Tumgik
#MOTOR LISTRIK UNTUK PERAHU
turisiancom · 2 years
Text
TURISIAN.com – Pengguna operator XL Axiata tak perlu khawatir terhadap gangguan sinyal ketika menyaksikan event F1 Powerboat (F1 H20) di Danau Toba, Sumatera Utara. PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) memperkuat jaringan 4G untuk mendukung kelancaran pertandingan internasional F1 H20 pada  24-26 Februari 2023 mendatang. Di kawasan seputaran Danau Toba, termasuk Pulau Samosir, jaringan 4G perusahaan telah menjangkau 489 desa dan 35 kecamatan supaya tak ada gangguan sinyal. Yakni yang berada di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara. Lalu di Kabupaten Humbang Hasunduta, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo dan Kabupaten Samosir. BACA JUGA: 18 Calender of Event 2023 Siap Digelar Pariwisata Riau, Ini Daftarnya Total ada sekitar 430 BTS 4G yang melayani pelanggan di semua area tersebut. Secara khusus, pihaknya juga mengerahkan 2 unit mobile BTS. "Kami berupaya untuk terus menjaga performa jaringan 4G di Kawasan Danau Toba. Hal ini seiring dengan penetapan destinasi popular ini sebagai destinasi wisata super prioritas oleh pemerintah," kata Group Head XL Axaita West Region, Desy Sari Dewi dalam keterangannya Jumat 17 Februari 2023. Dikatakan, F1 Powerboat merupakan merupakan Kejuaraan Dunia Perahu Motor Formula 1 (F1), yang diselenggarakan oleh Union Internationale Motonautique. Dan disponsori H20. F1 Powerboat merupakan ajang balap perahu motor internasional ini juga sering disebut F1H20. 25 Ribu Wisatawan Ajang balap perahu super cepat kelas dunia ini ditargetkan bisa mendatangkan hingga 25 ribu wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. BACA JUGA: Event Otomotif IIMS 2023 Tawarkan Kendaraan Listrik, Bisa Dibeli Lewat Finance Ini (Act) Head of Sales XL Axiata Sumut Outer - Aceh, Bertrand Sinabariba, menyebut bahwa saat ini tersedia promo produk yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggan dan masyarakat di Kawasan Danau Toba. Utamanya, untuk mengakses layanan data di jaringan 4G XL Axiata dengan harga yang sangat terjangkau. Dengan produk tersebut, masyarakat dan pelanggan akan mendapatkan manfaat berupa paket data mulai dari 3GB hingga 55GB. “Paket data tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk menunjang produktivitas masyarakat sehari-hari. Termasuk untuk mendukung bisnis kalangan UMKM, pelajar dan mahasiswa, pegawai swasta, hingga aparat pemerintahan,” paparnya. BACA JUGA: Dukung Ajang F1 Powerboat Danau Toba, AP II Siapkan Bandara Sisingamangaraja XII “Untuk memastikan masyarakat dan pelanggan mudah mendapatkan produk XL Axiata, baik XL maupun AXIS, saat ini di Kawasan Danau Toba ada sekitar 300 toko pulsa yang menyediakan produk XL Axiata,” sambung Bertrand. Jaringan Distribusi Melalui toko-toko jaringan distribusi tersebut, pelanggan juga bisa mendapatkan informasi dan juga menyampaikan keluhan. Di mana selanjutnya pengelola toko akan meneruskannya ke layanan pelanggan XL Axiata. Sebagian toko-toko tersebut berada di sekitar pusat aktivitas penyelenggaraan F1 Powerboat. Sehingga para pengunjung. BACA JUGA: Ada 1,3 Juta Wisatawan Menuju Danau Toba, Event Ini Daya Tariknya Bahkan para pihak yang terkait dengan penyelenggaraan gelaran besar tersebut bisa dengan mudah mendapatkan produk XL Axiata, termasuk kartu perdana. Ada juga promo terbaru Paket Combo Flex dengan menawarkan bonus dobel kuota dalam periode yang Panjang. Pelanggan yang membeli dan mengaktifkan kartu perdana XL mulai bulan Januari 2023 akan mendapatkan bonus dobel kuota tiap kali isi ulang paket data selama setahun penuh. Bonus dobel kuota hanya perlu di aktifkan 1x di Aplikasi myXL, di bulan berikutnya bonus dobel kuota langsung aktif setelah perpanjangan paket. Total kuota hingga 124GB, mulai dari 15 ribuan. *** Sumber: Antaranews
0 notes
hazumio · 3 years
Text
Beberapa tahun kerja dan sekarang penempatan di pedalaman, ngasih pengalaman luarbiasa ngos-ngosan 🤣, qadharullah saya kerja dan penempatan di kabupaten yang baru dimulai perkembangannya, apa disana ada supermarket dsj? Gak ada, kita kemana mana naik perahu, speed, atau kapal besar, jarak si kabupaten dari rumah orangtua saya kurang lebih 8-9 jam ditempuh dengan kapal besar sejenis ferry.
Apa yang mau saya ceritain disini adalah gimana suasana disana, namanya juga pedalaman ya, jadi tempat saya tinggal itu dihutan 😂, saya nyebutnya hutan karena emang masih masuk-masuk dalam hutan walau bisa ditempuh dengan kendaraan.
Saking hutannya tiap hari saya denger suara kodok kalau musim hujan, jangkrik, dan hewan-hewan yang kebetulan lewat.
Rumah dinas saya dikeliling sama pohon duku dan pohon manggis, jadi kalau lagi musim tinggal ngambil dikit, belum lagi sama kebun-kebun orang transmigran, iya disana banyak banget orang jawa dan pendatang seperti saya.
Ada wifi gak disana? Ada tapi cuma dititik titik tertentu, waktu saya ke kantor tel**omnya nanyain wifi bisa disambungin ke rumah dinas saya gak, dibilangnya belom ada tiangnya 🤣.
Belom ada tiang 😂, mana kalau listrik mati jaringan seluler pun ikut mati.
Kalau gak pake wifi saya udah pasti kesusahan menjaga komunikasi dengan sanak kerabat saya kecuali saya turun ke kota, ada kotanya? Ada tapi kota ala ala maksudnya bukan kota sih, tapi kepadatan penduduknya lebih oke.
Alhamdulillah saya ada kerabat yang rumahnya gak dikota dan dilewati tiang wifi, jadi rumah kerabat itu didepan jalan gede, walau tetep saja setiap hari kalau mau keep in touch dengan bener saya harus ke rumah kerabat saya ini yang artinya harus keluar rumah dinas saya yang dihutan itu 😂.
Saya yang asli ya anak nongkrong semenjak kerja udah gak pernah nongkrong, iya jarak ke kota kalau saya cukup kenceng nyetir motor bisa 15 menitan, kalau lemot ya 20 an menit, tapi saya harus melewati jalanan berhutan yang gak ada lampunya, first time saya ngerasa nyetir motor kayak melayang karena saking gelapnya ya disana, diikutin orang? Oh pernah, sampe akhirnya saya mutusin untuk hanya ke kota kalau matahari terang benderang.
Ada kejadian orang digerek lehernya, pedalaman itu orang bukannya beriman malah makin bringas, mana kalo nyari orang mabok gampang banget 😪. Secara beban kerja saya cukup nyantai apalagi pandemi gini, tambah tambah santai, tapi rintangannya ya itu, penduduk yang cuma sedikit, jalanan yang gelap banget kalau malam, belum lubang sana sini, dan jaringan yang gak bersahabat.
Mau nelfon, buka chat yang isinya gambar/video aja harus nyari tempat dulu saya biar jaringannya stabil, perjuangan banget ya 😂.
Tapi saya masih cukup aktif di sosmed, why? Karena saya memilih berjuang daripada pasrah dengan keadaan, jadi saya kalau udah balik dari kantor, cepat cepat kerumah dinas mandi ganti pakaian, sholat magrib-isya, abis itu baru saya keluar lagi nyetir dan menuju rumah kerabat saya yang punya wifi itu kadang saya bawa laptop kerumah kerabat saya juga.
Kebetulan saya lumayan sering ikut kelas di zoom meeting untuk kajian, bahasa arab, atau seminar seminar, saya ogah udah penempatan pedalaman tapi otak gak ke upgrade.
Musim pandemi gini kebanyakan aktifitas dan kerjaan saya migrasi ke dunia maya, kalau diem aja ngikutin pola hidup orang disana, dahlah goodbye sosmed, goodbye kajian, goodbye semua yg cuma ada di internet, saya bakal fokus berkebun, bercocok tanam, dan juga mancing 😏.
Soal aliran agama, disana ada aliran agama yang syahadatnya beda sama syahadat muslim, saya awalnya gak tau, tapi dikasih temen disana, saya rada kaget, karena kampung tempat mereka berkembang biak saya lewatin hampir tiap hari, dari pakaian sih gak ada bedanya sama muslim/muslimah, tapi ternyata syahadatnya ketambahan Ali. 😴
Mereka punya tempat haji dan umroh sendiri 🤣 dan itu di kabupaten sebelah, ya kurang lebih 15 menit ditempuh dengan speed.
Mereka serius gak ketahuan punya syahadat yang beda sama kita, karena kalau dipandang sekilas lah ada yang pake cadar, ada yang hijab syar'ian, dan sholat 5 waktu. 😂 tapi syahadatnya ketambahan Ali, apa mereka syi'ah? Gak tau, disana namanya beda.
Tapi apa yang menyenangkan dari si pedalaman? Karena saya rumah dinasnya diarea pegunungan, jadi tempat saya cukup adem, sering berkabut dan sering hujan 🤣.
Kalau saya turun kerja, maka pemandangan yang akan saya lihat adalah pemandangan turun gunung yang pantulan sinar matahari memantul diatas lautan, oh iya tempat saya itu mataharinya matahari terbenam, jadi kalau terbenam matahari cantiknya luarbiasa banget. Tapi saya pribadi bukan penggemar senja, saya penggemar full moon, full moon yang banyak kurang disukai orang pedalaman karena harga ikan bakal meningkat dan banyak banyak minum obat penurun kolestrol karena bakal ngonsumsi cumi lebih sering 😂.
Karena kebiasaan dihutan, setiap balik kerumah orangtua saya ngerasa udah kek dikota banget, saking banyaknya lampu-lampu yang terang benderang.
MasyaaAllah gak tau deh sampe kapan dipedalaman, kecuali saya nikah sama orang luar baru bisa ngurus pindah tugas ikut suami, atau saya lanjutin S3 di luarnnegeri. Semoga aja bisa. Pedalaman cuma enak untuk liburan, sakit kepala dipake tinggal 🤣. Kecuali jaringan wifi nyampe rumah dinas keknya saya bakal sedikit betah.
9 notes · View notes
arasyaziz · 4 years
Text
Kisah Dua Ramadan
#1
Cemeti
Saya masih ingat rasanya: tangan saya memerah, panas, mencengkeram erat lambung perahu kecil. Sudah hampir satu jam, perahu itu enggan berhenti melompat liar di atas air. Kesurupan.
Lambung luar perahu itu terus dihantam gelombang dari kanan dan kiri. Tinggi ombak tak kurang dari 1,5 meter. Mungkin jauh lebih dari itu. Kadang-kadang limpasan air menciprat hingga ke wajah, baju saya.
Rasa-rasanya, perahu itu bisa terbalik sewaktu-waktu. Di tengah usaha menyeimbangkan diri, saya berusaha menangkap suara mesin perahu yang meraung, namun timbul tenggelam. Jika mesinnya mati di tengah gelombang, nahas tak dapat ditolak. Dapat dipastikan kami tak akan selamat. 
Saya yang tak bisa berenang, sangat mungkin ditemukan di sela akar bakau dua, tiga hari kemudian. Tubuh yang telah jauh dingin, dan nyawa yang tak di tempatnya lagi.
*
Menumpang perahu kecil itu, saya sedang di tengah penugasan dari sebuah NGO untuk melakukan penelitian lapangan, menyusun profil sebuah desa bernama Satiruk.
Tentang Satiruk sendiri, sekalipun letaknya strategis, amat jauh dari gelimpangan kemajuan. Pun letaknya di muara salah satu gerbang Kalimantan Tengah, berbatasan dengan laut Jawa, Satiruk merupakan salah satu desa paling terisolasi. Listrik baru masuk kurang dari sebulan sebelum ketibaan kami, dengan tegangan yang hanya cukup untuk menyalakan lampu-lampu rumah. Tidak ada sumber air bersih di desa itu.
Pilihan pengangkutan menuju ke Satiruk pun sangat terbatas. Pada dasarnya, tak ada satupun transportasi umum yang menghubungkan desa itu dengan pusat keramaian terdekat. Hanya ada klotok carteran yang cukup mahal. Selain itu, ada jalur darat setengah lempung yang hanya dapat dilalui motor tangguh dari ibukota kecamatan terdekat.
Cemeti sendiri, tujuan kami, adalah titik terluar dari desa Satiruk. Jika Satiruk masih dapat dijangkau dengan jalur darat, satu-satunya cara menuju Cemeti adalah menyeberangi sungai Mentaya kembali. Namun pada segmennya yang paling berbahaya.
Alasan di balik amuk gelombang yang kami hadapi adalah fakta bahwa perairan menuju Cemeti adalah peraduan dua kolom air yang sama-sama kukuh; sungai Mentaya dan laut Jawa. Dua arusnya saling bertemu, menciptakan riak yang kuat.
Alasan di balik laju liar perahu kami.
*
Untuk pertama kalinya, saya tak henti memohon ampun kepada Yang Maha Esa. Merapal semua doa baik yang pernah diajarkan kepada saya sejak masa Taman Pendidikan Alquran.
Yang membuat perjalanan hari itu makin berat, karena ia dilakukan di tengah pagi menyala, di bulan Ramadan. Sepanjang periode penelitian tersebut, saya memutuskan untuk tetap berpuasa.
Konon, doa orang berpuasa mengantri paling depan di pintu langit. Kali ini, saya mendoakan keselamatan saya, berkali-kali.
Selain saya, penumpang perahu lain tampak tenang saja. Perahu kami dinakhodai Kepala Desa Satiruk sendiri. Sebelum memasuki birokrasi desa, ia adalah seorang nelayan yang dihormati. Di tengah amuk ombak, beberapa kali ia bersiul, seolah berusaha mengendalikan angin dan air agar lebih bersahabat.
