Tumgik
ssabellee · 4 years
Text
00.11 : Berjuang
Kita belajar untuk bisa melewati banyak sekali keadaan, kalau kita tak mampu melewatinya. Kembali, belajar lagi, meluangkan waktu untuk mencari letak kesalahan-kesalahan yang sudah kita lakukan, perbaiki. Kemudian kita coba lagi.
Begitu seterusnya.
Yang menentukan batasnya adalah kita sendiri, mau seberapa banyak memperjuangkannya hingga kemudian kita memutuskan berhenti jika tak kunjung mampu melewatinya. Kemudian, memilih jalan yang lain.
Setidaknya, kita sudah berjuang.
@kurniawangunadi | Yogyakarta, 31 Maret 2020
635 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Social Pressure
Sadar gak? ada tekanan social ditengah-tengah kehidupan kita ini? yaitu harus lahir dan hidup sebagai orang kaya raya, entah anda mau hidup dengan gaya yang sederhana ataupun hedon, Intinya, anda harus kaya karena kaya sama dengan sukses. Kenapa? manis atau pahit terima aja harga diri manusia sekarang dinilai dari kekayaannya.
Gak percaya? tengoklah drama-drama di tv, film-film di tv, ada rasa puas ketika orang itu ternyata anak orang kaya yang dibuang tiba-tiba jadi cinderella ternyata bapaknya chaebol, syet.  
Yang beneran kaya sebagiannya terus mempertahankan kekayaan itu tanpa perduli cara, apapun jalannya, hajar jangan sampai jatuh miskin, ada yang memaksakan diri agar terlihat kaya supaya tidak direndahkan mulai dari menjual harga diri, hingga menjual agama, naudzubillahimindzallik.
Setelah memasuki usia 25 tahun, saya pribadi mulai merasakan social pressure ini, yang dari kecil saya tidak terlalu merasakannya, karena hidup saya sejauh mama saya hidup masuk kategori ‘enak’, untuk ukuran anak daerah, saya selalu sekolah disekolah bergengsi yang terkenal didaerah saya, lingkungan pertemanan sewaktu itu adalah anak pejabat didaerah kami.
Lulus SMA kuliah di Universtas negeri dan sedikit berbangga diri karena jurusan yang sulit tapi mampu lulus dengan nilai biasa aja. zz..setelah ibu saya meninggal, mulailah social pressure itu terasa, oh ternyata kalau sudah lulus S1 harus lanjut S2 kalau bisa diluar negeri, kalau belum lanjut, harus Nikah, 
kalau belum nikah harus punya pekerjaan bergengsi dengan gaji 10 juta atau 15 juta kalau perlu lebih, kalau tidak kuliah harus punya usaha yang omsetnya ratusan juta.
Kalau memilih menikah, harus menikah di gedung atau hotel dengan dekor 35 juta, katering makanan 70 juta, dan memberikan seragam pada teman 1 angkatan. Gak peduli kamu mau nikah dengan cara baik-baik atau hamil duluan.
Depresi sudah saya, kalau irama hati harus ikut ritme social pressure ini karena pasti saya akan terus menyalahkan takdir hidupku jadi syulit karena ibundaku sang menteri ekonomi sudah tak ada ckck astagfirullah naudzubillahimindzallik.
apakah social pressure ini muncul dengan sendirinya?
Tidak, no no no, ia lahir dari cara berfikir memisahkan agama dan kehidupan, Allah cuma dianggap hadirnya didalam mesjid aja, diluar mesjid Allah gak ada, subhanallah, lebih dari itu Allah dianggap cuma nyuruh sholat, puasa, zakat, naik haji. Parahnya cara berfikir ini menarik orang untuk berfikir bahwasannya setiap manusia berhak atau bebas melakukan apapun yang dia sukai.
Hasilnya muncul-lah jargon-jargon semisal ‘ selama gak merugikan orang lain dan elu bahagia melakukanya lakuin aja’ bener sih, tapi jargon itu berkembang menjadi dukungan terhadap LGBT, pacaran, hamil diluar nikah, aborsi, dan kejahatan social perusak peradaban lainnya, sedihnya banyak muslim yang terkontaminasi cara berfikir seperti ini.
