Tumgik
#masdani
mrtaufik · 6 years
Photo
Tumblr media
Creating this supposed to be updated family picture in the middle of our holiday in #Jogjakarta 😊😊😊 Thanks a lot to #MasDani who have taken this beautiful photo (wish he one time find this thanks message ☺). #SwissBelBoutique #FamilyHoliday (at Swiss-Belboutique Yogyakarta)
0 notes
gacougnol · 6 years
Photo
Tumblr media
Vasco Ascolini Palais Masdani, Reggio Emilia 1993
52 notes · View notes
happyday1983 · 7 years
Text
Selamat Hari Kartini
Selamat Hari Kartini.. Semoga semangat dan sejarah juang Dewi Sartika, Rohana Kudus, Hj. Rangkayo Rasuna Sa'id, MW Maramis, Fatmawati, Siti Manggopoh, Opu Daeng Risadju, dan Johanna Masdani tetap jadi sari tauladan bagi perempuan Indonesia.. Seperti visi dari Rohana Kudus : "Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki - laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakuan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan."
1 note · View note
Text
SEJARAH INDONESIA DARI SUMPAH PEMUDA SAMPAI REFORMASI
Muzammil , XII Ips 4 Pemuda adalah agent of change. Terkait dengan Sumpah Pemuda, ungkapan ini benar adanya. Dalam sejarahnya, perjuangan Bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari belenggu kolonialisme, yang lebih mengutamakan fanatisme kedaerahan selama tiga abad, memasuki sejarah baru dengan bangkitnya sejumlah pemuda mendirikan organisasiorganisasi kepemudaan nasional. Perjuangan yang pada awalnya lebih bersifat kultural berubah menjadi perjuangan yang membawa isu-isu nasionalisme dengan lebih mengedepankan diplomasi politik. Tercatat pada tahun 1915-an berdiri sejumlah besar organisasi kepemudaan yang masih bersifat kedaerahan, seperti Tri Koro Darmo yang kemudian menjadi Jong Java (1915), Jong Soematranen Bond (1917), Jong Islamieten Bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Roekoen dan Pemoeda Kaoem Betawi. Organisasi tersebut bersifat kedaerahan dan kelompok khusus. Adapun Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI) yang berdiri setelah selesai Kongres Pemuda I pada tahun 1926 memiliki perberbedaan, yaitu bersifat lintas primordial; organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Tokoh-tokohnya adalah Sigit, Soegondo Djojopoespito, Soewirjo, S. Reksodipoetro, Moehammad Jamin, A. K Gani, Tamzil, Soenarko, Soemanang, dan Amir Sjarifudin. PPPI memprakarsai dilaksanakannya Kongres Pemuda II. Kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam kesempatan itu, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan sebagaimana termuat dan dibacakan di akhir kongres. Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, sebagai hal yang dibutuhkan dalam perjuangan. Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia Raja” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia, berbunyi: POETOESAN KONGRES PEMOEDA-PEMOEDA INDONESIA Kerapatan pemoeda-pemoeda Indonesia jang berdasarkan dengan nama Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Batak Bond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi, dan Perhimpoenan Peladjar Indonesia. Memboeka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di negeri Djakarta. Sesoedahnja mendengar segala isi-isi pidato-pidato dan pembitjaraan ini. Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan: Pertama Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan asas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelanperkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloearkan kajakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar poetoesannja: Kemajoean Sedjarah Bahasa Hoekoem Adat Pendidikan dan Kepandoean Dan mengeloearkan penghargaan soepaja ini disiarkan dalam segala soerat kabar dan dibatjakan dimoeka rapat perkoempoelanperkoempoelan. Djakarta, 28 Oktober 1928 Kongres Pemuda II telah membangkitkan bersatunya gerakan pemuda bersifat nasional, memperoleh reaksi yang kurang menyenangkan dari pemerintah kolonial. Di mata kolonial Belanda, semangat Sumpah Pemuda yang terwadahi dalam statu gerakan organisasi merupakan kekuatan yang mengancam keberlansungan kegiatan eksploitasipenjajahan. Untuk itu, beberapa pejabat kolonial berupaya untuk memperlemah persatuan dengan memberikan angin sepoi-sepoi segar terhadap bangkitnya daerahisme kepada pribumi yang masih memendam sisa-sisa semangat patrimonial, sebagaimana dilakukan oleh Hendrikus Colijn mantan Menteri Urusan Daerah Jajahan, kemudian Perdana Menteri Belanda, Veteran perang Aceh dan bekas ajudan Gubernur Jenderal van Heutz, mengeluarkan reaksi negatif berupa pamflet yang menyatakan bahwa kesatuan Indonesia sebagai suatu konsep kosong. Katanya, masing-masing pulau dan daerah Indonesia ini adalah etnis yang terpisahpisah sehingga masa depan jajahan ini tak mungkin tanpa dibagi dalam wilayahwilayah. Suatu pernyataan yang merendahkan dan memandang sebelah mata terhadap gerakan pemuda tersebut, juga dinyatakan bahwa Belanda telah berkuasa di Indonesia selama tiga setengah abad dan akan berkuasa tiga setengah abad lagi. Sebagaimana yang diberitakan bahwa kerapatan dikunjungi beratus-ratus orang, dimana bagi siapa yang menyaksikan sendiri akan berbesar hati karena pemoeda-pemoeda kita bukan baru mencita-citakan saja, tapi telah tegak berdiri di pusat persatuan dan kebangsaan. Dalam kesempatan inipun telah diperdengarkan untuk pertama kali kepada umum oleh Pemoeda W.R. Soepratman, lagu Indonesia Raja. Dalam POETOESAN CONGRES PEMOEDA-PEMOEDI INDONESIA, tercatat bahwa “Poetra dan Poetri Indonesia” mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia; mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sebagai realisasi penyatuan ini, pada tanggal 31 Desember 1930 jam 12 malam, Jong Java, Perhimpunan Pemoeda Indonesia, Jong Celebes, Pemoeda Soematra (awalnya bernama Jong Sumatranen Bond) telah berfusi menjadi satu dan membentuk Perkoempoelan Indonesia Moeda. Para anggota panitia Kongres Pemuda ke II terdiri dari pemuda-pemudi Indonesia yang di kemudian hari amat berperan dalam gerakan pemuda yang memperjuangkan kebangsaan dan kemerdekaan. Di antaranya terdapat nama, Soegondo Djojopoespito dari PPPI (ketua), Djoko Marsaid dari Jong Java (wakil ketua), Muhammad Jamin dari Jong Sumatranen Bond (Sekretaris), Amir Sjarifudin dari Jong Sumatranen Bond (bendahara), Djohan Mu Tjai dari Jong Islamieten Bond. Kontjosoengkoeno dari P.I, Senduk dari Jong Celebes, J. Lemeina dari Jong Ambon dan Rohyani dari Pemoeda Kaum Betawi. Panitia didukung tokoh-tokoh senior seperti Mr. Sartono, Mr. Muh Nazif, A.I.Z Mononutu, Mr. Soenario. Dalam kongres ikut berbicara tokoh-tokoh besar kebangsaan lainnya seperti S. Mangoensarkoro, Ki Hadjar Dewantoro, dan Djokosarwono. Hadir sebagai undangan sekitar 750 orang. Terdapat nama-nama yang kemudian terkenal seperti Kartakusumah (PNI Bandung), Abdulrachman (B.O Jakarta), Karto Soewirjo (P.B Sarekat Islam), Muh. Roem, Soewirjo, Sumanang, Masdani, Anwari, Tamzil, AK Gani, Kasman Singodimedjo, Saerun (wartawan Keng Po), WR Supratman. Dari Volksraad yang hadir adalah