Lebih dari 1,5 jam kemudian, laju perahu kami akhirnya menjadi lebih mulus. Sejurus kemudian, hamparan pasir putih memenuhi horizon. Semakin dekat, semakin cemerlang tampaknya. Setelah perjalanan yang menegangkan, kami akhirnya tiba di pesisir desa Cemeti.
Perahu kami berpapasan dengan seorang pengumpul kerang muara yang menekur di air surut.
Turun dari perahu, kami masih harus berjalan lebih dari satu kilometer untuk mencapai perkampungan warga, di bawah matahari jam 10 pagi kurang. Hampir menyala. Sampai sejauh itu, secara fisik saya masih cukup kuat, sekalipun gembur pasir pantai membuat langkah kami melambat. Sesekali, kami memutuskan meluruskan tungkai kaki.
Pesisir Cemeti adalah hamparan pasir yang mulus, bersih. Sayangnya, bukan pantai yang sepenuhnya indah. Lepas garis pasirnya, adalah air payau yang berwarna cokelat susu. 
Menurut pendamping desa kami, inilah tipikal pantai-pantai di pesisir selatan Kalimantan, tepat di muara-muara sungai. Bukan laut biru yang menjadi pemandangan utama, melainkan sedimen pekat yang turut membersamai perjalanan sungai-sungai sejak kelahirannya di hulu.
Demi apa yang harus kami lalui untuk mencapainya, pantai Cemeti jelas tak sebanding. Bukan pantai yang terlintas di kepalamu untuk dikunjungi kembali, suatu saat nanti.
Namun, warga Satiruk punya pendapat lain. Bagi mereka, kesunyian Cemeti, adalah tempat piknik keluarga yang asyik, sekalipun harus berdarah-darah untuk mencapainya.
Dan berbeda dengan saya, Kepala Desa datang ke Cemeti memang dengan niat untuk berlibur sejenak, termasuk dari ibadah Ramadannya. Tak seperti saya, sebagian besar anggota rombongan itu memang tidak berpuasa.
Dan saat itulah, ujian kedua disajikan.
Di satu titik yang teduh, di bawah cemara pantai, Kepala Desa mulai melepas simpul kain serbet yang membungkus perbekalannya. Sepintas, ada bulir-bulir air yang meluruh di dinding salah satu termos. Isinya, adalah bongkah-bongkah es batu segar yang tembus pandang. Jernih membias cahaya matahari. Ketika bertemu udara, bongkah es batu itu segera menguap, menampilkan tarian asap dingin yang memuai.
Kepala Desa kemudian membagi bongkah es itu ke beberapa gelas yang telah disiapkannya. Satu demi satu, dengan telaten.
Tangan sebelahnya yang masih leluasa kemudian mengeluarkan benda lain dari bungkusan bekalnya. Sebotol cairan merah merona, dengan butir-butir kelapa hijau dicetak besar-besar di labelnya. Sirup kokopandan.
Dalam waktu sepersekian detik, saya bisa melihat segala kesan kasar seorang mantan pelaut meluruh dari Kepala Desa. Dunia hening, dan dari kedua punggungnya bertumbuh sayap-sayap dari bulu angsa. 
Dunia hening, dan dalam gerak lambat, ia menuangkan botol sirup itu ke masing-masing gelas. Hati-hati sekali, demikian terukur.
Saya, di sisi yang lain, bisa merasakan refleks di tenggorokan saya, menelan ludah sedalam-dalamnya.
Kepala Desa sendiri, sesudah mempertontonkan adegan seronok itu, mengejek keputusan saya mempertahankan puasa. Tanpa menawari saya, isi gelas itu segera tandas dalam satu, dua tegukan.
Sebelum Kepala Desa mulai meracik gelas sirup kedua, saya memutuskan untuk segera menuju ke perkampungan warga Cemeti. Di rumah ketua RT setempat, saya merebahkan badan yang letih, membayangkan sirup kokopandan memeluk tubuh saya.
#2 
Ciledug
Secara keseluruhan, saya menghabiskan dua minggu di Satiruk dan Serambut, desa tetangganya. Sekalipun dipaksa naik turun sawah dan handil untuk mengambil sampel tanah gambut, atau mengetuk satu per satu rumah warga, saya masih diizinkan untuk menjaga keutuhan puasa saya.
Hal itu mustahil saya lakukan tanpa kebaikan pemuka-pemuka desa yang kami tumpangi. Di bawah temaram listrik bertegangan rendah, semangat beribadah mereka menjadi jauh lebih menular.
Tantangan seperti perjalanan ke Cemeti sendiri adalah ingatan yang saya syukuri. Membuat saya banyak belajar, walaupun sangat menyiksa secara fisik. Namun saya salah jika terlalu dini menganggapnya sebagai hari(-hari) Ramadan terberat yang pernah saya alami.
Setahun kemudian, ujian baru hadir. Musuh yang menggunting di dalam lipatan. Ancaman yang terasa sama nyatanya dengan gulungan gelombang perairan Cemeti, walapun tak terlihat.
Gelombang ini lebih besar, jauh lebih besar. Melahap dunia dan seisinya dengan rasa khawatir yang tak berkesudahan. Jika tahun lalu saya ditantang secara fisik, ujian terbesar Ramadan tahun ini adalah mempertahankan diri agar tetap waras, tidak jatuh dalam kegilaan.
Tahun ini, bersama jutaan umat Muslim lain, saya diharuskan menjalankan ibadah puasa di tengah wabah COVID-19. Penyakit multiorgan yang secara harfiah, sangat menular.
Kita sudah sama-sama tahu betapa buruknya cara wabah ini ditangani di Indonesia. Terkait hal itu, saya sudah bergerak dari titik ‘mengutuki Jokowi dan Terawan tiap hari’ ke titik peduli setan dan sesekali menertawakan kegaguan mereka.
Sembari menjalani kontinuum penerimaan itu, saya dipaksa untuk mengubah cara hidup selama Ramadan berlangsung. 
Tak ada lagi santap malam di pinggir jalan lepas buka, dengan tangan yang dibasahi sekenanya dengan air kobokan berhias irisan jeruk nipis. Hari ini, hampir setiap makanan yang masuk ke perut saya dapat dipastikan saya masak sendiri.
Saya hanya menggunakan sendok dan garpu, dan meninggalkan sementara cara menyuap dengan tangan. Walaupun sejak makanan disiapkan hingga sebelum disantap, saya bisa mencuci tangan hingga tiga, empat kali.
Sisi baiknya, selain lebih higienis, kemampuan memasak saya pun meningkat berkali-kali lipat. Kini, saya bisa memasak takjil yang dulu akan muncul begitu saja di bawah tudung saji, ketika terlintas di pikiran saya. Apang colo, balapis, roti garo gula merah, sebut namanya!
Sejak Maret, saya pun praktis tak pernah ke luar rumah. Menurut catatan kantor, sudah 71 hari saya mengerjakan pekerjaan harian secara remote. Perjalanan terjauh yang saya tempuh adalah ketika memutuskan untuk pindah dari Salemba ke Ciledug, tempat saya menuliskan catatan ini, semata demi kesehatan mental saya. Terjadi pada hari ketiga Ramadan.
Pada tarawih hari terakhir bulan Ramadan tahun ini, saya akhirnya dilanda gelombang haru dan terisak sendirian. ‘Damn, kamu bertahan sejauh ini.’ Berdoa sekencang-kencangnya, tenggelam di dalam ekstase. Merasa lemah selemah-lemahnya. Menyadari betapa wabah ini tak bisa dilawan.
Pagi lebaran, saya terbangun tanpa keharusan untuk terburu-buru salat eid. Hari itu dimulai (dan berlalu) selayaknya hari-hari karantina yang lain.
Untuk pertama kalinya, saya pun berlebaran jauh dari rumah. Tidak ada coto makassar, tidak ada burasa yang dibungkus daun jati, tidak ada omelan rutin Mama setiap subuh karena rumah yang masih berantakan jelang salat eid. Bahkan rangkaian video call tak dapat mengisi kekosongan itu.
Wabah ini menciptakan Ramadan yang nyaris tanpa corak, kecuali noktah besar kesunyiannya. Tidak ada berbagai rutinitas yang hanya bermakna jika dilakukan dengan keluarga, kekasih, dan sahabat-sahabat saya.
*
Ramadan, sayangnya, memang tak mengubah satu hal dari diri saya yang telah dimulai sejak wabah ini bermula: paranoia terhadap manusia lain (Walaupun bukan tugasnya untuk mengubah itu).
Mengetahui terlalu banyak hal memang kutukan, termasuk kemungkinan cara-cara penularan COVID-19 yang luar biasa banyak. Ibarat russian roulette raksasa, kita tak tahu laras mana yang mengandung peluru.
Terhadap orang-orang terdekat, saya masih menolak membukakan pintu. Ada tembok nyata dan tak terlihat antara saya dan peradaban Ciledug, Tangerang, Greater Jakarta, di luar sana. Di balik tembok itu, di ruangan tempat saya bermukim, ada rasa aman, sekaligus kesepian. 
Manusia lain praktis adalah ancaman. Persis seperti kata Sartre, “hell is other people”. Memilih bersisian dengan manusia lain adalah neraka jahanam yang sangat mungkin membakar paru-paru.
Dan sepertinya akan tetap begitu, entah sampai kapan. 
Bahkan setelah Ramadan berakhir, kita tahu wabah itu masih bersemayam di luar sana. Semakin banyak yang terjangkit dalam satu waktu. Tenaga kesehatan berjatuhan, rumah sakit kolaps, dan negara semakin kehilangan arah.
Wabah ini semakin tak terkendali.
Kali ini, doa-doa orang berpuasa, bahkan yang paling saleh sekalipun, tersendat di pintu langit. Tidak ada tanda-tanda gumanan ‘Tuhan kami, segera angkat wabah ini’ dikabulkan, setidaknya dalam waktu dekat. Sama seperti kita, doa-doa mungkin masih harus menunggu vaksin untuk dijawab.
Lalu saya teringat orang-orang Cemeti dan Satiruk. Sudahkah wabah ini menyeberangi lautnya yang ganas itu?
*
‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’
[CLD, 27/05/20]
4 notes · View notes
dwianasari · 4 years
Text
Sumuraman dan Hal-Hal yang Tak Bisa Dilupakan
“Ada banyak lalat babi di sini ka..” ucap salah seorang anak sesaat setelah kami merapatkan Belang di tepi jembatan kayu.
Hari ini kewarasan saya diselamatkan oleh postingan di instagramnya Rebi. Setelah sempat dibuat bingung dengan pertanyaan-pertanyaan kepada banyak orang yang tidak saya temukan jawabannya, lebih tepatnya karena memang saya tidak pernah bertanya.
Kampung Sumuraman namanya. Distrik Minyamur merupakan distrik terluar yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Asmat. Sedangkan distrik Minyamur tempat penempatan kami kala itu merupakan bagian dari wilayah pemekaran, Kabupaten Mappi. 
Saat menginjakkan kaki di Sumuraman, saya merasa takjub, bagaimana semesta bekerja dengan cara-cara yang tidak terduga. Saya berpikir betapa hidup ini menyajikan banyak kejutan, menyuguhkan hal-hal yang tidak pernah terbayangkan, memberikan segala hal yang kita butuhkan.
See, menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tidak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan.
Sebelumnya saya tidak pernah tahu tentang Sumuraman, sebuah kampung yang bahkan letak persisnya di peta mungkin tak bisa sekali langsung saya hapal. 
Perjalanan menuju Sumuraman tidak mudah, bukan cuma dari Jawa, bahkan dari ibukota kabupaten sendiri. Dari Kepi, ibukota Mappi, perjalanan hampir memakan waktu 6 jam menggunakan perahu kayu kecil dengan motor baling-baling yang kami sebut Belang, yang sebelumnya pun kami harus diangkut menggunakan sebuah truk menuju kampung terdekat yang memiliki pelabuhan kecil, serta berjalan kaki sembari membawa kebutuhan yang akan kami bawa ke Sumuraman. 6 jam perjalanan yang menakjubkan, sepanjang sungai besar, dengan kanan kiri hutan dan bakau, sesekali bertemu warga dengan perahu kecil atau kole-kolenya, atau juga teriakan riang anak-anak dari dua sampai tiga rumah di tepian sana.
Kampung kecil yang tidak banyak penghuninya. Hampir semua permukaannya diselimuti pasir, seperti sebuah kawasan penduduk di pantai. dan ya, memang ternyata sungai besar yang kami arungi berujung di tepian laut. Dalam beberapa kesempatan saya ingin mencicipi banyak pengalaman, seperti disuguhkan kepiting rebus yang sudah tidak sempat lagi kami hitung jumlahnya. Keesokan harinya lagi, wajan besar kembali penuh oleh kepiting yang sudah berubah warna menjadi oranye, begitu terus berulang berhari-hari.
Sumuraman tidak hanya punya kepiting, mereka hidup di antara limpahan hasil laut. Kepiting, udang, hingga ikan pari. Barangkali, kami saja yang norak melihat segala kelimpahan makanan laut itu, lantas menyantapnya hingga habis, sampai bosan, sampai tidak lagi mengenal kata kenyang. Seperti itukah sebenarnya watak manusia pendatang? Iya, salah satu pertanyaan besar saya adalah, siapa yang akhirnya menikmati kelimpahan hasil alam di kampung ini?
Lalat Babi
Menjelang sore di kampung ini, kami mencari kamar mandi. Di atas permukaan sepanjang jalan kampung, kami hambur-hamburkan pasir dengan kaki, anak-anak Sumuraman yang mengajarkan kami. Kata mereka, mereka belum pernah bertemu orang luar, mereka senang sekali. Malu-malu, tapi mengingat lagi tertawanya mereka masih membuatku merinding sampai hari ini. 
Bodoh kamu, Ann! Kamu terlalu sering terlena dengan kebingungan yang itu-itu saja.
Iya, romansa cinta saya sejak saat itu terhantam 180 derajat.
