Tumgik
Text
Mase Ha Meru
Tumblr media
Inilah kesempatanku. Itu yang terlintas pertama kali di pikiranku saat mendapat undangan trip Pendakian Bersama Mt. Semeru yang hanya perlu bajet 600.000 rupiah. Sebagai mahasiswa yang hidup selalu survive masalah uang untuk ikut acara liburan kelas atas dengan harga miring ini menjadi kegelisahan tersendiri bagiku. Pendakian akan berlangsung selama lima hari 23-28 Desember 2015. Satu bulan sebelum pendakian merupakan cerita yang tak kalah extreme dibanding Summit Mahameru 3676 mdpl.
Akan kumulai cerita perjalananku dari awal. Umumnya seorang mahasiswa saya telah diberi amanah keluarga untuk kuliah dengan benar. Berasal dari Bukittinggi (Kota di Sumatera Barat) saya seorang perantau di tanah Jawa tepatnya di Bandung. Saat itu (November 2015) saya sudah semester lima di Universitas Islam Negri Bandung. Sudah muak rasanya dengan rutinitas harian saya sebagai mahasiswa dikarenakan sudah hampir lima bulan saya tidak ke gunung lagi. Terakhir Mt. Singgalang di Sumatera Barat bulan Juli saya summit dengan kawan di kampung mengisi hari-hari liburan mudik.
Rasa rindu akan alam rimba telah menumpuk ditambah permasalahanku sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari keluarga, wanita, asmara, sex, dan hubungan sosial lainnya sudah menumpuk setinggi gunung yang akan kudaki hehhe. Itu benar, sebagai seorang terpelajar dan pecinta keindahan aku ingin membebaskan diri dari kebosanan ini. Liburan ke Puncak Mahameru sepertinya pilihan yang harus kuputuskan segera!
Benar saja. Setelah menghabiskan tigapuluh hari yang penuh konflik. Ayah, Ibu, keluarga dan kerabatku melarang dan tidak memberiku izin untuk pergi. Mereka memang sudah tahu hobyku naik gunung dan biasanya selalu mendukung. Sebab mereka tahu akan pengalamanku dan pribadiku yang berani. Namun untuk kali itu ketika aku ingin menghidupkan impianku mereka melakukan konspirasi sepakat berusaha menghentikanku. Aku tahu ini resiko yang harus kuambil. Tanggung jawab penuh karena perjalanan ini keputusan mutlak di tangan. Apapun yang terjadi tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. Hanya aku yang menanggung.
Mereka melarang karena mereka mengkuatirkan diriku. Karena peduli keselamatanku. Mahameru puncak para dewa. Tempat yang hanya bisa di tempati oleh orang-orang yang tidak mudah menyerah pada keyakinannya. Tempat manusia yang percaya pada kekuasaan dan kekuatan Tuhan. Bahkan Ibu sampai kubuat menagis pun aku juga menangis karena jadi penyebab tangisnya ketika diskusi di telpon. Cara terakhir kukirim pesan kerumah pernyataanku agar mereka yakin padaku dan bisa memahami.
Dengan sisa-sisa pertahananku aku akhirnya sampai di hari pertama perjalanan berkelas pejuang itu. Setelah menaiki bus rombongan aku selamat. Aku bebas. Bebas dari risau penantianku satu bulan yang penuh gejolak batin. Langkah pun di mulai perlahan membaik. Bersama rombongan pendaki dari keragaman Indonesia. Ada yang dari Jakarta, Sumatera, Sulawesi dan banyak Sunda dan Jawa. Kami melaju bersama mendaki.