Tambah parah ketika cara berfikir ini akhirnya menjadi kerangka berfikir penguasa, lahirlah kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan orang berduit. Sampai menjadi sebuah sistem dalam mengatur kehidupan umum orang banyak, ya kapitalisme.
Padahal standar menilai baik-buruknya seorang Muslim dalam menilai baik-buruk adalah halal-haram, selama sesuatu itu halal lakuin aja, tancap gas men, tapi kalau haram berhenti dong cari cara agar yang halal berjalan. 
Eh tapi karena cara berfikir memisahkan agama dari kehidupan akhirnya, agama dianggap sebagai urusan private, tidak perlu dibawa-bawa dalam kehidupan umum. Pelik, tambah pelik ketika melihat manusia-manusia depresi yang tidak mau mengobati depresinya dengan kembali pada fitrahnya sebagai manusia.
Social pressure yang mengkerdilkan makna sukses adalah kaya hanya akan melahirkan berbagai macam penyakit mental yang menjamur dan tidak akan pernah bisa disembuhkan, saat memikirkan ini, saya jadi menyadari, 
sudah benar sukses dalam Islam itu ketika kaki kita berdiri disurga, berapapun harta yang kita miliki, kita tetap bisa merasakan kesuksesan (masuk surga) jika Allah ridha dengan segala amal perbuatan baik kita, dan memaafkan semua dosa-dosa dan kelalaian kita.
Percaya atau tidak, memperbaiki cara berfikir itu berpengaruh bagi hati, tenang dan entengnya hati berawal dari cara berfikir kita. Maka mengkaji Islam dengan menyeluruh menjadikan hati enteng, serta diliputi ketenangan. Diberi harta banyak tenang, diberi sedikit juga tenang.
59 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Energi Tulisan
Selama berselancar di dunia tulisan, saya banyak belajar karakteristik tulisan yang juga menunjukkan karakteristik penulisnya. Entah itu kepribadian, gaya bahasa, menebak sikap, pemikiran, dan lain hal
Apakah itu muncul karena sebuah tebakan umpama tebak-tebak buah manggis? Oh tentu tidak.. Saya rasa itu lain halnya
Entah tersebab apa, atau karena saya sendiri betul-betul perasa
Terlepas dari itu semua, selama berselancar di dunia tulisan saya banyak menemukan karakter karena sebab pengaruh pancaran energi disana. Ada yang menggebu, ada yang terlepas sendu, ada yang begitu saja tanpa makna dan sekedar lalu
Maka yang tidak bisa dinafikkan dalam tulisan adalah bahwa ia adalah juga sarana terbaik untuk menyalurkan energi kebaikan, apapun itu. Benarlah bila banyak petuah menegaskan soal mengapa kita mesti menulis, mengapa kita harus mengikat ilmu dengan tulisan, dsb
Lagi-lagi, tidak berlebihan bila dikata Menulis adalah sarana terbaik untuk menyalurkan energi. Bukan sembarang energi, upayakan hanya energi kebaikan
Saya menulis ini memang sejatinya sedang menasihati diri saya. Tersebab nasihat Umi yang ternyata setelah dipikir ada benarnya
Hal ini setelah entah berapa kali dalam 2-3 minggu terakhir saya berulang kali drop. Saya kira ini aneh, tanpa sebab. Kalau karena kelelahan, meski terbilang padat tapi mobilitas di kampus dulu bahkan lebih padat.
Pola makan, saya kira tidak juga. Justru saya rasa sudah mendapat banyak asupan tambahan dibanding ketika (you know lah ya) kos jaman mahasiswa :)
Sampai akhirnya Umi bilang,
Kamu mah sakit kayanya gara-gara udah lama ngga nulis lagi kak. Biasanya nulis kan di IG, kali gara2 energinya belum tersalurkan hehe
Emang iya tah?
