#getlosthimapa
Explore tagged Tumblr posts
Text
Berburu Sunrise di Taman Posong

Bagi para pecinta traveling terutama pecinta wisata alam, berburu sunrise merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan. Ditambah lagi dengan kondisi pandemi yang mengharuskan masyarakat untuk menjaga jarak antara satu sama lain, membuat wisata alam dapat menjadi salah satu pilihan berwisata yang cukup aman. Momen sunrise atau terbitnya matahari dari ufuk Timur menjadi salah satu kesempatan yang paling dicari dari berwisata alam. Peristiwa munculnya sunrise dari balik pegunungan menjadi pemandangan yang memanjakan mata, Salah satu alternatif atraksi wisata yang menawarkan pemandangan untuk berburu sunrise adalah Taman Wisata Alam Posong. Wisata alam Posong terletak di Kabupaten Temanggung, tepatnya di Desa Tlahap, Kecamatan Kledung.
By Dita Melan | 3 Desember 2021
Divisi Kelana Wisata HIMAPA
Wisata alam Posong menyajikan pemandangan pegunungan yang indah disertai udara dingin khas pegunungan. Dari tempat tersebut, kita dapat menikmati landscape Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro yang berdiri dengan sangat gagah. Pemandangan dua gunung tersebut akan terlihat sangat indah ketika dihiasi dengan sunrise sebagai ornamen. Kelebihan lain dari sunrise di wisata alam Posong ini adalah, wisatawan tidak perlu mendaki gunung untuk menyaksikan sunrise di atas lautan awan. Wisatawan dapat membawa kendaraan mereka sampai ke tempat wisata jadi mereka tidak perlu lagi berjalan jauh. Selain itu, letak wisata alam posong yang berada di area perkebunan, menjadikan kombinasi pemandangan yang lengkap. Terdapat hamparan perkebunan tembakau dan kopi milik warga sekitar yang terbentang luas di sekitarnya. Hal ini menjadikan wisata alam posong terlihat seperti lukisan tiga dimensi yang sangat indah dan nyata.
Teruntuk para wisatawan yang ingin menyaksikan momen sunrise, wisata alam posong adalah pilihan yang sangat tepat. Jika beruntung datang di saat cuaca yang tepat, wisatawan dapat menyasikan golden sunrise yang memanjakan mata. Meskipun untuk menyaksikannya membutuhkan sedikit usaha ekstra, yakni wisatawan harus datang subuh agar tidak terlambat menyaksikan terbitnya sang fajar. Hal ini juga dikarenakan jarak wisata alam posong yang lumayan jauh dari jalan raya, yaitu berjarak sekitar 3 kilometer. Belum lagi jalanan yang berupa batuan yang tersusun rapi dan tekstur jalanan yang menanjak akan sedikit menghambat sepeda motor untuk melaju dengan cepat.
Akan tetapi, wisatawan tidak perlu khawatir karena wisata alam posong juga menyediakan fasilitas glamping atau glamour camping. Glamping merupakan salah satu fasilitas di mana pengelola wisata menyediakan tempat sekaligus fasilitas camping secara lengkap untuk para wisatawan. Jadi wisatawan tidak perlu repot-repot membawa perlatan camping mereka sendiri dan bisa langsung menikmati fasilitas camping yang disediakan. Fasilitas ini berguna bagi para wisatawan yang ingin menikmati sunrise tanpa takut terlambat karena kendala jarak dan lain-lain. Glamping juga menjadi alternatif bagi wisatawan yang ingin menikmati menginap di alam terbuka namun dengan fasilitas yang instan dan lengkap.

Untuk memasuki wisata alam posong, wisatawan dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp. 20.000,00 per orang dan Rp. 5000,00 untuk biaya parkir dan retribusi. Harga tersebut tergolong murah dan sebanding dengan fasilitas serta pemandangan yang ditawarkan. Wisatawan tidak hanya dapat berfoto-foto saja, namun mereka juga dapat duduk bersama keluarga sambil menikmati jajanan dan kopi yang disediakan oleh warga sekitar. Fasilitas lain seperti mushola, toilet umum, taman untuk anak-anak, dan juga spot foto juga tersedia secara lengkap. Hal-hal yang perlu disiapkan bagi para wisatawan yang ingin mengunjungi wisata alam posong adalah pakaian yang tebal karena udaranya cukup dingin, krim sunscreen, kamera, covid-19 kit (masker, handsanitizer, dll) dan kondisi yang prima. Namun sayangnya, adanya pemberlakuan kebijakan PPKM menyebabkan Wisata Alam Posong ditutup sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan.
2 notes
·
View notes
Text
Night Trip di Tebing Breksi

Mungkin banyak yang bertanya-tanya apa yang bisa dinikmati dari atraksi wisata tebing di malam hari? Saya pun juga bertanya-tanya saat seorang teman mengajak saya pergi ke Breksi malam-malam. Bisa lihat apa di sana? Sudah pasti gelap dan tidak tampak pemandangan alamnya. Hanya itu bekal saya sebelum berangkat di sabtu sore tanggal 24 Oktober 2020. Ini pengalaman kali ketiga saya berkunjung ke Breksi. Namun, merupakan pengalaman pertama saya mengunjungi Tebing Breksi di malam hari.
By Maria Amadhea Puspa W. | 24 Juli 2021
Divisi Hubungan Masyarakat HIMAPA
Ternyata teman kami mengajak masuk ke Breksi lewat pintu atas bukan pintu utamanya sehingga kami tidak melewati retribusi dan tidak membayar retribusinya. Sedikit trick untuk menghemat biaya sebagai mahasiswa. Dan ternyata lagi kami tidak dibawa ke tebingnya, tetapi dibawa ke sebuah cafe dengan sentuhan nuansa Jogja yang bernama Selorejo Cafe.
Di sana terdapat sebuah pendopo lalu kursi-kursi di pinggir tebing yang menghadap langsung ke arah Tebing Breksi dan indahnya kota Jogja di malam hari. Menu makanan di sana juga masih menu Indonesia terutama makanan dan minuman khas Jogja, seperti mendoan, susu jahe, teh poci, nasi goreng, dll. Namun, di sana juga terdapat beberapa pilihan menu western, seperti pancake, smoothies, dll. Harganya pun terjangkau bagi mahasiswa.
Pemandangan dari sana tak kalah apik dengan pemandangan dari Bukit Bintang, ditambah lagi yang membuat berbeda, di sana juga bisa melihat gagahnya Tebing Breksi di malam hari. Dari Selorejo Cafe ternyata ada pintu gerbang kecil yang menyambungkan langsung ke Tebing Breksi sehingga kami masih tidak terkena biaya retribusi. Sesampainya di daerah tebing, kami menyusuri beberapa atraksi yang masih dibuka. Karena sudah cukup malam jadi beberapa atraksi ada yang sudah ditutup. Mungkin juga karena kondisi pandemi sehingga membatasi pengunjung untuk menikmati atraksinya.
Pengalaman itu benar-benar pengalaman yang baru dan asyik karena saya menjadi tahu bahwa ternyata banyak destinasi-destinasi wisata di Jogja yang bisa dinikmati di malam hari. Tidak melulu harus dengan menempuh perjalanan yang lebih jauh ke Bukit Bintang, siang hari dengan pemandangan alam yang nampak jelas ataupun pemandangan sunset di pantai. Pengalaman tersebut menggerakkan saya untuk bisa lebih mengeksplorasi lagi kota Jogja.

3 notes
·
View notes
Text
Workshop Modern Dance : Tari Tradisional yang Menjadi Modern Dance

Kegiatan Modern Dance Workshop dengan tema “Tari Tradisional yang Menjadi Modern Dance” dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 Juni 2021. Pembicara yang kami pilih untuk modern dance workshop ini yaitu Saudara Frengky Dian S atau biasa dipanggil dengan nama Cupbe WASC. Pembicara Saudara Frengky merupakan seorang koreografer dan founder dari “We Are Swaackerz Crew” dan Semarang Dance Lovers asal kota Semarang yang memfokuskan modern dance pada hip-hop. Jumlah peserta yang mengikuti workshop berbasis online ini mencapai 33 peserta. Kegiatan workshop ini ditujukan untuk para peserta umum untuk mengetahui apa arti dibalik tarian modern dance. Kegiatan workshop berjalan lancar pada hari Sabtu kemarin dan para peserta aktif dalam bertanya.
By Bening Embun Pagi | 5 Juli 2021
Divisi Minat dan Bakat HIMAPA
Modern Dance Workshop membahas mengenai hal-hal seputar modern dance, seperti sejarah munculnya modern dance, jenis-jenis style modern dance, elemen yang dibutuhkan dalam modern dance, dan kriteria penilaian yang menjadi salah satu hal sangat penting dalam kompetisi modern dance. Apa hubungan tema kami “Tari Tradisional yang Menjadi Modern Dance” dengan materi kemarin yang dibahas? Tentu ada hubungannya.
Sekilas pengetahuan mengenai modern dance yaitu mulai muncul dari para penari berasal Amerika dan Eropa yang memberontak terhadap ballet dan classical dance yang saat itu terkenal pada jamannya. Mereka menganggap ballet merupakan tarian yang memiliki aturan dan pola yang kaku, mereka ingin menciptakan tarian dimana tarian tersebut bebas (tidak menerapkan pola-pola yang sudah ada) dan didominasi oleh emosi. Jika kita bandingkan dengan di Indonesia, sama hal nya kondisi diluar. Tari Tradisional memiliki banyak pola yang harus ditaati dan diwajibkan untuk dibudidayakan secara turun temurun sehingga saat tari modern terbentuk dan berkembang di abad 20 bahkan hampir di setiap acara dance, foundation yang digunakan dalam modern dance tersebut adalah hiphop yang secara tidak kita sadari hiphop adalah tari tradisional di era modern.
3 notes
·
View notes
Text
Watu Kodok: Pesona Pantai Rasa Milik Pribadi