Kamar mandi di kampung ini hanya ada beberapa di tempat strategis dengan kelompok rumah yang berdekatan. Kamar mandi bersama yang airnya harus diangkut dari sumber air yang jumlahnya lebih sedikit dari kamar mandinya,
Saya kira, adik-adik itu hanya akan mengantar kami sampai di kamar mandi, tapi ternyata mereka juga yang menimba dan mengangkut airnya hingga ke kamar mandi. Duh, suguhan apalagi ini. Kami merasa sangat tidak ada apa-apanya. Jiwa-jiwa mereka bisa jadi lebih lapang dari saya yang belum banyak manfaatnya.
Bilik kamar mandi di Sumuraman ini tidak besar, juga tidak terlalu kecil. Dari luar, saya sempat mengira bahwa itu adalah bilik bermain untuk anak-anak karena dindingnya yang dicat warna-warni, sungguh seperti kelas di taman kanak-kanak. Tidak ada sumber pencahayaan di dalamnya.
Sore semakin gelap, saya terburu untuk segera menyelesaikan satu-satunya kegiatan soliter yang tidak bisa dipaksa harus menjadi kegiatan komunal selama hidup saya. Saya harus segera keluar dari dalam bilik ini. Nyamuk-nyamuk dari kebun -atau hutan- di belakang kamar mandi mulai berdengung, saya tidak dapat melihatnya, tapi merasakan suara mereka di sekeliling telinga membuat saya membayangkan sebesar apa nyamuk Sumuraman. Tidak hanya bersuara besar, gigitannya dapat menembus pakaian.
Rebi, teman saya yang menunggu bergantian di luar pintu masih berbincang dengan anak-anak. Tiba-tiba sedikit berteriak, “mba Anaaaa, kata anak-anak hati-hati sama lalat babi..”
Belum ada sepuluh detik dari teriakan Rebi, punggung saya dihinggapi sesuatu. “Huwaaaaaa... Rebiii.. ada yang nepuk akuu..!” suasana gelap di dalam bilik kamar mandi membuat saya tidak berani menoleh barang sedikit saja ke arah templokan itu. Seperti hilang kesadaran, sembarang saya selesaikan, menghambur ke arah Rebi yang keheranan bersama anak-anak, sedetik kemudian kami sama-sama berlompatan menepuk-nepuk pundak saya. Malamnya pundak saya panas, bentol cukup besar, ditambah juga seperti lebam. Perih sebenarnya, tapi saya senang, pengalaman pertama kali digigit lalat babi, yang ah, “babi sekali...” kalau kata Rebi.
Televisi Kain Besar
Setelah malam menggelap, tidak ada listrik di kampung ini. Penerangan hanya untuk kebutuhan tertentu, di rumah dan tempat tertentu dengan waktu yang juga ditentu. Kami membawa banyak bensin dari kota kabupaten. Kami dirikan tiang penyangga dari kayu, tanah lapang sudah diisi dengan tikar dan apapun sebagai alas duduk, kami bentangkan kain besar sebagai layar, genset mulai meraung, suara motor mesin disambut tepuk tangan.
“Televisi kainn besaaaarrrrr....” teriak seorang mama dari belakang barisan. 
“Ah, gila ini...! payah kamu, Ann! kamu sudah dikalahkan bertubi-tubi oleh keadaan. perasaanmu sudah dihujam cinta tanpa disadari” kami takjub berkali-kali, pada semuanya, pada orang-orang ini.
Film diputar, Di Ujung Timur Matahari. Sampai menjelang tengah malam, anak-anak belum mau pulang. Tidak ada alasan besok sekola, karena sekola memang sudah lama sedang diliburkan karena pengajarnya belum kembali dari kota. Hingga film Suzana kami putar, heran kami karena mereka menontonnya sambil tertawa. Sekali lagi saya mencemooh diri saya sendiri, “cih, kau tidak punya nyali Ann!” 
Saya tidak menonton filmnya, saya sedang menyaksikan sebuah kisah epik yang warga Sumuraman sajikan. 
Ekspresi mereka seperti obat bagi hati yang telah dipatahkan,
Tepuktangannya seperti riuh gerimis setelah kemarau panjang,
Wajah anak-anak yang bagi saya tidak bisa dibedakan, menjadi hiasan paling cantik pada taman kehidupan.
Saya meninggalkan banyak hal di Jakarta, tapi saya ditemukan mereka di tempat lainnya. 
Kata orang-orang hidup itu seimbang, kau bisa saja sangat gembira, tapi kau juga harus tahu caranya bersedih. 
Memberi kebahagiaan adalah kebahagiaan,
Bagaimana empat hari di Sumuraman dapat merubah pandangan hidupmu?
Seharusnya, jika saya percaya teori Butterfly Effect, pertanyaan itu tidak harus saya ajukan. Kepakan sayap kupu-kupu di Mappi, misalnya, bisa saja mengakibatkan badai besar di Jepang. iya, kita semua sedang saling terhubung, entah disadari atau tidak, kita sedang saling merangkai simpul.
Jika kita memang hanya bisa menginjakkan kaki satu kali di sungai yang sama, saya berharap semua momen itu abadi di ingatan kami.
Betapa penuh kesadaran bahwa saya menuliskan ini jauh dari mewakili. Ada rasa yang tidak dapat disentuh, ada kenangan yang sama sekali tidak terekam. Jutaan neutron dalam otak kita mampu menerawang ingatan jauh melampaui diksi-diksi dalam tulisan.
Sumuraman adalah sebuah kebahagiaan di tengah keterbatasan, adalah tentang harapan pada langkah-langkah dan kelimpahan, adalah tentang perahu-perahu dan keinginan untuk maju.
Sumuraman adalah tentang gelembung ikan, kepiting, pasir halus, lalat babi, air payau, dan senja di ujung pohon kelapa.
Sumuraman adalah tentang kaki-kaki telanjang penuh sayang, tentang mata pedih terkena sabun, tentang genggaman tangan dan segala hal yang tak pernah usang dihapus zaman.
Sumuraman sempat menjadi pelarian, namun yang kami dapat adalah pelajaran.
Sumuraman adalah tentang hati yang tertinggal, perasaan yang tertambat.
Sumuraman adalah perpisahan yang dirayakan, tarian Tate sepanjang malam, dan percakapan leluhur yang tidak bisa diabaikan. 
Sumuraman adalah lambaian tangan yang tak berhenti hingga kapal kami tak terlihat lagi.
Sumuraman juga tentang keinginan kami untuk bisa kembali, menyaksikan mereka tumbuh dan mendapat adil sebagai surga yang tersembunyi.
Ini soal Sumuraman dan hal-hal yang tidak bisa dilupakan.
© Ann. 12 Mei 2020
1 note · View note
masadhinugroho · 2 years
Text
Disini Senang, Disana Senang
Pernah ada suatu momen di mana saya harus hidup di sebuah desa terpencil yang membutuhkan 32 jam kombinasi perjalanan darat, laut dan udara untuk bisa tiba di sana dari Jakarta. Terletak di pesisir pantai, lokasi desa ini tidak terakses oleh jalan darat dan harus menggunakan perahu kecil jika ingin singgah. Kehidupan didalamnya memang sungguh berbeda 180 derajat dari kehidupan standar ibukota. Tanpa sinyal telepon, listrik yang terbatas karena hanya menyala jika malam dan itupun lebih sering padam bahkan bisa 3 X 24 jam (mati listrik terlama yang pernah saya rasakan!). Untungnya masalah air bersih cukup memadai walaupun harus tiap hari pergi ke pinggir sungai bolak-balik bawa jerigen.
Perspektif kaum urban secara jamak bisa jadi menyimpulkan bahwa hidup di desa macam ini pasti akan kompleks. Baik itu menyengsarakan, membosankan, gitu-gitu aja dan asosiasi negatif lainnya. Sangat mafhum dengan asumsi seperti itu jika lihat dari luaran saja. Tapi tentunya lagi-lagi itu asumsi. Karena jika ikut menjalaninya, ceritanya akan jadi berbeda.
Rutinitas pagi yang dimulai dengan mandi di sumur belakang rumah lalu sarapan roti tradisional ditemani segelas teh manis hangat adalah pembuka hari yang menyenangkan dan mengenyangkan. Lalu anak-anak berangkat ke sekolah sambil diantar orang tuanya yang melaju pergi ke kebun atau menyiapkan ketinting (perahu motor kecil) untuk mencari ikan. Saat matahari sudah tepat di atas kepala, umumnya cenderung sepi dan hanya anak-anak yang batobo (mandi di laut) atau sekumpulan mama-mama yang saling mengobrol sambil memasak tapi dari dapurnya masing-masing. Tentu ngobrolnya dengan suara lantang agak berteriak. Hari berlanjut sore dan tibalah saat orang-orang dari kebun ataupun laut pulang kembali ke rumah. Biasanya sungai akan ramai di waktu sore karena orang-orang berbondong-bondong mengambil persediaan air. Menjelang maghrib semua warga akan bersiap menyambut listrik menyala sehingga rumah-rumah bisa tetap terang. Jika hari itu listrik ternyata harus padam, orang dewasa akan segera bergegas mengisi minyak tanah ke dalam botol-botol kaca kecil bersumbu dan meletakkannya di berbagai sudut rumah.
Dari kehidupan keseharian di desa tersebut saya jadi mendapatkan suatu sintesa bahwa memang standar bahagia tidak bisa dan tidak boleh disamaratakan. Ini bukan soal isu ketimpangan sosial ekonomi atau modernitas yang tidak sampai ke desa. Bukan juga perkara pembangunan yang tidak sampai dampaknya. Ada faktor kekinian dan ke-disini-an yang menjadi pembentuk definisi bahagia itu sendiri. Kultur sosial yang melekat pada batas-batas garis geografis selalu menjadi penanda bahwa bahagia bisa dibentuk dimana saja dengan cara bagaimanapun.
Bagian penting lainnya yang juga harus dicatat bahwa gaya hidup ala desa atau kota tidak menjadi pembenaran untuk klaim gaya hidupnya jadi yang terbaik. Orang kota tidak boleh mencemooh bahagianya orang desa, dan sebaliknya orang desa juga tidak boleh menyindir orang kota yang selalu sibuk dengan kemacetannya. Hidup pelan dan sederhana di desa bukan jadi cara yang efektif buat kecepatan hidup orang kota untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang memang berbeda. Sehingga gaya hidup kota juga bukan vis a vis dari gayanya orang desa. Semua itu akan kembali kepada pelakunya, yang mana dua-duanya akan sama baiknya jika dijalani dengan seimbang.
p.s.: ditulis sambil bernostalgia mengingat-ingat sinar perak cahaya bulan purnama di desa yang muncul jika listrik sedang padam dan langit malam sedang cerah
0 notes
kurniaindri · 5 years
Text
DIY Shed Construction - Jenis Desain Gudang Penyimpanan
Tumblr media
Ada ribuan rencana gudang penyimpanan atau cetak biru untuk setiap jenis konstruksi gudang yang bisa dibayangkan. Seiring meningkatnya minat individu atau keluarga, demikian juga kebutuhan akan ruang atau penyimpanan tambahan. Kekacauan mengganggu hidup kita.
Apakah Anda ingin membangun konstruksi gudang DIY? Pelajari tentang berbagai jenis desain gudang penyimpanan.
Bayangkan bagaimana rasanya membangun lean standar untuk merumahkan beberapa alat berkebun. Tidak ada lagi tersandung cangkul atau menyapu atau terjerat dalam selang taman.
Sebuah condong ke gudang adalah desain gudang yang paling sederhana, sebuah proyek yang sangat baik untuk penggemar awal perkayuan.
Lihatlah diri Anda membangun gudang mobil, atau dikenal sebagai garasi, jual blockboard gudang sepeda, gudang sepeda motor, gudang perahu, gudang mesin pemotong rumput traktor atau gudang mobil salju, dan gudang peralatan olahraga air.
Gudang atau garasi yang melindungi mainan transportasi dan kesenangan bermotor kami akan bervariasi ukurannya tergantung pada jumlah kendaraan yang ditampung termasuk bagian perbaikan, persediaan, dan peralatan. Mayoritas dari gudang ini disederhanakan dalam desain karena sebagian besar kebutuhan utilitarian akan berada di bagian dalam gudang.
Tergantung pada jenis gudang yang Anda pilih untuk dibangun, pilih ketinggian atap yang akan nyaman bagi Anda saat Anda masuk dan keluar gedung. Gulungan atap dapat dianggap sebagai ruang penyimpanan tambahan yang menawarkan lantai terbuka yang tidak terhalang oleh penyimpanan. Pondasi gudang dibuat dari beton, balok beton, bata, dan kayu yang diberi tekanan. Lembaran kayu lapis menciptakan lantai. Lantai harus didukung untuk menghasilkan kekuatan.
Pintu yang akan digunakan bisa tunggal, ganda atau menggulung. Pintu roll up adalah yang paling bermanfaat untuk perumahan garasi mobil tunggal atau ganda.
Termasuk satu pintu sangat membantu ketika Anda ingin mengambil item yang lebih kecil. Itu akan menghilangkan membuka pintu ganda yang tidak perlu. Memasang tanjakan menyederhanakan pelepasan kendaraan.
Satu atau dua jendela perlu dipertimbangkan untuk ventilasi. Asap kendaraan, peralatan bertenaga gas, cat dan produk mudah terbakar lainnya membutuhkan sirkulasi udara.
Listrik dapat dipertimbangkan untuk operasi panas, pendingin udara, dan perkakas listrik.
Apakah Anda perlu membuat rumah pot atau rumah kaca khusus?
Gudang pot perlu berventilasi baik karena pupuk, tanah, insektisida, dan Triplek film face  semprotan. Tanah dan pupuk berantakan. Pipa akses mudah akan berguna. Bangku kerja diperlukan serta beberapa rak dan kait untuk alat berkebun tangan.
Rumah kaca kecil sangat baik untuk menanam bibit sebelum memindahkannya ke kebun bunga atau kebun sayur.
Anggrek dan dedaunan lainnya akan membutuhkan bangunan yang lebih besar karena jenis tanaman hobi ini akan tetap berada di rumah kaca. Atapnya mungkin terbuat dari kaca atau plastik dan lantai mungkin akan terbuat dari beton. Kait khusus untuk keranjang gantung, rak, tangga, jendela samping untuk ventilasi, listrik untuk kipas, panas dan pendingin udara. Jangan lupa perlengkapan saluran air, dan bangku kerja.