adalah reaksi saya sebelum akhirnya membuat tulisan ini. Mungkin ada benarnya, dan memang ada benarnya. Meski saya masih belum siap, betul-betul belum siap untuk saat ini, tapi semoga segera dimampukan
Meski pada saat yang sama saya mengomitmenkan untuk tetap menuangkan energi pada banyak aspek lain semisal Menimba ilmu, Membaca, Memantau komunitas, Mengisi kajian online maupun offline, Mengorganisir a-b-c, dan (tetap) Menulis. Bila dipikir ulang, saya kira energi itu (masih) cukup tersalurkan
Tapi memang soal sakit itu sendiri saya akui, karena sebab kelelahan (pikiran) yang teramat. Setelah berusaha menutup tahun yang cukup berat kemarin, rupanya ada yang berusaha mengurai ikhlas itu sendiri
Tapi saya justru bersyukur, meski sahabat saya heran seherannya, bagaimana bila orang lain dihadapkan pada persoalan yang sama ditimpakannya seperti saya
Syukur paling utama tentu karena Allah Membimbing si faqir ini dalam kajian keilmuan, yang disana sudah dhahir dan wadhih rampungnya bahasan qadha. Kalau bukan karena Maha PemurahNya Allah, entah kita menjadi apa karena lemahnya ketidaktahuan kita berhadapan dengan prasangka semesta
Saya tidak sedang ingin membuat tanda tanya apalagi membuat yang lain menerka-nerka. Adalah alami saja siapapun pernah mengalami negasi dari bahagia itu sendiri beserta anak turunannya. Sebab barangkali disana Allah sedang Mendidik kita
Ini adalah cara saya menyalurkan energi lewat tulisan itu, energi yang bukan sembarang energi selain daripada apa yang sarat akan muatan ideologis nya seorang muslim, sebuah kebaikan yang mesti dibagi
Bahkan kalaupun disana ada segala yang berlawanan, ubah dulu ramuannya sampai akhirnya yang tersajikan adalah apa yang bisa dipetik baiknya saja :)
dan jangan lagi dinafikkan, bahwa tulisan adalah sarana penyaluran energi baik dari penulisnya untuk jutaan kepala di luar sana. Sayangnya, banyak penulis yang justru tidak menyadari ini sehingga menulisnya hanya sekedar menulis atau bahkan semakin menyuburkan kebathilan. Wal 'iyadzu billaah
Hadanallah waiyyakum
4 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Tulisan : Taatnya Perempuan
Bismillah ar rahman ar rahim.
catatan : tulisan ini bersifat subjektif dan merupakan hasil dari pengamatan dan pengalaman pribadi, ditambah dengan beberapa cerita dari teman sebaya.
Semasa masih lajang beberapa waktu yang lalu. Saya belum begitu memahami secara benar tentang definisi perempuan yang baik, atau yang salehah mungkin kata teman-teman yang belajar agama lebih dari saya. Bagi saya, yang masih seperti ini; kacau, ilmu agamanya cetek, bacaan qurannya terbatas, dll. Tidak ada dalam keberanian saya untuk mempersunting kesalehahan seperti yang didefinisikan dalam buku-buku, pengajian, atau yang dipropagandakan oleh akun-akun di media sosial. Bagi saya, perempuan baik adalah perempuan yang baik, cukup itu.
Kecantikan yang ada dalam benak saya pun hanya sanggup menjangkau dari apa yang dilihat dan dengar, seperti bagaimana ia berpakaian, pakaian seperti apa yang ia kenakan, bentuk parasnya, bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain, bagaimana ia bebicara, dan hanya sebatas itu.
Sampai kemudian, suatu hari saya datang ke kajian di salah satu Masjid. Bahwa hal yang paling sulit bagi perempuan yang nantinya menikah adalah ketaatan terhadap suaminya. Apalagi ketika ketaatan itu berpindah dari orang tua kepada suaminya, dan hal-hal yang mengikuti setelahnya.
Rasanya, ilmu itu hanya sampai pada sebatas pengetahuan kala itu. Sampai akhirnya saya menikah dan memahami betul maksud dari ilmu yang dulu pernah saya dapatkan.