Soerjono dan Soekawati dan dari pihak Pemerintah Hindia Belanda yang hadir adalah Dr. Pyper dan Van der Plas. Jelas bahwa Kongres Pemuda II yang mengikrarkan Sumpah Pemuda bukan pekerjaan dalam sedikit waktu saja, dan terang juga bukan hasil usaha dari beberapa gelintir orang saja. Hal ini merupakan perjuangan panjang sejak Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908. Bahkan ada sebuah peristiwa lainnya yaitu ketika tahun 1904 Dr A. Rivai lulus ujian dokter sebagai Nederland Arts di Utrecht Belanda, pupus sudahlah anggapan jelek bahwa bangsa Indonesia itu “laksheid”. Kata ini amat sakit didengar karena berarti pemalas, tidak punya kemauan bekerja atau berbuat sesuatu. Setelah Indonesia muda terbentuk, berarti pemuda Indonesia memiliki organisasi kepemudaan nasional yang solid, kuat dan bercita-cita menuju kemerdekaan yang lebih pasti. Anggota IM terdiri dari semua pemuda seperti anak-anak SLP, SLA, sekolah khusus, kejuruan sederajat dan mahasiswa. Sejak tahun 1931 kongres demi kongres diadakan sehingga lebih menampakkan eksistensinya. Nyatanya memang IM tidak berafiliasi dengan partai politik. Dari sekilas terhadap peristiwa bersejarah tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian dikenal sebagai “Sumpah Pemuda” terjadi berkat kesepatan yang muncul diantara pimpinan organisasi kepemudaan dan kedaerahan. Berangkat dari konflik secara damai simbolik keberadaan penjajah Belanda yang menyimbolkan berbagai kelompok pribumi sebagai bagian atau berada di bawah Belanda. Masyarakat di wilayah Nusantara terbagi menjadi tiga golongan yakni Eropa, Timar Asing, dan Pribumi. Kata-kata “kami” dalam Sumpah Pemuda menunjukkan keberadaan pihak lain dan ini sekaligus merupakan pencanangan “konflik dengan konsep” terhadap Belanda. Sebagaimana pendapat Asvi Warman Adam, Sumpah Pemuda 1928 dapat dipandang sebagai “Proklamasi” bangsa Indonesia dan perubahan sosial politik yang terjadi dalam dunia ide dan pemikiran. Secara terbuka, “jiwa” dan “roh” bangsa Indonesia “ditiupkan” dalam bentuk Sumpah Pemuda, diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh WR Soepratman di Kramat Raya 106 pada tanggal 28 Oktober 1928. Selanjutnya, jiwa itu menyertai “raga” bangsa (nation) Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 di tengah perjuangan menentang fasis Jepang dan kolonialis Belanda. Sebelum Sumpah Pemuda, konflik dengan kekerasan dilakukan pada tingkat lokal dan didasarkan rasa permusuhan terhadap penjajahan Belanda. Sejak Sumpah Pemuda terjadilah “Pemerdekaan secara simbolik dan mental”, karena saat itu diikrarkan kecintaan pada Indonesia. Ketika itu “Hindia Belanda” secara terbuka telah “didekontruksi” dan sekaligus “direkontruksi” menjadi “Indonesia”. Setelah proklamasi, yakni dalam perang mempertahankan kemerdakaan, kaum nasionalis berkonflik dengan Belanda demi Indonesia, bukan untuk kepentingan lokal lagi. Pada masa Sumpah Pemuda, sentimen kesukuan dan kedaeerahan dikalahkan oleh rasa kebangsaan, mereka yang membawa nama kedaerah dan agama sepakat berpikir dan bertindak sebagai satu bangsa. Demi kepentingan bangsa, mereka rela menyampingkan kepentingan organisai kedaerahan, kesukuan dan keagamaan. C. SUMPAH PEMUDA DALAM LINTASAN SEJARAH BANGSA Sumpah Pemuda yang pada tanggal 28 Oktober tahun 2012 ini akan diperingati dalam usianya yang ke-84, merupakan jiwa pemersatu bangsa, semangat dan roh yang menjiwai perjuangan bangsa. Kaitannya dengan perjuangan proklamasi kemerdekaan, uraian seperti berikut ini tidaklah berlebihan