Text

Looking back, i realize that Allah has let me go through an amazing journey in my 24!
I received my master and got to pursue doctoral degree, got married, even pregnant! (though it was only for beautiful 6 weeks 😊). Masya Allah, alhamdulillah tsumma alhamdulillah.. thanks for everyone who helped me in everything.
This post is simply a reminder for me that even though i may lack here and there, there may be things have not gone anywhere i planned, but hey, i'm a phd student! A wife, a soon to be mom, and i got a solid supporting system!
For whatever it is, alhamdulillah, Allah indeed gives me lots of precious things ~
9 notes
·
View notes
Text
To write is to remind. Simply writing this just so I'll get reminded everytime I come back here.
Sudah setengah tahun menikah. Time flies indeed. Waktu melaju begitu juga peristiwa. Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat (segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna). Alhamdulillah ala kulli hal (segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan). Atas izinNya, Allah karuniakan beragam keadaan dan kondisi yang di dalamnya masyaa Allah penuh hikmah, penuh rahmah.
Gemes kali sama kehidupan pasca menikah ini. Hih gemes banget. Udah jadi pegangan buatku sendiri dari sebelum menikah tapi, untuk ga overshare mengenai apa-apa yang dilalui dalam kehidupan (yhaa walaupun seringkali keceplosan wk). Ga overshare sesuatu yang bikin happy, sesuatu yang bikin syedih, gemes-gemesnya baik-baiknya pak zawjiy.
Sebenrnya udah dari lama juga menganut paham 'limit overshare' ini, terutama di media sosial yang sangat terbuka. Main internet udah dari belasan tahun lalu, mau ga mau jadi paham abcdnya. Dan tentunya dari agamapun ada aturannya. Beragam tafsir dari dalil. Mungkin disesuaikan pula dengan kondisi masing-masing. Buatku sendiri, yang aku selalu berusaha anut, adalah tidak memudahkan aturan sambil terus berhati-hati. Dengan memperhitungkan baik buruknya, sampailah pada simpulan sendiri yaitu, boleh share sesuatu asalkan, 1) no face pics, 2) sebagai reminder diri sendiri, 3) yang semoga bermanfaat (bukan peristiwa, tapi hikmahnya), 4) untuk mengabarkan sesuatu. Walaupun sepertinya post-wedding ini ga sekali dua kali posting yang tidak termasuk di keempatnya 🙈 heu untuk arsip digital aja kok itu ini ngeles.
Aku termasuk yang percaya dengan adanya penyakit ain. Penyakit akibat pandangan mata. Asalnya dari kekaguman orang yang melihat sesuatu, lalu diikuti oleh respon jiwa yang negatif, lalu jiwa tersebut menggunakan media pandangan mata untuk menyalurkan racunnya kepada yang dipandang tersebut” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271). Dampak penyakit ini juga ga main-main. Dari penyakit fisik (tiba-tiba sakit), kerusakan (karena barang/benda mati pun bisa kena ain), bahkan kematian. Terkesan ga mungkin ya? Masa iya dari pandangan mata aja bisa sampai kaya gitu. Tapi nyatanya, Rasulullah sendiri yang bilang.
“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188).
“Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian pada umatku setelah takdir Allah adalah ain” (HR. Al Bazzar dalam Kasyful Astar [3/ 404], dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.1206).
Penyebab ain ini karena dua hal: pandangan hasad dan pandangan kagum. Orang yang memiliki hasad terhadap orang lain, lalu memandang orang tersebut dengan pandangan penuh rasa hasad, ini bisa menyebabkan penyakit ain. Pada dasarnya, setiap orang yang menyebabkan penyakit ain mereka adalah orang yang hasad, namun tidak semua orang yang hasad itu menimbulkan ain (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271). Di lain hal, pandangan kagum hingga akhirnya terucap puji-pujian untuk seseorang juga bisa bikin penyakit ain. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bahkan bersabda, “Mengapa seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan? Sesungguhnya penyakit ‘ain itu benar adanya, maka berwudhulah untuknya!” (HR Malik) ketika mendengar Sahl bin Hunaif yang tiba-tiba sakit akibat dipuji kulitnya oleh Amir bin Rabiah (jadi sebenrnya harus hati-hati juga ya muji dengan penuh kekaguman tu).
Poinnya, bukan suudzon nuduh orang lain pasti bakal hasad. Mau gimanapun, kita ga bisa atur apa yang ada di pikiran orang lain. Bahkan kadang kita mungkin ga bisa atur isi hati dan kepala sendiri.. dan ga bisa dipungkiri juga kalau suatu postingan dibagikan ke banyak orang dan banyak yang lihat akan ada peluangnya. Semakin banyak yang lihat semakin besar juga peluangnya. Ketika ga hasad pun, pandangan kagum juga bisa bikin ain. Terlebih ketika terucap pujian tanpa menyertakan dzikrullah, kalimat-kalimat agung untuk penciptanya.
Ketika sudah terlanjur terjadi, ruqyah bisa jadi pengobatan penyakit ain ini. Kalau untuk pencegahan penyakit ain, salah satunya bisa dengan menyertakan doa keberkahan kepada Allah ketika melihat hebatnya seseorang. “Orang yang memandang dengan pandangan kagum khawatir bisa menyebabkan ain pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan tersebut dengan mengucapkan: Allahumma baarik ‘alaih” (Ath Thibbun Nabawi, 118). Makanya sekarang ini sering ketemu kalimat "masyaa Allah tabarakallah" di postingan anak, keluarga, harta, atau kesuksesan/kebahagiaan lain. Tapi di beberapa pandangan lain, berlindung dari ain dengan kalimat tsb juga tidak akan ada artinya kalau ga paham maknanya, atau diucapkan tanpa keikhlasan karena Allah. Jadiii, memang yang paling aman sebisa mungkin hindari menyebut-nyebut kekayaan, kesuksesan usaha, kebahagiaan keluarga, juga memamerkan foto diri, foto istri/suami, foto anak, dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan iri-dengki dari orang yang melihatnya. Atau juga yang bisa menyebabkan kekaguman berlebihan (ini dari muslim.or.id). Anjurannya memang sehati-hati ituuu. Hehe pak zawjiy, ini suatu bentuk penjagaanku untukmu 😝 meski ku masih seringkali khilaf heuu.
Di pandangan lain, ada yang mengaitkan posting foto wajah wanita dengan perihal malu dan besarnya fitnah wanita. Sementara untuk para lelaki yang posting wajah istrinya, juga bisa kena hukum dayuts. Dayuts ini adalah lelaki yang menjadi pemimpin untuk keluarganya dan ia tidak punya rasa cemburu dan tidak punya rasa malu.