Bagi orang-orang yang merindukan kebebasan yang tidak berbatas, mungkin menikah akan menjadi halangan yang luar biasa. Khususnya bagi perempuan. Bagaimana tidak, sebab setiap hal yang nantinya perempuan ingin putuskan seperti keluar rumah, berpakaian, dan hal-hal krusial lainnya nanti harus melalui izin dari suaminya. Tidak hanya urusan seperti itu, bahkan urusan untuk puasa sunah pun kalau suaminya tidak mengizinkan, ia tidak boleh melakukannya.
Sebagai laki-laki saya pun merenung, berpikir lebih banyak, sambil memandang istri saya hari ini. Betapa “ridho” suami itu benar-benar jadi sesuatu yang amat berharga. Dan sebagai laki-laki saya menjadi mengerti tentang makna-makna yang selama ini abu-abu dalam kehidupan berumah tangga.
Menikah itu harus bisa mengendalikan ego. Saya berusaha untuk meredakannya dan dalam sekian bulan pernikahan ini, saya merasa cukup berhasil. Saya tidak ingin mempersulit istri saya demi melihatnya merasa cukup lapang dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Tidak mengekangnya, saya berusaha memberi pilihan-pilihan yang lebih luas dan leluasa. Saya juga selalu berusaha mendukung setiap pilihan-pilihannya yang baik.
Dan saya pun menjadi paham bahwa ketaatan seorang istri itu tidak bisa kita tuntut, ia lahir dari kepercayaannya kepada kita (laki-laki). Dan saya pun menjadi paham bahwa kecantikan yang hakiki dari seorang perempuan adalah ketaatannya. Ia menyadari bahwa setelah menikah, dirinya tidak lagi bebas. Ada suami yang menjadi pertama dan utama. Ada keputusan-keputusan yang dulu ketika masih sendiri, ia bebas memilih, kini harus melalui izin suaminya. Dan berbagai hal lainnya.
Dan ketaatan itu sungguh akan mengalahkan seluruh atribut kosmetik yang menghiasi wajah, jilbab lucu yang ditawarkan di online shop, dan gamis-gamis panjang yang warna-warni yang melekat di tubuh para model dan endorser. Maka, beruntunglah bagi laki-laki yang mendapatkan perempuan yang memahami tentang ketaatan. Dan beruntunglah perempuan yang mendapatkan laki-laki yang tidak semena-mena dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
Ketaatan perempuan itu bisa menjadi jalan surga bagi perempuan. Juga bagi laki-laki. Dan kini, kami sama-sama belajar untuk memaknai ketaatan kami kepada Tuhan sebagai jalan kami dalam menjalani rumah tangga ini. Bismillah :)
Yogyakarta, 15 Maret 2015 | ©kurniawangunadi
2K notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Menilai Penilaian
Apa jadinya bila kita terlalu banyak menimbang apa kata orang, terlalu memperhitungkan penilaian orang, yang terkadang pada akhirnya justru mengikis habis kepercayaan diri sendiri
Sampai saat ini, saya banyak menemukan termasuk mungkin pernah merasakan, ada yang berhasil keluar dari labirin-nya dan ada yang masih tertatih untuk bebas melepasnya
Memang apa yang mesti dipikirkan, kak? ujar Abi suatu ketika. Saat dihujamkan banyak curahan menyoal fenomena tadi
adalah suatu kebodohan yang teramat, bila masih ada yang sampai hati berusaha menutupi semua cela, berusaha membaguskan semua rupa, tentang apa dan bagaimana penilaian orang lain yg ditujunya
Mustahil sebab lemah dan berbatasnya kadar mampu-nya manusia. Mustahil sebab fitrah manusia tidaklah sempurna, yang justru dengan kesempurnaan itu Allah sedang mendidik kita untuk terus berproses sepanjang jatah usia hidup
Maka wahai, siapapun yang masih dalam kebimbangan soal penilaian, camkan bahwa tidak ada yang berhak menjadi muara selain Allah yang pantas dituju ridlanya
Untuk siapapun yang berkemampuan menilai, janganlah berlebihan memandang tanpa cela. Sewajarnya saja menempatkan pujian dan cela, sebab itu yang sejatinya menunjukkan kecintaan sebagai muslim atas muslim yang lainnya
Yakni yang asas pandangnya adalah cinta dan benci karena Allah, berfokus pada apa yang menjadi kebaikan bersama terutama dalam menopang dakwah berjama'ah
0 notes
ssabellee · 5 years
Photo
Tumblr media
We all might have had small or great moments, when we’ve faced something unbelievably difficult, and yet our hearts have been calm. That calmness came from knowing that Allah is there, no matter what. It came from knowing that the ultimate source of everything is Allah, and only He gives and takes away. And it came from knowing Allah is sufficient because everything is from Him.
