk membuktikan bagaimana aku menaruh rasa padamu. Aku ingin menyesali banyak hal, tetapi bukankah berandai-andai adalah salah satu yang paling tidak disukai Tuhan. Kamu cukup menjadi pelajaran. Bahwa setiap rencana ada yg meng-acc-kan. Seperti dulu aku berniat untuk tak menjatuhkan hati pada kepergianku, nyatanya aku tertaut padamu. Seperti aku yang menginginkan menjadi menantu kedua orang tuamu, nyatanya Tuhan lagi-lagi tidak menyetujui.
Sungguh akan banyak yang terasa hilang mulai hari ini. Tapi bukankah setiap orang harus menghadapi hal-hal baru dalam hidupnya, berhenti menyapamu setiap malam misalnya. Jangan terlalu banyak bermain-main, stress obatnya kembali ke Tuhan. Jangan lupa makan, aku benci sakitmu. Jangan suka begadang.
Jika suatu saat saya kalah untuk tak menyapamu, jangan dibalas. Maaf harus mengatakan semua ini, ini usahaku untuk meluruhkan rasa yg bertambah setiap hari. Sebulan lagi, tulisan di atas genap berusia 5 tahun. Hari dimana aku memilih melepasmu atas kecintaanku pada keluargamu. Bagaimana mungkin aku memaksakan masuk pada rumah yang tak bersedia membukakan pintunya untukku. Lebih setahun diriku merutuki tempat kelahiranku, suku yang mengalir di darahku. Hal yang pada akhirnya kuketahui tidak pernah benar-benar menjadi alasan kamu melepasku.
Beberapa saat sebelum pernikahanmu, kusadari bahwa kesalahanku lah yang telah membuat ragumu tidak mampu berubah yakin. Sikap spontan dari perempuan yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta secara dewasa ini, terlau salah di matamu. Lalu bagaimana kabarku sekarang? Apakah telah kutemukan seseorang, secepat kamu menggantikanku?
Tidak- bahkan setelah 5 tahun berlalu. Aku masih rela mengais-ngais sisa bahagia atas namamu. Entah bagaimanapun caranya. Senyummu, kelegaanmu, sehatmu, bahagiamu, dan kau yang membutuhkanku masih menjadi yang kuidam-idamkan setiap hari. Orang tua yang ingin kujadikan Ibu dan Bapak keduaku, masih selalu kuharapkan sehatnya. Adik yang selalu ingin kupeluk dan kuberi perhatian, masih kusimak kabarnya dari jauh. Lalu setelah semua keadaan telah berbeda. Bahkan, Iya-ku belum berubah.
4 notes · View notes
sparklylightphilosopher · 9 months ago
Text
Menulis lagi.
Hari ini akhirnya aku harus memberikan apresiasi pada diriku sendiri yang berhasil memulai menulis lagi. Entah bagaimana dan apa isi tulisannya. Aku hanya harus memulai lebih dulu. Isi kepala yang berantakan, rencana yang menumpuk.
Menulis kayaknya menjadi satu-satunya jalan untuk menguraikannya satu-satu. So, terima kasih diriku sendiri.
0 notes
sparklylightphilosopher · 2 years ago
Text
Yang Kupikirkan Tentangmu, Hari itu.
Aku pernah mengecam jarak. Sebab kekosongan yang lama kamu tinggalkan. Hari berganti hari hanya mengharapkan temu. Hingga sesekali isak turut menyertai. Sampai sebelum kemarin, aku masih tak bisa menggambarkan sebagaimana pentingnya kehadiranmu.
Lalu pada akhirnya, pertemuan memberiku penjelasan tentang betapa berharganya kamu. Denganmu di hadapanku tak kutemukan keraguan. Sesekali mengintip senyummu, tak ada kecacatan disana. Caramu bercerita, masih memesona seperti dulu.
Aku memutuskan berterima kasih pada jarak yang pernah terentang jauh. Karenanya, aku belajar menghargai setiap kesempatan bertatap wajah, Aku juga berterima kasih padamu, sebab sampai hari ini ada waktu yang tetap tersisihkan untukku.
Tidak ada hakku untuk memutuskan jalan mana yang akan kamu pilih ke depan. Yang kubisa hanyalah mendukung pilihanmu. Harapanku jadilah terbaik untuk segala mimpi yang akan jadi nyata. Tetap menjadi anak bapak dan mama yang diistimewakan. Jadi kakak yang baik untuk dia yang kini beranjak dewasa.
Aku masih belum berniat berhenti. Kita berakhir hanya jika kau menyerah sekarang. Menjauh adalah menyia-nyiakan yang tak mungkin tak bisa kutemukan pada orang lain. Bagiku kamu bukan pilihan. Maka, selain kamu tak kupikirkan siapa-siapa lagi. Aku ada untuk setiap apapun yang kau butuhkan. Pulanglah, berceritalah, bersandarlah. Meski begitu, aku bukan yang terbaik. Sampai kau menemukan yang lebih dan tak lagi ingin memberiku kesempatan. Katakan. Akan kuredam harapanku hari itu juga.