Berbicara soal Gunung Kidul tentu selalu yang terbersit adalah tentang pantai. Tepat sekali, Gunung Kidul memang dikenal memiliki banyak pantai yang menawan dengan ciri khas warna air yang hijau kebiruan ditambah pasir putihnya yang lembut. Salah satu pantai yang ada di Gunung Kidul ialah Pantai Watu Kodok.
by Divisi Kelana Himapa | 14 Juni 2021
Pantai Watu Kodok berlokasi di wilayah Kelor Kidul, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak pantai ini dari pusat kota Yogyakarta berkisar 68 km. Untuk bisa sampai ke pantai ini wisatawan butuh waktu yang lumayan lama, yakni sekitar satu jam tiga puluh menit jika menggunakan kendaraan roda dua dan kurang lebih dua jam jika menggunakan kendaraan roda empat. Tapi waktu yang ditempuh akan terbayar lunas dengan pemandangan yang ada di pantai ini.
Pemandangan yang ditawarkan oleh pantai pasir putih satu ini sangat menawan. Deburan ombak yang tidak terlalu besar ditambah dengan kondisi pantai yang masih perawan akan membuat siapa saja yang datang ke sini merasa memiliki pantai ini. Tidak hanya itu, jika mendapatkan cuaca yang cerah ketika berkunjung ke sini, jangan sia-siakan untuk mengambil gambar karena pemandangan di sini sangat indah. Tidak banyak orang yang berkunjung ke sini, maka wajar jika pantai ini serasa milik pribadi ketika kita berkunjung ke sini.
Fasilitas yang ada di sini juga lumayan lengkap. Jajaran warung makan yang siap menyajikan santapan untuk kalian setelah selesai bermain di pantai juga tertata rapi. Toilet yang ada di sini juga bisa dikatakan lumayan bersih untuk digunakan. Tentu hal ini akan semakin menambah rasa puas pengunjung ketika berkunjung ke pantai ini.
Di situasi pandemi saat ini, Pantai Watu Kodok juga sudah menerapkan protokol kesehatan untuk bisa dikunjungi wisatawan. Tempat cuci tangan dengan sabun dan air mengalir tersedia di setiap warung. Bahkan sebelum memasuki area pantai, wisatawan akan dicek suhu tubuhnya untuk memastikan suhu dalam batas aman. Tidak kalah penting, Pantai Watu Kodok juga menerapkan pariwisata berkelanjutan yakni dengan menyediakan satu hari dalam satu minggu untuk pemulihan kondisi pantai. Jadi dijamin pantai selalu dalam kondisi bersih dan layak dikunjungi oleh wisatawan.
3 notes
·
View notes
Text
Borobudur Handicraft Center “Arum Art”, Bucket List Liburan Akhir Pekan

Berbicara tentang Borobudur, pastinya udah ga asing lagi nih di telinga sobat kelana. Tapi sobat kelana tau ga sih? Selain terkenal dengan kemegahan candi dan keindahan alam dari jajaran Bukit Menoreh, Borobudur juga terkenal dengan kreativitas penduduk lokal dalam membuat kerajinan tangan lho. Bahkan ada kerajinan yang lebih tua dari umur Candi Borobudur itu sendiri.
by Divisi Kelana Himapa | 11 September 2021
Yap! Kerajinan Gerabah Arum Art merupakan kerajinan unik dari daerah Borobudur ini bisa menjadi bucket list soba kelana yang masih bingung menghabiskan waktu akhir pekan.
Kerajinan Gerabah Arum Art yang berlokasi di Dusun Nglipoh, Desa Karanganyar merupakan salah satu industri kecil yang berfokus pada pembuatan kerajinan gerabah secara tradisional dan turun temurun. Bahkan sebelum Candi Borobudur dibangun, masyarakat Dusun Nglipoh sudah membuat berbagai kerajinan antara lain seperti gerabah, piring, mangkuk, kendi, dan patung.

Sentra kerajinan gerabah Arum Art saat ini telah bertransformasi dari pabrik kerajinan hingga menjadi salah satu objek wisata di Borobudur. Pengunjung sentra kerajinan ini pun terdiri dari berbagai kalangan. Mulai dari wisatawan mancanegara hingga domestik mencakup anak-anak TK, SD, SMA, bahkan perguruan tinggi. Di sini wisatawan tidak hanya diajak untuk melihat pembuatan gerabah, tetapi juga ikut terlibat dan praktik secara langsung dalam pembuatan kerajinan gerabah serta nantinya gerabah tersebut boleh dibawa pulang sebagai souvenir.
Unik dan menarik bukan rekomendasi kerajinan di Borobudur ini? Selain dapat mengisi waktu luang, sobat kelana juga bisa belajar budaya lokal nih. Sekali mendayung dua pulau terlampaui. Kuy! Segera berkemas dan kunjungi rekomendasi kerajinan gerabah Arum Art milik Pak Supoyo di Nglipoh Banjaran 1, Karanganyar, Borobudur, Magelang. Namun, tetap laksanakan prokes ya sobat kelana. Dijamin pengalaman berwisata sobat kelana akan jauh lebih seru!