Selain perihal ain, mencoba menahan posting sesuatu happy-happy juga upaya untuk menjaga hati yang lain. Alkisah ada pasangan suami istri yang baik-baik saja. Tapi suatu ketika sang istri melihat postingan wanita lain yang suaminya belikan abcd, postingan wanita lain yang suaminya manis sekali sampai giung. Lalu sang istri ini mulai banding-bandingkan, lama-kelamaan menciptakan riuh ombak gelombang di laut yang awalnya tenang. Di kisah lain suami istri baru aja berpisah lalu melihat postingan kegiungan pasangan lain. Atau di cerita lain, seseorang yang sudah berupaya untuk menikah namun qadarullah belum Allah takdirkan bertemu dengan jodohnya lalu juga melihat postingan kegiungan itu.. tentu kita berharap hanya yang baik-baik yang timbul dari postingan kita, tapi sekali lagi, apakah kita bisa mengatur apa yang orang lain rasakan?
Perihal keamanan pun. Aku yakin kebanyakan teman dekatku udah pasti paham bahayanya overshare kehidupan pribadi di internet. Tapi terkadang manusia ga luput dari kesalahan yang mungkin tidak sengaja. Atau terlalu sedih, marah, happy, kecewa kadang bisa bikin kita melakukan sesuatu di luar kesadaran normal, as in, tidak dipikir terlebih dulu. Karna bagaimanapun, what stays in internet, spreads. And it stays forever.
Hal lain, tentu upaya penjagaan privasi. Buatku, terlepas dari ain ataupun dampak negatif lain, ingin punya privasi kehidupan sendiri. Ga terlalu suka juga menghadapi reaksi orang lain. Rasanya orang lain ga perlu tau what I've been up to. Apa yang dilakukan, apa yang dirasa, biar jadi konsumsi pribadi saja. Walaupun ada kalanya juga di mana ingin mengabari dunia kalau, "ini ada akuu, aku happy loh, liat aku dulu susah payah tapi sekarang udah dapet abcd loh, desebre desebree." Karena ga bisa dipungkiri juga, sebagai manusia, makhluk sosyiel ini akan selalu ada keinginan untuk eksis, dapat rekognisi juga atensi. Tapi kalau kata Ustadz Khalid, ya namanya juga dunia, tugasnya memang tahan nafsu 😢
Masing-masing individu pasti punya pertimbangan berbeda untuk dirinya sendiri. Aturan ini untuk pribadiku sendiri aja sebagai bentuk kehati-hatian. Tetap jaga jarak dan pakai masker!
6 notes
·
View notes
Text
Di tengah kondisi mood swings seperti saat ini, satu hal yang terlihat simpel dapat memicu reaksi tak biasa dariku. Siang ini sesederhana melihat suatu unggahan video. Isinya tentang seorang anak perempuan yang mengikuti kompetisi memasak, yang kemudian kesusahan untuk membuka botol jar. Di tengah terbatasnya waktu, si anak tiba-tiba berlari ke arah ayahnya (yang berada di antara penonton) untuk meminta bantuan membuka tutup jar. Si ayah dengan gesit membuka tutupnya dan segera memberikan jarnya kepada sang anak.
Setelah menonton video singkat tersebut, tak terasa diri ini ternyata menangis, teringat ayah sendiri. Papap, begitu kami menyebutnya. Papap itu juga sangat cepat merespon ketika kami butuh bantuan. Tanpa menunda, tanpa banyak bicara, tiba-tiba masalah selesai. Mengerjakannya selalu penuh dengan sungguh-sungguh. Walau kadang mungkin terlupa memberi ucapan terima kasih, tak pernah sekalipun terdengar keluhan. Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan ataupun tenaga, rasanya selalu bisa diselesaikan oleh beliau. Tipikal ayah-ayah sekali ya :D
Papapku mungkin sudah melalui 15 tahun terakhir ini dengan bekerja nun jauh dari rumah. Suatu pilihan yang meskipun masih cilik aku tau, sangat sulit beliau ambil. Tapi saat itu, keadaan kami sangat terhimpit. Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk mengambil pekerjaan pertama di luar pulau. Masih ingat rasanya, kami berempat di rumah, beraat sekali untuk melepas papap pergi. Aku ingat kami akhirnya menangis, dan aku tau, meski ditutup-tutupi, papap juga menangis. Setiap harinya, waktu yang paling kami tunggu tentu saja ketika papap pulang. Namun, setelah perpisahan pertama itu, perlahan, kami menjadi terbiasa dengan perpisahan, berjarak secara fisik dengan papap.
Terutama papap, kami mengerti, keadaan ini tentu bukan kondisi ideal. Papap seringkali menangis, meminta maaf kepada kami karena beliau belum mampu mengajarkan kepada kami ilmu agama secara langsung. Aku tau, di tengah keterbatasan, papap selalu mencoba mendidik kami dengan caranya sendiri. Menjadi contoh langsung kebaikan untuk kami, mendatangkan guru yang lebih ahli, serta selalu mengingatkan kami untuk beribadah. Saat itu diam-diam sebenarnya aku ikut menangis, dan berjanji akan menjadi anak sholehah yang menjadi kebaikan untuk papap. Meskipun kenyataannya... hehe maaf ya pap.. masih selalu dalam proses..
Dalam hati aku tau, meskipun jauh, papap setiap harinya selalu menemani kami melalui doa-doanya. Sholatnya tak pernah bolong di masjid. Sholat malamnya tak pernah putus. Dekat dengan Al-Qur'an. Ah... dan segudang kebaikan lain.
Papap adalah sosok yang sigap. Yang akan bertindak pertama kali jika kami mengalami kesulitan. Selama di rumah, aku tak pernah mengupas mangga sendiri, tak pernah membuka kulit rajungan sendiri, tak pernah menyikat kamar mandi, tak pernah mengalami kesulitan-kesulitan. Karena papap yang kerjakan semua. Kalau hal seperti itu bahkan tanpa diminta. Dan selalu berusaha untuk tidak merepotkan orang lain..
Papap adalah pribadi yang emosional, berhati hangat. Yang meminta maaf paling lama saat lebaran (padahal sudah jelas yang salahnya lebih banyak siapa..) Yang paniknya melebihi mamah saatku tak ada kabar setelah mendaki cikuray. Yang tak pernah lupa mencium kening kami setiap kembali ke rumah, meskipun hanya dari masjid. Yang selalu memberi pelukan saat diminta. Yang senang sekali membantu orang lain, terutama terkait dengan pijat memijat :D
Papap, setelah ku menikah, aku semakin merasakan besarnya peran papap buatku. Saat akad itu terucap, aku paham, hati papap dilingkupi kebahagian, harapan, serta kesedihan. Anak perempuan pertama papap dinikahi orang lain. Tentu saja beragam rasa tercampur dalam hati. Bahagia dan terharu karena sang anak menjejaki perjalanan kehidupan baru. Berharap sang 'orang baru' ini bisa memerlakukan anaknya dengan sebaik-baiknya. Juga sedih karena harus melepas anaknya. Anak perempuan pertamanya. Papap.. Maaf untuk terima kasih yang tak tersampaikan. Maaf untuk kesalahan yang seringkali ku perbuat..
