Menulis adalah perasaan yang bisa dilihat. Musik adalah perasaan yang bisa didengar
Last active 60 minutes ago
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Tak Mekar Sempurna
Tidak ada bunga cantik yang mekar tergesa, ia menunggu matahari, menahan hujan tanpa suara. Tumbuh dari tanah yang kadang luka, tetap berdiri meski angin sering bertanya.
Aku selalu berpikir diam-diam, bagaimana jika aku bukan salah satu dari mereka yang mekar dalam senyap Bagaimana jika aku hanya benih yang tertinggal, yang tak sempat menjadi indah, tak sempat jadi harum di segala arah?
Mereka berkata, semua akan indah pada waktunya, tapi bagaimana jika waktuku tak pernah tiba? Jika aku hanya daun yang gugur sebelum sempat mengembang, adakah yang tetap memanggilku bagian dari musim yang layak dikenang?
Kadang aku iri pada bunga yang tumbuh anggun, yang tahu caranya dipuji tanpa perlu berujar satu pun. Sementara aku, menunggu dengan dada cemas, pada musim yang entah akan datang, atau hanya sekadar lewat.
Mungkin aku tidak akan jadi bunga yang dipetik, hanya tumbuh di balik semak, nyaris tak terlihat. Tapi bukankah keindahan juga bisa diam? Tak semua yang bersinar harus disaksikan dengan riuh kagum.
Aku belajar bahwa mekar bukan soal rupa, tapi soal bertahan saat diragukan semesta. Tentang menjadi diri sendiri, meski perlahan, meski tak ada yang menyebutku pantas dalam ucapan.
Dan jika pada akhirnya aku bukan bunga yang cantik, tidak mengapa aku tetap tumbuh meski tanpa musik. Karena bukan soal siapa yang terpandang di taman, melainkan siapa yang bertahan meski tak pernah dijanjikan harapan.
6 notes
·
View notes
Text
Isyarat Tak Selesai
Aku takut salah dalam menangkap tanda, tapi siapa yang tak gentar pada rahasia semesta? Mungkin ini petunjuk, mungkin jebakan, tapi kaki tetap berjalan, meski tanpa tujuan.
Tak kubiarkan langkah ini kalah, hanya karena teka-teki yang tak kunjung ramah. Bukankah hidup memang selalu samar? Tak semua arah terlihat jelas sejak awal sadar.
Barangkali semua ini hanya bayang, seperti cahaya lampu di jalan di kabut yang riang. Atau mungkin, ada makna dalam diam, yang belum sempat kita beri nama dan salam.
Tak semua senyum adalah undangan, tapi tak semua diam berarti penolakan. Lalu, aku pun berdiri di antara dua gelisah: melangkah terlalu jauh, atau tak cukup dekat?
Jika ini cinta, mengapa tak berkata? Jika bukan, mengapa rasanya nyata? Tapi mungkin jawabannya bukan "ya" atau "tidak", melainkan sejenis rasa yang hanya tumbuh diam-diam.
Aku berjalan, bukan karena yakin, tapi karena diam membuatku semakin asing. Mungkin aku akan sampai, atau hanya kembali ke awal, di mana harap dan takut berdansa tanpa saling kenal.
Bila kelak semua ini tak menjadi apa-apa, tak perlu ada luka, tak perlu ada makna. Sebab, ada hal-hal yang memang dicipta, hanya untuk kita rasa tanpa harus kita punya.
1 note
·
View note
Text
Jangan Tanyakan
Jangan tanyakan padaku, ia bukan sesuatu yang kupeluk utuh. Di mataku, ia bukan pelangi setelah hujan, kadang badai yang datang diam-diam.
Cinta tak pernah sederhana, ia datang tanpa peta, pergi tanpa aba-aba. Terkadang ia hangat seperti peluk, tapi bisa juga dingin seperti jarak yang membekuk.
Bisa jadi romantis, menggenggam tanganmu di tengah sunyi yang manis. Tapi juga bisa sangat egois, memaksamu tinggal di ruang yang tak kau pilih. Bengis.
Bukan soal kata manis dan janji, tapi tentang luka yang berani tetap berdiri. Tentang siapa yang rela mengerti, saat segalanya tak lagi indah untuk dibagi.
Pernah kusangka itu cahaya, nyatanya punya sisi gelap yang menyala. Bisa menuntun, tapi juga membutakan, bisa menyembuhkan, bisa juga menghancurkan.