The feeling of “I have Allah, and I have all I need.” We might have been lucky enough to have felt the same conviction that Allah describes in this verse: “Those to whom hypocrites said, ‘Indeed, the people have gathered against you, so fear them.’ But it [merely] increased them in faith, and they said, ‘Sufficient for us is Allah, and [He is] the best Disposer of affairs.’” (Qur’an, 3:173)
In the verse above, we are told of those people who were told to fear because people had gathered against them. Instead of fearing, they said that Allah is sufficient for them and He is the best Disposer of Affairs.
The next verse explains what happens: “So they returned with favor from Allah and bounty, no harm having touched them. And they pursued the pleasure of Allah, and Allah is the possessor of great bounty.” (Qur’an, 3:174)
Al-Ghazali says: “Do not imagine that when you need food, drink, earth, sky, sun, or the like, that you need something other than Him, or that He is not all you need. He is the one who supplies all you need by creating food and drink, heaven and earth, so He is all you need.”
29 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Membangun visi misi keluarga itu berangkat dari memilih pasangan hidup.
Libatkan Allah terus, minta Allah untuk menuntun. Bersegera, tapi jangan tergesa. Pilihlah yang memiliki nilai dan prinsip yang tak berseberangan secara fundamental denganmu, apapun itu, yang menjadi peganganmu.
Sholeh/ah itu luas. Peranan yang mau diambil untuk berusaha menjadi alim atau takwa itu banyak. Yang wajib adalah wajib. Sisanya soal pemikiran, kedewasaan, karakter, keluarga besarnya, pekerjaan, dan lain-lain takarlah di takaran yang sekiranya bisa kita tolerir. Sesuai kemampuanmu menerima.
Bertanyalah saat proses, pelajari dirinya dari caranya memerlakukan keluarganya atau anak kecil, periksa hubungannya dengan teman dekatnya. Ikhtiar ini, bisa kita optimalkan.
Ini nasihat, buat teman-teman yang sedang berproses. Selanjutnya, sejak awal hingga akhir bertawakkallah kepada Allah..
Ingat, jangan dicari kesempurnaan itu. Tak bakal kamu temukan pun sampai habis daya kamu mencarinya.
Ingat-ingatlah, menikah ini ajang beribadah. Kalaupun kamu punya sedikit petunjuk tentang dia dari usahamu mencari, mengorek, sedang sudah istikharah, direstui, dan memiliki kemantapan hati, maka…selama kamu libatkan Allah dan restu kedua orangtuamu, Allah nanti yang akan menuntunmu dengan caraNya.
Berumahtangga itu tak mudah, tapi dengan kuasaNya, pasti kita sanggup melaluinya.
3K notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Berbenah
Pada titik dimana saya merasa jenuh, disana mestilah ada tanda, Allah sedang Membenahi hidup saya, untuk kemudian dinaikkanNya pada kondisi keadaan yang lain
Tersebab kejenuhan itu, biasanya saya lantas mengintropeksi diri dan membenahi segala capaian usia pada diri, sudah sejauh mana effortnya, targetnya, mimpinya..