Pikirkan kembali ketika Anda masih anak-anak berharap Anda memiliki kamar khusus. Tangan pengrajin kayu berbakat Anda bisa mewujudkannya.
Gudang-gudang hari ini telah menjadi kamar kedua atau tambahan dari rumah utama. Ada ribuan desain cetak biru gudang untuk Anda pilih tergantung pada fungsi bangunan.
Desain gudang dapat berupa bingkai-A atau gaya gudang dengan atau tanpa teras, garasi berbentuk gudang, gudang hewan peliharaan, rumah kaca kotak garam, rumah bermain, kolam cabana, pondok, atau replika rumah pribadi Anda. Imajinasi dan kebutuhan pribadi Anda akan menentukan bagian luar gudang.
Pertimbangan lain dapat berupa kubah, lampu langit-langit, penerangan listrik, detektor gerakan, sistem alarm, dan bahkan mempartisi area penyimpanan Anda untuk memisahkan item yang berbeda.
0 notes
grosirahza · 5 years
Photo
Tumblr media
Pompa Ban Mobil 150psi D7RRS3YBK9 IDR 343.000 Berat : 1.8kg Pompa ban portable ini ditujukan untuk mobil, baik sedan, SUV, dan MPV. Power listrik dapat melalui cigarette plug mobil. Pompa ini juga memungkinkan untuk dipakai pada ban motor, perahu karet, bola, dll. #pompabanmotor #pompabansepeda ##pompabanmobil #pompabola #pompabolabasket #pompaangin #pompaportable #peralatanmobil #banmobil #banmotor #bansepeda #belanjaadabonusnya https://www.instagram.com/p/B5zm5YOgI3t/?igshid=19k6y966ommqy
0 notes
papuaunik · 5 years
Text
Pak guru, ini baru satu kosong
Tumblr media
16 November 2018 Setelah melewati perjalanan jauh dari Kepi, ibukota Kabupaten Mappi, saya akhirnya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Kampung Kaibusene. “Inikah tempat tugas saya, ah, yang benar saja.”Sungguh, kehidupan yang sangat jauh berbeda dengan daerah atau kampung lain di tanah Papua, apalagi di luar Papua. Saya kembali teringat komentar kebanyakan masyarakat Distrik Haju, “Kaibusene itu kampung yang tidak layak orang manusia tinggal. Adalah mukjizat bila guru-guru yang bertugas di sana merasa betah tinggal di Kaibusene.”Rumah-rumah dikelilingi alang-alang setinggi setengah badan, tanah yang selalu basah dan berlumpur, genangan air di mana-mana. Semua bangunan tempat tinggal atau rumah berbentuk panggung dengan lantai dan dinding dari papan kayu, beratap rumbia. Tidakada rumah tembok. Listrik dan jaringan telefon tentunya tidak ada juga. Bunyi kendaraan sepeda motor dan mesin pabrikan tidak terdengar sama sekali. Kicauan burung dan desahan dedaunan pohon bersama suara ketinting menjadi bunyi yang akrab ditelinga. Suara usik rerumputan yang membentang luas kampung dan rawa memberi rasa tenang dan nyaman. 19 November 2018 Inilah awal dari perjalanan saya sebagai guru bersama kedua teman guru di SD Inpres Kaibusene, Kabupaten Mappi, Papua. Hari ini adalah hari pertama mengajar kami. Sandal jepit menemani derap langkah menuju sekolah. Jarak antara rumah dengan sekolah sekitar 500 meter. Perjalanan menuju sekolah harus melewati sebuah jembatan kayu yang kira-kira 50 meter. Tiang penyanggahnya telah patah, papan-papan pada titiannya telah remuk. Saat berjalan saya harus berusaha meringankan berat badan, pelan-pelan melangkah ala cat walk mencari tumpuan yang kuat agar pijakan tidak roboh. Ketika jembatannya bergoyang karena beban bertambah saya berdiri sejenak, mengambil nafas agar tetap tenang lalu lanjut mengayun langkah mencari tumpuan-tumpuan kuat yang lain di depan hingga ke ujung jembatan. Di momen ini saya merasa kalah dengan anak murid dalam hal keberanian melewati jembatan rapuh. Mereka berjalan layaknya menginjak tanah kering tanpa merasa ada hambatan. Ada yang berlari kecil melewati jembatan itu, ada yang melangkah dengan santai sambil berbagi cerita dan gelak tawa. Tiba di sekolah, anak-anak murid sudah menanti kedatangan kami, guru mereka yang baru. Mereka datang sekolah hanya menggunakan pakaian rumah. Tidak ada seragam, apalagi sepatu dan tas sekolah. Rata-rata usia mereka berkisar 15-19 tahun, untuk murid kelas empat sampai enam, usia yang semestinya sudah berada di bangku SMA atau perkuliahan. Dengan umur yang bisa dikatakan tidak layak sebagai anak SD mereka masih punya niat ke sekolah. Di sini, pepatah pendidikan tidakmengenal usia berlaku. SD Inpres Kaibusene memiliki tiga ruangan belajar dengan rombongan belajar (rombel) satu sampai enam. Rombel satu dan dua digabung dalam satu ruangan, rombel tiga dan empat satu ruangan, dan rombel lima dan enam satu ruangan. Tidak ada ruang guru, ruang kepala sekolah, pun kantor. Tak ada WC sekolah. Di samping gedung sekolah ada rumah dinas guru yang masih layak dipakai namun tidak ada kamar MCK. Saya mengajar di rombel tiga dan empat. Ini merupakan hal baru dan sangat berat bagi saya. “Kira-kira saya bisa mengajar tidak e,” gumam suara di kepala saya saat masuk ruangan. Jujur, saya adalah seorang Sarjana Teknik dengan titel Sarjana Komputer (S.kom). Ini adalah hari bersejarah dalam perjalanan karir saya, pertama kalinya saya bekerja tanpa menggunakan ilmu saya. Saat mendaftar dan diterima dalam program Guru Penggerak Daerah Terpencil, saya beranggapan akan ditugaskan untuk mengajar computer di SMP atau SMA. Sayangnya, anggapan saya melenceng. Keadaan ternyata sangat berbeda. Saya tidak ditugaskan mengajar computer, namun Calistung (Baca Tulis Hitung). Kaget, itulah perasaan saya saat mendapat tugas ini. Loh kok bisa seorang Sarjana Teknik mengajar di Sekolah Dasar. Anda mungkin berpikir begitu, mungkin juga sedikit bingung. Saya tidak menyangka akan menjadi seorang guru SD yang ditugaskan memberantas buta huruf di pedalaman Papua. Ketika masuk dalam ruangan, saya sedikit bingung. Dalam pikiran saya bertanya-tanya, kira-kira saya mau mengajar apa. Bagaimana mengajar mereka, para murid yang sedang sumringah menyambut kedatangan saya. Maklum, guru SD bukan basik saya. Ah, tidak apa-apa. Hal ini tidak boleh menghalangi niat luhur saya untuk memberikan pendidikan yang layak kepada anak-anak pedalaman. Untuk menjadi guru yang sempurna saya tentu belum bisa, namun saya telah belajar banyak hal bagaimana bersikap sebagai guru dari kedua orangtua saya. Bapa dan ibu saya adalah guru SD. Dalam keseharian di rumah, cara mereka mendidik kami tidak jauh berbeda dengan yang mereka lakukan di sekolah. Hari pertama mengajar adalah awal dari segala proses latihan kesabaran. Di sini, dalam ruangan ini, kesabaranlah yang menjadi kunci utama bagi seorang guru. Jujur, saya sempat naik pitam tapi juga mau menangis rasanya karena keterbatasan murid-murid akan pengetahuan. Bayangkan saja, anak-anak usia kelas 3 dan 4 masih harus belajar mengenal huruf A-Z dan juga mengenal angka satu sampai seratus. Menulis dan membaca tentu jauh dari dugaan saya. Sedih, rasanya. Di sini saya sungguh-sungguh bertemu dengan anak-anak buta huruf, total parah. Ini bukan saja di kelas yang saya bimbing tetapi juga di kelasnya teman saya. Singkatnya, semua anak-anak yang datang ke sekolah hari itu masih buta huruf. Sungguh realitas pendidikan yang sangat memprihatinkan. Bagi saya, mereka tidak bodoh. Mereka hanya tidak diberikan kesempatan belajar yang semestinya. Saya tidak boleh memvonis mereka bodoh, pikir saya seketika mengetahui keadaan sesungguhnya. Ini karena keterbatasan tenaga pendidik dan juga sarana prasarana yang sungguh sangat tidak memadai dan tidak layak. Guru-guru yang ditugaskan pun tidak pernah aktif mengajar. Orang tua murid menyebut mereka, guru-guru lokal (orang suku asli), sebagai guru musiman atau guru ujian karena sekolah akan diaktifkan menjelang ujian semester atau ujian nasional. Hari itu, dalam waktu tiga jam kami belajar mengenal abjad dan angka. Saya mencoba menulis beberapa abjad di papan tulis, lalu meminta mereka menyebut nama abjadnya. Saya membantu menyebutkan nama abjad-abjad tersebut dan mereka mengulangi setelahnya. Mulanya dilakukan bersama-sama, kemudian saya meminta satu per satu secara acak. Ada yang cepat mengingat, ada yang tidak bisa sama sekali. Baginya deretan abjad yang saya tulis begitu baru dan rumit. Saya lalu berkonsentrasi membimbing mereka yang lambat mengingat nama-nama abjad itu dari bangku ke bangku. Sesekali saya meminta mereka menulis bentuk abjad yang paling susah mereka ingat, seperti Y, J, Q. Tiga jam berlalu tanpa ada selingan santai. Kami begitu serius. Saat itu saya lupa untuk bercanda dengan mereka. Untungnya, mereka tidak menyerah belajar. Saya akui, hari itu saya tidak berpikir memberi intermeso menyenangkan di sela-sela keseriusan mempelajari abjad. Kelas pun diakhiri dengan suasana serius. Hari itu saya benar-benar merasa lelah. Ternyata begini rasanya kalau menjadi guru bagi anak-anak buta huruf. Hari pertama sekolah itu dihadiri murid-murid cuman sebagian, dari 125 jumlah murid berdasarkan data pokok peserta didik. Banyak yang masih berada di hutan. Mereka belum mendapat kabar kedatangan guru baru. Selama ini sekolah tidak aktif sehingga orang tua membawa anak-anaknya tinggal di hutan mencari makanan atau mencari kayu Gaharu. Dengan segala keterbatasan di sekolah, ada murid yang duduk di lantai pada saat proses belajar mengajar. Satu bangku harus menampung tiga sampai empat murid. Ini tentu sangat mengganggu proses belajar mereka saat harus bersilang sikut menulis.
Tumblr media
Januari 2019 Liburan semester dan kenaikan kelas berakhir, kami kembali ke sekolah. Suasana kali ini berbeda dari sebelumnya, kami berada dalam musim hujan. Kampung terendam banjir. Rumah-rumah dan bangunan lain ikut terendam air yang meluap dari rawa dan kali. Waktu pergi ke sekolah, murid maupun guru harus menggunakan perahu. Akses jalan menuju sekolah terendam air setinggi dada murid kelas satu. Ada murid yang mendayung perahu sendiri. Ada murid yang cuman memakai baju rumah, sedangkan seragam sekolah di tenteng sampai di dalam kelas baru dipakai seragam sekolahnya. Ada yang diantar sama orangtuannya menggunakan perahu sambil menggendong adik mereka yang masih kecil. Dan lebih sedihnya, ada murid yang dengan ketulusannya menggendong adik-adiknya yang kelas satu maupun kelas dua pergi maupun pulang sekolah. Tetapi itu tidak menghalangi niat dan tujuan mereka untuk bersekolahdemi mendapatkan pendidikan yang layak seperti teman sebaya mereka dapatkan dan rasakan di luar Papua. Agustus 2019 Ini adalah bulan di mana kampung mengalami musim kering. Dimana kampung tidak digenangi air dan banjir, saya dan beberapa murid menanamkan tiang bendera depan sekolah. Kami ingin mengibarkan bendera merah putih di halaman sekolah. Ketika benderanya sudah dikibarkan seorang murid kelas enam mendekati saya dan berkata, "Pak guru, ini baru satu kosong". Saya melihat dia dengan perasaan bingung. “Kenapa satu kosong,” saya bertanya penasaran. Dia lalu menjelaskan bahwa baru kali ini bendera merah putih di kibarkan depan sekolah sejak ia masuk SD. Saya lalu merefleksikan ucapannya. Saya merasa bahwa kecintaan mereka akan sang merah putih khususnya di pedalaman ini sangatlah tulus. Karena mereka tahu bahwa mereka adalah Indonesia. Indonesia tanpa merah putih yang berkibar depan gedung sekolah rasanya tidak lengkap walaupun lagu dari Sabang sampai Merauke telah mereka hafal dengan baik. Menutup catatan kecil ini, saya berharap bapak Mentri Pendidikan terpilih, Nadiem Makarim, tergugah untuk memperhatikan pendidikan di pedalaman Papua. Besar harapan saya, tulisan ini bisa dibaca oleh bapak Nadiem. Kalau ada waktu, sempatkanlah beberapa menit membacanya. Alangkah bahagianya saya bila mendengar kabar gembira ini. Lihatlah kami, Indonesia bukan saja Jawa, Indonesia bukan hanya Jakarta. Papua pun Indonesia (Catatan Hati dari Timur Matahari Terbit) Antonius Yosef Tampani Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT) Kabupaten Mappi, Papua. Read the full article
0 notes
turisiancom · 2 years
Text
TURISIAN.com – GIIAS Surabaya 2022 mulai buka pada hari ini, Rabu 14 September. Bagi Sobat Turisian, yang kebetulan sedang berada di Kota Pahlawan tersebut, jangan lewatkan moment penting event otomotif ini. Berlangsung di Grand City Convex, Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) tersebut akan Surabaya 2022, berlangsung hingga 18 September 2022. Surabaya terpilih menjadi  rangkaian kedua penyelenggaraan GIIAS The Series 2022. Kota terbesar kedua Indonesia itu akan selalu menjadi agenda rutin industri otomotif Indonesia. Khususnya, untuk memperkenalkan model dan teknologi baru dari kendaraan terkini. BACA JUGA: Kemenparekraf Siapkan Festival Nasional, Seperti Ini Desainnya "Masyarakat Jawa Timur dapat merasakan secara langsung teknologi kendaraan terbaru di area test drive selama pameran GIIAS Surabaya berlangsung,” kata Ketua III sekaligus Ketua Penyelenggara Pameran GAIKINDO, Rizwan Alamsjah dalam keterangan resminya Selasa, kemarin. Ia berharap antusiasme dan keingintahuan dari masyarakat dapat terpenuhi pada penyelenggaraan GIIAS Surabaya tahun ini. Tampil 13 Merek Produsen Otomotif Pada gelaran GIIAS Surabaya 2022 ini, ada  13 merek yang akan berpartisipasi. Mereka bakal  membawa teknologi terkini dan produk terbarunya. BACA JUGA: Yuk Jalan-Jalan ke Monumen Kapal Selam di Surabaya, Buat Tambah Pengetahuan! Beberapa produsen yang akan memamerkan kendaraan listriknya, yakni Audi, Daihatsu, Honda, Hyundai, Kia, Lexus, Mazda, MG, Mitsubishi Motors. Selain itu ada juga jenama seperti Suzuki, Toyota, VW, dan Wuling. Serta turut hadir juga industri pendukung otomotif seperti merek sepeda motor, yakni Honda Motor, Benelli dan Keeway. Penyelenggaraan GIIAS kali ini perkiraan akan menarik perhatian masyarakat Jawa Timur, terutama Surabaya. BACA JUGA: Yuk Nikmati Malam nan Romantis di Surabaya Lewat Wisata Perahu Kalimas! Pada ajang GIIAS Surabaya 2022, juga lebih meriah dengan hadirnya berbagai kendaraan listrik yang  para peserta. Sobat Turisian juga dapat dicoba secara langsung oleh pengunjung melalui area test drive. Area test drive dan test ride akan terletak pada area outdoor Grand City Convex. Pengunjung bisa langsung  mencoba kendaraan impian. BACA JUGA: Merasakan Modernisasi Jakarta Lewat Event JTF, Catat Jadwalnya Syaratnya, pertama telah memiliki tiket masuk GIIAS Surabaya. Kemudian,  mendaftarkan diri pada aplikasi Auto360 untuk melakukan test drive maupun test ride. Tiket masuk pameran penjualannya hanya melalui system online pada aplikasi GIIAS Auto360. Tinggal masuk, pada Appstore dan Playstore akan muncul harganya. Untuk Harga tiket masuk yaitu Rp20 ribu  hari kerja (Rabu - Jumat) dan Rp30 ribu untuk akhir pekan (Sabtu - Minggu). ***
0 notes
lelanasenja · 6 years
Text
Menjamah Negeri Entah Berantah
Byuur, pemuda itu langsung melompat dari pinggir jembatan. Maklum, Laut sudah seperti ibu baginya, sehingga ia tak akan pernah takut terluka jika berada di laut. Ia adalah pemuda yang tinggal di sebuah pulau kecil di ujung Indonesia, laut adalah kesehariannya, tempatnya mencari penghidupaan dan tempatnya belajar kehidupan.