Jadi, jangan tanyakan cinta padaku, jika yang kau mau hanya bahagia yang semu. Karena aku telah melihat cinta tanpa rias, dan tahu bahwa ia tak selalu pantas.
Namun, jika kau tetap ingin mendekat, datanglah tanpa ingin menang atau kuat. Karena sejatinya, dalam bentuk yang jujur, cinta adalah ketika dua luka bersedia pulih meski tak sempurna.
5 notes
·
View notes
Text
Menenun Sembuh
Aku tak mampu menjelma sembuh, meski waktu berjalan tanpa lelah menumbuh. Barangkali, jika kau butuh pundakku ini masih sanggup jadi teduh.
Letakkan kepalamu di sana, biar sesakmu luruh bersama senja. Meski luka ini belum reda, aku tetap ingin jadi rumah yang sederhana.
Aku tak pandai berkata benar, tak pandai menenun doa yang menggetar. Namun, diamku menyimpan sabar, yang mungkin bisa kau sandar.
Saat dunia terasa terlalu ramai, dan hatimu mulai kehilangan damai, biarlah aku diam di sampingmu, menjadi sunyi yang tak menghakimi pilumu.
Aku tahu, tak bisa selamanya tinggal, karena waktu tak pernah benar-benar tinggal. Tapi selama ada malam yang menjemput, aku ingin jadi tempatmu kembali meski sesaat.
Biar tangismu tak perlu malu, tak usah kau tahan, tak usah kau ragu. Aku bukan penyembuhmu, hanya seseorang yang mau menemanimu jatuh.
Dan, jika suatu hari kau pulih, bukan karena aku, bukan karena kasih. Tapi karena dirimu yang memilih bangkit, meski pelan, meski dengan langkah yang sempit.
Bukan tentang menyembuhkan, melainkan tetap tinggal.
3 notes
·
View notes
Text
Satu Harap untuk Dua Hirup
Dalam cawan malam, kuaduk bayang. Rembulan menggigil dalam jeratnya sendiri, seperti waktu yang lupa pulang. Langkahmu lirih, menyusup di sela desir, seperti bisik angin yang tak hendak singgah, meninggalkan jejak di atas pasir yang tak pernah hafal arah.
Kita, dua lilin yang tak saling pandang, menari di ruang tanpa jendela, mencari nyala di tubuh masing-masing agar gelap tak terlalu pekat.
Ada nyala kecil yang tak padam, menyapa diam dari balik kaca, bercermin pada rahasia yang tak pernah pecah.
Kau, bintang jatuh di ujung petang. Aku doa yang tersesat tanpa suara. Kita menyatu di langit yang tak sempat dinamai, berpelukan tanpa tangan, tanpa kata, tanpa waktu.
Aku hanyalah daun tua, yang tak lagi ditanya musim. Kau angin yang selalu menjauh meski aku tak berhenti menunggu.
Tak saling genggam, namun saling menjadi ritme dalam sunyi yang tahu cara mendengar. Maka satu harap kuselipkan dalam lipatan kabut, kugenggam sunyi yang menggigil dengan dada yang tetap terbuka.
Agar dua hirup ini, yang tumbuh dari sepi dan pengorbanan, tak kehilangan makna, meski tak pernah bernama cinta dalam suara dunia.
2 notes
·
View notes
Text
Masih bisa kuingat rintik hujan yang menetes pada malam kemarin, kali ini cuaca dinginlah yang berkuasa. Ia menyelinap diam-diam menyusup lewat celah jendela, menggigilkan tulang-tulang rindu yang belum sempat mengering. Langit tak lagi bicara hanya mendung menggantung seperti rahasia tak sempat diucap.
Diam lebih menyenangkan.
7 notes
·
View notes
Text
Dua Sisi Matahari
Mencinta seseorang adalah hal yang mudah, seperti menaruh harapan di satu titik cahaya, menggenggam udara dan menghempaskannya.
Memberi perhatian tunggal pada sosok yang diidam-idamkan, mengabaikan bisik keramaian, telinga menyaring, hati memilih.
Kita tahu, tak semua peta mengarah ke rumah, tapi kita tetap berjalan. Sudah cukup memuaskan, bukan? Melihat senyum dari kejauhan, berdoa dalam diam, menyebut nama tanpa suara, dan merasa utuh meski runtuh.
Namun, mencintai dan dicintai ibarat terkena sinar matahari terbit di kedua sisi. Aku, kamu. Hangat luar dalam, peluk yang tidak hanya memberi, tapi juga menerima.