Tersebab kejenuhan pada kehidupan dunia, ada fase dimana inginnya kita mengadu saja pada Allah, dalam duduk panjang munajat bersimbah peluhnya mata, ternyata ada begitu banyak kosakata yang tidak bisa dibahasakan kata
Terlepas apapun yang terjadi pada kehidupan, kita tetap harus bersabar dalam laju panjang perjalanannya, sampai nanti Allah cukupkan kita untuk berpulang
Membenahi tahun 2019 kemarin, bagi saya adalah tahun panjang bersama ujian. Kadang ianya datang satu persatu, kadang pula seperti dihujamkan dari langit langsung ke dasar hati, menyisakan gerimis berkepanjangan
'ala kulli hal.. Allah Maha Baik
tersebab itu semua, saya semakin belajar soal konsep kehidupan yang semestinya, soal ranah apa yang mesti dioptimalkan oleh setiap diri, dan sebaliknya kita tidak sibuk mencampuri yang sama sekali tidak mampu disentuh ranahnya oleh setiap diri
Ada banyak proses kebersamaan pun yang mengajarkan saya bagaimana dewasanya bersikap dalam kepemimpinan, dalam kerjasama, dan sebagainya
Pun demikian ada perpisahan yang berat ditangisi beriring kenangan, namun akhirnya mesti juga dilepas penuh ikhlas, semata karena Allah
Maka tidak putus lepas lah nasihat Abi untuk saya, 'Terus minta sama Allah, biar Allah tatakan hidup kita dengan sebaik-baik penataan'
Hadanallah waiyyakum
(hari dimana saya memutuskan untuk rehat sejenak dari dumay sambil berbenah. Ahya, benar memang kata Kak Novie kemarin..)
1 note · View note
ssabellee · 5 years
Text
Sudahkah Kita Hidup di Dunia Nyata?
“Lama-lama, sosmed itu ngebosenin, ya?” sahut saya pada seorang teman ketika kami menyengajakan diri duduk bersama untuk saling hadir dan mendengar. Entah apa yang ingin kami bahas saat itu, obrolan tiba-tiba mengalir begitu saja, apa adanya. Termasuk tentang sosial media.
Sebagai pengguna sosial media yang juga berkarya di sosial media, suatu hari saya pernah merasa bosan dengan sosial media. Contohnya Intagram. Kotak-kotak persegi empat pada feeds juga kotak-kotak persegi panjang pada stories di Instagram rasanya jadi begitu-begitu saja, mudah ditebak, dan tak begitu istimewa. Belum lagi konten yang tersaji, rasanya kebanyakan bukanlah sesuatu yang benar-benar sedang kita butuhkan. Riuh! Apakah kamu merasakannya juga?
Saya kemudian mendapati orang-orang yang melakukan digital detox dengan berlepas diri sementara dari sosial media. Rasanya, pilihan tindakan mereka jadi sangat masuk akal. Sebab, pada akhirnya, we deserves quiteness dan kita sebenarnya tidak sedang tertinggal apa-apa saat memutuskan untuk berhenti sejenak dari bersosial media. “Tapi nanti followers berkurang, nanti dicariin orang, nanti …” Ah, sudahlah! Bukankah inner peace lebih penting dibandingkan itu semua?
Di dunia nyata, saya mengenal banyak orang istimewa. Mereka bekerja dan berkarya nyata, bersemangat untuk terus belajar dan mengajar, juga produktif mengisi waktu-waktunya dengan kebaikan. Menariknya, mereka bahkan tidak punya akun Instagram. Di dunia maya, mereka bukan siapa-siapa. Di dunia nyata, barangkali namanya juga tak banyak disebut. Tapi, dengan seluruh kebaikan dan kualitas dirinya, rasanya nama-nama mereka lebih ramai dibicarakan para penghuni langit. Lah kita?
Tapi bagaimana, saat ini kan eranya era sosial media?
Tumblr media
Ya, sepakat! Saat ini memang eranya sosial media, kita pun berkarya atau bahkan bekerja disana. Namun, (1) pastikan kita bersosial media untuk sesuatu yang membangun dan bermanfaat, bukan hanya scrolling up and down sampai waktu terbuang percuma, (2) tetap perhatikan bagaimana kehidupan kita di dunia nyata: belajar, bertumbuh, dan berdayalah secara nyata, bukan hanya agar terlihat di sosial media, dan (3) ingat, hidup adalah tentang realitas, bukan sekedar popularitas.
Kalau kita cek bagaimana penggunaan sosial media kita selama setahun ke belakang, apa ya yang lebih banyak kita lakukan? Dari sana, apa yang sudah kita hasilkan?