Referensi:
https://travel.kompas.com/read/2019/12/06/181600227/mengunjungi-desa-pembuat-gerabah-di-borobudur?page=all
http://beritamagelang.id/gerabah-nglipoh-punya-sejarah-lebih-tua-dari-candi-borobudur
https://arumartborobudur.wordpress.com/about/
1 note
·
View note
Text
POLEMIK ANJURAN BAGI APARATUR SIPIL NEGARA DARI TUJUH KEMENTRIAN UNTUK WORK FROM BALI
Sudah lebih dari satu tahun pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merebak di hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Pembatasan kegiatan fisik harus dilakukan guna memutus mata rantai penyebaran wabah. Beberapa kegiatan seperti bekerja, sekolah, dan kegiatan-kegiatan lainnya harus dilaksanakan sceara daring dari rumah masing-masing. Istilah Work From Home (WFH) menjadi julukan yang sudah tidak asing lagi di tengah pandemi.
by Indah Wulandini | 25 Mei 2021
Staf Divisi Litbang Himapa Vitruvian
Pembatasan aktivitas fisik kemudian berdampak cukup signifikan terhadap industri pariwisata. Industri pariwisata merupakan industri yang bergerak di bidang jasa sehingga sangat erat sekali dengan kontak fisik antar manusia. Industri ini juga berkaitan erat dengan tingginya mobilitas manusia karena pariwisata identik dengan kegiatan perjalanan dan perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Dengan adanya pembatasan kegiatan pariwisata berdampak sangat signifikan pada penurunan pendapatan bagi perusahaan transportasi, akomodasi, restoran, atraksi, menurunnya okupansi perhotelan, dan tidak sedikit pegawai pariwisata seperti tour guide yang kehilangan pekerjaan.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menggagas program Work From Bali (WFB) untuk 25% Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di Kemenko Bidang Kemaritiman dan tujuh kementrian di bawahnya seperti Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementrian ESDM, Kemenparekraf, Kemenhub, Kementrian PUPR, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementrian Investasi. ASN dari beberapa kementrian tersebut akan menjalankan program WFB dengan menggunakan fasilitas dari total 16 hotel di kawasan The Nusa Dua yang dikelola oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Harapannya dengan penerapan kebijakan untuk sebagian ASN dari beberapa kementrian yang melakukan WFB dapat meningkatkan nilai okupansi hotel-hotel yang ada di kawasan tersebut.
Berdasarkan pada pemaparan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Odo R.M. Manuhutu, dalam wawancara dengan CNN, tujuan dari adanya program WFB adalah para ASN dari ketujuh kementrian tersebut dapat melakukan perjalanan ke Bali untuk menciptakan kepercayaan masyarakat bahwasannya kondisi Bali sudah membaik dan untuk menjaga keberlangsungan ekosistem pariwisata di Bali. Hal ini didasari oleh status provinsi Bali yang menjadi provinsi dengan penurunan ekonomi tertinggi yaitu sebesar 9,6% sehingga berdampak pada keterpurukan di Bali.
Kemunculan gagasan anjuran WFB bagi para ASN kemudian menjadi polemik yang cukup gencar dibahas sehingga memunculkan pro dan kontra. Pada waktu yang bersamaan, pemerintah mengimbau kepada masyarakat untuk membatasi mobilitas guna memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19. Alasan lain yang juga menjadi polemik adalah permasalahan penggunaan anggaran yang seharusnya melakukan penghematan anggaran untuk digunakan sebagai pengadaan vaksin dan pemrograman vaksinasi nasional.
Beberapa kontra juga ditujukan untuk kebijakan WFB karena pemerintah dinilai hanya fokus pada kawasan Bali saja dan mengabaikan potensi kawasan lain seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan beberapa kawasan lain yang juga membutuhkan perhatian pemerintah. Selain itu, pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan WFB secara langsung akan diterima oleh hotel karena okupansi hotel yang meningkat. Akan tetapi, keuntungan ini belum tentu dirasakan secara langsung oleh masyarakat lokal dan UMKM setempat sehingga belum tentu berdampak secara langsung untuk mendongkrak ekonomi lokal. Beberapa pro kontra tersebut kemudian berdampak pada polemik mengenai WFB sehingga akan memicu timbulnya konflik.
Hingga saat ini kebijakan dan Memorandum of Understanding (MoU) mengenai WFB masih belum disahkan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait. Wacananya program WFB bagi ASN Kementrian akan dilaksanakan mulai pertengahan tahun (Juli 2021) menyesuaikan dengan kondisi pandemi dan kesiapan Bali.
Berdasarkan pro dan kontra yang menjadi dasar polemik mengenai WFB seharusnya kebijakan ini akan berlangsung sesuai dengan tujuan yang sama yaitu penanganan pandemi sekaligus penanganan kondisi ekonomi, khususnya di kawasan Bali. Apabila kebijakan WFB segera ditetapkan maka diharapkan tujuan program dan dampak positif dapat dirasakan sesuai dengan rencana dan target sasaran. Akan tetapi, jika kebijakan ini dibatalkan maka diharapkan akan ada kebijakan lain yang akan menggantikan secara maksimal dan tidak ada penyalahgunaan kepentingan dan kebijakan.
Referensi
Aditya, Rifan. suara.com. (23 Mei 2021). Wacana PNS Work From Bali: Syarat, Tujuan dan Pro Kontra. Diakses pada 25 Mei 2021 melalui https://www.suara.com/news/2021/05/23/163913/wacana-pns-work-from-bali-syarat-tujuan-dan-pro-kontra?page=all
CNN Indonesia. 21 Mei 2021. Work From Bali", Solusi di Tengah Pandemi [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=vPhWscvIKKQ
Sandi, Ferry. cnbcindonesiacom. (25 Mei 2021). Work From Bali buat PNS ala Luhut Efektif Nggak?. Diakses pada 25 Mei 2021 melalui https://www.cnbcindonesia.com/market/20210525092737-17-248111/work-from-bali-buat-pns-ala-luhut-efektif-nggak
tvOneNews. 23 Mei 2021. ASN Diboyong ke Bali, Mungkinkah Pariwisata Akan Pulih Kembali? [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=5-hupRLDHjk
3 notes
·
View notes
Text
Gentrifikasi dan Politisasi Air Dibalik Pembangunan Pariwisata Kota Yogyakarta
Yogyakarta merupakan salah satu daerah dengan arus kunjungan wisatawan terbesar di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Pariwisata Provinsi Yogyakarta pada 2019 terdapat 28.324.394 kunjungan wisatawan yang tersebar dalam 215 destinasi. Adapun jumlah tersebut terdiri dari 551.547 wisatawan mancanegara dan 27.772.847 wisatawan nusantara. Tingginya arus kunjungan wisatawan tersebut berbanding lurus dengan banyaknya jumlah hotel di Yogyakarta. Pada tahun 2019 tercatat terdapat 163 hotel berbintang di Kota Yogyakarta (Laporan Dinas Pariwisata Provinsi Yogyakarta), padahal tahun 2016 hanya terdapat 60 hotel berbintang di Kota Yogyakarta (Widianto & Keban, 2020). Artinya dalam kurun waktu 3 tahun terjadi kenaikan jumlah hotel berbintang sebesar 150% di Yogyakarta. Masifnya pembangunan hotel dan berbagai akomodasi wisata lainnya seperti mall dikhawatirkan akan membawa permasalahan seperti gentrifikasi dan politisasi air bersih.
by Akbar Bagus Nugroho | 21 Mei 2021
Staf Divisi Litbang Himapa Vitruvian
Gentrifikasi secara spesifik sebenarnya mengacu pada transformasi lahan dan properti akibat perpindahan masyarakat berpendapatan tinggi ke wilayah yang relatif kurang makmur (Atkinson, 2004). Lalu apa kaitannya dengan pariwisata? Dalam kasus Kota Yogyakarta properti yang ada cenderung didominasi dalam bentuk akomodasi pariwisata. Hal ini disebabkan hotel dan mall misalnya dianggap mewakili perekonomian Kota Yogyakarta sebagai urban tourism (Widianto & Keban, 2020). Corak gentrifikasi inilah yang kemudian disebut sebagai tourism gentrification, yang berasal dari perpindahan masyarakat upper class ke wilayah kurang makmur dan pembangunan masif pariwisata perkotaan (Liang & Bao, 2017).
Perpindahan masyarakat upper class ini pada akhirnya akan menyebabkan naiknya harga barang-barang, terutama harga tanah dan properti (Atkinson, 2004). Sederhananya ketika banyak orang-orang kaya (baca; pengembang dan investor) yang menginginkan tanah di Yogyakarta namun jumlah tanah di Yogyakarta tetap, maka otomatis harga tanah akan naik. Naiknya harga tanah apabila tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan maka akan membuat masyarakat kesulitan untuk membeli tanah. Hal inilah yang kemudian diidentifikasikan menjadi salah satu faktor pendorong mengapa Yogyakarta mengalami masalah darurat agraria (Widianto & Keban, 2020).
Selain dampak sosial berupa gentrifikasi, pembangunan hotel dan mall yang masif juga berkontribusi terhadap sulitnya akses air bersih di Yogyakarta. Berbicara mengenai konsep air dalam masyarakat Jogja maka mau tidak mau kita juga akan berbicara mengenai fungsi budayanya disamping fungsi sehari-hari. Air merupakan simbol kehidupan yang pada hakikatnya dilindungi secara simbolis dalam konsep budaya, dan pariwisata telah mengubah fungsi budaya tersebut secara masif (Yusuf & Purwandani, 2020). Hotel pada kenyataannya telah menggunakan dan terus menggunakan air tanah dalam jumlah besar
Sebagian besar Hotel dan berbagai bangunan komersial di Yogyakarta cenderung membuat sumur alih alih menggunakan air PDAM karena biaya operasional yang lebih murah. Keputusan ini, bagaimanapun, berdampak pada ketersediaan air tanah, menyebabkan kelangkaan air bagi penduduk setempat, sehingga memunculkan privatisasi air bersih (Yusuf & Purwandani, 2020). Air yang seharusnya merupakan barang “milik semua” kemudian dipolitisasi untuk memenuhi kebutuhan komersial, dan menegasi masyarakat yang terdampak. Air menjadi barang yang langka akibat keringnya sumur-sumur warga, sehingga menciptakan kemarahan terhadap menjamurnya hotel yang kemudian memuncak dalam kampanye sosial “Jogja ora didol”.
Hal ini sebenarnya tidak lepas dari ketidakmampuan pemerintah untuk menciptakan regulasi yang tegas. Kebijakan yang mewajibkan hotel untuk berlangganan PDAM dalam Peraturan Walikota (Perwal) nomor 3 tahun 2014 pada akhirnya tidak mampu mencegah leakage dalam pengelolaan air hotel dan bangunan komersial di Yogyakarta. Hal ini terbukti dari 418 hotel di Yogyakarta, hanya 156 yang menggunakan air dari PDAM, sisanya mengambil air dari tanah dalam kegiatan operasionalnya (Yusuf & Purwandani, 2020). Oleh karena itu menurut saya peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan tentu sangat dibutuhkan. Pemerintah berkewajiban untuk “mengedukasi” pengelola hotel agar memanfaatkan air PDAM melalui kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU). Selain itu pemerintah melalui PDAM juga wajib menjamin ketersediaan air bersih untuk pihak hotel, terutama di musim padat wisatawan.
Pada akhirnya selain menawarkan kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup, pariwisata juga akan membawa ekses negatif. Beberapa ekses negatif yang timbul dalam pembangunan infrastruktur pariwisata seperti hotel, resto, dan mall di kota Yogyakarta antara lain gentrifikasi dan politisasi air. Masifnya pembangunan infrastruktur pariwisata mendorong naiknya harga-harga akibat mobilitas masyarakat upper class sebagai konsekuensi dari kegiatan pariwisata. Selain itu masifnya pembangunan tersebut juga membawa masalah ekologi seperti sulitnya air bersih akibat politisasi air tanah oleh beberapa hotel, resto, dan mall di kota Yogyakarta. Peran pemerintah sangat diperlukan dalam pembuatan kebijakan yang berpihak pada pembangunan yang berkelanjutan. Sehingga pariwisata tidak lagi dianggap sebagai sektor yang “arogan” akan tetapi menjadi sektor yang menaruh tanggung jawab pada aspek sosial dan ekologi.
Referensi
Atkinson, R. (2004). The evidence on the impact of gentrification: New lessons for the urban renaissance. European Journal of Housing Policy, 4 (1), 107–131. https://doi.org/10.1080/1461671042000215479
Dinas Pariwisata DIY. (2020). Statistik Kepariwisataan DI. Yogyakarta 2019. https://drive.google.com/file/d/1i2T72IKlSUZFK7BBZV8PrBcU9L2oLVT-/view
Liang, Z., & Bao, J. (2017). Tourism gentrification in Shenzhen , China : causes and socio-spatial consequences. Tourism Geographies, 17(3), 461– 481. https://doi.org/10.1080/14616688.2014.1000954
Widianto, H.W., & Keban, Y.T. (2020). Gentrification: The Socio-Economic Impact of Hotel Development in Malioboro Areas, Yogyakarta City, Indonesia. Jurnal PKS Volume 19 Nomor 2 Agustus 2020; 107-123.
Yusuf, M., & Purwandani, I. (2020). Ecological politic of water: the ramifications of tourism development in Yogyakarta. South East Asia Research, DOI: 10.1080 / 0967828X.2020.1821580
3 notes
·
View notes
Text
Gastronomi Makanan Khas Keraton Yogyakarta
Gastronomi merupakan salah satu istilah dalam pariwisata yang jarang didengar oleh kebanyakan orang jika dibandingkan dengan wisata kuliner. Gastronomi adalah seni, atau ilmu makanan yang baik (Nurwitasari dalam Nugroho dan Hardani, 2020). Gastronomi akan mengajak wisatawan untuk mengenal hidangan dari nama hingga asal-usul dari hidangan tersebut. Berbeda dengan wisata kuliner yang memiliki definisi perjalanan berwisata yang berkaitan dengan masak-memasak (Besra dalam Nugroho dan Hardani, 2020). Wisata kuliner hanya mengajak para wisatawan untuk mengenal hidangan dari namanya saja dan tidak mengajak wisatawan untuk mengetahui asal-usul hidangan tersebut. Salah satu daerah yang terkenal dengan wisata kuliner dan gastronominya adalah Yogyakarta.
by Malfalia Marshaniswa | 10 Juni 2021
Staf Divisi Litbang Himapa Vitruvian
Yogyakarta atau yang dikenal sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata yang dikenal baik secara nasional maupun internasional. Daya tarik yang dimiliki daerah Yogyakarta sendiri sangat beragam dan dikategorikan menjadi 3 (tiga) bentuk wisata; wisata alam, wisata budaya, dan wisata kuliner. Tidak sedikit wisatawan datang ke Yogyakarta untuk berwisata kuliner. Yogyakarta memiliki hidangan yang jarang daerah lain miliki, yaitu hidangan khas Keraton Yogyakarta. Hidangan khas Keraton ini merupakan menu harian yang sering dihidangkan kepada penghuni Keraton Yogyakarta. Salah satu restoran di Yogyakarta yang menyediakan hidangan ini adalah Gadri Resto. Gadri Resto menawarkan menu yang terdiri dari 4 (empat) menu utama, 4 (empat) menu kudapan, dan 2 (dua) menu minuman.
Menu kudapan yang ditawarkan oleh Gadri Resto terdiri dari: 1. Pastel krukup, tebuat dari kentang yang dihaluskan yang memiliki rasa dan tampilan menyerupai pastel tertutup sehinggal dinamai pastel yang ditutupi atau di “krukupi”; 2. Bistik edan, hidangan yang memiliki bahan dasar daging ayam yang memiliki rasa yang sangat enak sehingga pada saat Sri Sultan Hamengkubuono IX menyicipi hidangan ini beliau berkomentar “Edaaaan” dan kemudian hidangan ini diberi nama bistik edan; 3. Bistik daging, hidangan kesukaan Sri Sultan Hamengkubuwono ke VIII dan IX yang berbahan dasar daging dan memiliki cita rasa khas jawa yaitu manis terasa sangat kental dengan penggunaan kecap manis; 4. Dendeng Age, hidangan dengan bahan dasar daging sapi yang dicampur dengan buah kluwih untuk mendapatkan cita rasa yang lebih padat.
Kemudian menu kudapan yang ditawarkan oleh Gadri Resto terdiri dari: 1. Manuk enom, kudapan yang mirip dengan pudding namun memiliki perbedaan di bahan dan cara mengolahnya, kudapan ini sebagai makanan penutup oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII dan sebagai makanan pembuka Sri Sultan Hamengkubuwono VIII; 2. Pisang keju, pisang goreng khas Keraton Yogyakarta yang mana pisang digoreng tidak menggunakan tepung dan digoreng hinggal berwarna coklat kehitaman lalu ditaburi dengan keju di atasnya; 3. Prawan kenes, kudapat yang terbuat dari pisang kapok yang diberi santan kental rebus lalu dibakar hinggal menjadi licin dan sulit dipegang saat akan dimakan, karena hal inilah nama prawan kenes memiliki arti gadis perawan yang centil dan lincah; 4. Pandekuk, kudapan berupa kue dadar dengan saus kinca yang biasanya disajikan sebagai makanan pembuka di siang hari.
Terakhir, menu minuman yang disediakan oleh Gadri Resto terdiri dari: 1. Wedang secang, minuman hangat yang terbuat dari sarutan kayu secang yang memiliki rasa manis dan menimbulkan warna merah bila direbus yang menjadi favorit Sri Sultan Hamengkubuwono IX; 2. Beer jawa, minuman penghangat badan yang merupakan perpaduan antara wedang secang dengan air jeruk nipis, minuman ini sering dikonsumsi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono XIII di rumah peristirahatan vila Ngeksigondo-Kaliurang.
Gastronomi makanan khas Keraton Yogyakarta berbeda-beda setiap menunya. Wisatawan dapat mengenal lebih jauh mengenai asal-usul dari makanan khas Keraton Yogyakarta dari gastronomi hidangan ini. Selain itu, dengan adanya gastronomi makanan khas Keraton Yogyakarta ini dapat memberikan keuntungan bagi wisata kuliner daerah Yogyakarta karena dapat menarik lebih banyak wisatawan untuk datang serta melakukan wisata kuliner dan gastronomi.
Referensi
Daerah Istimewa Yogyakarta. (2021). Dalam Wikipedia. Diakses tanggal 10 Juni 2021, dari https://id.wikipedia.org
Nugroho, S. P. dan Hardani, I. P. (2020). Gastronomi Makanan Khas Keraton Yogyakarta Sebagai Upaya Pengembangan Wisata Kuliner. Jurnal Pariwisata, Volume 7 No. 1 April 2020, 52-62. Diakses dari https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jp/article/view/8136/pdf
3 notes
·
View notes
Text
Revitalisasi Kotagede, Wisata Budaya, dan Pemerintah
Kotagede merupakan kawasan di Yogyakarta yang terkenal kental akan budayanya. Di kawasan ini terletak Masjid Mataram yang konon katanya merupakan tempat berdirinya kerajaan Mataram Islam. Selain itu terdapat pula Makam-Makam Raja Besar Mataram yang seringkali dikunjungi wisatawan yang hendak berziarah. Tak lupa pula, terdapat berbagai kerajinan berupa perak sebagai buah tangan khas Kotagede.
24 Mei 2021 | by Ruswan Syarif Thaliba Putra
Wakil Divisi Litbang Himapa Vitruvian
Letak geografis kawasan Kotagede berada di bagian tenggara Kota Yogyakarta yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul, terbilang cukup jauh dari pusat Kota Yogyakarta. Akan tetapi, Kotagede bisa menjadi kawasan penghubung (transit place) dari pusat Kota Yogyakarta menuju obyek wisata yang ada di daerah Bantul. Sebagai transit place, Kotagede memiliki cukup banyak daya tarik wisata yang didominasi oleh wisata budaya.
Kondisi geografis di Kotagede seringkali menjadi bahan candaan masyarakat.
“Namanya aja Kotagede, tapi jalannya ora gedhe.” menjadi ucapan yang sering terdengar. Jalanan yang ada di Kotagede terbilang cukup sempit. Meskipun sebetulnya jalanan yang ada sanggup untuk dilewati dua mobil yang saling berpapasan, banyak kendaraan yang parkir di pinggir jalan menyebabkan kemacetan di daerah tersebut.
Tidak adanya rambu-rambu larangan parkir di pinggir jalan merupakan sebuah bukti yang cukup mengecewakan. Kotagede yang seharusnya bisa menjadi kawasan yang potensial dalam sektor pariwisata ternyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Akses dan infrastruktur yang baik harus dicapai untuk mengembangkan kawasan tersebut. Dengan mengatur regulasi dan aturan yang baik akan tercipta kawasan Kotagede yang lebih teratur.
Penataan wilayah Kotagede pun masih perlu dibenahi. Banyak sekali PKL yang berjualan di trotoar sehingga mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Fasad bangunan yang seharusnya kental akan nilai budaya mulai memudar. Pengembangan konsep wilayah Kotagede dengan menghubungkan unsur solid dan void sangat diperlukan untuk memaksimalkan potensi wilayah Kotagede.
Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa Kotagede memiliki banyak hidden gemsyang terletak di dalam gang-gang kecil di kawasan tersebut. Promosi kawasan Kotagede dirasa sangat diperlukan untuk menambah potensi wisata di kawasan tersebut. Pemerintah diharapkan dapat menaruh perhatian lebih terhadap kawasan ini. Tidak lupa juga masyarakat sekitar harus ikut andil dalam menjaga harmoni yang tercipta di kawasan Kotagede.
3 notes
·
View notes
Text
Upaya Penanganan Sampah di Jalur Pendakian Gunung

