SILENCE TRIP
First, ingin menyapa dulu wadah tulisanku yang terakhir kubuka 2 tahun lalu hahaha. Berdebu ya gakpapa dong masih bisa berfungsi. Glad to find you well my lovely tumblr. Kepikiran untuk nulis lagi di sini, mumpung dapet energy comeback, let’s see what I can bring here.
A DECISION
Okay, I have a short trip recently. Tanggal 20-23 Maret 2023 kemaren, menjadi hari yang kupilih untuk traveling ke Bali. Why Bali? Karena tanggal 22 Maret adalah Nyepi. Just it. Yes, tujuan utamaku pergi adalah mencoba “rasa” Nyepi, menurutku itu pengalaman yang menarik untuk dirasakan. Selain itu cara umat Hindhu merayakan tahun baru dengan silence, keheningan, menjadi menarik karena berbeda dengan umumnya perayaan dengan kemeriahan dan keramaian, tanpa distraksi cahaya, suara buatan, hanya orchestra alam yang diijinkan tampil. Bagiku yang saat ini sedang belajar meditasi, sekaligus bisa menjadi kesempatan detox diri singkat, baik dari segi makanan, aktifitas, konsumsi et cetera. Kurasakan manusia sekarang easily distracted, that’s why I need to try this, belajar stillness untuk mengenal diriku lebih dalam tanpa distraksi, seberapa bosan aku nanti, fokusku bertahan seberapa lama, untuk tahu seberapa jauh aku kecanduan dopamine, seberapa lama aku betah berlama-lama diam dengan diriku sendiri, dan apa yang kurasakan setelah me-nyepi. So, berangkat dari sini aku iseng ngomong sama diri sendiri gini “oke sepertinya untuk trip kali ini aku mau coba off medsos dulu, aku ingin silent juga, bisa nggak ya?” Sebenernya it’s okay liburan posting di medsos untuk menunjukkan excitedment, hanya saja kupikir perlu lebih mindful dan di-manage dulu biar nggak jadi distraksi. Setelah kuamati diriku yang kadang sadar tak sadar ketika post story pas liburan, merasa ingin selalu menceritakan feeling trip-ku secara real time dan terkadang sedikit mengganggu moment be present. Waktu istirahat yang harusnya bisa kupakai untuk save energy agar punya cukup tenaga fokus explore tempat serta management waktu, mudah sekali jadi tersedot dengan energi milih konten untuk segera posting sebelum hari berganti (anaknya nggak mau late post haha). Ya gitu lah kira-kira latar belakangnya, jadi aku coba experience berbeda kali ini. This real-time trip is for me, tidak ada urgensi semua orang harus nonton dan tahu saat itu juga. Juga kurasakan aku anaknya suka bercerita butuh media penyampaian, aku tetap memfasilitasi diriku untuk ngoceh secara proper lewat tulisan saja, setelah experience trip dapat ku-absorb dg baik lalu kutuangkan hasil absorbsi-nya dengan lebih terstruktur di sini.