___
Picture: @pinterest
503 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Tumblr media
137 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Cara Lekas Selesai
Saya sering ditanya, soal bagaimana mengkondisikan diri menghadapi sabda alam yang sedikitpun tidak kita punyai andil disana
Soal qadha yang kita tidak bisa memainkan peranan lebih kecuali hanya do'a yang dilangitkan dengan munajat beriring pengaminan paling serius disana
Maka jawab saya, adalah soal bagaimana kita mampu mendidik diri menemukan cara paling sesuai untuk bisa selesai beriring damainya diri sendiri
Saya tidak pernah mengikuti apa itu training soal self-healing, tapi saya pernah menghabiskan buku tentang Terapi Berpikir Positif, dari Dr. Elfiky Ibrahim
Buku lumayan berat saat itu seusia SMA, yang terpaksa saya habiskan kurang dari satu minggu sebab saya sedang merasa butuh amunisi untuk memperkuat kondisi
Kondisi pada saat itu, dimana saya seringnya bercerita ke Umi, bahwa pundak kakak banyak dijadikan tempat bersandar peluh kesahnya orang, maka pun Umi menasihatkan kakak mesti lebih kuat dan serius lagi bersandarnya sama Allah
Pada kondisi dimana saya kira diri saya masih labil saat itu, tapi semesta terus tidak berhenti mengajarkan bagaimana agar terus mampu memimpin, tidak hanya ribuan santri kala itu, tapi juga mendudukkan jalan pikiran sendiri
Dari buku itu saya banyak belajar untuk kemudian senantiasa berprasangka baik pada Allah, Meninggikan khusnudzan kita, seba memang ada wilayah yang itu bukan ranah kita untuk mencampurinya
Terlebih pada banyak cerita, akhirnya saya mengerti apa yang tertuang dalam buku itu mestilah terasa berat dalam realitanya, bila kita belum mendudukkan ridla dan ikhlas seutuhnya
Maka sampai detik hari ini saya masih belajar untuk menjayakan ikhlas itu dalam diri, meski sudah berhasil pada sebagian sisi, rasanya mestilah terus disempurnakan pada banyak sisi yang lain
Sebab saya kira, itu adalah satu-satunya cara kita menerima apa kemudian yang disabdakan alam tanpa bisa kita menerka
adalah satu-satunya cara kita bisa berdamai dengan tenang atas diri kita, terlepas dari segala hal yang dirasa menyakitkan tersebab ketidaktahuan kita
dan pada akhirnya kita mesti menata ikhlas yang terus menumbuh tinggi, yangmana itu muncul karena sebab kokohnya aqidah kita, sehingga pun lahir keridlaan dan ketenangan atas diri
Sebagaimana kata Umar Ibn Khattab
"Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku"
Maka demikianlah barangkali kita masih perlu mengeja bagaimana cara semesta membagikan ilmu ikhlasnya, Kita seringkali mesti meraba bagaimana cara semesta mendidikkan itu semua
Tapi satu hal yang mesti kita punyai adalah kokohnya aqidah iman yang menghujam kuat akarnya dalam diri, sehingga mau bagaimanapun semesta menerpakan ujiannya, ia akan tetap kuat disana
Sehingga pun bahasa angin terpaan adalah justeru hembusan yang menenangkan adanya, sebab ia sudah menggenggam kuat ikhlas itu disana
dengan keikhlasan itu, kita akan mampu merasa selesai dengan segenap persoalan diri, untuk kemudian bisa berpindah pada persoalan yang lain yang menunggu untuk diseriusi diri, persoalan Umat misalnya
kita pahami bersama bahwa persoalan Umat ini kian hari kian membuat dahi mengernyit hebat dibuatnya, tersebab kompleksitas persoalan dan keanehan perkara yang terus bermunculan
Maka merugi rasanya bila kita terus belum mampu selesai atas soalan diri, dan terus disibukkan pada perkara nafsi, sementara persoalan Umat akan menjadi hisab kita kelak, mengapa tidak ikut andil dalam perwujudan solusi
Hadanallah waiyyakum
Bogor, 1 Desember // 02.45