Sayaaaaang sekali sama papap. Semoga papap selalu disehatkan, diberi kemudahan oleh Allah dalam setiap urusannya, juga selalu dijaga dan dilindungi oleh Allah.
Siapa yang menafkahi dua atau tiga anak perempuan atau saudara perempuan, hingga mereka menikah atau sampai dia mati, maka aku dan dia seperti dua jari ini.” Beliau berisyarat dengan dua jari: telunjuk dan jari tengah. (HR. Ahmad 12498 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Siapa yang memiliki 3 anak perempuan, lalu dia bersabar, memberinya makan, minum, dan pakaian dari hasil usahanya, maka semuanya akan menjadi tameng dari neraka pada hari kiamat. (HR. Ahmad 17403, Ibnu Majah 3669, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Kelak, jika Allah mengizinkan, aku dan dua adik perempuanku yang akan bersaksi kalau papap sudah melaksanakan amanah papap dengan baik. Menafkahi, bersabar, memberi kami makan, minum, dan pakaian dari hasil usaha.. in sya Allah..
Semoga di akhir nanti, Allah kumpulkan kami semua di dalam surga-Nya. Aamiin allahumma aamiin.
2 notes
·
View notes
Text
Jika berbicara mengenai perhitungan manusia, ada begitu banyak hal terjadi yang tak terduga. Terbatasnya pikir dan kemampuan sebagai makhluk membuat kita terlupa bahwa, menurut perhitungan Allah, semua hal menjadi sangat mungkin terjadi. Apapun atas izin-Nya.
Terjadinya pandemi seperti ini saja mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh kebanyakan orang. Bagiku, hal ini ditambah dengan, menikah di tengah pandemi.
Berbicara mengenai proses, ah, bahkan setidaknya tiga bulan sebelum pernikahan, aku masih belum mengenal beliau. Kami mungkin beralmamater kampus yang sama, tapi kami tak pernah dipertemukan sebelumnya. Atau mungkin pernah tapi kami yang tak sadar :D
Kata beliau, selama proses, aku adalah sosok yang dingin dan jutek. Hahaha. Namanya juga bertemu lelaki asing, tentu akal dan hati masih memberikan simbol warning :D padahal di balik itu, selama proses rasanya mungkin tak pernah satu hari pun terlewati tanpa berurainya air mata.
Pernikahan adalah suatu ibadah suci nan agung. Perjanjian di mana seorang lelaki bersedia mengambil tanggung jawab seorang anak perempuan dari bapaknya. Memimpin, mendidik, menafkahi, menyayangi, mengayomi, melindungi, serta yang paling utama, menanggung urusan agamanya kelak di akhirat. Maka tak heran bahwa mitsaqan ghalidza yang terucap dapat menggetarkan arsy-Nya Allah. Pernikahan juga merupakan ibadah yang waktunya sangatlah panjang, selama hayat masih dikandung badan (jika Allah mengaruniai umur yang panjang, aamiin). Karena sesederhana segala perkara yang sebelumnya haram, menjadi halal setelah menikah, di tiap detik berlalunya pernikahan bisa bernilai ibadah. Apalagi jika ditambah dengan kegiatan produktif yang membangun, untuk bertumbuh bersama. Ketika diterpa badai pun, selama dijalani ikhlas dan sabar, juga akan bernilai ibadah.
Menikah artinya menyandang status baru. Status baru tentu menyertakan kewajiban di dalamnya. Sebagai seorang istri, suatu kewajiban baginya untuk patuh kepada suami. Ridho Allah untuknya telah berganti, dari sebelumnya ridho orang tua menjadi ridho suami. Menaati suami selama masih dalam proporsinya adalah mutlak untuk seorang istri.
Memikirkan pernikahan seperti di atas menimbulkan gejolak rasa yang muncul dalam diri. Berbagai perasaan seperti harap dan takut banyak mendominasi diri, yang jika dibiarkan tenggelam terlalu dalam, syaithon bisa mengambil alih. Maka dari itu, selama proses, tak henti-hentinya ku berdoa agar selalu diberikan petunjuk, petunjuk untuk memilih serta petunjuk untuk bersikap. Memohon agar Allah memudahkan jalannya jika memang ini pilihan terbaik dari-Nya, dan dijauhkan jika bukan ini jalan untukku. Salah satu pesan dari seorang teman yang selalu terngiang adalah: Allah sendiri yang akan gagalkan jika memang bukan yang terbaik. Qadarullah Allah perkenankan beliau yang memang menjadi jalanku :D
Buatku, untuk bisa merasakan menjalani proses pun sudah suatu nikmat sendiri, terlepas bagaimana pun hasilnya nanti. Beragam hikmah rasanya bisa dipetik dari satu kejadian, termasuk berproses. Dua syarat diterimanya ibadah itu ada dua; niat dan caranya yang sesuai dengan ajaran Rasulullah. Dengan berproses, semoga setidaknya diusahakan satu syarat agar Allah berkenan menerima ibadah ini, Aamiin Allahumma Aamiin..
Hari ini 50 hari terlewati setelah akad itu terucap. Seringkali teman bertanya, "gimana rasanya nikah?" Jawaban yang sering terucap mungkin, "banyak hal baru".
Kondisi baru tentu memunculkan hal-hal baru. Salah satunya yaitu muncul perasaan-perasaan baru yang belum pernah dirasa sebelumnya, karena belum pernah mengeksplor rasa :D rasa ndak mau jauh-jauh, khawatir jika tak ada kabar, daan beragam perasaan serta hal baru lain.
Sebagai manusia, tentu sudah kodratnya kita tak pernah lepas dari khilaf serta kekurangan diri, termasuk dalam pernikahan. Menikah berarti saling belajar. Saling karena melibatkan dua orang, belajar karena segala tahapan yang dilalui adalah proses memaknai dan mengamalkan yang terbaik. Belajar untuk saling mengenal, saling mengerti, belajar berkomunikasi, serta belajar-belajar lain yang akan terus dilakukan.
"Menikah adalah salah satu jalan perjuangan untuk menyempurnakan penghambaan."
Untukku, quotes di atas adalah definisi agung pernikahan yang paling mencerminkan pernikahan itu sendiri. Menikah karena Rasul yang syariatkan, menikah untuk memperoleh keturunan-keturunan yang shalih dan shalihah, menikah untuk menghindari yang bathil, menikah agar banyak kebaikan-kebaikan yang timbul darinya.. menikah untuk beribadah kepada Allah, karena kita adalah hamba-Nya. Sehingga dalam pernikahan, ketika masa terbang di atas awan, ataupun waktu terombang-ambing di laut, diri ini tak pernah terlupa bahwa yang dicari adalah keberkahan, yang ingin dicapai adalah ridho-Nya. Karena semua dilakukan hanya untuk-Nya.