Tak dapat dipungkiri pendakian gunung menjadi aktivitas yang populer di Indonesia terutama dalam kurun satu dekade terakhir. Perkembangan media sosial yang terjadi secara pesat turut mengangkat kepopuleran aktivitas pendakian terutama di kalangan kaula generasi Y dan Z. Andil dari perilisan film “5 cm” pada tahun 2012 juga tak dapat dipungkiri menjadi salah satu booster yang meyebabkan kemunculan fenomena ini khususnya di Indonesia. Keinginan untuk mengeksplorasi alam sampai upaya untuk menunjukkan eksistensi diri menjadi segelintir motivasi kegiatan pendakian dan telah menjadi hal yang lumrah kita temui di kehidupan sehari-hari maupun media sosial.
by Burhan Andi Nur Hakim | 21 Mei 2021
Ketua Divisi Litbang Himapa Vitruvian
Tentunya tidak hanya hal-hal positif melainkan pula dampak negatif yang turut hadir bersamaan dengan tren ini. Salah satu yang paling menonjol dan sempat masuk pemberitaan nasional hingga internasional adalah permasalahan sampah yang ditingkalkan di gunung pasca kegiatan pendakian. Terdapat jejak-jejak digital yang menyorot fenomena menggunungnya sampah pendakian di Indonesia, contohnya di dua jalur pendakian masyhur yakni Gn. Semeru dan Gn. Rinjani. Produksi sampah di pegunungan ini dapat dikatakan sebagai social cost yang harus ditanggung akibat booming-nya aktivitas muncak atau mendaki gunung.
Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan telah coba diterapkan di kawasan-kawasan pendakian. Solusi-solusi seperti pembuatan dan pengetatan peraturan tentang larangan membuang sampah sembarangan di jalur pendakianm, keharusan untuk membawan turun sampah, pembatasan jenis logistik saat kegiatan pendakian, dan sosialisasi melalui berbagai media menjadi segelintir langkah yang telah coba diambil. Nyatanya memang terbukti bahwa usaha ini memiliki luaran yang cukup positif di berbagai kawasan pendakian, terutama yang pengelolaannya telah berjalan secara terpadu. Namun sesempurna itu kah permasalahan ini telah teratasi?
Penulis berkesempatan untuk berbincang dengan beberapa rekan yang cukup aktif dalam kegiatan pecinta alam maupun pendakian gunung. Pertama adalah sesorang yang aktif dalam kegiatan pecinta alam, ia tergabung dalam organisasi kemahasiswaan yang ada di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya UGM yakni Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam (Kapala) Sastra. Setelah beberapa tahun bergelut di kegiatan outdoor, rekan saya yang bernama Azhar berpandangan bahwa dalam pendakian sebagai salah satu cabang utama kegiatan pecinta alam, fenomena nyampah memang menjadi hal yang masih sering terjadi dan perlu untuk dihilangkan.
Azhar berpendapat bahwa sampah-sampah kecil seperti puntung rokok, bungkus permen, minuman sachet, dsb. menjadi sesuatu yang sering tertinggal di jalur pendakian. Terlebih lagi adalah sikap yang masih dianut masyarakat memiliki kecenderungan untuk menganggap remeh sampah-sampah kecil yang demikian. Tidak jauh berbeda dengan pandangan yang dikemukakan oleh rekan lainnya yang aktif dalam organisasi Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Gadjah Mada (Mapagama). Namanya Dian, ia menganggap bahwa sampah memang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendakian baik yang sifatnya organik maupun anorganik. Namun gerakan less waste movement seperti menggunakan wadah makanan dan minuman yang reusable dapat diupayakan oleh pendaki untuk menjadi solusi bagi persoalan sampah di gunung.
Pandangan yang terakhir berasal dari seorang pendaki independen yang merupakan mahasiswa dari Prodi Pariwisata FIB UGM. Dalam hal ini, Andreas, menyampaikan bahwa diperlukan suatu upaya kampanye sosial terkait langkah-langkah penanganan sampah di gunung terutama bagi masyarakat yang gemar melakukan pendakian namun masih memiliki kesadaran yang cenderung rendah terhadap isu-isu kelingkungan. Ketiga rekan yang aktif dalam kegiatan di alam ini setuju bahwa langkah-langkah penetapan peraturan oleh pengelola kawasan pendakian seperti penghitungan jumlah sampah yang dibawa naik dan turun mulai menunjukkan hasil yang efektif.
Dian yang aktif dalam kegiatan pendakian di Jawa Tengah memaparkan bahwa gunung-gunung tujuan pendakian di provinsi ini kebanyakan telah menerapkan peraturan tersebut. Dan Andreas juga memaparkan bahwa pengelolaan jalur pendakian di Gunung Semeru dan Rinjani juga sudah mengalami perubahan ke arah yang lebih positif mengingat keduanya merupakan dua gunung dengan tingkat kunjungan yang tinggi di Indonesia. Dari obrolan singkat dengan beberapa narasumber sebelumnya dan riset singkat dari penulis sendiri diketahui bahwa upaya penanganan sampah di pegunungan memang mulai menunjukkan progres positif dalam beberapa tahun terakhir. Selain pengelolaan jalur pendakian yang kian tertata, kesadaran yang mulai terbangun dalam masyarakat terkait ancaman kerusakan lingkungan bisa jadi salah sebabnya.
Terakhir, di sini penulis mengajak para pembaca untuk terus memanfaatkan platform-platform yang ada seperti media sosial sebagai sarana penyaluran pesan-pesan positif terkait perlindungan dan pelestarian alam. Pada akhirnya gunung bagi sebagian orang adalah tempat untuk singgah sejenak dan bernostalgia sehingga perlu dijaga dan dirawat agar suatu saat dapat kembali bersua dalam keadaan yang masih asri. Pengelolaan sampah secara bijak dalam keseharian juga perlu kita mulai demi mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan hingga generasi yang akan datang. Salam lestari.
Take nothing but pictures.
Leave nothing but footprints.
And kill nothing but time.
-John Muir, aka "John of the Mountains" and "Father of the National Parks" (1838-1914)
Referensi
- Wawancara pribadi, Kamis 20 Mei 2021.
- (https://www.brainyquote.com/authors/john-muir-quotes)
2 notes
·
View notes
Text
MEET “The Combination of Culinary, Culture and Nature”