3 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Cara Allah Memperbaiki Hamba
Saya tertegun. Pada banyak kisah yang selalu Abi ceritakan. Bukan sekalu duakali, sampai rasanya saya hafal diluar kepala setiap detail perkaranya
Adalah momentum pembelajaran dari Allah katanya. Jadi cerita itu meskipun pahit adanya, bukan nampak seperti sekelumit keluhan yang ingin dibagi. Berulang Abi sampaikan, ada pesan yang kakak bisa ambil disana
Dan ya, sekarang saya mengerti
Baru saja kemarin Abi mengulang kisah yang sama. Sampai akhirnya, hari ini saya mengalami apa yang dikatakan sebagai pembelajaran hidup, yang mesti saya ambil hikmahnya
Bahwa dalam hidup, betapapun baiknya kita melukis sikap, tetap saja disana ada prahara sangkaan manusia, yang tidak bisa tidak tanpa cela
Bahwa dalam hidup, adalah suatu kegilaan bahkan kata Imam Syafi'i, bila kita berusaha mengharap ridla semua manusia atas kita
Saya tergugu, lantas termenung kembali. Rupanya begini cara Allah Memperbaiki hambanya. Selepas diperjalankannya kita pada kehidupan, dalam masa-masa yang menurutNya kita sedang melengang terlalh jauh, dipanggilNya lah kita untuk kembali untuk kemudian terduduk dalam khusyu'nya permunajatan
Ya, Allah sedang mengajari saya untuk lebih mendewasa kemudian
Allah sedang mengajari saya untuk lebih dimampukan dalam ikhlas semata karena Allah saja
Maka pada sekian kisah dan fenomena itu saya banyak belajar. Meski sambil tergugu berderai dalam memahaminya. Saya berusaha untuk tetap menyakinkan diri, bahwa Allah sedang mendewasakan sy melalui skenario yang bahkan mungkin tidak bisa ditebak arahnya
Sebab bukankah memang tidak mudah bagi kita memahami hikmah? kalau bukan karena tawfiq dari Allah agar kita dimampukanNya membaca tetanda hikmah yang bertebaran..
Maha Baik Allah.. Maha Baik Allah..
3 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِن شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِن بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Were the trees of the earth as pens and the sea as ink, replenished by seven more seas, it would not be enough to finish the words of Allah. Verily, Allah is Almighty, Wise.”
Surat Luqman 31:27
628 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Imām Ibn al-Qayyim (رحمه الله) eloquently states:
كَفَى بِكَ عِزًّا أَنَّكَ للهِ عَبْدٌ ، وَكَفَى بِكَ فَخْراً أَنَّهُ تَعَالَى لَكَ رَبٌّ .
“Sufficient honour for you is that you are Allāh’s servant, and sufficient pride for you is that the Exalted is your Lord.”
[Kitāb ‘l-Fawā'id, 1/50].
400 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَشْكُرُونَ
Indeed Your Lord is exceedingly bountiful to mankind. Yet most of them do not give thanks. — Surah An-Naml [27:73]
2K notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Tumblr media
‏أفكّر في الذين لايعرفون الله حقًا
‏كيف يزيلون قلائد الهم من صدورهم ؟*
399 notes · View notes
ssabellee · 5 years
Text
Begitulah Qadha Allah bekerja
Beberapa hari belakangan saya termenung. Ada banyak keajaiban datang justru pada detik menit setelah saya belajar lebih ikhlas dalam episodenya
Ikhlas bahwa amalan mestilah ditata niatnya semata karena Allah. Ikhlas bahwa yang dicari mestilah hanya ridlaNya semata. Ikhlas sebenar-benarnya ikhlas meski ada sedikit penolakan batin melawan ego sendiri
Dan kuasa Allah. Demikianlah Qadha bekerja. Ada yang datang mengganti lebih baik dari yang ditinggal pergi. Benarlah, Rizqi minalLah.. min haytsu La yahtasib
Dengan konyolnya saya masih sering bertanya, Mengapa harus Saya?
Padahal demikianlah qadha bekerja. Tidak pernah salah mengenal rupa makhlukNya. Sebab ia hanya akan menyapa sesuai garis ketetapan, bukan yang lainnya
Allahu..
7 notes · View notes