JOGJA-DENPASAR 20 Maret 2023
Berangkat dari YIA Kulonprogo naik maskapai Airasia, yang sempet delay 10 menit (untung sempet dhuhur dulu di mushola bandara), nggak bete-bete amat selama ada buku yang kubawa (Ya ini tips berguna untuk dicatat). Boarding jam 13.30, aku dapat window-seat (nggak surprise karena emang sengaja beli) sudah kubayangkan betapa aku akan senang sekali menikmati lanskap Jogja-Bali dari atas, awan-awan dari samping jendela, tapi malah akhirnya mata ngantuk sejak duduk pertama di seat, merem deh. Sebelahku ada mas-mas yg lagi asik baca buku, lalu merem juga. Di setengah perjalanan aku bangun, rasanya kok eman udah sengaja beli window-seat 20ribu mosok tidur sampe landing. Mas-mas sebelahku juga bangun dan memulai percakapan denganku, lalu kita ngobrol sampe landing. Ternyata mas-mas itu punya tujuan yang sama denganku, datang ke Bali karena Nyepi bahkan trip ini sudah dilakukannya tiap tahun selama 2-3 tahun terakhir (kecuali pas covid). Wow, aku jadi merasa tidak aneh sendiri, karena sering direspon ngapain ke Bali pas Nyepi, nggak bisa ngapa-ngapain. Ya justru itu, dan ternyata ketemu orang yg niatnya sama, tak terduga duduk sebelahan, seneng banget. Dia cerita ingin belajar hidup dari orang Bali tentang keselarasan alam, dan pengalamannya lihat langit berbintang pas malam Nyepi yang baguss banget, hanya pas momen ini bisa lihat bintang sebanyak itu tanpa harus nanjak dulu. Sayangnya sampai tiba di Ngurah Rai dan kita berpisah, baru sadar kita lupa berkenalan, jadi aku nggak tahu nama mas-nya siapa (suka gitu kalo asik ngobrol). Barangkali kalo nyasar baca tulisan ini, aku mau mengucapkan terimakasih atas rekomendasi2 yg diberikan, semoga Nyepi-nya menyenangkan.
Tiba di Ngurah Rai jam 15.50 WITA, nunggu motor sewaan sejam lebih posisi kepala rada migrain, jadi bete. Untung langsung diajak makan ayam betutu dan sate lilit untuk ngisi tenaga sebelum langsung motoran ke Ubud. Favoritku sate lilit di sini.
UBUD TRACKING 21 Maret 2023
Setelah malam kehujanan di jalan dalam on the way ke Ubud, Alhamdulillah migrain agak berkurang setelah tidur yang pulas di penginapan. Walaupun ada drama nyasar dikit ke penginapan, karna gang-nya keciiil banget, nggak akan ada yang menyangka itu jalan menuju hotel (plang-nya juga kecil). Tapi kebanyakan homestay di sini seperti itu, jadi perhatikan setiap plang kecil dan jalan-jalan kecil, baca dengan teliti. Aku dan adek menginap di Swan Inn, yang kusuka dari penginapan ini adalah lanskap garden-nya, cakep dan luas banget. Taman gaya Bali selalu menarik perhatianku karena sangat organik, vegetasi bedeng yang campur-campur, kaya tekstur dan warna, apalagi pisang-pisangan calathea yang tropical sekali. Setelah bangun subuh, kita jalan pagi lihat-lihat sekitar dan nemu nasi kucing Bali, nasi Jinggo. Murmer hanya 5000an saja, seneng kan. Yang kusuka dari Ubud adalah sangat ramah pejalan kaki, mungkin karena ini banyak Bule yang suka kesini kali ya. Ketika jalan kaki, banyak hal yang bisa didaptkan ketimbang naik motor, karena memang notabennya pusat keramaian mereka berkonsep store avenue, pertokoan kecil di sepanjang jalan dari yang lokal sampe branded terutama di sepanjang jalan Monkey Forest, pusat peradaban karena dekat dengan Ubud Palace dan Ubud art market cukup jalan kaki saja bisa menjangkau banyak tempat menarik.
Jadi, kita alokasikan naik motor ke tempat agak jauh dulu yaitu ke Campuhan Ridge Walk dan Tegalalang. Track jalan kaki Campuhan mayan panjang sekitar 2km, dan kita menyerah di tengah karena posisi nggak pake kostum hiking, salah sendal. But I’m sure this route is beautiful, worth to track, but next time maybe ya, I do well prepare. Selanjutnya ke Tegalalang, yang paling jauh dari rute kita, 20 menit dari pusat Ubud. Ya ini Ubud banget ya, yang terkenal subak rice-field nya yang indah. Tapi kita nggak banyak waktu di sini, skip explore tegalan, sudah bisa melihat dan dijamu welcome drink (home-made) saja sudah bersyukur, sempat ngobrol juga dengan Bli Wayan, pemuda pengelola setempat yang ternyata sempat merantau di Jogja dan terkesima dengan kemurahan nasi angkringan Jogja haha.