“mari sini batobo kong, tara usah malu malu“  kata nya yang hanya saya balas dengan gelengan lemah, maklum, saya waterproof dan belum pakai no droff tidak bisa berenang.
Ini adalah desa Kakupang, Kecamatan Kasiruta Barat, Halmahera Selatan. Pulau yang tidak-pernah-tertulis-dalam-bucketlist-dan-tidak-pernah-terlintas-di-benak-untuk saya kunjungi. Dengan berbekal surat keterangan organisasi dari GEODIPA (yang saya tulis sendiri karena saya sekretarisnya) dan ilmu coba coba mendaftar, akhirnya disinilah saya, satu dari ribuan orang terpilih dari berbagai penjuru Indonesia yang berkesempatan mengikuti kegiatan EKSPEDISI NUSANTARA JAYA 2016. Kegiatan ini digagas oleh Kementerian Koordinator Maritim RI dengan tujuan memberikan semangat untuk pulau-pulau kecil di Indonesia. Di antara seluruh keberangkatan yang ada di 24 Provinsi, pilihan saya jatuh ke Maluku Utara, negeri rempah-rempah yang pernah dikuasi oleh Portugis yang akhirnya bisa diusir oleh Sultan Baabulah, yang kemudian hari Nama beliau diabadikan menjadi nama Bandara di Ternate.
“ee ampung mari sini tara usah takot, nanti kita pegangi kong, ngana tara mungkin tenggelam” sahut anak lainnya yang hanya saya balas dengan senyum. Bagaimana saya bisa yakin? yang bilang akan memegangi saya adalah anak kelas 1 SD yang bertubuh kurus kering berkulit hitam, bukti bahwa ia berteman lekat dengan matahari dan laut. Jika masalah renang-berenang, dia bisa diandalkan, (bahkan) kemampuan berenang dan menyelamnya setingkat dengan penyelam berlisensi!
Desa Kakupang terdiri dari 114 Kepala Keluarga dengan total penghuni sekitar 300  jiwa. Cukup sedikit bukan untuk ukuran satu desa? Kakupang terletak di salah satu sudut di pulau Kasiruta. Transportasi ke desa ini hanyalah dengan jalur laut yang bisa kau tempuh setelah berlayar empat jam dari Labuha, Ibukota Halmahera Selatan. Labuha sendiri bisa kau tempuh selama 12 jam naik kapal perintis dari Ternate. Sedangkan Ternate? Bisa kau kunjungi setelah mengocek 1500k untuk membeli tiket pesawat dari Yogyakarta. Uang makan dua bulan bagi anak kost seperti saya.
“Ayolah sini, Jangan malu-maluin kita ih, masa kalah sama anak kecil” sahut temanku mulai memprovokasi yang langsung disambut dengan teriakan “ayo.. ayo.. ayo..” dari bocah bocah kecil itu. Saya tetap bersikukuh tidak akan terjun ke laut tapi keceriaan mereka membuat saya semakin ragu.  (harap bersabar, tulisan ini hanya menceritakan saya terjun ke laut atau tidak, jangan kecewa ya, HA)
Di desa kecil ini, terdapat satu buah Puskesmas dan satu Sekolah Dasar dengan satu guru PTT, satu Kepala Sekolah dan satu volunteer yang mendedikasikan diri untuk ikut PPD, Semacam Indonesia Mengajar yang diinisiasi oleh Pemerintah Halmahera Selatan. Kebanyakan rumah di Kakupang terbuat dari kayu dan beratapkan seng. Ada dua bagian, kalao dan kadara. Yang artinya, ada rumah yang terletak di darat dan ada rumah yang berada di laut yang dibelah oleh satu jalan poros desa yang baru saja selesai dibangun tahun 2015. Jangan dikira jalanannya luas ya, jalan tersebut terbuat dari semen dengan lebar dua meter saja. Meskipun jalannya sempit, tidak akan ada kata macet disana, karena kalian tidak akan menjumpai sepeda motor di desa ini. Yang ada hanyalah kapal kapal kayu (disana disebut katinting) terparkir dibawah rumah-rumah terapung diatas laut.
Air bersih di desa ini bersumber dari air terjun yang dapat diambil dengan berjalan kaki selama 30 menit atau mengendarai katinting selama 10 menit. Setiap hari warga desa mengambil air dan menampungnya di wadah dirigen yang diangkut menggunakan katinting. Ada satu buah sumur di depan SD, namun air dari sumur tidak terlalu bersih, biasanya digunakan untuk mencuci oleh ibu-ibu di desa ini.  
Mata pencaharian warga kakupang mayoritas adalah nelayan dan petani cengkeh, setiap malam mereka memacu perahu motornya ke tengah laut untuk menjaring ikan. Tak perlu menggunakan umpan pun hasil tangkapan selalu memuaskan. Tapi, meskipun sumber daya ikan melimpah, mereka tidak mengambil lebih dari yang mereka butuhkan. Mereka sangat sadar, apabila manusia mengambil secara serakah, maka lautanpun akan marah. Mereka sangat menjaga bumi tempat mereka berpijak, “Karena Tuhan mengasihi, maka tugas kami bersyukur dan menjaganya sepenuh hati” kata warga disekali waktu. Ah, memang kesederhanaan dan kesahajaannya membuat siapapun jatuh cinta pada desa bergitu pula masyarakatnya.
“Tara mau ah, kita mau bafoto saja diatas jembatan, kalian saja yang batobo” Jawabku. Akhirnya mereka menyerah karena tidak bisa membuat saya berpindah dari tempat duduk saya diujung jembatan meskipun sudah ditarik-tarik oleh beberapa anak perempuan, tenaga gajah kok dilawan.
Senja mulai merekah pertanda matahari sebentar lagi akan terlelap dalam peraduannya. Anak-anak masih berenang bersama beberapa teman saya, ditemani ikan yang berkejaran dengan riang disela terumbu karang berwarna warni di bawahnya. Sungguh merupakan kebahagian bagi saya menjadi bagian dari keceriaan anak-anak di pulau ini. Meski tanpa sinyal dan tanpa listrik, mereka membuktikan bahwa kebahagiaan tidak hanya sebatas berapa banyak like dan share yang kamu dapatkan di media social, bukan pula tentang banyaknya selfi di puncak gunung yang telah berhasil kau gagahi. Hanya memandangi warna jingga hilang diambang batas cakrawala saja dengan telak dapat membuatmu meneteskan air mata. Saya merasa terberkati,
perfectly
.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
0 notes
rainyrens · 6 years
Text
SIRKUS POHON
Tumblr media
Buku pertama yang selesai di tahun ini adalah sebuah novel karya Andrea Hirata. Ini pertama kalinya gue membaca buku dari Andrea Hirata, selebihnya lebih sering menikmati dalam bentuk filmnya.
Awal membaca buku ini, enggak ada rasa gimana-gimana. Hambar saja. Padahal banyak dengar komentar dari orang-orang jika buku ini tuh penuh jenaka khas Andrea Hirata, tapi bagi gue gak ada rasa gimana-gimana saat membaca awal bagian buku ini. Hingga masuk pertengahan buku, baru deh ada rasa sama buku ini.
Diantara sekian banyak judul bab buku, gue ketikkan satu bab yang menurut gue, ini bener-bener menggambarkan anak kandung dari keluguan alam. Selamat membaca! Ayo beli novelnya.
***
SIRKUS KAMPANYE
Kampanye! Meriah!
Calon-calon kepala desa yang selama ini pelit minta ampun tiba-tiba murah hati. Masa kampanye adalah musim berlomba-lomba beramal. Sekonyong-konyong kampung dilanda rupa-rupa wabah penyakit.
Nelayan dilanda encok secara massal. Kernet-kernet truk pasir yang selama ini tak pernah mengeluh, meringis di mana-mana. Para pedagang sayur di pasar pagi yang becek dan telah lama celah-celah jari kaki mereka dimakani kutu air, baru sekarang terpincang-pincang. Bahkan, ada yang secara dramatis membalut kakinya sampai ke paha karena selama masa kampanye mereka tahu akan dapat obat bagus. Para petugas kesehatan tahu-tahu muncul, macam berjatuhan dari langit. Rakyat hanya boleh sakit selama masa kampanye.
Berdasarkan rekomendasi Penasihat Abdul Rapi, Gastori memberi sogokan yang kreatif kepada rakyat. Calon kepala desa lain menyogok rakyat dengan sembako, pukat, dan lampu petromaks, sedangkan Gastori, selain semua itu, menambahi kupon pembagian minyak tanah dan kacamata gerhana matahari.
Kacamata plastik itu dipesan dari Jakarta, lalu dibagikan secara besar-besaran. Banyak yang memakainya sebelum gerhana. Mereka berkeliaran di pasar dengan kerah baju berdiri, rambut berdiri, dan berkacamata gerhana futuristik. Mereka seperti makhluk aneh dari planet yang jauh.
Selain itu, istimewa, Gastori memberi penggemar fanatiknya cangkir ajaib! Jika kopi panas dituangkan ke dalam cangkir itu, oh, oh, cangkir yang semula berwarna hitam polos perlahan-lahan menjadi putih, lalu muncul gambar mik dan tulisan, "Taripol--Siapa yang Pegang Mik, Dialah yang Berkuasa." Sungguh mendebarkan. Ternganga mulut orang-orang udik melihat cangkir siluman itu. Banyak yang menduga ilmu sihir bermain di situ.
Pawai kampanye Gastori paling meriah. Pemain organ tunggal dinaikkan ke bak truk, biduan dan biduanita melenggak-lenggok menyanyikan lagu-lagu dari Raja Dangdut Rhoma Irama. Asyik! Di belakangnya, orang-orang yang suka nongkrong di pasar, membawa poster-poster bergambar Gastori dan David Beckham sembari berteriak-teriak, "Siapa yang pegang mik, dialah yang berkuasa!" Karena cukup panjang yang harus diteriakkan banyak yang membawa catatan dan melihat catatan itu sebelum menarik urat leher.
Pawai kampanye Syamsiarudin, Badenurudin, dan Zainul Abidin juga meriah. Zainul adalah kepala desa sekarang yang ingin mencalonkan diri lagi. Namun, banyak yang menganggapnya tak amanah. Dia ingkar janji sehingga musisi lokal membuat lagu keroncong untuk menyindirnya, judulnya "Tak Seindah Kau Bayangkan". Kreatif sekali. Zainul lupa bahwa politik adalah fisika dan dia telah kehilangan momentumnya.
Debuludin tidak berpawai karena tak punya modal. Boro-boro mengongkosi pawai atau menyogok rakyat, menyogok dirinya sendiri saja dia tak mampu. Dia malah ikut berjoget dangdut bersama para biduanita dalam kampanye Gastori.
***
Rupanya masyarakat Ketumbi gandrung sama debat politik di radio. Menurut mereka, hal itu adalah politik yang sehat. Maka, mereka menuntut calon kepala desa untuk berdebat lagi. Kecuali Gastori, calon-calon lain setuju dengan syarat setiap orang dapat satu mik dan dapat jatah bicara yang pasti.