Cinta tidak menuntut, ia tumbuh lebih kuat saat dua tangan saling menggenggam, bukan juga hanya satu yang mengepal harap tanpa jawaban.
Bukan sekadar mengejar cahaya, pun disapa sinar dari segala arah.
4 notes
·
View notes
Text
Ha.rap.an
Harapan akan tetap menjadi harapan, tak peduli semanis apapun menjalani, seperti mentari yang tak pernah lelah menggapai langit meski awan menutup wajahnya.
Kita merajut mimpi di antara debu jalan, menyulam hari dengan benang-benang sabar, meski tangan sering terluka oleh tajamnya waktu, lalu hati berbisik, “bersabarlah, jangan menyerah.”
Harapan bukan janji pasti, melainkan nyala kecil di balik gelap, menuntun langkah meski jalan belum jelas, mengajarkan arti menunggu tanpa putus asa. Meski terkadang diiringi derai air mata.
Nafas yang tak pernah henti, dengan harap tak berhirup.
9 notes
·
View notes
Text
Cin.ta
Mencinta atau dicinta. Sebenarnya bagaimana rasanya dicinta, apa aku memang pernah merasakannya, atau hanya bayang yang menari di ujung ingatan?
Apakah dicinta itu seperti angin pagi, mengusap lembut tanpa pernah terduga? Ataukah ia badai yang merobek kalbu, menyisakan puing rindu di sela waktu?
Kadang aku terjebak di persimpangan, antara merindu dan dirindu, di mana hati belum tahu mana yang nyata, dan mana hanya gema kosong yang tak kunjung tiba.
Bait sunyi yang menari lembut di antara detak hati.
4 notes
·
View notes
Text
Di sudut pelupuk mata, impian bertunas lembaran hijau di musim beku. Seperti bisikan angin yang meraba malam, ia lembut mengukir jejak di hamparan sunyi. Namun, waktu mengalir menjadi sungai keruh yang menakar langkah. Dewasa merangkai renungan, bagai hujan merenda akar pohon tua, membisikkan makna di antara reruntuhan harapan.
Kecil impian, dewasa renungan.
0 notes
Text
Bukan karena pahit aku memilih kopi, tetapi aku memilih kopi meskipun pahit. Walau terlintas sama, tetapi takkan ada orang yang memilih bubuk pala.
Kadang, rasa getir, justru mengajarkan arti.
6 notes
·
View notes
Text
Tidak semua luka akan sembuh oleh waktu, maka sembuhkanlah dengan Tuhanmu. Waktu bisa diam, tapi Tuhan selalu mendengar. Ada luka yang tak bisa dijahit hari-hari, hanya bisa disentuh oleh kasih yang abadi. Letakkan pedihmu dalam doa, biarkan langit yang memulihkan. Karena tidak semua sembuh itu hilang, kadang ia tetap ada tapi tak lagi menyakitkan.
Kamu akan belajar; damai tak selalu berarti lupa.
2 notes
·
View notes
Text
Pada akhirnya, ini hanyalah sebuah kisah yang amat panjang tentang cinta yang menyadarkan kita bahwa, manusia adalah budak bagi yang dicintainya.
Hiduplah bertahun-tahun. Lupakan tentang diriku. Hiduplah dengan bebas.
Kepadamu, 2000 tahun mulai sekarang.
Darimu, 2000 tahun yang lalu.
Eren. 07 April 2013-5 Nov 2023.
4 notes
·
View notes
Text
Mereka bilang aku tak boleh mencintai milik orang lain, tapi aku mencintainya sebelum dia milik orang lain.
Aku hanya kalah.
13 notes
·
View notes
Text
Benar. Walaupun berhasil memiliki sesuatu, statusku akan tetap sebagai orang asing. Aku selalu gagal dalam menjalin hubungan baik, dan berakhir sendirian.
Begitulah faktanya.
3 notes
·
View notes
Text
Sakit hati karena lamaran pekerjaan ditolak? Sama sekali tidak, sama sekali tidak terasa apa-apa. Mungkin karena sudah terbiasa, mengingat beberapa lamaran yang kuajukan Kepada Tuhan pun ditolak-Nya.
Tuhan sedang menuntunku kepada yang lebih baik dari yang terbaik.
4 notes
·
View notes
Text
Pernah. Teleponan berjam-jam membahas masa depan, setelah itu menjadi masa lalu.
Aku dengan masa sekarang.
1 note
·
View note