0 notes
Text
self-resillience
Setelah hampir tujuh tahun berlalu, video TED Talk dari Kelly McGonigal ini singgah di rekomendasi Youtube. Cukup berhubungan dengan apa-apa saja dicari beberapa kali ke belakang, How to make stress your friend. Mungkin kalau salah lihat akan terbaca, How to stress your friend (kkk).
Mbak Kelly ini adalah health psychologist, selama ini ia memberi konseling mengenai bahayanya stres, bagaimana stres adalah musuh utama bagi tubuh. “Stres bisa memicu sakit, dari flu biasa hingga penyakit kardiovaskular.” Suatu studi kemudian muncul yang membuatnya berubah pikiran. Studi ini menunjukkan bahwa orang yang mengalami stres dan percaya bahwa stres berbahaya bagi tubuh, memiliki peningkatan resiko kematian hingga 43%, dibandingkan orang yang mengalami stres tapi tidak menganggap stres itu berbahaya. Menariknya, setelah dihitung ternyata stress beliefs menjadi penyebab kematian nomor 15 di Amerika (oh wow). Dari sini, ia kemudian mengubah perspektifnya, ketika kita mengubah cara pandang terhadap stres, kita dapat mengubah respon tubuh terhadap stres.
Riset tesis saya yang lalu bercerita bagaimana makhluk hidup lain yaitu jamur merespon stres lingkungan. Bentuk jamur kecil yang seperti kapas atau beludru sesungguhnya adalah tumpukan lembaran-lembaran hifa, filamen yang kemudian tumbuh memanjang. Adanya stres lingkungan, seperti suhu yang terlalu panas atau dingin, kekeringan, zat anti-jamur, memicu jamur merespon stres tersebut dengan membentuk struktur terdiferensiasi yaitu sklerotium. Stres lingkungan meningkatkan konsentrasi oksigen molekuler (yang seringkali radikal) dalam sel hingga sel tidak memiliki kapasitas lagi untuk menampung oksigen radikal ini. Akibatnya, filamen-filamen hifa berdiferensiasi membentuk struktur keras sklerotium yang menutup bagian dalam sel dari eksposur lingkungan untuk mengurangi masuknya oksigen molekuler sehingga sel dapat bertahan dari kondisi stres.
Pada manusia, ketika seseorang mengalami stres, respon fisik yang muncul adalah jantung berdetak cepat, nafas memburu, hingga berkeringat. Umumnya, respon ini diartikan sebagai anxiety atau suatu tanda bahwa tubuh tidak merespon stres dengan baik. Ketika jantung berdetak cepat, otot berkontraksi dan membuat saluran darah menyempit. Hal inilah yang menyebabkan adanya hubungan antara stres dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Tapi bagaimana jika respon ini diartikan sebagai cara tubuh untuk mempersiapkan diri terhadap suatu tantangan (stres)? Respon fisik stres membantu tubuh untuk mempersiapkan aksi untuk menghadapi stres. Pada partisipan dengan perspektif ini, otot pada dinding peredaran darah ternyata mengalami relaksasi, yang menunjukkan profil kardiovaskular yang lebih sehat. Mirip seperti momen biologis joy and courage. “This is my body, helping me rise to this challenge.” Perspektif ini akan membuat tubuh percaya dan mengubah respon stres menjadi lebih sehat.
Salah satu neurohormon yaitu oksitosin, dilepaskan saat ‘menyalakan’ insting sosial dalam otak. Hormon ini memicu kita untuk menjadi lebih compassionate dan peduli, menginginkan kontak sosial dengan keluarga dan teman, juga meningkatkan rasa empati untuk menolong orang-orang yang dicintai. Yang menarik, bahwa ternyata kelenjar pituitari memompa oksitosin sebagai respon stres, yaitu anti-inflammatory, membantu relaksasi otot dinding peredaran darah, juga regenerasi sel jantung. Semua manfaat fisik dari oksitosin ini dipicu dengan kontak dan dukungan sosial, dengan kata lain, stres membuat diri menjadi lebih sosial. Tubuh merespon stres dengan meminta bantuan orang lain, untuk bercerita pada orang lain apa yang dirasakan. Respon stres ini juga mendeteksi keberadaan orang lain yang juga merasakan hal yang sama untuk saling mendukung satu sama lain. Respon stres menginginkan tubuh untuk dikelilingi oleh orang-orang yang peduli. Pada akhirnya tubuh menjadi lebih cepat pulih dari stres. Maka, mekanisme pertahanan stres tubuh adalah melalui hubungan antar manusia. Studi lain menunjukkan orang yang mengalami stres tapi tetap meluangkan waktu untuk membantu dan peduli pada orang lain menunjukkan tidak adanya resiko kematian akibat hal-hal yang berhubungan dengan stres.
Studi-studi ini menunjukkan hikmah baru dari stres, bahwa stres membuka akses koneksi dari hati ke hati. Jantung yang berdetak cepat memberikan kekuatan dan energi untuk mencari joy and meaning. Melihat stres dengan perspektif ini membuat diri menjadi lebih baik dalam mengatasi stres, juga mengingatkan kembali bahwa tidak perlu menghadapi stres sendirian.
Kutipan terakhir dari Mbak Kelly membuat saya kagugu,
“The best way to make decisions is to chase meaning, that is better for your health than trying to avoid discomfort. Go after what it is that creates meaning in your life and then trust yourself to handle the stress that follows."
Such a meaningful talk. Alhamdulillah that Allah made me stumbled upon this video.
0 notes
Text
Perasaan
Sudah beberapa kali akhir-akhir ini membatalkan postingan tulisan di medsos. Ada yang masih kerangka besar, ada juga yang sudah full draft. Semuanya berakhir tak dilanjut dan tidak jadi diunggah.
Salah satu target hidup sejak beberapa tahun lalu adalah punya proyek menulis. Intinya sih untuk hanya terus menulis kebaikan dan mengunggahnya di media sosial serta mengurangi unggahan tak bermanfaat. Saat S1 dulu meskipun tidak ada target khusus untuk tulisan, tapi tak pernah ada perasaan mengganjal untuk menulis. Mungkin ada masalah dari konten tulisan, pemilihan kata, atau bahkan perasaan takut tidak bisa mengamalkan apa yang disebar, tapi tidak pernah muncul perasaan berat untuk menulis karena tak bisa mengerti apa yang orang lain hadapi. Perasaan orang lain yang mungkin muncul, seperti ‘mudah untukmu menulis seperti itu, karena kau tak tau apapun yang saya alami’, bisa berujung dengan hati yang terluka, karena tidak peka dengan kesakitannya.