Maka, berbicaralah para calon kepala desa dengan cara yang lebih beradab. Disediakan petugas yang duduk menghadapi lonceng seperti dalam adu tinju. Jika waktu bicara habis, lonceng dipukul. Jika peserta itu masih ngotot bicara, kabel miknya akan dicabut secara brutal dan tak berpendidikan oleh operator radio.
Baderunudin bicara hebat mengajak rakyat beternak sapi sebab katanya tambang timah di kampung kami tak punya masa depan. Syamsiarudin akan mengerahkan segenap kemampuan dan pengalaman organisasinya --yang jika ditulis satu rim kertas tak cukup-- demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Zainul Abidin akan menggunakan koneksinya di provinsi atau di pusat (tak tahu pusat yang mana) demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat di Asia Tenggara, juga demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Tinggallah kesempatan bicara terakhir diberikan kepada Debuludin yang duduk di pojok itu, berdebu-debu.
"Boleh tahu apa profesi Saudara Debuludin selama ini?" tanya penyiar dengan suara besar, tapi lembut, mirip suara penyiar RRI.
"Profesi saya calo, Pak," jawabnya pelan, tak percaya diri.
"Apa, maaf?"
"Calo, Pak." Masih pelan.
"Apa?"
"Calo! Calo!"
"Oh, maksud Saudara calo seperti di..."
"Iya, calo, saya membantu orang jual tanah, jual motor, jual lemari, jual tipi, jual radio, jual perahu, jual cincin kawin, jual ayam tangkap, apa saja yang bisa dijual."
Pendengar radio tertawa.
"Apakah cukup maju usaha Saudara?"
"Dulu maju, Pak, sekarang sulit. Harga timah jatuh terus. Banyak yang mau jual barang, tak ada yang mau beli. Kalau ada pendengar yang mau membeli sapi, ada yang mau jual sapi, lagi bunting, hubungi saya, harga gemulai, bisa nego."
Tertawa lagi pendengar.
"Ojeh, jadi apa rencana Saudara untuk kepentingan rakyat Ketumbi kalau Saudara menjadi kepala desa?"
"Tidak ada, Pak, boro-boro memikirkan kepentingan rakyat, memikirkan kepentingan saya saja saya berabe jungkir balik. Ekonomi saya susah, istri saya dibawa kabur kawan saya sendiri, dia calo juga, calo keparat. Anak-anak saya benci sama saya. Rumah tangga saya kocar-kacir."
Pendengar terpingkal-pingkal.
"Lantas, mengapa Saudara ingin terjun ke bidang politik?"
"Sebenarnya sebagai calo saya sudah menjadi politisi, Pak. Politik bukan barang baru bagi saya."
"Lebih tepatnya, mengapa Saudara mencalonkan diri menjadi kepala desa?"
"Sebab, saya mau meningkatkan harga diri saya, Pak Penyiar. Saya mau meninggikan martabat saya, membesarkan dan memegahkan nama saya. Saya bosan diremehkan dan dicurigai. Saya ingin menjadi orang terkenal, Pak. Tidak hanya terkenal, tapi berpengaruh. Tentu Bapak tahu, banyak orang terkenal, tapi tidak berpengaruh. Saya ingin kedua-duanya."
"Ada lagi?"
"Saya ingin menjadi aparat negara, Pak. Saya ingin menjadi apa? Hmm....apa istilahnya itu, oh, birotrasi! Saya ingin menjadi birotrasi, Pak!"
"Ada lagi?"
"Saya capek dipanggil orang Debu Calo! Nama itu akan lekat pada saya sampai nyawa saya tamat nanti. Pak Debu, bolehlah jika saya sedang di kampung. Pak Ludin kalau saya sedang rapat di kabupaten atau provinsi. Pak DBLD, lebih cocok kalau saya sedang rapat di Jakarta bersama Menteri Dalam Negeri. Seumur hidup saya, tak ada yang pernah memanggil saya 'Pak'."
"Ada lagi?"
"Akhirnya, setelah semua kekuasaan itu di tangan saya, saya mau merebut kembali istri saya dari tangan calo keparat itu."
"Ada lagi?"
"Oh, ya, saya perlu gajinya, Pak. Gaji sebagai kepala desa akan saya pakai untuk membelikan anak-anak saya buku-buku, majalah anak-anak Kawanmu, tas sekolah, pulpen, potlot, penggaris, sepatu, baju Pramuka. Untuk saya sendiri: sandal, sepatu, topi, ikat pinggang, kacamata riben, baju rompi empat saku seperti pejabat punya, baju batik untuk saya kondangan atau untuk acara-acara resmi. Saya juga mau membeli koper, buku agenda, dan pulpen parker."
"Ada lagi?"
"Minyak wangi mandom."
"Ada lagi?"
"Minyak wangi kesturi."
"Ada lagi?"
"Minyak wangi Arab Saudi."
"Ada lagi?"
"Minyak kapak."
"Ada lagi?"
"Pengeriting rambut."
"Ada lagi?"
"Kalkulator beras."
"Ada lagi?"
"Arloji Ridho."
"Ada lagi?"
"Celana lepis."
"Ada lagi?"
"Gitar kosong Kapok."
"Ada lagi?"
"Raket badminton."
"Ada lagi?"
"Raket listrik penggaplok nyamuk."
"Ada lagi?"
"Pemutar VCD yang bisa karaoke."
"Ada lagi?"
"Remot tipi."
"Tipi-nya?"
"Tipi-nya bisa nanti saja."
"Mengapa?"
"Kurasa gaji kepala desa tak cukup setelah kubelikan semua barang tadi, yang penting sudah ada remot-nya."
0 notes
nurhudaindra · 7 years
Text
Tentang Jalan - Jalan
Buat gue jalan-jalan atau bisa juga disebut traveling itu bukan merupakan sebuah hobby. Ibarat lu bilang hobby lu adalah makan atau tidur atau bahkan bernafas. Ya gimana, itu mah sebuah keharusan, bukan hobby, kalo gak gitu lu gak akan bisa, mati aja kali. Sama halnya dengan jalan. Klo gak jalan berarti lu bukan orang, tapi mungkin mesin pabrik. Oke, mari kita bahas apa hubungannya hobby dengan jalan. Menurut gue hobby adalah sesuatu yang semua orang bisa lakukan dan dengan melakukan hal tersebut akan menimbulkan kepuasan jiwa raga, tapi gak semua orang mau melakukannya. Terlepas dari ditekuni atau tidaknya hobby tersebut. Contohnya berenang di kolam yang isinya penuh dengan buaya darat, stalking sosmed mantan atau memancing di air keruh. Semua orang bisa melakukan hal tersebut, tapi belum tentu semua orang mau. Kemudian jalan-jalan atau traveling atau backpacking atau touring, entah itu lu jalan pake kaki lu sendiri atau pake motor, mobil, pesawat, kereta api, sepeda, kapal selam, perahu getek atau mungkin bulldozer adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk berpindah dari tempat satu ke tempat lain dan itu harus, kalau enggak, berarti lu mening jadi tiang listrik aja. Jadi, jalan adalah suatu keharusan. Jadi hubungannya adalah ketika lu melakukan perpindahan dari titik A ke titik B dan dengan melakukan perpindahan tersebut terciptalah suatu kepuasan jiwa raga, mungkin disitulah titik temu antara hobby dengan jalan. Sebuah keharusan demi pembuktian kepada diri sendiri bahwa lu bukan mesin pabrik. Setiap hari gue makan normal, bernafas layaknya orang hidup, tidur juga walaupun sering kelewat waktunya tapi masih bisa ditolelir. Tapi walaupun begitu, bisa dibilang sebentar lagi gue jadi tiang listrik karena udah lama gak jalan. Terakhir gue jalan beberapa menit yang lalu karena gue kebelet pipis, akhirnya gue jalan ke kamar mandi dan pipis disitu. Jalan ke kamar mandi tidak menimbulkan kepuasan jiwa raga, cuma rasa lega aja yang ada. Jalan yang menimbulkan kepuasan jiwa raga ini yang udah lama gak gue lakukan, itulah sebabnya sebentar lagi gue gak akan bisa dibedain sama tiang listrik. Harus segera! Sebelum terlambat.
3 notes · View notes
difacom · 5 years
Text
Wisata Waduk Jatiluhur, Harga Tiket, Penginapan & Kuliner
Waduk Jatiluhur – Menghabiskan akhir pekan atau liburan bersama keluarga Anda akan lebih menyenangkan jika Anda melakukan ini di tempat wisata. Jika Anda bosan dengan tujuan wisata di sekitar Anda, ini mungkin waktu untuk menemukan tempat baru.
Salah satunya adalah melakukan wisata alam sambil berenang dan bermain bersama anak-anak di Waduk Jatiluhur, Purwakarta.
Ada banyak tempat foto yang menghasilkan bidikan yang tidak biasa. Serta fasilitas lainnya bagi Anda yang menginginkan pengalaman baru. Jadi Anda tidak penasaran, ada baiknya melihat ulasan singkat kami tentang reservoir Jatiluhur di bawah ini.
Sejarah singkat waduk Jatiluhur Purwakarta
foto @choliez_axizone
Waduk Jatiluhur adalah bendungan terbesar di Indonesia dengan luas sekitar 8.300 hektar dan memiliki panorama yang sangat indah. Waduk ini mulai dibangun pada tahun 1957 pada masa pemerintahan Sukarno.
Dengan potensi ketersediaan air tidak kurang dari 12,9 miliar m3 per tahun. Pembangunan waduk yang berisi Sungai Citarum berlangsung 10 tahun dan selesai pada 26 Agustus 1967.
Setelah selesai, waduk Jatiluhur diresmikan oleh presiden kedua Indonesia, Jenderal Suharto. Reservoir multifungsi pertama di Indonesia dilakukan oleh kontraktor Perancis bernama Compagnie Francaise d & # 39; entreprise.
Nama bendungan dalam wisata Waduk Jatiluhur Purwakarta yang telah menghabiskan hingga $ 230 juta adalah Bendungan Ir. H. Djuanda. Ini untuk memperingati jasanya dalam pertempuran untuk pembiayaan dalam pembangunan bendungan.
Ir. H. Djuanda yang bernama lengkap Ir. H. R. Djuanda Kartawidjaja adalah perdana menteri terakhir Republik Indonesia dan memimpin kabinet kerja. Dia bersama presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno, adalah orang yang sangat bertekad untuk memperjuangkan pembangunan bendungan ini.
Fungsi waduk jatiluhur
image via WisataPriangan
Awalnya reservoir ini berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air. Tetapi sekarang air dari waduk Jatiluhur digunakan untuk banyak hal.
Tenaga air yang didukung oleh Perum Jasa Tirta II memiliki sistem drainase terbesar di dunia. Ada 6 unit turbin dengan kapasitas terpasang 187 MW yang dapat menghasilkan hingga 1.000 juta kWh listrik setiap tahun.
Selain itu, tur bendungan Jatiluhur ini juga bertindak sebagai pemasok air irigasi untuk 242.000 hektar sawah. Air tersebut dapat menyirami sawah di daerah sekitar waduk dengan intensitas tanaman dua kali setahun.
Air di waduk Jatiluhur juga bertindak sebagai bahan baku untuk air minum, budidaya dan pengendalian banjir. Semua manfaat dari waduk Jatiluhur dikelola oleh Perum Jasa Tirta II.
Setelah manajemen dan penataan profesional, kawasan wisata ini disebut Grama Tirta Jatiluhur. Nama yang berarti "desa air" berasal dari bahasa Sansekerta.
Baca juga: Daftar wisata Majalengka Jawa Barat Populer.
Fasilitas dan daya tarik waduk Jatiluhur
foto @ andriyawan_anggi29
Mengunjungi tempat wisata alam pasti akan bertemu dengan lukisan-lukisan Tuhan yang indah yang tak tertandingi. Kombinasi langit biru dengan pepohonan yang subur di sekelilingnya dan pantulan sinar matahari dari permukaan reservoir membuat Susana sangat romantis.
Ditambah bangga dengan Gunung Parang dan Menara Tiga Menara di sekitar waduk. Itulah yang membuat waduk Waduk Jatiluhur selalu sibuk dengan wisatawan dari berbagai daerah.
Jika Anda tidak puas saat hanya duduk di tepi reservoir, Anda juga bisa menyewa perahu motor yang bisa digunakan untuk berkeliling.
Untuk pengalaman yang lebih menantang, cobalah menjelajahi waduk menggunakan Jetsky, yang bisa disewa dengan harga 100.000 rupiah. Atau Anda juga bisa menggunakan sampan. Ini adalah perahu kecil yang hanya cocok untuk satu orang dan dikendalikan oleh dayung.
Jika anggaran Anda mencukupi, tidak ada salahnya mencoba membuat pelayaran yang akan membawa Anda berkeliling danau. Kapal ini akan mengangkut setidaknya 30 orang dengan kecepatan 350.000 rupee untuk satu putaran.
Tidak hanya itu, ada alternatif lain dari reservoir, yaitu dengan menggunakan kereta monorel yang dikendalikan dengan mengayuh. Harga tiket kereta api monorel adalah 10.000 rupee untuk satu putaran yang dapat diisi oleh dua orang dewasa.
Hal menarik lainnya tentang Waduk Jatiluhur adalah tersedianya budidaya ikan keramba apung yang juga menjadi sumber makanan bagi masyarakat sekitar.
Suasana Wisata Waduk Jatiluuhur
tempat memancing di waduk Jatiluhur
Budidaya ikan kini telah berkembang menjadi tempat memancing di waduk Jatiluhur yang sangat menarik bagi pengunjung. Anda bisa memancing di tengah suasana damai sambil menyaksikan matahari terbenam dan ditemani oleh ikan bakar yang lezat.
Ini benar-benar akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan dan sulit untuk dilupakan, terutama bagi mereka yang suka memancing.
Melihat airnya begitu luas dan tentu saja akan memalukan jika Anda tidak merasakan kesegaran dengan berenang. Tetapi tidak ada alasan untuk tenggelam, karena pohon air dengan fasilitas yang memadai telah dibangun di sekitar waduk Jatiluhur.