bahwa Sumpah Pemuda merupakan peristiwa besar dan maha penting bagi bangsa kita dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda dan merebut kemerdekaan nasional. Begitu besarnya arti atau peran yang dikandungnya, boleh dikatakan bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan dalam tahun 1945 tidak akan diperoleh oleh bangsa kita, seandainya tidak ada Sumpah Pemuda dalam tahun 1928. Sumpah Pemuda 1928 adalah cikal bakal proklamasi kemerdekaan 1945 yang melahirkan NKRI. Sumpah Pemuda adalah sumber konsep besar persatuan bangsa yang dikenal sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Sumpah Pemuda adalah juga landasan inspirasi gagasan besar Bung Karno yang kemudian dirumuskan dalam Pancasila. Arti penting semangat yang dijiwai oleh Sumpah Pemuda dalam menumbuhkan persatuan yang menjadi modal perjuangan merebut kemerdekaan untuk memasuki masa depan yang lebih baik, dalam perjalanannya sampai dengan era Reformasi telah mengalami berbagai ujian dan cobaan. Sebagian tonggak sejarah bahan tinjauan Sumpah Pemuda setelah tercapainya kemerdekaan, berikut ini dikemukakan beberapa pokok-pokok, di antaranya: 1. Kembali kepada Negara Kesatuan Kemerdekaan 17 Agustus 1945, mendapat ujian dan cobaan. Upaya Belanda untuk menguasai kembali dilakukan berbagai cara dengan segenap kemampuannya. Secara sistematis-politis, upaya memecah belah dilakukan dengan mendorong munculnya kembali semangat kedaerahan dalam wujud proyek Republik Indonesia Serikat dengan mendirikan negara daerah, negara bagian. Proyek itu mengalami kegagalan berkat kemauan dari bangsa Indonesia untuk tetap dalam semangat persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhir dari peristiwa tersebut menyisakan persilangan konsep dasar antara pengakuan kedaulatan dengan penyerahan kedaulatan. 2. Tantangan Eksternal dan Internal Gerakan Kedaerahan Dalam perjalananannya nasionalisme itu ditafsirkan berbeda-beda dari masa ke masa. Ketika Soekarno memegang tampuk kekuasaan, secara eksternal nasionalisme itu dihubungkan dengan kebangkitan dunia ketiga dan perjuangan anti kolonialisme. Adapun secara internal, terkait dengan mulai timbulnya gerakan separatis pada tahun 1956, maka Bung Karno berpidato tentang ”penyimpangan dari Sumpah Pemuda 1928”. Ketika keadaan menjadi kritis tahun 1957, pergolakan daerah muncul, maka justru ketika itu peringatan Hari Sumpah Pemuda dirayakan secara besar-besaran. Diperlukan simbol pemersatu, dan itu diperoleh dari pernyataan pada Sumpah Pemuda. 3. Merengkuh Kembali Wilayah Irian Barat Setelah pergolakan di daerah dapat diatasi, maka Sumpah Pemuda pun dikaitkan dengan Manipol tahun 1960 dan pada tahun berikutnya Sumpah Pemuda merupakan bagian dari slogan untut merebut Irian Barat. 4. Pembangunan Nasional Pada era Orde Baru, nilai-nilai pada Sumpah Pemuda dihubungkan dengan upaya untuk memantapkan landasan pembangunan nasional. Nasionalisme itu diberi makna dan diselaraskan dengan pembangunan yang mengandalkan stabilitas keamanan serta “persatuan dan kesatuan”. Sumpah Pemuda bukan hanya simbol pemersatu, tetapi mengakui adanya pluralisme bangsa. Setelah Soeharto jatuh, muncul istilah kemajemukan, sesuatu yang jarang disebut pada masa sebelumnya. 