Beberapa kali dalam hidup, saat-saat sulit memang datang. Namun hidup sejauh ini telah sedikit banyak membuat diri terekspos, mendengar dan melihat lebih jauh cerita orang-orang mengenai apa yang mereka lalui. Rasa-rasanya punya diri sendiri tak bisa dibandingkan. Tak sepadan dengan keras dan sulitnya apa yang mereka rasakan, meskipun tak mengabaikan fakta bahwa setiap orang memiliki ujian dan kekuatan masing-masing. Tentu menulis dengan mengingatkan dan mengajak terhadap sesuatu terasa lebih mudah untuk mereka yang mungkin tidak ditempa sekeras yang lain, meskipun sekali lagi, setiap orang memiliki ujian dan kekuatan masing-masing.
Pada dasarnya, inspirasi tulisan timbul dari kealpaan diri sendiri. Proyek menulis ini punya slogan: satu kealpaan, satu tulisan, karena diperuntukkan untuk mengingatkan diri sendiri yang sedang berjalan di luar jalur. Referensi tulisan ini seringkali hasil kajian untuk mengajak orang-orang pada kebaikan. Selain itu, diri juga pribadi yang masih dan akan terus belajar menulis. Tak jarang mungkin orang merasa terpojok atau terhakimi akibat tulisan yang dibuat, yang pada kenyataannya hanya kekurangan pada diri sebagai ‘penulis’ yang belum mampu menyusun kata yang baik, belum bisa sepenuhnya menulis dengan ilmu dan hati. Karena konten kebaikan pada hakikatnya tidak pernah salah.
Mungkin perasaan ini ternyata benar adanya, bahwa orang lain benar merasakannya. Mungkin juga perasaan ini waswas syaithon, yang harusnya tak diindahkan. Tapi yang sedang diusahakan sesungguhnya adalah, mencoba untuk berhati-hati atas apa yang dilakukan, dengan terus belajar memperbaiki diri.
Wallahu a’lam, semoga Allah jaga kita semua.
1 note
·
View note
Text
to master the art of speaking
“it seems that we are communicating, but actually are not connected”
so, meet me again in another episode of book review number 2. wow me. how i get so much affected by everything lol.
this book is written by oh su hyang: the secret habits to master your art of speaking. there are all 5 parts in this book. in part one, he (or she(?)) gives us tips to communicate better: to practice the logic of speaking, to learn the causes of why people are afraid to speak (stuttering, low and shaky voice, and not able to stare at peoples eyes) and to compose the story just so people will get hooked on. speech is influenced by 7% content, 38% voice, and 55% gesture. this shows that voice and gesture are very essential and able to affect differently on the same speech given. significant elements to promote our speech better are good appearance, smiley face to excel warm and calm vibes, dilated pupil and steady gaze so others will feel appreciated, constant confidence, and proper gesture.
in part two, he describes that key technique in communicating is to listen. he even gives us the the formula therapy in communication: C (communication) = Q (question) P (praise) R (reaction). these three factors show how interested we are of what the others tell. for those special people in our life, we have to spend 30 minutes to communicate deeply and personally; quantities over qualities.
in part three, he tells how to make others listen our stories, which are to share something they like and to storytell well. in part four, he explains that the severity of the speech is determined by the content inside. speaking ability is not given, it is something to be practiced for. as cliche as it is, still. in part five, he states that good voice is not innate by offering world figures that have good voice of speaking by training as their basic of success. one of the key is not to speak too fast (duh).
once again i made this post because my youtube recommendation and just so it’ll make me easier to go back and review.
0 notes
Text
7 habits of not to become me
i opened my old account on youtube to be apparently suggested some videos that i used to watch. one of them is actually book recommendation (wow me). there’s this channel where she puts stephen covey ‘7 habits of highly effective people’ as #1 on her list of ‘book that you should read before you die’. if there were one, i’d put myself first on rank of most uneffective people list. because?? prolly this recent holiday should be the obvious proof. so, realizing how it must’ve been related to my own self, i look for the summary of the book where it seems that lot of people already share it on the internet. i’m going to write my findings here just so it’ll make me easier to go back in case i need to review.
basically there are three stages of the habits: independence, interdependence, and continual improvement. it is important to develop an independent self from dependency on others, as it is put as the first stage. for the first habit: be proactive by focusing only to what we can control. if something happens, don’t be reactive by putting any attention to who’s to blame or complaining. rather to focus on how to improve, that eventually comes along with responsibility, dedication, and effort. to complain make us do less effort than to improve so, our brain as default will choose this way as it’s easier to cope up. but shift it to improve to get better.
second habit is to begin with the end in mind, by thinking of what we want to be, or what we want to say about ourselves in the end. then do the things that will allow us to say that and never be scared of failure. third habit: put first things first. prioritize things by using quadrants. quadrant I. urgent and important (do) – important deadlines and crises. quadrant II. not urgent but important (plan) – long-term development. quadrant III. urgent but not important (delegate) – distractions with deadlines. quadrant IV. not urgent and not important (eliminate) – frivolous distractions. wow this one’s funny because i tend to finish well q3 and q4 lol.
stage two is interdependence, where we extend from individual work to work with others. fourth habit is to think win win, which will leave both sides happy and in gain. its the way we value and respect ourselves and others when we don’t have to lose anything in collaboration. fifth habit: seek first to understand, then to be understood. be emphatetic to genuinely understand others first. sixth habit is to synergize. it’s a universal rule that together we will achieve goals better through positive teamwork.
and stage three is to continuously improve in both the personal and interpersonal spheres of influence. 7th habit is to sharpen the saw: growth. its to renew the resources, energy, and health to create a sustainable and long-term effective lifestyle. there are physical, mental, and spiritual renewal. physical is to excercise, mental is to read and pray, and spiritual is to service more.
0 notes
Text
fusing bubbles
when they said communication skill is important, i didn’t really pay that much attention. i thought i was doing good and enough, but apparently, i missed a lot. it’s not just about for academic stuff, but for all honesty, it’s a basic life gear we urgently need in society. how do you build and maintain a nice and healthy relationship? one of the pillar is indeed, a decent communication.
as a person, a human, we all crave attention. we all think and feel, and we want others to listen, to understand, and to sense what we want. but how will they figure out our intentions if we don’t even express our words and voices well? too bad that most of the time, we live in our own tiny bubbles around our heads. we believe people exist in a same exact bubble as ours, while in fact, each of us has our own, secluded from each other. somehow we assume others will automatically understand our wishes without having to reveal them clearly. our bubbles are materials made up with different backgrounds, experiences, and stories. there are only few of us who luckily have bubbles fuse with each other, which makes communicating easier between them, while others are still separated.
often conflicts clash as consequences of being mistreated. even in those situation, still having good and proper communication is essential. it’s sometimes already hard to deliver our points in normal situation, imagine having it in a heat of argument, moreover without igniting any fire. things can get frustrating but losing our control should not come as an option. in a glimpse of fuss, hurtful words can occasionally get thrown at each other and lead to more damaging impacts, where in the end, both sides will just get wounded badly.