Wahana permainan air, yang disebut water world, memiliki 4 level kolam renang, yaitu olimpic, dangkal, anak-anak dan orang dewasa. Ada juga banyak permainan yang menyenangkan seperti ember air, papan selancar, trampolin bungee, dan sebagainya.
Harga tiket untuk bermain Waterboom adalah 27.500 pada hari Senin hingga Jumat dan 30.000 rupiah untuk hari Sabtu dan Minggu.
Nah, bagi Anda yang menikmati aktivitas fisik seperti outgoing, Waduk Jatiluhur juga menawarkan fasilitas. Berkemah di sisi waduk juga sangat memungkinkan karena memiliki lahan yang cukup.
Dari bukit-bukit yang digunakan untuk berkemah, ada pemandangan rumput hijau dan luasnya reservoir. Anda yang tidak punya waktu untuk mempersiapkan segalanya tidak perlu khawatir, karena Anda masih bisa berkemah bahkan jika Anda tidak membawa apa pun.
Karena ada peralatan sewa di sekitar waduk untuk berkemah, seperti peralatan masak, tenda, kursi lipat dan banyak lagi.
Baca juga: 24 objek wisata di Tasikmalaya, Jawa Barat Paling menarik.
Nikmati waduk Jatiluhur yang indah
gambar melalui picnikasik.com
Jika Anda ingin menikmati keindahan waduk Jatiluhur Purwakarta dengan cara yang berbeda, cobalah mendaki gunung Cilembu. Anda bisa melihat ukuran reservoir dari tanah pada ketinggian 729 meter di atas permukaan laut.
Untuk mencapai gunung di belakang waduk ini, Anda tentu harus berjuang sedikit dengan pendakian. Ini tentu akan menjadi pengalaman menarik dengan foto yang tidak kalah uniknya saat Anda mencapai puncak.
Jika Anda tidak ingin bosan mendaki gunung dan takut naik perahu. Ada alternatif lain untuk mendapatkan foto maksimal. Cobalah untuk mengikuti jembatan oranye yang menghubungkan kabupaten Jatiluhur dengan kabupaten Sukasari.
Dari sana Anda mendapatkan panorama indah yang sangat indah saat digunakan sebagai latar belakang untuk mengambil foto. Namun hati-hati saat berada di jembatan ini, karena arus yang mengalir di bawah cukup deras.
Selain panorama yang indah dengan pepohonan hijau dan pegunungan yang menjulang tinggi, ada juga pemandangan menarik dari waduk Jatiluhur.
Ketika Anda tiba di lokasi, Anda dapat menyaksikan secara langsung kehebatan Stasiun Satelit Bumi yang dikelola oleh PT. Indosat Tbk. Satelit, sekitar 7 kilometer dari pusat kota Purwakarta, berfungsi sebagai alat komunikasi internasional.
Stasiun Satelit Bumi menawarkan layanan gratis internasional (ITFS), Kartu Panggilan Indosat, Sambungan Langsung Internasional dan lainnya.
Berbelanja di Pariwisata Waduk Jatiluhur
gambar melalui Spekology.com
Bagi Anda yang ingin memuaskan hasrat berbelanja, Anda bisa membeli kanal dengan oleh-oleh atau oleh-oleh. Toko suvenir tidak jauh dari panggung terbuka yang sering digunakan sebagai tempat untuk berbagai acara dan upacara.
Anda dapat menemukan berbagai toko suvenir dengan harga terjangkau di sekitar waduk Jatiluhur. Jadi Anda bisa mengambil oleh-oleh dari rumah penampungan Jatiluhur untuk disimpan di rumah. Anda juga dapat membeli suvenir untuk teman dan kerabat yang tidak bisa piknik bersama.
Anda juga dapat membeli ikan segar yang ditangkap oleh penduduk dari waduk Jatiluhur. Tentu saja kualitas ikan yang digunakan sangat bagus karena berasal dari waduk.
Tetapi jika Anda tidak mencium bau ikan, ada baiknya menghindari tempat ini. Karena sebagai tempat mengantar ikan, area ini secara alami akan berbau kurang sedap.
Beberapa fasilitas lain yang dapat Anda temukan di Waduk Jatiluhur adalah taman bermain, lapangan tenis, restoran, hotel dan bungalow.
Tempat parkir juga cukup besar dengan keamanan yang cukup aman dan toilet umum. Ada juga ruang sholat untuk Anda yang beragama Islam, jadi Anda tidak perlu bingung jika ingin beribadah.
Dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan, itu tampaknya tidak cukup, bahkan jika itu hanya satu hari. Meskipun saya datang jauh-jauh ke sana.
Menginap di reservoir Jatiluhur
gambar melalui workanrimba.wordpress.com
Anda tidak perlu khawatir, ada banyak penginapan dengan harga bersahabat di sekitar waduk Jatiluhur. Selain berkemah, ada berbagai hotel dan bungalow di sekitar waduk yang bisa dijadikan alternatif.
Reservoir Inn Jatiluhur cukup bervariasi dalam hal tarif per malam yang ditawarkan. Tergantung pada seberapa lengkap fasilitas dan lokasi penginapan.
Ada sekitar hotel bintang 20 yang bisa Anda jadikan pilihan alternatif untuk bermalam di reservoir Jatiluhur. Hotel ini dimulai dengan bintang satu hingga empat. Sedangkan harga penawaran terendah adalah 200.000 rupiah per malam.
Wisata kuliner di waduk Jatiluhur
foto @nurhayatitien
Setelah lelah seharian, saatnya mengisi dengan reservoir khas Jatiluhur untuk makan siang. Cobalah makan siang di restoran terapung di tengah waduk untuk mendapatkan nuansa berbeda.
Perjalanan ke restoran harus menggunakan perahu motor yang dapat diisi oleh sekitar 10 orang dewasa. Harga sewa kapal adalah antara 200.000 per kapal atau sesuai dengan kesepakatan antara penumpang dan penyewa.
Hanya perjalanan singkat ke restoran terapung yang menjadi ciri khas wisata kuliner di waduk Jatiluhur. Dibutuhkan sekitar 20 menit per kapal motor.
Bagi mereka yang tidak terbiasa dengan itu, bisa sedikit khawatir jika Anda berada di atas kapal. Apalagi dalam waktu perjalanan yang cukup panjang.
Tapi jangan khawatir, karena di waduk yang tidak tersentak-sentak, sering kali aman untuk naik perahu motor. Kapal juga dilengkapi dengan pelampung untuk keselamatan penumpang yang ingin pergi ke tengah waduk.
Dan Anda tidak boleh melewatkan itu, pemandangan di sekitar reservoir yang terasa lebih baik ketika Anda berada di atas kapal.
Restoran ini memiliki cukup banyak meja, jadi Anda tidak perlu khawatir tentang tempat-tempat yang habis ketika Anda sampai di sana. Pilihan menu cukup bervariasi, tetapi sebagian besar adalah menu berdasarkan ikan.
Baca juga: Daftar 23 objek wisata di Bogor dan daerah yang paling indah.
gambar melalui trevelsia.com
Terutama ikan karamba yang diternakkan di sekitar restoran terapung. Ada juga pilihan ikan yang tersedia termasuk lele, nila merah, nila hitam dan gurame. Bagi yang tidak suka ikan, Anda bisa memesan nasi goreng, mie goreng, mie goreng, kangkung, tahu, tempe dan lainnya.
Anda tidak perlu khawatir dengan harga makanan yang dijual karena masih dalam batas wajar. Demikian juga, untuk masalah rasa, tanpa ragu, restoran ini benar-benar akan membuat Anda merasa kenyang dan puas.
Jadi tidak akan ada penyesalan setelah mengarungi reservoir dengan perahu motor untuk makan makanan di restoran terapung ini. Sambil menunggu makanan disajikan, Anda bisa berjalan melalui restoran untuk melihat kandang dengan berbagai jenis ikan.
Di restoran terapung ada berbagai fasilitas pendukung seperti musola, gazebo dan toilet. Jadi Anda tidak harus kembali ke tepi reservoir hanya karena Anda ingin buang air besar.
Dan jika Anda ingin mengadakan acara di atas kapal apung, ada paket tiga juta rupiah. Paket ini berisi kapal charter, karaoke, musik live, dan organ yang diisi oleh 3 seniman.
Jika Anda ingin makan di waduk tetapi memiliki fobia dengan perahu, Anda juga bisa makan di tepi waduk Jatiluhur. Karena ada juga banyak penjual kuliner di waduk Jatiluhur.
Menu masakan Sunda dan pilihan lain tersedia sepenuhnya dan dengan harga bersahabat dan rasa yang cukup lezat. Ada juga penjual berbagai minuman seperti es krim kelapa muda dan banyak pilihan lainnya.
Lokasi Waduk Jatiluhur
Bendungan terbesar di Indonesia terletak di kabupaten Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, provinsi Jawa Barat. Untuk sampai di waduk Jatiluhur, Anda menempuh perjalanan hanya hingga 9 kilometer dari pusat Kota Purwakarta.
Jika Anda dari Jakarta, Anda dapat mengambil jalan tol Purbaleunyi yang melintasi Purwakarta – Bandung – Cileunyi. Kemudian tinggalkan gerbang tol Jatiluhur sementara perjalanan memakan waktu sekitar dua jam.
Sementara jika Anda meninggalkan Bandung, waktu perjalanan Anda untuk tiba di wisata Waduk Jatiluhur adalah sekitar 45 menit.
Jalan menuju Waduk Jatiluhur cukup mulus dan bagus, sehingga tidak akan terasa melelahkan. Ditambah lagi suasana sejuk dengan lanskap hijau yang indah sehingga lamanya perjalanan tidak terasa.
Anda juga bisa sampai di sana dengan transportasi umum. Rute yang akan diambil setelah tiba di kota Purwakarta adalah ke Pasar Bunder dengan transportasi umum 03, yang berwarna merah dan kuning. Kemudian pergi ke transportasi umum merah hitam 011 ke Waduk Jatiluhur.
Harga tiket untuk Waduk Jatiluhur
Foto @ raffiarsyaf_
Untuk pemandangan indah dan pengalaman fantastis di Waduk Jatiluhur, tidak perlu biaya tinggi.
Jika Anda datang dari Senin hingga Jumat, yang harus Anda lakukan adalah membeli tiket seharga 15.000 rupiah. Sementara itu, tarif pada hari Sabtu dan hari libur nasional adalah 20.000 rupee per orang.
Biaya parkir adalah IDR 10.000 untuk kendaraan tipe I, seperti jip, sedan, pick-up dan minibus. Sementara sepeda motor 5.000 rupiah dan bus atau truk membayar biaya parkir 20.000 rupiah.
Video liburan Vlog Hits Posong 2020 Travel
youtube
!function(f,b,e,v,n,t,s) {if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod? n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)}; if(!f._fbq)f._fbq=n;n.push=n;n.loaded=!0;n.version='2.0'; n.queue=();t=b.createElement(e);t.async=!0; t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)(0); s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window, document,'script', 'https://connect.facebook.net/en_US/fbevents.js'); fbq('init', '307357176371665'); fbq('track', 'PageView'); DifaWisata.com – Paket Wisata Murah tahun 2020 dengan harga terjangkau. Temukan liburan serta pengalaman yang baru bersama kami. Dengan perjalanan Private Tour Wisata Indonesia, tidak digabung dengan peserta lain, menjadikan liburan Anda lebih personal dan menyenangkan. Kami menyediakan beberapa pilihan Paket liburan murah dan program wisata sesuai budget Anda. Itinerary tour, kami sesuaikan dengan jadwal sholat & Makanan yang kami sediakan di restoran bersertifikat halal, yang menjadikan kami sebagai biro perjalan Wisata halal Indonesia. Sumber Link: Kunjungi website
The post Wisata Waduk Jatiluhur, Harga Tiket, Penginapan & Kuliner appeared first on Difa Wisata - Travel Agency, Tours & Shuttle.
The post Wisata Waduk Jatiluhur, Harga Tiket, Penginapan & Kuliner appeared first on Difa Wisata - Travel Agency, Tours & Shuttle.
from WordPress http://bit.ly/2vCpUnc via IFTTT
0 notes
kurniaindri · 5 years
Text
Apakah Kipas Langit-Langit Layak Dipasang?
Tumblr media
Hampir semua orang menghargai manfaat kipas langit-langit dalam ruangan - tagihan listrik yang dikurangi gyptile surabaya, angin sepoi-sepoi yang dihasilkannya, dan hanya suasana yang bisa diciptakannya di atas meja dapur. Sejumlah kecil orang mengerti, bahwa beberapa keunggulan ini juga dicapai dengan memasang kipas langit-langit luar. Kipas langit-langit dibangun untuk menghasilkan draft ke bawah, persis seperti rekan-rekan dalam ruangan mereka. Serangga terbang sangat menuntut terbang dalam aliran udara. Lebih dari sekadar panasnya musim panas, tidak lagi harus terus-menerus memukul bug saat makan di teras sering kali menjadi alasan utama orang memilih untuk memasang kipas langit-langit terbuka.
Perbedaan antara kipas langit-langit Indoor dan outdoor:
Jangan berpikir bahwa perbedaan antara kipas langit-langit outdoor dan indoor tidak lebih dari sekedar nama. Kipas langit-langit luar ruangan harus tahan kelembapan, matahari, cuaca berangin, dan juga panas dan dinginnya unsur-unsur. Hiasan logam distributor gyptile yang dirancang untuk interior properti dapat berkarat jika digunakan di luar ruangan. Keterikatan sederhana yang mungkin jauh lebih dari cukup di dalam ruangan mungkin membawa pengaruh yang dikenal oleh kipas langit-langit. Kecuali jika Anda memahami hal-hal khusus tentang memasang kipas langit-langit luar, pasti lebih baik untuk memanggil tukang lokal Anda.