Mini Entrepreneurship Talkshow atau yang lebih dikenal dengan sebutan MEET adalah talkshow kewirausahaan yang rutin diadakan oleh Divisi Kewirausahaan Himapa dengan mengangkat tema yang berbeda-beda setiap tahunnya. Pada MEET 2021, topik yang diangkat sebagai pembahasan adalah usaha kuliner dengan tema “The Combination of Culinary, Culture and Nature”. Dalam pelaksanaan talkshow tahun ini, kami berkolaborasi dengan salah satu usaha kuliner yang sangat menarik perhatian dan booming di tahun 2018, yakni Joglo Pari Sewu. Dengan menghadirkan Owner dan Operational Manager dari Joglo Pari Sewu, Ibu. Syahidah A’la Amaniyya dan Bpk. Guntur Cahyo Hartanto sebagai pembicara pada MEET tahun ini.
by Divisi Kewirausahaan Himapa | 28 Agustus 2021
Dilansir dari pemaparan materi MEET pada 15 Agustus 2021 lalu, pembicara menjelaskan bahwa selain dari kulinernya, Joglo Pari Sewu memiliki daya tarik lain, seperti Omah Joglo bangunan utamanya dan penampakan alam dari Sungai Sempu. Pada awalnya kawasan sekitar Joglo Pari Sewu masih tidak terlalu terurus, hingga Ibu. Syahidah menyadari bahwa ada potensi yang dapat dikembangkan dari kawasan tersebut, berupa penampakan alam dari Sungai Sempu. Hal ini lah yang akhirnya membuat beliau berinisiatif membuat suatu usaha kuliner yang tidak hanya menyajikan makanan dan minuman saja, tetapi juga menyajikan suasana dari alam sekitar. Setelah berhasil merombak kawasan Joglo Pari Sewu agar layak dikunjungi, seekitar tahun 2018-2019 tempat ini booming dan mengalami kenaikan pengunjung yang pesat.

