Tumgik
#Temuan Investigatif BPK
seputarbisnis · 7 years
Text
ICW: Pemberian WTP Sering Jadi Awal Siklus Korupsi
Jakarta (SIB)- KPK menahan empat tersangka kasus dugaan suap terkait predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Menurut Koordinator Divisi Riset ICW Firdaus Ilyas, pemberian WTP seringkali menjadi awal siklus korupsi. "Kalau dikatakan hampir semua kementerian lembaga dan pemerintahan daerah mendapat 80 persen opini WTP dengan cara mengarahkan atau mendorong auditor dalam laporan auditnya. Perkembangannya nanti akan tertulis di atas kertas saja, material dan substansinya didorong dengan praktik yang sama mengejar opini WTP dengan suap atau gratifikasi, ini yang mengkhawatirkan karena menjadi awal bagian siklus lingkaran korupsi," kata Firdaus, Sabtu (28/5). Menurut Firdaus, jika BPK sebagai auditor eksternal bisa dipengaruhi bahkan gampang dibeli, lalu supreme auditor internal di kelembagaan dan kementerian juga main mata. Menurutnya, bisa dipastikan siklus korupsi akan terjadi. "Indikatornya ketika kelembagaan atau pemda sudah berlomba-lomba mendapatkan opini WTP, misalnya dengan merekayasa laporan keuangan atau bekerja sama dengan pihak luar dan untuk memberikan privilege ke auditor. Lalu untuk itu semua pihak ketiga memberikan sesuatu karena ada urusan yang dalam laporan itu sehingga opini yang seharusnya bukan WTP, tapi dipaksakan menjadi WTP," papar Firdaus. "Karena kalau laporan keuangannya baik maka pencairan dana dari pusat ke daerah atau anggaran lainnya akan semakin mudah," imbuhnya. Dihubungi terpisah, Kepala Biro Humas BPK R.Yudi Ramdhan mengatakan pengejaran opini WTP bukan merupakan masalah gengsi semata bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Melainkan sebuah amanah perundang-undangan yang harus dipertanggungjawabkan. "Itu bukan soal gengsi, itu amanah setiap tahunnya harus dipertanggungjawabkan. Kalau berdampak itu bukan urusan kita, kita hanya memberikan mandat, memantau rekomendasi dan itu akan berdampak pada setiap tahunnya," ujar Yudi, Sabtu (27/5). Dari OTT yang dilakukan KPK kemarin (26/5), diperoleh barang bukti uang sejumlah Rp 40 juta dari ruangan Ali Sadli, serta uang USD 3000 dan Rp 1,145 miliar yang diamankan dari ruangan Rochmadi. Hingga kini KPK masih menyelidiki keterkaitan uang di ruangan Rochmadi dengan kasus ini. WTP Bukan Jaminan Kasus dugaan suap Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terkait dengan pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun pemberian predikat WTP bukan jaminan tak ada korupsi di Kementerian dan Lembaga pemerintahan, serta pemerintah daerah. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara dalam jumpa pers di Gedung KPK, Sabtu (27/5), menjelaskan 4 tahapan perolehan predikat WTP. Kasus suap di Kemendes sendiri terjadi agar opini laporan keuangan tahun 2016 mereka ditingkatkan dari Wajar Dengan Pengecualian (WDP) ke WTP. "Saya ingin jelaskan bagaimana proses pemberian opini dalam kementerian. Jadi kita melakukan pemeriksaan yang dilakukan tim. Tim terdiri anggota tim, ketua tim, sampai penanggung jawab. Proses yang dilakukan dibangun dari hasil pemeriksaan, temuan pemeriksaan seperti apa," kata Moermahadi dalam jumpa pers itu. "Dari temuan apakah temuan mempengaruhi pada opini atas laporan keuangan suatu kementerian," lanjutnya. Dia pun menjelaskan 4 kriteria yang dilakukan BPK dalam proses pemeriksaan. "Apakah laporan keuangan sesuai standar akuntasi, kecukupan bukti, sistem pengendalian internal, dan ketaatan perundang-undangan," jelas Moermahadi. Sementara itu, BPK melalui keterangan tertulis di website resmi mereka, www.bpk.go.id yang diposting pada 30 Juni 2011 lalu, menjelaskan bahwa pihaknya melakukan tiga jenis pemeriksaan keuangan. Pertama pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. "Pemeriksaan keuangan dimaksudkan untuk memberikan opini apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sementara, pemeriksaan kinerja dimaksudkan untuk menilai apakah pelaksanaan suatu program atau kegiatan entitas sudah ekonomis, efisien, dan efektif," terang BPK di website resminya seperti dikutip, Minggu (28/5). Sementara itu pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya kecurangan (fraud) atau korupsi. Kemudian juga pemeriksaan lingkungan, pemeriksaan atas pengendalian intern, dan lainnya. Ada empat opini yang bisa diberikan BPK kepada entitas. Yakni WTP/unqualified opinion, WDP/qualified opinion, Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau Disclaimer opinion, dan Tidak Wajar (TW) atau adverse opinion. "Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP," tulis BPK. Kemudian opini WDP diberikan dengan kriteria sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Lalu untuk opini TMP diberikan BPK apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini auditor tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW. Terakhir adalah opini TW yang diberikan BPK jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. "Empat jenis opini yang bisa diberikan oleh BPK tersebut dasar pertimbangan utamanya adalah kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan sesuai dengan SAP. Kewajaran di sini bukan berarti kebenaran atas suatu transaksi. Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak," papar BPK. "Jika misalnya dalam pemeriksaan ditemukan proses pengadaan barang atau jasa yang menyimpang dari ketentuan, namun secara keuangan sudah dilaporkan sesuai dengan SAP, maka laporan keuangan bisa memperoleh opini WTP," imbuh mereka. BPK pun memastikan opini WTP tidak menjamin bahwa pada entitas yang bersangkuatan tidak ada korupsi. Sebab pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. "Namun demikian, BPK wajib mengungkapkan apabila menemukan ketidakpatuhan atau ketidakpatutan baik yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan," tegas BPK. Hal senada juga disampaikan oleh Hasan Bisri saat masih menjadi anggota BPK. Menurutnya, audit atas laporan keuangan tidak didesain secara khusus untuk menemukan dugaan korupsi. Audit atas laporan keuangan ditujukan untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan entitas. "Kementerian atau lembaga yang laporan keuangannya memperoleh opini WTP, bukan berarti di sana bebas dari segala bentuk penyimpangan atau korupsi," tutur Hasan. (detikcom/d) http://dlvr.it/PGL0PK
0 notes