Hari kedua aku mendapat telpon dari ayah setelah limabelas jam perjalananku berlangsung. Ayah mungkin dibujuk Ibu memberiku izin mereka sangat paham bahwa izin serta do'a mereka sangat kubutuhkan. Aku bangga pada mereka yang yakin dan percaya aku mampu. Ah, aku jadi teringat kekasihku Mawar. Dialah orang yang pertama tersenyum padaku. Membuatku tersenyum dan orang-orang disekitarku bangga pada aku dengan Mawar. Aku tidak mengabarinya tentang kepergianku ke Semeru. Khawatir dia akan mencemaskanku lagi cintaku teramat besar padanya. Meski tidak melebihi Tuhan. Hhahh. Meskipun sebenarnya dia sudah tahu.
Ini termasuk tiga prioritas impian yang harus ku wujudkan selama misi perantauanku di tanah Jawa. Cinta. Ilmu. Dan kehidupan. Kehidupan akan benar-benar kunikmati kalau berpetualang. Dan perjalananku ikut Pendakian Bersama Mt. Semeru rombongan TOABI beranggotakan 59 orang pendaki awalnya mudah, berjalan lancar, berakhir selamat. Sangat memuaskan lima hari yang kami habiskan penuh cerita. Tak mampu kugambarkan dengan kata-kata. Meskipun dengan kata mutiara tidak akan ada kata yang tepat yang bisa membuat orang benar-benar memahami pengalamanku bagaikan mimpi yang jadi kenyataan ini. Orang pasti berpikiran beda.
Sekian.
1 note · View note
Text
Amiin...yaa #Allah.
Takjub
Dalam hidup, seringkali kita begitu mudah takjub.
Pada mereka yang berpasangan dengan rupa-jasad ciamik nan mempesona, padahal tumbuhnya sakinah, mawaddah, dan rahmah, mutlak dalam genggaman Allaah, yang bahkan mereka tak sanggup menukarnya dengan mahar termahal di dunia.
Pada mereka yang mampu membeli rumah semegah istana, padahal istirahat yang nyenyak dan kententeraman jiwa mutlak dalam genggaman Allaah, yang bahkan uang-uang mereka tak sanggup membayarnya.
Pada gelar-gelar setinggi langit, padahal kemuliaan, kebermanfaatan, dan keberkahan ilmu, mutlak dalam genggaman Allaah, yang bahkan ijazah-ijazah mereka tak mampu menebusnya.
Belum lagi tayangan-tayangan di televisi yang hampir kompak menampilkan bahwa hidup tidak mewah dan serba mentereng itu patut dikasihani. Padahal barangkali, mereka yang tinggal di kolong jembatan itu lebih nyenyak tidurnya. Barangkali mereka yang tinggal di rumah kardus itu lebih mudah bersyukur dan berbahagia. Barangkali mereka yang makan nasi aking dan ikan asin itu lebih khusyuk shalatnya. Atau barangkali mereka yang tak pernah bersinggungan dengan bangku sekolah itu lebih beradab dan luas kebermanfaatannya.
Karena manusia seringkali terjebak dalam ukuran-ukuran kebahagiaan dan kekerenan yang rumit serta memusingkan.
Maka jangan lupa memohon pada Allaah hati yang selalu merasa cukup dengan rezeki yang halal, sesederhana dan setidak keren apapun itu bentuknya. Agar kita tak mudah takjub dan tergiur pada yang megah-megah, padahal sebenarnya ia syubhat, apalagi haram. Sebab yang meragukan itu melalaikan, yang haram itu menyengsarakan.
Biarlah yang halal itu remeh di mata orang lain, asal kita berbahagia menikmatinya. Biarlah yang halal itu tak enak di lidah orang lain, asal menegakkan punggung kita untuk ibadah. Biarlah yang halal itu tak istimewa di mata orang lain, asal memilikinya menjadi penenteram jiwa. Biarlah yang halal itu membuat kita menjadi bukan siapa-siapa di mata manusia, asal kita selalu ingat siapa diri kita di hadapan-Nya. Biarlah yang halal itu kecil di mata orang lain, asal besar berkahnya di sisi Rabb kita.
Mudah-mudahan kita tak termasuk barisan manusia yang mudah takjub dengan perbendaharaan dunia yang menyilaukan mata itu.
533 notes · View notes