Tentu di sepanjang perjalanan usaha kuliner Joglo Pari Sewu tidak selalu baik- baik saja, ada kalanya mengalami masalah internal seperti permasalahan operasional maupun dengan pihak eksternal. Salah satu masalah utama yang dihadapi, yakni adanya sebagian masyarakat sekitar yang menentang adanya usaha tersebut, “yang menentang itu pasti ada, tapi balik lagi dari bagaimana kita menyikapinya… Kami berusaha sebaik mungkin untuk memberi dampak baik ke masyarakat, agar bisa diterima” ujar pembicara talkshow. Dan terbukti bahwa sebagian keuntungan yang didapat dari Joglo Pari Sewu diberikan kepada pemerintah desa sekitar untuk keperluan pembangunan desa.
Selain memaparkan tentang daya tarik, sejarah perjalanan usaha, hambatan yang dilalui, dan solusi yang dilakukan, Bpk. Guntur Cahyo Hartanto juga memberikan kiat- kiat dalam membangun dan menjalankan suatu usaha, seperti berikut: (1) Kenali potensi dalam membangun bisnis; (2) Jangan mudah patah semangat, karena hambatan dan kegagalan; (3) Cari berbagai kemungkinan untuk mengatasi hambatan yang ada; (4) Konsisten dan dinamis ; (5) Ikhtiar dan doa.
Sebagai tambahan, pada akhir sesi talkshow Bpk. Guntur Cahyo Hartanto secara khusus melakukan virtual tour kawasan Joglo Pari Sewu sebagai bentuk interaksi dengan peserta talkshow.

1 note
·
View note
Text
Lonjakan Wisatawan saat Libur Lebaran: Siapa yang Salah?
Tak disangka pemberlakuan pelarangan mudik Lebaran tahun ini oleh pemerintah akan menjadi pemicu ledakan wisatawan pada beberapa destinasi wisata. Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah melaporkan, mobilitas orang saat libur Lebaran Idul Fitri 1441 H ke tempat wisata naik sebesar 100,8%.
By Juwita Sari Rizky Millenia Dewi
Kita semua tahu bahwa pandemi COVID-19 belum juga usai, tetapi banyak masyarakat Indonesia yang sudah tidak mematuhi prorokol kesesehatan (prokes), khususnya menjauhi kerumunan. Destinasi wisata mana sajakah yang mengalami lonjakan pengunjung selama libur lebaran?
1. Taman Impian Jaya Ancol. Pada hari pertama Lebaran mencapai 30 ribu wisatawan. Sedangkan, hari kedua Lebaran ada 10 ribu wisatawan.
2. Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Pada Lebaran hari pertama pukul 16.00 WIB mencapai 11.770 wisatawan.
3. Kebun Binatang Ragunan. Pada hari kedua Lebaran menerima lebih dari 11 ribu wisatawan.
4. DIY juga turut menjadi target wisatawan. Selama libur Lebaran, Gunung Kidul telah menerima total 57 ribu wisatawan.
5. Wisata alam Tangkuban Parahu. Namun, di sini masih melaksanakan prokes yang ketat dan membatasi kapasiatas pengunjung yang datang.
Peran pemerintah dalam menyikapi lonjakan wisatawan ini, yaitu dengan menutup sementara destinasi wisata. Menurut Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudistira, kebijakan penutupan tersebut sudah tepat. Beliau juga beranggapan bahwa pembukaan destinasi wisata pada hari besar seperti hari raya Idul Fitri dilakukan tanpa persiapan yang matang. Dari perspektif ekonomi, yang perlu dikhawatirkan adalah paska lebaran kebijakan pengetatan mobilitas bisa saja dilakukan. Efeknya akan menurunkan lagi geliat ekonomi di seluruh sektor termasuk pariwisata.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa Indonesia belum belajar dari pengalaman masa lalu, yaitu saat Lebaran Idul Fitri 2020. Dicky menyebutkan, pengendalian pandemi yang lemah berdampak signifikan terhadap kenaikan kasus COVID-19 harian pada saat itu. Kasus harian karena libur Lebaran tahun 2020 mencapai 93%. Selain beliau, ada juga Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Riris Andono Ahmad berpendapat bahwa pemerintah Indonesia harusnya dapat belajar dari peningkatan kasus COVID-19 di India yang terjadi akibat adanya libur festival keagamaan.
Jika mencari siapa yang salah mungkin akan mudah jika dilimpahkan kepada pemerintah. Namun, sebagai masyarakat apakah kita sudah benar-benar menjalankan protokol kesehatan dengan maksimal? Tentu saja jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Menurut saya, dalam kasus lonjakan wisatawan ini antara pemerintah dan masyarakat sama-sama salah. Kurangnya antisipasi pemerintah dalam menghadapi libur Lebaran dan larangan mudik yang diberlakukan malah membuat masyarakat memilih liburan di kota masing-masing secara serentak. Akan tetapi, jika pemerintah menutup tempat wisata juga akan membuat ekonomi Indonesia kembali lesu. Kesalahan masyarakat di sini, yaitu kurang dapat mematuhi protokol kesehatan karena mayoritas sudah mulai beradaptasi dan tidak takut terhadap virus. Padahal saat ini mutasi virus COVID-19 semakin mengerikan. Kalau kita lihat memang rata-rata kepatuhan menjaga jarak cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kepatuhan menggunakan masker di tempat-tempat wisata sehingga potensi terjadi kerumunan pada saat libur Idul Fitri akan tinggi (Dewi, 2021).
Kesimpulannya, pemerintah perlu bersiap apabila kasus harian kembali naik termasuk kesiapan fasilitas kesehatan dan tempat isolasi. Dan tentu saja, anggaran stimulus untuk seluruh sektor usaha harus ditambah jika mobilitas kembali diperketat. Sedangkan, masyarakat perlu meningkatkan lagi awarenessmengenai bahaya COVID-19, walaupun sudah mulai beradaptasi dan mematuhi protokol kesehatan secara ketat dimana pun berada, termasuk menjaga jarak. Apalagi dengan adanya mutase virus Covid 19 dengan beberapa varian baru yang jauh lebih berbahaya.
Referensi
Alfadillah. “Potret Mengerikan Tempat Wisata yang Penuh Pengunjung Saat Libur Lebaran 2021.” Edited by Andari Novianti. Kumparan, 17 Mei 2021, https://kumparan.com/kumparantravel/potret-mengerikan-tempat-wisata-yang-penuh-pengunjung-saat-libur-lebaran-2021-1vlDAH30pL1/full. Accessed 21 Mei 2021.
Kustiani, Rini, editor. “Ledakan Kasus Covid-19 India, Destinasi Wisata Yogyakarta Mestinya Tutup Sesaat.” Tempo.co, 18 Mei 2020, https://travel.tempo.co/read/1453853/ledakan-kasus-covid-19-india-destinasi-wisata-yogyakarta-mestinya-tutup-sesaat. Accessed 21 Mei 2021.
Mufarida, Binti. “Satgas: Mobilitas Orang ke Tempat Wisata saat Libur Lebaran Naik 100,8%.” Nasional.sindonews, 16 Mei 2021, https://nasional.sindonews.com/read/428428/15/satgas-mobilitas-orang-ke-tempat-wisata-saat-libur-lebaran-naik-1008-1621148734. Accessed 21 Mei 2021.
Rahma, Athika. “Tempat Wisata Dipadati Pengunjung, Siap-Siap Ekonomi Kembali Loyo.” Liputan6, 16 Mei 2021, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4558794/tempat-wisata-dipadati-pengunjung-siap-siap-ekonomi-kembali-loyo. Accessed 21 Mei 2021.
Rizal, Jawahir Gustav. “Antisipasi Ledakan Kasus Pasca-wisata Epidemiolog.” Edited by Inggried Dwi Wedhaswary. Kompas, 16 Mei 2021, https://www.kompas.com/tren/read/2021/05/16/193000365/antisipasi-ledakan-kasus-pasca-wisata-lebaran-ini-saran-epidemiolog?page=all#page2. Accessed 21 Mei 2021.
2 notes
·
View notes
Text
S-TEC (Sriharjo-Tourism, Economic, and Culture) Pelatihan dan Pemberdayaan Desa Wisata Berbasis Slow Tourism