Tempat kita menginap, kebetulan dekat dengan lapangan dan Pura Banjar tempat pawai Ogoh-ogoh berkumpul untuk diarak nanti malam, tradisi yang menarik di malam sebelum Nyepi. Kalo dilihat penampakannya Ogoh-ogoh berwujud raksasa yang mengerikan dengan macam-macam bentuk, ada binatang, nenek-nenek, buto, dasamuka, leak macem-macem (pantes senimannya keren2). Menurut adat setempat, dilakukan pawai Ogoh-ogoh di malam sebelum Nyepi untuk menghilangkan gangguan energi negative di jalan-jalan dan gang, terutama perempatan yang menjadi titik pertemuan para monster. Ogoh-ogoh dibuat semenyeramkan mungkin untuk menyerap energy negative masuk ke dalam tiruan tersebut, lalu setelah itu dibakar di Pura banjar masing-masing. Bisa diibaratkan sapu-sapu jalan lah ya, makanya di sore-malam jalanan akan macet parah. Kalau boleh kuibaratkan, tradisi ini mirip dengan fenomena takbiran keliling bawa obor (jaman dulu) yang diarak di jalanan di malam sebelum lebaran, setiap mushola mengeluarkan utusannya untuk meramaikan jalanan, hanya saja peruntukannya yang berbeda.
PERTUNJUKAN SORE DI CANGGU
Pindah ke penginapan kedua di Canggu, Lilis Aksito Akusara homestay oyo yang cantik sekali. Ku suka gaya arsitektur ala cottage-nya dengan penataan lanskapnya yang simpel tapi harmoni cukup dengan tanaman aralia, pucuk merah, bakung dan sambang darah dapat menghighlight bangunan makin asri. Setelah ashar, kita pergi menuju ke pantai, sebagaimana layaknya orang-orang pergi ke Bali, kita mau nonton sunset tentunya. Pantai Batu Bolong menjadi tujuan kita, karena paling deket dari penginapan. Kuamati rutenya ternyata kita bisa loh menyusuri bibir pantai yang terhubung ke pantai-pantai sebelah yang masih satu garis bibir pantai barat (jalan sampe Tanah Lot juga bisa kalo mau). Yang unik di sini, ada amphitheater border antara parkiran dan pasir di bawah. Jadi ketika semburat golden hour muncul, orang-orang duduk manis di amphitheater yang menghadap langsung ke pantai untuk nonton sunset bareng-bareng. Selayaknya menyaksikan performance akbar, orang-orang khidmat menatap pertunjukan matahari terbenam dengan perubahan gradasi warna langit yang berupa-rupa bentuk dan warna, sesekali muncul sela burung pantai sampai warna berganti menggelap. Ada yang sambil jualan jagung bakar sampai bir b*ntang keliling, ya begitulah ekonomi bekerja di sini.
Di jalan pulang, kita wajib nyari bahan makanan untuk stok besok karena dipastikan pas Hari Nyepi semua toko tutup dan tidak seorangpun boleh keluar rumah, kecuali Pecalang (tim keamanan adat). Dan sesuai dugaan supermarket rame puol. Kita mampir di Pepito (supermarket terkenal Bali), pas masuk isinya bule semua lagi belanja, paling spot on belanja buah, salad, roti, mie instan, dan air galon mini. Sempet khawatir orang-orang panic buying takut keabisan stok makanan, ternyata nggak separah itu sih, masih memiliki kesadaran belanja secukupnya.
NYEPI (SILENCE DAY) 22 Maret 2023
Hening.