4 notes · View notes
sparklylightphilosopher · 3 years ago
Text
Pernahkah kamu, bercita-cita menjadi seorang psikopat?
-Aku pernah.
Hidup tenang tanpa harus memikirkan orang lain.
Bisa melakukan apapun untuk meraih yang diinginkan tanpa khawatir orang lain akan terluka.
Tidak mesti bahagia, hanya perlu tak merasakan sakit.
Betapa nyamannya, bukan?
Bahkan ketika kamu dihakimi orang lain, kamu hanya duduk tenang tanpa ketakutan.
Pernahkah kamu bercita-cita menjadi seorang psikopat?
-Aku pernah.
Tidak peduli orang lain terluka, aku hanya perlu memuaskan inginku.
;
1 note · View note
sparklylightphilosopher · 6 years ago
Text
Seks Bebas Bukan Amanat Reformasi
Tumblr media Tumblr media
Gimana ya, paham sih sebenernya karena demonstrasi hari ini lintas spektrum dan pemikiran. Banyak macem orang. Bisa jadi sebagian orang fokus ke isu yang satu dan sebagian lagi fokus ke isu yang lain.
Namun, sebelum gerakan moral ini semakin jauh melangkah, tulisan ini cuma ingin sekadar mengingatkan. Kalau semangatnya adalah #TuntaskanReformasi, maka mahasiswa tak sepatutnya memasukkan 'seks bebas' ke dalam agendanya.
Ada 6 amanat reformasi yang disepakati.
Adili Soeharto dan kroni-kroninya.
Cabut dwifungsi ABRI.
Hapuskan budaya KKN.
Otonomi daerah seluas-luasnya.
Amandemen UUD 1945.
Tegakkan supremasi hukum dan budaya demokrasi.
Reformasi tidak mengamanatkan seks bebas.
Jangan pakai standar ganda, Bro. Korupsi ditentang karena merugikan negara. Sementara zina yang merusak tatanan masyarakat, malah dibela. Gak semua orang bisa korupsi, karena gak semua orang punya wewenang. Tapi semua orang bisa zina karena semua punya alat kelamin. Koruptor keenakan karema korupsi. Pezina juga keenakan karena zina. Apa gak sama aja seremnya?
Lantas dimana pijakan narasi dalam spandukmu itu? Ayo pimpinan-pimpinan mahasiswa yang masih jernih moral dan pikirannya (yang udah rusak, silakan abaikan pesan ini), lebih waspada dan perbaiki narasi. Saya yakin, banyak yang kecolongan. Mungkin niatnya sarkas atau ngelucu, tapi kebablasan.
Gak lucu juga kalau kiprah kalian hari ini berkontribusi pada aborsi janin atau lahirnya anak-anak hasil perzinahan di masa depan. Negeri ini butuh patriot, bukan pezina yang nurutin hawa nafsu.
Maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi dan penuh rasa malu berpeluang besar untuk diampuni. Sebaliknya, maksiat yang dilakukan, dikampanyekan, dan dibela tanpa rasa malu berpotensi besar untuk diadzab di dunia. (Abaikan kalau kamu udah gak percaya tuhan dan agama)
Gak usah bawa-bawa tuhan dan agama, mas.
Pancasila dan UUD 1945 juga bawa-bawa tuhan dan agama. Ubah dulu konstitusi kita kalau mau saya gak bawa-bawa tuhan dan agama. Saya NKRI, saya Pancasila. Kamu?
Jakarta | Taufik Aulia
1K notes · View notes
sparklylightphilosopher · 8 years ago
Text
Kembalilah (Menjadi Saudaraku)
saya (memang) tidak berhak mengatur atau sekadar menilai bagaimana seseorang menyimpan saya dalam ingatannya..
tetapi menjadi kecewa saat seseorang yang pernah berbagi cerita, tawa, dan air mata menempatkan kita pada posisi bukan siapa-siapa (lagi), bagi saya adalah wajar...
pergi tanpa sepatah kata, lalu kembali untuk sekadar mengucap maaf bahwa ada yang harus kamu jaga perasaannya ...
saya menghargai setiap orang yang pernah dengan setia menghapuskan air mata saya, dan itu kamu salah satunya
memperbaiki hubungan tidakkah lebih baik, dari pada terus menghindari..?
saya menganggap kamu bagian dari keluarga saya, jauh sebelum kamu bertanya bagaimana kamu di mata saya, dan seperti jawabanku dulu aku ingin kamu menganggapku saudaramu (pula) ....
saudaraku, menjadi biasalah... seperti kita dulu... bercanda, tertawa, atau duduk tenang mendengar ceritaku...
salam rinduku, untukmu, untuk tawamu dan untuk setiap semangat yg kau bagikan...
1 note · View note