Banyaknya kunjungan wisatawan tidak selalu berdampak positif terhadap suatu destinasi wisata. Berkaca pada kasus yang telah terjadi di beberapa destinasi wisata yang hampir setiap hari mengalami kemacetan, lonjakan harga tiket parkir, dan kerusakan lingkungan ketika musim liburan tiba. Fenomenia seperti ini dikenal dengan istilah overtourism.
Oleh Divisi Litbang HIMAPA
Menurut UNWTO overtourism merupakan dampak pariwisata terhadap destinasi, atau bagiannya, yang secara berlebihan mempengaruhi kualitas hidup warga dan/atau kualitas pengalaman pengunjung secara negatif.
Kasus overtourism jika tidak memperhatikan aspek daya dukung pariwisata (tourism carrying capacity) dalam suatu destinasi maka semakin besar peluang terjadinya overtourism. Menyorot pada dampak negatif yang menimpa masyarakat lokal, perubahan lingkungan fisik yang tidak dikehendaki, kerusakan sumber daya, dan kepadatan kerumunan yang berlebihan. Usaha untuk menghindari kasus overtourism dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti mempromosikan destinasi wisata lain, membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung, edukasi tentang menjaga lingkungan destinasi wisata, dan menawarkan konsep wisata alternatif seperti slow tourism, ecotourism, dan adventure experiential.
Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Sriharjo yang ingin mengembangkan pariwisata demi meningkatkan kesejahteraan desa. Desa Sriharjo adalah desa yang secara adminisratif terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah desa sebesar 502,36 Ha dan berada di ketinggian 0 mdpl hingga ± 250 mdpl. Pada tahun 2018 sedikitnya terdapat 9.439 jiwa yang terdiri dari 3.020 KK dengan penduduk laki-laki 4.681 jiwa dan perempuan 4.758 jiwa. Masyarakat desa ini sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan peternakan yang dilintasi oleh Sungai Opak dan Oya.
Pada tanggal 23 Agustus 2020 – 10 Desember 2020 Tim Sriharjo-Tourism, Economic, and Culture (S-TEC) HIMAPA FIB UGM berkesempatan mengembangkan slow tourism di Desa Sriharjo melalui Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) yang didukung oleh Kemdikbud. Slow tourism adalah jenis wisata yang didasarkan pada konsep waktu yang lambat dalam aktivitas berwisata. Wisatawan dilibatkan pada pengalaman berwisata yang lebih mendalam, otentik, tinggal lebih lama, serta lebih sedikit bepergian untuk mencari pengalaman dalam menjelajah budaya lokal dan mendukung lingkungan (Dickinson dan Lumsdon, 2010). Rawlinson (2011) menyatakan memperlambat pergerakan selama berwisata sama halnya dengan istilah slow tourism atau slow travel. Slow tourism disebut-sebut sebagai penangkal dari fenomena overtourism yang disebabkan adanya mass tourism, yang berasal pada pergerakan cepat wisatawan dalam perjalanan wisata. Pearce (2018) yang menjabarkan slow tourism sebagai salah satu bentuk perilaku positif oleh wisatawan pintar dalam mengatasi fenomena overtourism. Kegiatan Tim S-TEC merujuk kepada perencanaan pariwisata dengan memperhatikan faktor-faktor perencanaan menurut Cooper et al. (2005), Goeldner dan Ritchie (2009), serta Mason (2003) dalam Lohman dan Netto (2016). Program S-TEC yang berisi kegiatan pelatihan dan pemberdayaan masyarakat yang diikuti oleh perwakilan pokdarwis, pengelola wisata, dan pemuda di Dusun Wunut, Sompok, dan Pengkol. Kegiatan ini diharapkan dapat mengoptimalkan lingkungan alam dan budaya menjadi desa wisata berkonsep slow tourism. Sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan warga Desa Sriharjo dengan semakin terbukanya jenis mata pencaharian baru dan pemasukan dana desa melalui sektor pariwisata. Selain itu, juga tetap mengedepankan keberlanjutan aspek lingkungan alam, sosial, dan budaya. Tidak hanya melakukan pengembangan atraksi wisata dan pemberdayaan warga desa mengenai perencanaan pariwisata, pengelolaan pariwisata, pembuatan atraksi wisata baru seperti Pojok Edukasi yang merupakan titik-titik lokasi adanya papan kode QR berisikan informasi sejarah, budaya, dan kekayaan alam Desa Sriharjo. Program ini sejalan dengan target Desa Budaya sebagaimana dijelaskan di RPJM Desa Sriharjo yang ditargetkan akan tercapai pada periode pembangunan enam tahunan yang akan selesai pada tahun 2025. Pembuatan atraksi dengan QR merupakan upaya pelestarian budaya agar tetap adaptif dan mudah diakses diera industri 4.0. Kegiatan yang lain seperti pembuatan panduan mitigasi bencana, pemetaan daerah rawan bencana, dan pemasangan tanda pada titik rawan bencana. Karena memang Desa Sriharjo memiliki kondisi geografis yang diapit oleh perbukitan dan sungai sehingga kawasan ini rawan bencana banjir dan longsor, hal tersebut dilakukan untuk menjaga keamanan penduduk desa dan wisatawan. Program S-TEC telah berhasil membangun pengetahuan dan keterampilan warga desa dalam mengelola pariwisata dengan konsep slow tourism. Melalui program ini, S-TEC mengintegrasikan potensi wisata tiga dusun di Desa Sriharjo kedalam satu wujud paket wisata slow tourism. S-TEC menciptakan kemandirian ekonomi dan pelestarian budaya di Desa Sriharjo dengan dibarengi masyarakat yang mulai peduli dengan pengelolaan pariwisata berkelanjutan.
Referensi
Dickinson, J. & L. Lumsdon. 2010. Slow Travel and Tourism. London: Earthscan.
Lohman, G., & Netto, A. P. (2016). Tourism theory: Concepts, models and systems. Cabi.
Pearce, P. L. (2018, March). Limiting overtourism; the desirable new behaviours of the smart tourist. In Proceedings of the Tourism Intelligence Forum (t-Forum) Global Exchange Conference (pp. 11-13).
Pemerintah Desa Sriharjo. (2019). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Sriharjo.
Rawlinson, J. (2011). The Evolution of Slow Travel International March 2011. Dakses pada 27 Januari 2021.
World Tourism Organization. (2004) Tourism Congestion Management at Natural and Cultural Sites, UNWTO, Madrid.
2 notes
·
View notes
Text
Dave Kitchen, Resto Kekinian yang Tak Lubangi Kantong

Menjamurnya café dan resto dihampir setiap daerah sudah menjadi hal biasa bagi kalangan milenial sekarang ini, tak terkecuali di Yogyakarta. Sebagai salah satu kota yang padat pendatang khususnya mahasiswa, membuka gerai makanan merupakan salah satu peluang bisnis yang cukup menjanjikan. Hal tersebut menjadikan masyarakat sekitar dan pengusaha berlomba-lomba untuk membuka gerai makanan unik, enak, dan tentunya terjangkau kantong mahasiswa. Peluang tersebut pula yang dimanfaatkan pemilik untuk membuka Dave Kitchen.
Divisi Kewirausahaan
Resto ini terletak di Jalan Babarsari No. 23d, Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta. Daerah Babarsari sendiri memang terkenal dengan banyaknya gerai makanan, mulai dari kaki lima, café, resto, dan sebagainya. Terlebih di Babarsari juga merupakan salah satu area padat mahasiswa karena terdapat beberapa universitas, seperti Universitas Atmajaya, Universitas Proklamasi 45 dan Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY). Dilihat dari peluang bisnis, dapat dikatakan Dave Kitchen berada di lokasi yang cukup strategis.
Saat pertama kali masuk, kita akan langsung disambut oleh pramusaji yang ramah. Terdapat 2 lantai di Dave Kitchen dengan area yang cukup luas untuk setiap lantai sehingga cocok dijadikan tempat untuk mengerjakan tugas atau sekadar bersantai dengan teman. Tersedia pula fasilitas wifidan stop kontak di beberapa spot, semakin menunjang kenyaman bagi mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas maupun belajar. Meja-meja yang ada pun cukup luas dan tempat duduk yang disediakan juga hampir semuanya merupakan sofa yang diatur berjarak, sehingga membuat pengunjung sangat nyaman dan juga cukup aman diera pandemi sekarang. Pada dinding bangunan juga terdapat mural-mural unik dan hiasan dinding yang menambah kesan artistik resto ini. Dave Kitchen dapat menjadi salah satu pilihan bagi kaum milenial yang gemar mencari tempat 'nongkrong' dan instagramable.