Tidak ada kegiatan yang diizinkan selama 24 jam, masyarakat Bali melakukan Catur Brata. Dilarang menyalakan api/lampu (amati geni), dilarang bekerja (amati karya), dilarang bepergian berlalu lintas (amati lelungan), dilarang bersenang-senang/hiburan dengan suara keras (amati lelanguan). Mungkin kalo di kita macem iktikaf kali ya, putus hubungan sejenak dengan duniawi, menajamkan koneksi kita dengan diri sendiri, alam dan Sang Pencipta. Selain itu semua internet provider dimatikan, saluran tv diputus semua, tapi wifi masih boleh nyala (kayaknya seru sih kalo dimatikan sekalian haha). Tapi ada beberapa toleransi yang dilakukan, terutama di bidang kesehatan medis, Rumah Sakit dan keadaan darurat seperti Ambulance dapat pengecualian. Dan sepertinya di setiap penginapan dijaga satu Pecalang untuk menjaga ke-kondusif-an suasana nyepi dan keadaan darurat jika dibutuhkan, termasuk di penginapanku Pecalang stay di kamar 01 (jangan harap bisa cheating haha).
So, what did I do? Kebetulan sudah kurencanakan, because I came for this. Sengaja bawa matras yoga buat workout pagi hari (malah mutifungsi jadi karpet sajadah sekalian biar gak tipis wkwk), baca buku (bawa buku 2, tp yang kepegang 1 tok), morning meditation (enak banget pas suasana mendukung), bird watching (pas pagi banyak banget burung bersliweran, dg hummingbird yg belum pernah kudengar), makan tentu saja (makan sehat banget yg ready to eat buah, salad sayur, yoghurt) *note akhirnya diijinkan pecalang setempat pakai api kompor untuk masak tapi yg simpel macem mie, atau air, tidur siang (tentu saja kegiatan yg cocok dilakukan), sempet nyuci baju juga, sorenya main air kecek saja (gakbisa renang haha) sambil ngobrol ringan dengan orang Bali yang nyepi dg staycation bersama keluarga kecilnya di sini.
INCIPTU (Indahnya Ciptaan Tuhan)
Malam 1 Ramadhan 1444 H.
It’s getting dark, dan gelap-gelapan dimulai, tidak boleh ada cahaya lampu kecuali dari senter hape. Selepas maghrib aku keluar ruangan, menuju halaman tengah dan mendongak ke atas. Bintang-bintang bertaburan sepanjang jangkauan mataku bak ketombe di rambut, terlihat jelas ada yang redup karna jauh ada yang gemerlap besar, dan stardust yang samar terlihat sebagai background menambah kesempurnaan lukisan malam yang indah itu. Takjub, merinding rasanya. Aku rebahan di bawah sambil menatap ke atas, langit sebegitu luas dengan pernak perniknya betapa kecilnya aku, seperti sedang berada di bawah naungan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih sempurna, sesuatu yang lebih abadi. Bertepatan dengan sidang isbat hari pertama Ramadhan aku mendengarkan hasil sidang sambil menatap hujan bintang di atasku. Meluap sekali rasanya. Dan kepikiran “gimana rasanya sholat langsung di bawah langit berbintang seperti ini?” akhirnya kuputuskan sholat tarawih di balkon teman yang pov-nya lebih strategis haha. Aaah tak terlupakan. Mau usaha motret pake alat secanggih apapun kayaknya tetep tidak mengalahkan keindahan yang bisa kulihat langsung dengan mata sendiri. Jadi, aku let it go saja motret seadanya, yang penting memori feeling asli masih terekam dengan baik dan jelas.