Sejarah dan pilihan:
Kipas langit-langit diciptakan menjelang akhir abad ke-19 dan telah mengalami beberapa reinkarnasi. Orang-orang telah menghargai nilai hias mereka sejak dimulainya kipas langit-langit, pilihan untuk tampilan kipas langit-langit hampir tidak terbatas. Anda dapat memiliki penggemar yang meniru pesawat terbang, bilah motor perahu, sayap burung, atau hampir semua hal lain yang dapat Anda pikirkan yang menjadi penutup. Bilah dan tingkap kipas dapat dibuat dari kayu, logam, plastik atau beberapa alternatif lain yang kurang umum, bahkan campuran banyak bahan. Penggemar retro dapat meniru dekorasi abad sebelumnya jika itu yang Anda inginkan agar sesuai dengan tema furnitur teras Anda. Mengapa tidak pergi untuk merasakan Casablanca, Itu bisa dicapai.
Memilih kipas langit-langit yang benar agar sesuai dengan ruangan sangat penting. Anda tentu menginginkan penggemar berkelas yang memberikan Anda efek terbaik dengan biaya sekecil apa pun. Di bawah ini adalah beberapa hal yang perlu diingat ketika memilih kipas Anda.
1. Perhatikan dimensi dan bentuk ruang Anda. Ruang lantai dan ketinggian plafon harus menjadi faktor untuk dipikirkan ketika memilih unit.
2. Pilih pemasok dengan banyak pilihan penggemar. Kipas tersedia dalam banyak variasi, dari gaya pergantian abad hingga gaya modern. Sebagian besar model tersedia dengan perlengkapan pencahayaan atau memiliki kit yang tersedia untuk menambahkan pencahayaan tambahan.
3. Mempertimbangkan anggaran Anda. Kisaran harga penggemar mulai dari yang lebih rendah dari lima puluh dolar atau dua puluh lima pound sterling hingga beberapa ratus dolar / pound sterling untuk versi khusus dalam warna khusus dengan kontrol jarak jauh.
4. Memperhatikan kipas low-profile atau ceiling-hugger dengan ketinggian 7 kaki atau kurang (sering di ruang bawah tanah atau loteng). Model-model ini memberikan sedikit pergerakan udara dan biasanya tidak termasuk perlengkapan pencahayaan, tetapi mereka masih sangat membantu dengan sirkulasi udara.
5. Gunakan kipas dengan pisau kecil di ruangan kecil untuk menghindari tampilan yang terlalu penuh.
6. Pikirkan tentang jumlah mata pisau. Semakin banyak bilah berarti lebih banyak pergerakan udara pada kecepatan yang lebih rendah, yang menunjukkan lebih sedikit noise.
7. Sewa teknisi listrik yang kompeten untuk memasang kipas angin jika Anda ragu dengan kemampuan Anda melakukannya sendiri. Jika Anda yakin dengan kemampuan Anda untuk melakukan beberapa perkabelan dasar, silakan.
0 notes
ghostzali2011 · 7 years
Link
SPORTOURISM - Sudah pernah berkunjung ke Wonosobo? Iya, yang terkenal akan Diengnya itu. Tapi siapa bilang Wonosobo cuma punya Dieng? Wonosobo juga punya banyak wisata alam lain yang tidak kalah indah. Salah satunya adalah danau yang berwarna hijau.Tau nggak? Telaga Menjer namanya. 
Telaga Menjer adalah telaga buatan yang digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air oleh PLTA Garung yang kini juga dimanfaatkan menjadi tempat wisata.
Telaga Menjer, Wonosobo
Telaga Menjer berlokasi di Kecamatan Garung, tepatnya 8 km dari pusat Kota Wonosobo. Kalau bingung, ikuti saja jalan arah ke Dieng. Sampai di Pasar Garung, selanjutnya masuk saja ke gapura yang bertuliskan PLTA Garung di kiri jalan sekitar pasar. Ikuti saja jalannya, banyak petunjuk arah kok di sana.
Saya dan teman-teman beberapa waktu yang lalu ke sana naik motor. Maklum, rumah kami dekat dari Wonosobo, jadi tetap aman naik motor. Oh ya, jalan arah ke Telaga Menjer ini tidak terlalu lebar lho, jadi kalau naik mobil pelan-pelan aja ya..
Sepanjang perjalanan menuju Telaga Menjer, saya dan teman-teman disuguhkan pemandangan lereng pegunungan yang eksotis. Dijamin nggak bosen deh di jalan. Anginnya pun sejuk sepoi-sepoi. Silir istilah jawanya. Tapi kalau nggak terbiasa di daerah dingin, mending tetap pakai jaket deh.
Telaga Menjer di Antara Gunung Sumbing dan Sindoro
Telaga Menjer ini termasuk wisata alam yang murmer, alias murah meriah. Tiket masuknya saja cuma 6.000 rupiah, itu sudah sekaligus parkir motor. Kalau parkir mobil, ah paling harganya nggak beda jauh. Setelah masuk, kami disuguhkan pemandangan telaga yang hijau dengan pepohonan di sekelilingnya.
“Kayak di luar negeri ya?”, celetuk teman saya sambil memotret  sana-sini.
Siap mengelilingi Menjer naik perahu
Rupanya memandang telaga hijau yang luas ini tidak akan puas kalau dari pinggir saja. Di sana, ada penyewaan perahu juga lho untuk keliling menyusuri telaga. Tentu saja sudah ada sopirnya. Eh, nahkoda ya? Kita tinggal membayar 20.000 rupiah per orang bisa keliling Telaga Menjer dan menikmati pemandangan khas pegunungan dari berbagai sisi.
Di perahu, kami bisa lho meminta pak sopir berhenti untuk mengambil foto di tengah-tengah telaga yang instagramable banget. Apalagi di seberang telaga, terdapat semacam hutan yang dihuni monyet-monyet. Kalau beruntung pas monyetnya kelihatan, bisa deh foto sekalian bareng monyet. Tapi sayang, waktu itu kami susah sekali memotret monyet, karena dia bergerak cepat kesana-kemari, bahkan terkadang tertutup pepohonan.
Nggak cuma berfoto kok, di sini yang hobi memancing juga bisa memancing. Asal bawa alat pancing, hehe. Sayangnya, saya dan teman-teman nggak hobi mancing. Maklum cewek-cewek, jarang yang hobi mancing. Di telaga ini banyak juga lho orang yang menghabiskan waktu dengan memancing. Ditemani pemandangan gunung Sumbing dan angin khas pegunungan. Dijamin betah berlama-lama.
Ssst, tau nggak sih, konon Telaga Menjer ini terbentuk dari letusan gunung lho. Mmm lalu saya cari tahu lebih dalam tentang Telaga Menjer ini. Telaga hijau ini memiliki luas kira-kira 70 hektar dengan kedalaman sekitar 50 meter.
Sejarahnya nih, bertahun-tahun yang lalu terjadi letusan vulkanik di kaki Gunung Pakuwaja yang membentuk cekungan. Lama-lama cekungan yang dalam dan luas itu dipenuhi air hujan dan mata air. Sekarang jadilah danau alias telaga yang amat indah. Masih banyak orang yang belum tau tentang Telaga Menjer lho. Ke sini gih kalau kamu belum pernah!
O ya, kalau dari luar kota ingin beli oleh-oleh khas Wonosobo, bisa banget. Di jalur pintu keluar arah parkiran, banyak deretan penjual oleh-oleh. Kalau lapar, tenang aja. Di sana juga banyak deretan penjual makanan yang bisa memanjakan perut.
Kadang berwisata alias traveling cuma buat foto-foto gemes aja yang bisa buat pamer ke temen-temen kalau pernah foto di tempat bagus. Eh, jangan salah. Traveling juga bisa untuk ajang kita bersyukur. Betapa ciptaan-Nya begitu unik, dan dapat sedemikian rupa terbentuk dengan indah. Kita harus bersyukur masih diberikan indera yang lengkap untuk menikmatinya. Apalagi kalau sudah tau sejarahnya, makin kagum kan dengan kebesaran-Nya?
  Nama               : Veraditias Apriani
Facebook         : Veraditias Apriani
Twitter            : veraditias
  via SPORTOURISM.ID
0 notes
ngulik-blog1 · 7 years
Text
Tiga Desa Adat di Bali yang Bisa Anda Kunjungi
https://ngulik.net/?p=5303 Tak hanya familiar dengan panorama keindahan alamnya, tapi Bali juga familiar dengan kekentalan adat istiadat dan adat istiadatnya. Ketika bertamasya ke Bali, Anda malah bisa mengunjungi beberapa desa adat yang ada di sana.   Tiga desa adat di Bali yang banyak dikenal pelancong adalah Desa Tenganan, Desa Trunyan, dan Desa Panglipuran.   Desa-desa tersebut penduduknya adalah kaum Bali Mula atau Bali Orisinil, adakalanya para penduduk Bali menyebutnya Bali Aga.   Kaum Bali Mula adalah penduduk yang pertama kali mendiami Pulau Bali sebelum penduduk Jawa berpindah ke Pulau Bali.   Sementara itu ada perbedaan yang kentara antara Bali Mula dengan orang Bali pendatang di masa Majapahit atau Bali Jawa, adalah pada upacara kematian.   Bali Mula mengerjakan upacara kematian dengan metode mengubur jenazah, sementara Bali Jawa upacara kematiannya dengan metode jenazahnya dibakar.   Desa Tenganan   Desa Tenganan berada di Kabupaten Karangasem. Letaknya sendiri kurang lebih sejauh 60 kilometer dari arah timur Denpasar.   Di desa yang memiliki luas sekitar 917,2 hektar ini, Anda bisa menemukan bagaimana Bali ketika masih tradisional dengan penduduk Bali Mula.   Ada keunikan tersendiri dari desa ini, adalah masyarakat demikian itu mengontrol teguh tata tertib adat dari leluhur. Masyarakat Tenganan memiliki tata tertib yang lazim disebut dengan awig-awig. Namun halnya tidak boleh ada poligami atau malah perceraian.   Buah, desa adat ini malah sungguh-sungguh terbuka dengan hal baru nan modern, seperti listrik, alat komunikasi dan transportasi. Kecuali-anak di sana juga sungguh-sungguh ditunjang untuk mendapatkan pengajaran yang tinggi.   Sedangkan itu, ada pula tata tertib untuk mengontrol metode pemerintahan, hak tanah dan hak sumber daya alam, perkawinan, pengajaran, dan upacara adat.   Kecuali demikian, masyarakat memiliki talenta luar lazim, salah satunya adalah mereka terbiasa menenun sendiri kain gringsing yang memang hanya diproduksi di desa ini.   Sedangkan kain tenun, Anda juga bisa menemukan kerajinan ukir atau lukis daun lontar.   Tak hanya berkunjung, Anda malah bisa sekadar berbincang dengan penduduk di sana memperdengarkan cerita kearifan lokal di sana.   Lalu juga bisa mengamati upacara adat yang lazimnya diselenggarakan pada bulan Januari, Febuari, Juni, dan Desember. Buah, perlu diketahu, pelancong tidak bisa bermalam di Desa Tenganan.   Desa Trunyan   Rasanya Desa Trunyan telah familiar hingga mancanegara sebab keunikannya, adalah proses pemakamannya. Desa ini berlokasi di pinggir Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.   Untuk bisa hingga di desa ini, Anda bisa menerapkan perahu menyebrangi Danau Batur.   Nah, adat istiadat unik yang dijalankan masyarakat setempat adalah tidak menguburkan jenazah, tapi hanya membaringkan jenazah di atas tanah juga di bawah pohon kemenyan yang lazim disebut Sema Wayah.   Sementara itu, di Sema Wayah hanya ada 11 makam, sehingga jenazah akan diletakkan secara bergantian. Masyarakat tidak menambah makam sebab telah ada ketentuan dari leluhur.   Sedangkan ada jenazah baru, karenanya jenazah yang telah lama atau tulang belulangnya akan dikeluarkan dan bergantian dengan jenazah yang baru.   Kecuali tulang belulang berserakan di sana, tapi tidak tercium bebauan atau bau busuk. Kepercayaan masyarakat di sana pohon kemenyan atau lazim disebut taru menyan, memiliki bebauan sendiri. Sehingga diyakini bisa menetralisir bau busuk di sekitar makam.   Sedangkan Sema Wayah, ada dua pemakaman lainnya adalah Sema Muda dan Sema Bantas. Sema Wayah sendiri adalah pemakanan untuk orang yang meninggal secara wajar, telah berumah tangga, bujangan, dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal.   Kemudian, Sema Muda khusus untuk bayi yang meninggal dan dikubur. Sementara pemakanan Sema Bantas khusu untuk orang yang meninggal disebabkan kecelakaan dan wajib dikubur.   Di sekitar Kuburan Truyan terdapat Pura Dalem yang berlokasi di pinggir danau yang tak jarang dikunjungi untuk mengerjakan persembahyangan. Pura ini juga menjadi salah satu obyek liburan ketika pelancong berkunjung di Kuburan Trunyan sebab lokasinya bersebelahan.   Sedangkan itu juga pelancong bisa bersantai di sekitar pinggir Danau Batur atau malah mendaki Gunung Batur.   Desa Penglipuran   Desa yang berisi masyarakat Bali Mula ini berada di dataran tinggi di sekitar kaki Gunung Batur, tepatnya di Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli, yang berjarak 45 kilometer dari Denpasar.   Suasana di desa tersebut sungguh-sungguh tenang dan asri, selain itu juga udara yang adem sebab berada di dataran tinggi. Berbeda dengan kedua desa sebelumnya, Desa Penglipuran punya keunikan tersendiri.   Tuhan rumah-rumah penduduk di sana terlihat seragam di komponen depan rumah. Sehingga pelancong malah bisa mengamati keindahan desa ini sepanjang lorong desa demikian itu rapi juga indah.   Anda bisa berjalan lewat lorong ini yang menanjak ke atas. Lalu juga membagi desa ke tiga komponen layak konsep Tri Hita Karana (hubungan manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tak).   Bahkan lain yang tidak keok uniknya adalah tidak mengizinkan kendaraan kendaraan beroda empat atau motor masuk ke dalam desa. Sehingga kendaraan malah wajib diparkir di lahan parkir.   Sementara untuk tata tertib adat, sama halnya seperti di Desa Tenganan, masyarakat di sana melarang laki-laki memiliki istri lebih dari satu.   perlu khawatir untuk datang ke sana, sebab masyarakat di sana malah demikian itu ramah.  bisa jadi mereka akan menawarkan pelancong untuk mampir masuk ke dalam rumah.
0 notes