to avoid such things at all, before communicating a.k.a exchanging thoughts and ideas takes place, try fusing both bubbles first, in short, try to understand each other first. oh wait, not all of us got time and energy to fuse bubbles??? you’re right. it makes us go to number 1 on rule to communicate, why. ask ourselves purposes, why is this conversation even happening and what am i trying to accomplish actually? because seriously, if we can not find something beneficial and useful from the talk, why bothers? if we decide that it’ll do good, start communicating, by rule number 2: understand where other sides come from, simply to avoid things they are sensitive about. so they will listen to our stories. 3, educate them our thoughts. don’t sell, don’t ever blame, and never accuse. share our perspective in nice ways. i tend to deliver the significant background first briefly, it’ll definitely make the time longer but they will see where i come across. after that, go to rule number 4 where we can share your goals. back up this with power words by adding: ‘so my point is...’ or ‘i believe...’ also make the premises connected. rule number 5, it is to pause between words, to let others digest our words and let ourselves organize words and sentence on what to say next. rule number 6, always seek and use proper diction of words. its a long life journey i know, but its a worth word’s wander! and lastly, rule number 7, be yourself! whether you’re a cheer and loud gal, you’re shy and quiet peep, or everything in between. it will leave you nothing but comfortable, and let others adjust as well.
to conclude, communicating means to connect, to link between separated dots with bubbles around them. because bubbles can be seen as obstacles, as a result, they still can be seen as detached spots, all depends to the line connections. it’s about how they break open and fuse the bubbles.
0 notes
Text
i love you
merely 24 hour left to my upcoming seminar for my master research tomorrow, and here i am writing one post dedicated to my genuine, beloved supporters and lovers ever exist, my mother and father.
mamah papap sayang, words can’t describe how much i love you and appreciate every single thing you’ve ever done for me. i burst in tears in lab, knowing how hard you pray for me, saying ‘you don’t even have to ask for it, honey. our prayers always, always be with you’. i shed more, knowing you literally came to me directly when i said i only wanted your hug. your warm embraces console me, your calm words comfort me. nothing could ever compare.
i would never be able to repay all of your struggles of raising me, of keeping me for what i am today, bearing with all of my weakness and flaws as a child. i lack so much but you still love me regardless. i sincerely thank you for the endless and unconditional love that i would probably never deserve. my only wish is to be that daughter, who could place you high here and also the hereafter.
may this daughter of you would be able to always complete her tasks.
me, who shedding more (again).
and for the very everyone who ever mentioned me as well in your prayers, may Allah protect and bless you always. :)
0 notes
Text
lucid dream
i just remembered that i had lucid dream again last night, after a while. it occurs to me that i want to share a lil bit of it here.
anyone’s familiar with lucid dream? if somehow not, here is a bit description about this: a lucid dream is defined as a dream during which dreamers, while dreaming, are aware they are dreaming. sometimes, its not only be aware of it, but we can also manipulate what events are going to happen. to control dreams? how intriguing this is, right? that’s why lucid dream is one of the most interesting topic to be brought up, in movies, and even in academic society. if you look for the scholarly articles about it, there are more than what you think.
i myself, have lucid dream roughly for 4-5 times in a year. bad dreams, common dreams, til good dreams, i had them all. and indeed, it’s fun. when i had bad dreams, i was well aware that i am in a dream. sometimes, i let it continue knowing that this was not real, the other times, i woke myself up if the dreams were too much to confront. when i had general dreams, i just let it pass. nothing harmed me anyway. what amuses me is of course, having good dreams. at times, it was just too good to be true, so i put myself sleep more and let things keep on going. occasionally, i even created scenarios however i wanted them to turn out to be.
what actually happens when we lucid dream? there are four stages of sleeping; awake, rem (rapid eye movement), light, and deep. light sleep is divided by stage 1 and 2. in stage 1, we’re still hearing things and have a sense of awareness. our brain has dipped into sleep but we don’t feel like we’re asleep. in stage 2, our body processes memories and emotions and our metabolism regulates itself, breathing and heart rate typically decrease slightly during this stage. in deep sleep, we become less responsive to outside stimuli. breathing slows and muscles relax; heart rate usually becomes more regular. our body is rebuilding and repairing in this state. during rem sleep, brain is very active, yet the body is very inactive. it is important for emotion regulation and memory, also the peak of protein synthesis at the cellular level. lucid dream typically happens in rem stage, but some people have it spontaneously.
according to research, 51% people have experienced lucid dream once in their lifetime, but only 20% have it once in a month. lucid dream happens more in person after 4 til 25 year old. after that, not many people get this episode anymore.
research found that, there is increased activity in the areas of brain related to higher cognitive functions, including attention, working memory, planning, and self-consciousness. somehow they also found out that self-determination levels during lucid dream were similar to those that people experienced during states of wakefulness, higher than in regular dreams. further research is still needed to explain this occasion deeper.
what are the things that affect people to have lucid dream? it was said that openness to an experience correlates to its frequency. a person who has neuroticism (tendency in negative or anxious emotional state) also associated with its frequency. diet affects as well. those who had high intake of vitamin b-6 tend to remember well their dreams and most likely to have lucid dream. people who meditate, too.
reality, there are people who practice mastering lucid dream. it is the only way to engage in things we want to be, after all. one application of it, is to help someone who has frequent nightmares that affects their life. there is even therapy for this.
a friend told me lucid dream is astonishing, though it also is harmful. since later, you will find it hard to distinguish which one is real and not. or worse, you simply want to dream, to sleep. not having desire to be in genuine life. i mean, why would you face harsh reality when you can encounter pretty and nice things only, right?
in this case, a dream is a fiction. there are different opinions about this in islam, and one of them is: there are no fictions in islam. with all of these real stories to be learnt from our prophets, our shahabiah. with our big task in this dunya, i don’t think that sinking ourselves in lucid dream is our priority. sure life gives you lemon sometimes, but that does not give us reason to escape. while we can gain reward and blessing in everywhere we were put, with sabr and ikhlas as our hints. and we all know how hard it is to be in sabr and ikhlas mode. theory is always easy to state but tough to apply, but even our effort is already counted as good deen, hmm?
so to conclude, i’d just consider myself lucky if i achieve lucid dream again. still, its not something to be practiced for. if i ever got it again, it was either i experience new things, i meditate enough, i take diet with vitamin b-6, or i am simply in anxious state. you can obtain lucid dream and have delight for a while, then go deal with real things again. reward and blessing await you. :)
0 notes
Text
saatnya kembali
sudah beberapa bulan terakhir rasanya segala pekerjaan tak pernah habis. bahkan tidur pun tak pernah sengaja. semua berkelut, bergumul minta diselesaikan.
di tengah perhelatan, terpikir untuk berhenti. padahal garis mulai baru saja dilalui. terhenyak bagaimana di hari lalu bisa, diri ini begitu yakin amanah sebesar ini akan terjalani.
di titik itu, rasanya mulai lepas arah. berjalan terhuyung, mengembara terlalu jauh. entah terlupa, tersisihkan. esensi yang harusnya menjadi inti, mungkin sudah berada di sisi. yang semestinya menautkan jangkar hingga tetap tegak, justru terombang-ambing dan terseok.