I feel so lucky to be able to witness this through my eyes, indescribeable-ly beautiful. Ma-sya-Allah inciptu. Glad to be here right now. Sahur dengan roti abon yang kubeli kusempatkan keluar melihat langit, sepertinya aku bisa melihat galaxy milky way di atasku haha (sambil melantunkan Nawaitu saumaghodi…)
DENPASAR-SURABAYA 23 Maret 2023
Hari terakhir sekaligus hari pertama puasa Ramadhan. Sebelum sibuk mencari oleh-oleh, kusempatkan morning walk (setelah jam 06.00 WITA) menyusuri jalanan sekedar penasaran ada apa aja di sekitar. Kupikir aku akan pusing mencari oleh-oleh apa yang kubeli, ternyata malah pusing mencari toko oleh-oleh yang buka hari itu. Pasalnya, setelah nyepi orang-orang masih mudik di kampung halamannya, ada kebijakan yang masih meliburkan 1 hari ada juga yang sudah beroperasi namun buka jam 2 siang. Sasaran pertamaku menuju toko oleh-oleh Krisna, tapi ternyata hari itu Krisna se-Bali buka jam 2 siang H+1 Nyepi, sedangkan flight pulangku jam 3 sore, nggak candak. Untung saja kepikiran browsing toko oleh-oleh lain yang buka, nemu Toko Agung Bali yg jaraknya 10menitan. Pas kesana Alhamdulillah udah buka (jam 8) pas masuk masih sepiii banget hanya aku satu-satunya pembeli, sepertinya aku pelanggan pertama yang datang haha. Tujuan utama beli Pie Susu Bali (rekomen merk Dhian dan Enaaak), kacang bawang, lalu beberapa sabun batang natural dan aromaterapi (lagi seneng gini2an haha). Dikasih tahu adek ada Lapis Durian yg enak dan sempet nitip ke temen (si Eri) Heavenly Chocolate Bali. Tak kusangka semuanya aku doyan, terutama cokelat heavenly bener2 surgawi sih, pure cocoanya bisa kurasakan, pleasuring banget. Nggaktau ya sebelumnya udah pernah piknik SMA ke Bali, tapi sama sekali nggak ada makanan dan oleh-oleh yg berkesan malah cenderung nggak cocok (paling kaos Joger tok wkwk). Heran juga kenapa memori piknik Bali nggak ada yg oke (namanya juga anak-anak yg belum ngerti taste, dicekokin aja sama agen tour wisata template mereka). Seneng sih ada kesempatan replacing memori yg lebih berkesan tentang Bali. Jam 11 janjian checkout sama Eri, kok yo ndelalah my only one sendal yang kubawa sempet-sempetnya putus. Kok nggak daritadi sebelum ke toko oleh-oleh ya, jadi sempet beli dulu di sana (ngenyang wkwk). Jadilah minjem sendal gunung si Eri, untung dia bawa sendal dan sepatu. Walaupun tampak kebesaran mirip sendal bakiak panjang kalo kupake, it’s really fine udah syukur banget daripada pulang nyeker.
Pesen gocar ke bandara, kita dapet supir orang Jawa dengan tulisan bismillah gede banget di kaca depan mobil. Ngobrol-ngobrol ternyata beliau perantauan dari Surabaya sudah 16 tahun di Bali, bahkan sudah sempet bikin mushola sendiri (memang nyari mushola/masjid umum di sini agak PR haha). Beliau cerita di kompleksnya malah seperti kampung jawa dan mayoritas muslim, beliau juga sempat menawarkan buka puasa bareng di kompleks mereka. Yah, I wish I can stay longer, maybe next time deh InsyaAllah.