Makanan dan minuman yang disajikan pun beragam, seperti Spicy Chicken dan Jumbo Special. Spicy Chicken adalah nasi yang disajikan bersama ayam krispi dengan saus pedas dan taburan wijen. Jumbo Special adalah berbagai olahan ayam yaitu chicken wings krispi, ayam lada hitam, dan ayam merah asam manis yang disajikan dengan nasi serta diatasnya diberi mayonaise. Pada setiap porsi juga tak ketinggalan dilengkapi garnishberupa timun dan tomat. Kedua menu sederhana ini cukup enak dan memang sudah akrab di lidah milenial.. Tekstur ayam pun lembut dan mudah dikunyah serta kulit ayamnya pun renyah. Lalu dari segi penyajian, makanan yang disajikan terlihat menarik dan menggugah selera. Selain itu, porsi yang diberikan pun terbilang cukup banyak dan mengenyangkan. Kemudian untuk harga para pengunjung tak perlu khawatir karena harga tidak akan melubangi kantong.
Menariknya lagi, bukan hanya mahasiswa yang memadati restoran dua lantai tersebut, melainkan cukup banyak pula driver ojek online yang mengantre sebab Dave Kitchen sendiri telah bermitra dengan GoFood dan GrabFood. Perlu diketahui memang bahwa restoran ini tidak pernah sepi pengunjung, apalagi jika hari sudah mulai petang. Namun, bagi pengunjung yang makan di tempat tidak perlu bosan karena terdapat beberapa mainan yang dapat digunakan pengunjung sembari menunggu pesanan seperti kartu remi, kartu uno, uno stacko, ular tangga, dan monopoli serta terdapat juga beberapa buku bagi yang gemar membaca. Di setiap lantai juga dipasangAC sehingga menambah kenyamanan pengunjung.
Fasilitas lain yang telah disediakan Dave Kitchen yaitu adanya kamar mandi yang cukup bersih. Namun sayangnya hanya terdapat satu kamar mandi di setiap lantai sehingga pengunjung harus mengantri, terlebih jika tempat ini sedang ramai. Area parkir yang ada pun cukup luas dan juga terdapat meja penitipan helm untuk menjaga keamanan karena let ak resto ini yang berada di pinggir jalan. Selain itu, pengunjung juga dimudahkan jika hendak membayar karena dapat membayar dengan GoPay maupun OVO dan tak ketinggalan juga terdapat cashback. Bagi mahasiswa dan kaum milenial yang tetap ingin makan enak di resto yang nyaman dan instagramable, Dave Kitchen dapat menjadi salah satu pilihan yang tak boleh dilewatkan!
2 notes
·
View notes
Text
Jiwa-Jawi, Restoran Unik yang Tersembunyi
(1,2)
Restoran ini merupakan restoran unik dengan desain interior rumah joglo dan berada di tengah hutan yang membuat udaranya sejuk serta suasana yang asri membuat nyaman pengunjung yang mendatangi tempat ini.
By Putri Ari Purnama
Jalanan desa akan kita lalui ketika mendekati suatu tempat bernama Jiwa-Jawi. Jiwa-Jawi merupakan suatu restoran yang terletak di Banyutemumpang RT 01, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, D.I Yogyakarta. Restoran ini merupakan restoran unik dengan desain interior rumah joglo dan berada di tengah hutan yang membuat udaranya sejuk serta suasana yang asri membuat nyaman pengunjung yang mendatangi tempat ini. Restoran ini buka pada hari Selasa sampai Minggu dan buka pada pukul 08.00 – 21.00 WIB tetapi waktu terakhir pemesanan yaitu pukul 20.30 WIB. Kisaran harga makanan dan minumannya juga cukup terjangkau karena hanya berkisar antara Rp20.000 sampai Rp50.000.
Restoran Jiwa-jawi terletak ditengah-tengah rumah penduduk. Restoran ini sudah cukup dikenal oleh masyarakat Jogja karena marketing restoran ini merambah dunia media sosial yaitu instagram. Di akun instagram-nya yang memiliki username @Jiwajawijogja memberikan informasi yang cukup lengkap seperti terdapat hari dan waktu bukanya restoran serta kontak untuk melakukan reservasi. Akun instagram restoran ini juga menampilkan beberapa foto yang mendeskripsikan tempat yang ada disana sehingga menarik pengunjung untuk datang langsung dan menikmatinya karena tempat yang disediakan cukup instagramable. Alamat restoran ini juga mudah dikenal karena sudah terdaftar di Google Maps. Jika pengunjung bingung, ada petunjuk arah menuju restoran ini. Makanan dan minuman yang dihidangkan juga enak. Menu-menu makanan ringannya sangat cocok untuk disantap sambil menikmati suasana restoran. Tak hanya itu, di restoran ini juga terdapat menu makanan berat. Satu hal yang menarik perhatian saya, yaitu adanya stop kontak di setiap sudut tempat sehingga sangat berkemungkinan untuk membawa pekerjaan, tugas kuliah, dan semacamnya untuk dikerjakan disini karena suasana yang sunyi dapat meningkatkan konsentrasi.
Jiwa-jawi memiliki beberapa hal yang harus dibenahi. Petunjuk jalan memang sudah ada, tetapi jalanan yang kecil dan belum beraspal sedikit menyusahkan pengendara mobil apalagi dengan penerangan yang kurang dimalam hari. Jiwa-jawi merupakan tempat nyaman untuk mengerjakan tugas dan semacamnya, tetapi sayangnya di restoran ini belum ada fasilitas wifi dan sinyal yang cukup susah sehingga cukup sulit bagi pengunjung untuk mengakses internet. Menu minuman di restoran ini enak, tetapi untuk makanan masih perlu ditingkatkan.
Dari semua hal yang dimiliki restoran ini, Jiwa-Jawi memiliki pesan untuk sejenak meninggalkan dunia maya agar dapat saling berbincang satu dengan yang lainnya menikmati suasana sunyi dan nyaman layaknya rumah. Konsep rumah ini membuat banyak pengunjung kembali datang dan menghabiskan waktu di restoran ini. Layaknya rumah yang selalu menjadi tempat kembali, keunikan Jiwa-Jawi membuatnya layak menjadi surga yang tersembunyi.
2 notes
·
View notes
Text
Pasar Kangen Sang Obat Kangen
(klik untuk sumber gambar)
Masa-masa indah itu selalu terngiang seakan ingin kembali dan tidak ingin melanjutkan masa dewasa yang semakin sulit dirasa.
By Putri Ari Purnama
Semakin dewasa kerinduan akan masa kecil terus menyeruak. Masa-masa indah itu selalu terngiang seakan ingin kembali dan tidak ingin melanjutkan masa dewasa yang semakin sulit dirasa. Pada bulan Juli 2019, Yogyakarta sedang menyajikan aneka ragam pesta bagi warganya. Ragam pesta tersebut yaitu Festival Kesenian Yogyakarta, Art Jog, Indienation, Menoreh Night Festival, dan Pasar Kangen. Acara-acara tersebut menjadi perhatian bagi masyarakat Yogyakarta, mahasiswa perantauan, bahkan wisatawan dari luar Yogyakarta.
Pasar Kangen dilaksanakan pada tanggal 12-20 Juli di Taman Budaya Yogyakarta. Acara yang diadakan selama sembilan hari tersebut merupakan acara yang berbentuk festival. Banyak hal yang dapat ditemui di Pasar Kangen, seperti: stand-stand yang menjual jajanan-jajanan tradisional seperti es potong, rambut nenek, kue pukis, getuk, jajanan pasar, dan berbagai makanan lainnya, Bahkan, ada juga makanan khas India. Jika berkunjung ke Pasar Kangen kita juga dapat menemui pertunjukan-pertunjukan kebudayaan seperti karawitan, tari-tarian, dan berbagai kebudayaan lainnya khususnya budaya Jawa. Tidak hanya pertunjukan serta makanan yang dapat membuat kita bernostalgia, Pasar Kangen juga menyajikan berbagai permainan rakyat seperti egrang yang bisa dicoba oleh pengunjung. Jika belum puas membeli makanan untuk mengobati rasa kangen, Pasar Kangen juga menyediakan stand stand kerajinan, aksesoris, mainan tempo dulu, serta barang-barang antik, klasik, dan memiliki kenangan seperti shampo yang memiliki kemasan lama, kamera zaman dulu, juga majalah-majalah lama. Pasar Kangen juga memiliki stand panggung apresiasi yang memperbolehkan pengunjung untuk menampilkan kemampuannya seperti bernyanyi dan bermain musik. Hal tersebut menjadikan pengunjung merasa dapat menjadi bagian di dalam Pasar Kangen ini.
Waktu pelaksanaan Pasar Kangen juga menjadi salah satu strategi yang baik karena pada pertengahan Juli sampai akhir Juli, mahasiswa sudah selesai ujian dan banyak ujian yang dilaksanakan di Yogyakarta yang terkenal sebagai kota pelajar. Sebagai contoh Ujian Tulis UGM yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juli yang membuat para peserta ujian mencari tempat untuk menyegarkan pikiran sebelum atau sesudah ujian. Tempat yang digunakan untuk melaksanakan festival ini juga sangat strategis karena sangat dekat dengan pusat kota dan tentunya pusat wisata Yogyakarta yaitu Malioboro.
Penyajiannya yang epic memang mampu mendapatkan perhatian dari pengunjung, tetapi hal tersebut juga membuat Pasar Kangen dipenuhi pengunjung yang hasilnya membuat pengunjung merasa tidak nyaman karena berdesak desakan. Alur yang tidak dibuat satu arah juga membuatnya menjadi tidak kondusif dengan animo masyarakat yang tinggi. Bahkan ketika saya mengunjungi Pasar Kangen pada pukul 08.30 WIB, sudah tidak banyak makanan yang bisa saya temui dan saya beli karena sudah habis. Tidak hanya makanan, barang-barang yang dijual oleh para pedagang juga ada yang habis apalagi barang-barang yang memiliki kenangan lebih dan sudah tidak dapat ditemui di masa kini seperti mini-minian yang merupakan mainan kertas yang dapat dipotong dan memiliki bentuk seperti barbie tetapi dalam wujud 2 dimensi. Beruntungnya saya mendapat dua lembar yang dapat mengingatkan saya tentang mainan masa kecil saya denan harga Rp1.000,00 per lembar.
(klik untuk sumber gambar)
Pasar Kangen sungguh menjadi pengobat rindu bagi banyak orang. Hal-hal yang dapat ditemui didalamnya membuat para pengunjung merasa nyaman dan tersenyum mengenang segala kejadian dimasa lalu. Pasar Kangen menjadi tempat rehat sejenak dari rutinitas dan untuk merasakan kembali ke masa lalu tanpa harus meninggalkan masa kini serta menghawatirkan masa depan. Pasar Kangen mengajarkan bahwa setiap masa memiliki kenangan dan memiliki pengalaman yang membuat saya sadar bahwa masa kini kelak juga akan menjadi pengalaman serta kenangan yang tidak terlupakan. Nah seru banget kan? Yuk, kita lakukan hal-hal terbaik untuk kenangan luar biasa di masa depan.
1 note
·
View note