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allâh penyakitnya …”. [Al-Baqarah 2:10]
butuh beberapa waktu sampai diri ini akhirnya terketuk. ah, maaf. mungkin sudah lama terketuk, namun baru terdengar dan akhirnya dibukakan. mungkin sudah terlalu lama, yang dipersembahkan hanya sujud tanpa kalbu. mungkin sudah terlalu banyak, yang diutarakan hanya dzikr tanpa menyertakan diri dan hati di dalamnya. hingga tak terasa, diri ini menjauh karena kealpaan sendiri.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal.” [Al-Anfâl 8:2]
bahwa segala tugas ini hanya sekelumit dari rangkaian hikmah yang ditanam dan dipupuk untuk selanjutnya dipetik kelak.
bahwa semua kerjaan ini tak adalah bandingnya dengan doa dan harap yang diuntai oleh orang yang disayang.
bahwa pertolongan dan bantuan dari-Nya, ada dan nyata, asal disertakan yakin dan taat di dalamnya.
hanyalah iman yang akan membawa ketenangan. hanyalah iman yang membawa kemuliaan. sertakan ia di setiap waktu yang dilalui, dalam pekerjaan yang dilakukan.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allâh niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” [At-Taghâbun 64:11]
semoga Allah ridhoi.
0 notes
Text
thin line
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, baru saja mendengar kabar salah satu kakak, sahabat perempuan yang telah berpulang ke Rahmatullah. kakak baik yang meninggalkan banyak cerita hangat dan menyenangkan. kepergiannya disambut tangis kesedihan juga kerinduan dari kami yang ditinggalkan.
ku teringat salah satu isi kajian hampir setahun lalu. ketika orang shalih dan shalihah kembali pada Allah, yang ditinggalkan akan menangis, dirundung duka. padahal bisa jadi yang meninggalkan justru tersenyum bahagia. akhirnya akan menuai segala yang diusahakan saat hidup, kelak menggapai mimpi terbesarnya untuk bertemu Sang Pencipta dalam sebaik-baik keadaan. masya Allah.
sejenak ku buka media sosial. tak perlu menggulirkan terlalu jauh fitur cerita, dalam waktu yang bersamaan ku tau telah terjadi begitu banyak hal yang berbeda. ketika salah satu teman berpulang, di cerita yang lain salah satu teman sedang berbulan madu, salah satu teman menikah, salah satu teman baru saja berwisuda, yang lain sedang silaturahmi, dan lainnya. masing-masing manusia menempuh jalan hidupnya yang berbeda satu sama lain (walau kadang saling bersinggungan bahkan bersilangan), dalam waktu yang bersamaan.
seandainya kita sadar, we are walking on a very thin line, between life and death in the every second of life. hanya ada dua peluang keadaan, hidup atau mati. keadaan saat masih ada kesempatan untuk beramal shalih, atau saat pintu amalan telah ditutup. seandainya kita sadar, mungkin setiap detik yang kita lalui tak akan pernah menjadi sia-sia. semua pasti dikerahkan untuk menabung amal, untuk menuai kebaikan di akhirat kelak.
qada dan qadar telah Allah gariskan pada tiap-tiap hamba-Nya. jalur hidup mungkin berbeda, tapi hakikatnya setiap muslim punya satu tujuan yang sama, ridho-Nya. selama masih dalam koridor (dan tujuan yang hakiki), menjadi apapun tak apa, mengerjakan apapun tak masalah. yang membedakan hanyalah kadar taqwa dalam diri setiap hamba, yang suatu saat nanti akan menentukan posisi kita di hadapan Allah.
semoga Allah memberi karunia akhir yang indah untuk kita semua. aamiin.
0 notes
Text
sifat hidup
makhluk hidup memiliki berbagai sifat serta proses yang diasosiasikan dengan kehidupan; pertumbuhan dan perkembangan, keteraturan, regulasi, respon terhadap lingkungan, reproduksi, serta pengolahan energi. makhluk hidup, berarti mencakup tiga domain; bakteri, arkea, dan eukarya. kita sebagai manusia masuk ke dalam salah satu sudut kecil cabang eukarya, berdampingan dengan beragam organisme lain. kalau dilihat dari sifat kehidupan di atas, kita dan sapi sama ternyata (!) mudah sajalah, tinggal ikuti sifat di atas dan kaupun hidup.
sebentar, merasa terganggukah dengan kalimat di atas? tak salah, karena ternyata Qur’an punya jawaban atas ini,
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-Araf : 179).
manusia, makhluk yang selain memiliki sifat kehidupan di atas juga Allah bekali dengan akal, kemampuan yang memampukan kita untuk berpikir serta mengambil pelajaran.
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa’ : 70).
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.” (QS. An-Nahl : 12).
akal manusia dapat bekerja dengan baik, jika dipandu oleh Qur’an dan sunnah, satu-satunya petunjuk yang mengarahkan manusia dalam berpikir, berkata, bertindak sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia.
“Akal tidaklah bisa berdiri sendiri, akal baru bisa berfungsi jika dia memiliki naluri dan kekuatan sebagaimana mata bisa berfungsi jika ada cahaya. Apabila akal mendapatkan cahaya iman dan Al-Qur’an barulah akal bisa seperti mata yang mendapatkan cahaya matahari. Jika tanpa cahaya tersebut, akal tidak akan bisa melihat atau mengetahui sesuatu.” (Majmu’ Fatwa, Ibnu Taimiyah)
namun, ketika akal ini tidak digunakan, manusia tak ada bedanya dengan hewan ternak, yang memiliki dasar sifat hidup yang sama. bahkan bisa jauh lebih sesat (buruk). karena hewan ternak mengetahui apa yang bermanfaat baginya dan apa yang membahayakannya, sehingga ia dapat mengambil manfaat dan menjauhi apa yang membahayakannya. sedangkan orang-orang dengan akal yang ditampikkan tidak dapat membedakan antara yang bermanfaat dan apa yang berbahaya sesuai dengan apa yang Allah perintahkan kepada mereka.
dan apakah hal-hal yang bermanfaat, juga hal yang membahayakan tersebut?
“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya..” (QS. Al-Baqarah : 24-25).
segala hal yang dapat mengarahkan ke dalam destinasi terakhir setiap manusia, surga hasil dari perbuatan bermanfaat, dan neraka sebagai hasil akhir untuk mereka yang membahayakan diri mereka sendiri.
wallahu ‘alam.