*additional CITILINK FLIGHT TO JUANDA
Pesawatku sempat cancel landing, karna awan tebel banget, low visibility. Jadi muter dulu di atas setengah jam cari runway baru menuju Juanda. Sempet agak panik karna bener-bener nggak keliatan, cuma awan abu tebel yg tampak di jendela dan turbulence beberapa kali. But I trust Citilink sih, that’s why I choose it, jadi ya surrender they do their best sambil berdoa dzikiran aja pokoknya. Alhamdulillah tak lama muncul penampakan daratan Surabaya dari atas, berhasil nembus awan tebel (padahal nggak hujan juga), syukur landing dengan selamat. Merasakan perbedaan lanskap udara di Bali dan Surabaya yg cukup signifikan efeknya haha. Terimakasih Ya Allah, Ya Hafidz ~
Sambil nunggu jemputan travel ke Rembang, kita buka puasa pertama di bandara dengan makanan seadanya (bener-bener merasakan kangen nasi putih, yang mana sejak nyepi kita sudah puasa nasi karna gak ada rice cooker wkwk). Baru tengah malam mampir di warung penyetan Lamongan, pesan nasi panas dan lele goreng krispi lengkap dengan sambal lalapan, aaah feeling satisfying. Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan…
SO, HOW DID I FEEL? Here we go…
- Tak kusangka ternyata liburan tanpa ketrigger segera posting itu mudah. Kupikir aku akan sibuk menahan diri, mengingatkan terus dengan komitmen, tapi ternyata natural aja nggak ada waktu karena memang capek seharian. Begitu tiba di homestay, jadi focus untuk istirahat nggak ada urgensi ngecek medsos ya karena emang nggak ada aktifitas yg dibuat. Paling sesekali buka untuk cari info list lokasi yang dituju, itupun scrolling nggak lama, ketika tujuan sudah didapat, langsung tutup medsos. Oh jadi begini ya rasanya main medsos dengan intensi. Mungkin metode ini bisa kuulangi lagi, tapi dengan beberapa penyesuaian seperti urgensi dan jangka waktu (3 hari masih mudah, belum tahu kalo tripnya lebih dari 3 hari aku kayak gimana, we do experiment lagi haha).
- Kurasakan I feel more content, fulfil, satisfying. Merasa puas dengan experience yang didapat. Baik sesuai rencana maupun tidak. Menurutku rencana trip memang perlu dibuat sebagai guideline umum, tapi skill surrender tetap harus dipraktekkan. Karena akan banyak “wow moment” yang tidak disangka ketika sedang trip, so fleksibel saja.
- Konsep nyepi menurutku menarik untuk dilakukan setiap orang ya, manfaatnya banyak terlepas dari umat Hindhu atau bukan, better to take some “day-off” to get better well-being. Nyepi dengan mematikan lampu menyumbang kontribusi hemat energy (terlalu banyak cahaya buatan juga tidak bagus we need to take a rest from blue-light). Tidak boleh menyalakan api menurut persepsiku menghindari proses makanan yg perlu dimasak (daging misal) bisa sebagai detox badan dari process food atau yang UPF (ultra process food) disarankan makan makanan raw food langsung dari alam (sayur lalap, buah). Tidak bepergian membantu mengurangi emisi karbon footprint, tidak berpesta pora membantu terkoneksi dengan kesederhanaan, ke-apaada-nya diri sendiri dan menikmati hiburan alam yg tersedia 24 jam dari Sang Pencipta (that mostly we take for granted), tidak bekerja untuk mendapatkan jeda slow living dari dunia yang serba cepat, instan, stresful dan melakukan self-care istirahat yang proper. Menurutku manusia memang butuh “libur” sejenak dari duniawinya. We can do our version of Nyepi, make your own silence. Mungkin aku akan ada my own version of silence dengan beberapa list-ku sendiri, dengan waktu yang kutentukan sendiri pula.
- Trip yang menyenangkan, aku bersyukur merasakan banyak keajaiban dunia yang disediakan Allah untuk makhlukNya. Romantis ya…
- Senang bisa nulis lagi walau rada kaku ya. Lama banget nggak nulis di blog euy, kepanjangan sek ya biarin wkwk
Anyway, apresiasi terbesarku kepada yang membaca tulisan ini sampai akhir. Aku tahu di kondisi sekarang tidak banyak yang suka membaca tulisan panjang (apalagi ini super panjang), fokus manusia dibuat semakin memendek dari hari ke hari. Kini aku tahu, I found you, you are my people and that’s why I love you 🙆🏼♀️
Prajana, 27.03.23
1 note
·
View note