Tumgik
#WinterBlues Melbourne Pandemic Australia WinterSeason
fransiskawuri · 4 years
Text
Winter Blues Tahun Ketiga di Melbourne Australia
Seriously, dari 4 musim yang ada di Australia, saya paling ngga demen sama winter atau musim dingin. Apalagi winter tahun ini ada pandemik. 
Saya tiba di Melbourne pertama kali untuk work and holiday pada tahun 2017. Saat itu winter ada di ujung jalan, musim semi sudah menyapa kian dekat. Matahari memancar dengan terik, namun angin masih sembribit, ya tahulah tipikal angin dinginnya Melbourne yang bikin masuk angin. Jadilah saya harus bawa Tolak Angin ke mana-mana. 
Tahun 2018, saya merasakan not-so-winter at all di Australia, karena saat itu pada bulan Juli-Oktober saya terbang dari Melbourne ke Queensland untuk  regional 2nd year work & holiday di kota kecil bernama Townsville. Queensland ini ya winter aja suhunya 22-24 derajat. Saat di pesawat menuju Queensland saya masih pakai jaket tebal dan beanie, sesampainya di Cairns dan lanjut perjalanan ke Townsville saya kegerahan.
Lalu 2019 saya tentu sudah balik ke Melbourne, winternya cukup dingin lah buat saya yang emang ga tahan dingin, tapi jujur saat itu rasanya menyenangkan. Pada musim dingin di Melbourne yang tentunya tidak bersalju, banyak acara seperti midnight sale di pusat CBD, dan kami bisa jalan-jalan malam menonton White Night Melbourne. 
Winter yang sekarang gimana? Hello, 2020?
Saya dan Made di rumah aja. Lockdown 2.0 tentunya bikin pusat kota Melbourne sangat sepi, bisa dibilang mati suri. Ga ada busker atau penyanyi/seniman jalanan, ngga ada sale karena ga boleh ada kerumunan, dan ga ada hal-hal normal yang bisa dilihat dan dinikmati kalau ke Melbourne saat musim dingin saat biasanya.
Sudah dingin, sepi lagi. Ini parah banget. Bisa dibayangin kan, kalau winter itu, petang menjadi lebih lama, karena matahari mulai terbit sekitar pukul 7.30 AM dan terbenam saat pukul 4.30 PM. 
Di winter tahun ini kami harus menutup jendela lebih rapat, entah kenapa ya dinginnya berasa dua kali lipat. Memakai kaos kaki di dalam rumah, piyama, jaket atau hoodie, dan bikin minuman dan makanan hangat. Kami jadi agak mager ke mana-mana, tentunya karena lockdown juga sih. Heater atau mesin penghangat ruangan tidak kami pakai karena tagihan listrik bisa jebol. Cukup selimut listrik aja yang kami pakai, itupun kami nyalakan maksimal 2 jam sebelum waktu tidur.
Ada Persiapan Khusus?
Tentunya logistik di rumah harus penuh. Karena lockdown juga kan, jadinya kami mengurangi intensitas keluar rumah untuk belanja. Jadi sekalinya keluar ya sekalian nyetok bahan makanan yang bisa tahan lama, atau yang dirasa enak disantap saat suhu dingin, kaya ramen lah contohnya, atau sup jagung ayam. Selain itu, winter blues tahun ini bikin jadi homesick dan cepat stres karena jauh dari rumah. Maka ya kami jadi sering video call dengan keluarga di rumah, sekalian membunuh waktu gitu, selain dengan acara masak-masak atau makan-makan itu tadi. 
It Won’t Last Forever
I know, makanya emang kudu extra sabar sih ini. Mengobati winter blues aja udah susah, ditambah lockdown dan pressure nya, cukup pedihlah. Biar suasana asik, kami putar lagu-lagu favorit kami aja sih. Lagu-lagu nostalgia saat jaman SMA dulu, lagu-lagunya Coldplay biar ingat jaman dulu nonton konser mereka di Brisbane, lagu-lagu soundtrack Korean Drama (Hospital Playlist dan Reply 1988 tentunya), playlist yang biasanya kami dengerin saat di pesawat saat mau trip, dan masih banyak lagi.
Pandemik + Winter Blues + Homesick = Combo. Nah itu aja sih yang biasanya kami lakukan biar combo maut ini bisa lebih enteng dirasainnya, dan ngga jadi beban hidup banget. Kalau kamu, ada tips lain untuk mengobati Winter Blues?
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Foto-foto di atas diambil H-1 sebelum Melbourne lockdown kembali untuk kedua kalinya. Lokasi di Carlton Garden, North Melbourne. Saat itu kami memutuskan keluar rumah sebentar untuk melihat yang ijo-ijo atau yang seger-seger biar ngga stres sama winter blues.
0 notes