0 notes
Text
20 signs that you are emotionally mature
1. you realize that most of the bad behavior of other people really comes down to fear and anxiety, rather than, as it is generally easier to presume, nastiness and idiocy. you loosen your hold on self-righteousness and stop thinking of the world as populated of either monsters or fools.
2. you learn that what is in your head can’t automatically be understood by other people. you have to articulate your intentions and feelings with the use of words, and can’t fairly blame other for not getting what you mean, until you’ve spoken clearly and calm
3. you learn that, remarkably, you do sometimes get things wrong. with huge courage apologizing.
4. you learn to be confident not by realizing that you’re great, but by learning that everyone else is just as stupid, scared, and lost as you are. we’re all making it up as we go along and that’s fine.
5. you forgive you parents because you realize that they didn’t put you on this earth in order to insult you.
6. you learn the enormous influence of so-called ‘small’ things on mood: bed-times, blood sugar, degree of background stress, etc. and as result, you learn never to bring up an important, contentious issue with a loved one until everyone is well rested, you’ve had some food, nothing else is alarming, and you’re not rushing to catch a train.
7. you give up sulking. you don’t expect others to ask what’s wrong. you tell them straight and if they get it, forgive them. and if they don’t, in a different way, you forgive them too.
8. you cease to believe in perfection in pretty much every area. there aren’t any perfect people, perfect jobs, or perfect lives. instead you pivot towards an appreciation of what is, ‘good enough’.
9. you learn the virtues of being a little more pessimistic about how things will turn out. and a as a result, will emerge as a calmer, more patient, and more forgiving soul. you lose some of your idealism and become a far less maddening person (less impatient, less rigid, less angry).
10. you learn to see that everyone’s weaknesses of character are linked to counter-balancing strengths. rather than isolating their weaknesses, you look at the whole picture: yes, someone is a bit messy, but at the same time brilliantly creative and very visionary. every strength will tag along with weaknesses.
11. you fall in love a bit less easily. you’re poignantly aware that everyone, however externally charming or accomplished, would be a bit of a pain from close up. you develop loyalty to what you already have.
12. you learn that you are, rather surprisingly quite difficult to live with. you shed some of your sentimentally towards yourself. you go into friendships and relationships offering others kindly warnings of how and when you might prove a challenge.
13. you learn to forget errors and mistakes. you learn to become of a friend to yourself. of course you’re an idiot, but you’re still a lovable one, as we all are <3
14. you learn that part of what maturity involves is making peace with stubbornly child-like bits of you that will always remain. you cease trying to be a grown up at every occasion.
15. you cease to put too much hope in grand plans for the kind of happiness you expect can last for years. you realize that satisfaction comes in increments of minutes. you develop taste in small flavors.
16. what people in general think of you ceases to be such a concern. you realize the minds of others are muddles places and you don’t try so hard to polish your image in everyone else’s eyes. what counts is that you and one or two others are okay with you being you.
17. you get better at hearing feedback. rather than assuming that anyone who criticizes you is either trying to humiliate you or is making a mistake, you accept that maybe it would be an idea to take things on board. you start to see that you can listen to a criticism and survive it, without having to put your armor and deny there was ever a problem.
18. you realize the extent to which you tend to live, day by day, in too great a proximity to certain of your problems and issues. you remember that you need to get perspective on things that pain you.
19. you recognize how your distinctive past colors your response to events and learn to compensate for the distortions that result. you become suspicious of your own first impulses around particular topics. you realize that sometimes not to go with your first feelings.
20. when you start a friendship, you realize that other people don’t principally want to know your good news, so much as gain an insight into what troubles and worries you, so that they can in turn feel less lonely with the pains of their own hearts. because friendship is sharing vulnerability.
taken from caption texts in video of: 20 signs you’re emotionally mature (https://www.youtube.com/watch?v=k-J9BVBjK3o&t=126s)
0 notes
Text
fearless and skillful
i believe being both fearless and skillful are such a lethal combination. they somehow represent the body of Islam, at least to me.
as a moslem, being fearless honestly shows the state of your iman. nothing to be afraid of, except Him. not even death. i ever heard that our previous pious shahabiah longing for death, because that’s actually the only time for finally meeting Him, one biggest grace for all the moslem.
and there is this skillful one. this simply tells your effort (ikhtiar) for mastering those knowings, leading to everything you strive for. ilm before aml.
these traits are what shahabiah showed us. Abu Bakar, Umar bin Khattab, every single one of them identified as these fearless and skillful men.
it’s extremely difficult. but indeed, much of every effort counts.
0 notes
Text
one contemplation
what do we live for?
the sun rises everyday to bring lives, then it sets in the west. not to rest, it sets to rise again. what for?
what is this impeccable day and night alternation are for? does it happen for no reason?
if so, then the universe would be such a waste with prevalent of countless lives and creations within, will be such futility. as if there is no God That is Most Knowing, The All-Wise, and The Most Wise of Creator. this is absurd. our commonsense can not comprehend.
“and We did not create the heavens and earth and that between them in play (merely play, anything done in vain)” QS Ad-Dukhan:38.
do we live, night and day only to eat then grow, acquire the worldly goals, find a partner, produce offspring, prepare our offspring to achieve their dreams, getting old, and then died buried in the ground, leaving all those arduous accomplishments, then be forgotten as time goes by? that’s it? no afterlife? alas, how short and meaningless then life was.
if so, what is life all about? if no more happiness to strive for afterwards. if there is no question, nor responsibilities for every second that we have been through. there is no reward, no paybacks, and no punishment. there is no heaven or hell. no justice after death. then what do we live for? why do things exist? if there is no life after death?
if it is impossible for human to plan and to create something without purpose, is it possible that Allah SWT with all the wisdom created the universe to serve no purpose?
bothers and sisters, life is precious. we do exist for a reason. there is something to endeavor.
“then did you think that We created you uselessly, and that to Us you would not be returned?” QS Al-Mu’minun:115
brothers and sisters, we all will return to Allah SWT, Our Creator. there will be only 2 places to return; heaven where there only eternal happiness, or hellfire the eternal prison of torment.
the people of believers see and think of the creation of this universe. it must be created for a reason. there must be a purpose and a place to return. then they prayed to be avoided from bad endings, which is the hellfire.
“indeed in the creation of the heavens and the earth and the alternation of the night and the day are signs for those of understanding. those who remember Allah while standing, sitting, or lying down and think deeply about the creation of heavens and the earth saying, “Our Lord! You have not created (all) this without purpose, glory to You. Give us salvation from the torment of the fire” QS Ali-’Imran:190-191.
taken from caption text in video: Motion Graphic: What Do We Live For - Ustadz Johan Saputra Halim, M.H.I. (Islamic Contemplation)(https://www.youtube.com/watch?v=rdAmYqNU8gc)
0 notes