5. Tantangan nasionalisme Pada era Reformasi, ide nasionalisme kembali di bawah bayang-bayang konflik komunal dan apa yang sering disebut sebagai “disintegrasi nasional”. Peristiwa Poso, Sampit, Aceh, dan Irian Jaya yang pada awal reformasi sempat berkobar panas membara tersulut oleh lepasnya Timor Timur dari bumi pertiwi, satu demi satu dapat didinginkan oleh upaya yang disemangati oleh roh persatuan dalam Sumpah Pemuda. Pencerahan reformasi dalam politik kebangsaan, tantangan keterpurukan harkat dan martabat bangsa mestinya dapat menyingkirkan kepentingan sempit kelompok partai sebagaimana dipertontonkan oleh elite partai. D. REFORMASI DALAM SEMANGAT SUMPAH PEMUDA Masa depan bangsa terletak di tangan pemuda. Sebagaimana Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama, proklamator kita pernah berucap “Berikan aku 10 pemuda dan akan aku goncang dunia”. Demikian pula yang dikemukakan oleh Ben Anderson dalam Revolusi Indonesia, bahwa pemuda merupakan sumber kekuatan utama revolusi. Sejarah Indonesia juga mencatat runtuhnya dua rezim karena gerakan pemuda. Tritura yang lahir dari gerakan pemuda tahun 1966 berhasil menghapuskan komunisme di tanah air. Dan tentunya masih terekam dengan jelas gerakan reformasi 1998 yang memakan korban sejumlah pemuda dan menjadi titik balik demokrasi di Indonesia, dipelopori oleh pemuda. Pemuda selalu berperan dalam setiap zaman. Ketika kolonialisme tidak lagi pada masanya, pemuda harus tetap memainkan peran dalam perang ekonomi global abad ini. Sumpah pemuda lahir karena adanya ruang-ruang sempit pemikiran kedaerahan bangsa ini. Mengusung semangat sumpah pemuda, kita harus menghapus batas-batas kedaerahan, agama maupun partai untuk memajukan negara ini sesuai cita-cita dari founding fathers. Hilangkan kepentingankepentingan sempit politik sesaat. Satukan pikiran untuk membawa kemerdekaan yang sesungguhnya kepada bangsa ini. Pembangunan negara ini harus kembali diarahkan ke jalur yang benar. Setelah 84 tahun sumpah pemuda, sudah saatnya pemuda di era reformasi tidak hanya menjadi Agent of Change, tetapi Agent of Solution itu sendiri. Setelah berhasil membidani lahirnya reformasi, suka atau tidak suka, dengan semangat membangun bangsa ke depan, semangat pemuda harus kembali tampil mempelopori perebutan secara beradap di partai politik di Senayan sebagai penentu rumusan perjalanan bangsa dan negara ke depan, menggeser pendompleng-pendompleng reformasi yang telah bertingkah mengingkari roh reformasi. Pada era reformasi, dalam kurikulum sejarah 2004 dimasukkan butir Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia tahun 1925 di negeri Belanda. Manifesto ini dianggap lebih maju dari Sumpah Pemuda karena memadukan unsur persatuan, kesetaraan dan kemerdekaan. Sedangkan pada Sumpah Pemuda hanya terdapat unsur persatuan. Persatuan itu hanya bermakna bila ada kesataraan, dan keduanya hanya dapat diperoleh bila ada kemerdekaan. Kesetaraan juga akan mewujudkan keadilan, sesuatu yang masih dicari sampai sekarang. Pada saat dibacakan Sumpah Pemuda dinyatakan pula bahwa sejarah (persamaan nasib, musuh bersama, tekad untuk hidup bersama le decir d’etre ensemble) memang telah menjadi faktor perekat bangsa. Demikian pula penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada tahun 1928 adalah pilihan yang jitu mengacu kepada masa depan. Bahasa Indonesia yang berasal dari Melayu selama berabad-abad telah digunakan sebagai lingua franca di Nusantara ini. Betapa arifnya pemimpin kita masa itu dengan kesepakatan memilih sebuah bahasa yang bukan digunakan oleh etnis mayoritas Jawa atau Sunda. Setelah berhasil dalam persoalan bahasa, kita juga mampu memecahkan masalah yang tidak kalah peliknya yaitu dasar negara. Pendiri negara ini telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam kaitan itu Piagam Jakarta dinyatakan menjiwai pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Sayang sekali seiring perjalanan waktu, masalah ini kembali diungkit. Harapan ke depan yang lebih cerah, dapat dipetik dari pidato kenegaraan 17 Agustus 2008 oleh Presiden Republik Indonesia: Saudara-saudara, Tahun 2008 ini merupakan tahun yang sangat bermakna bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Tahun ini kita memperingati kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63, bertepatan dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional; 80 tahun Sumpah Pemuda; dan 10 tahun Reformasi. Tonggaktonggak sejarah ini, membuktikan jati-diri Indonesia sebagai bangsa yang besar, bangsa yang tangguh, bangsa yang selalu mampu mengatasi tantangan zaman. Setiap cobaan yang kita alami, membuat kita lebih tegar. Setiap krisis yang kita hadapi, membuat kita lebih kuat. Setiap tantangan yang silih berganti, membuat kita lebih bersatu. Dalam 10 tahun terakhir semenjak bergulirnya reformasi, bangsa Indonesia telah menjalani salah satu era yang paling transformasional dalam sejarah Indonesia modern. Kita tahu, hanya segelintir bangsa-bangsa di dunia yang menghadapi badai dan gejolak bertubi-tubi sebagaimana yang kita alami. Dan hanya segelintir kecil bangsa-bangsa yang mampu bertahan, bahkan bangkit menjadi lebih tegar akibat dari cobaancobaan sejarah tersebut. Dari kondisi yang terpuruk 10 tahun yang lalu, Indonesia kini telah berubah menjadi bangsa yang dinamis dan penuh harapan. Kita sudah pulih dari krisis moneter yang dulu melumpuhkan Indonesia. Kita telah melaksanakan reformasi yang menyeluruh di berbagai sektor. Kita sudah berhasil menjalani transisi demokrasi yang penuh tantangan, yang kini menjadikan Indonesia negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Kita juga berhasil mengembangkan budaya politik baru yang demokratis, yang mengedepankan keterbukaan, kebebasan berpendapat, dan akuntabilitas pada rakyat, di mana sekarang hukumlah yang menjadi panglima. Kita juga berhasil, dalam tahun-tahun terakhir ini, memperkokoh integritas NKRI: Aceh yang damai, Papua yang stabil, serta Maluku, Poso, dan Sampit yang tenteram. Kita berhasil mengatasi bencana alam paling dahsyat di dunia, yaitu tragedi tsunami tahun 2004, dengan semangat solidaritas dan gotong-royong. Dan kita telah kembali menempatkan Indonesia di garis terdepan dalam percaturan regional dan internasional. Semua ini bukanlah prestasi individu atau kelompok, namun prestasi dan kerja keras seluruh bangsa Indonesia. Dengan segala perubahan mendasar ini, kita tetap melestarikan jati-diri bangsa kita, yang tercermin dalam empat pilar: yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Apapun yang terjadi, kita harus terus berpegang teguh pada keempat pilar itu, sebagai landasan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejarah kemudian membuktikan bahwa modal kejuangan diatas amat penting artinya pasca penjajahan Jepang (1942-1945), dimana api Revolusi Kemerdekaan mulai dinyalakan dengan kesadaran adanya kesatuan dan persatuan kebangsaan yang bermotifkan pantang untuk dijajah kembali oleh kekuatan asing apapun bentuknya. Proklamasi Kemerdekaan mengawali "Revolusi Pemoeda", dan berahir ketika penjajah terahir di Indonesia yaitu Imperium Belanda menyatakan pengakuannya pada Kemerdekaan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949. Tidak sampai 1 tahun kemudian, RIS bubar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk kembali pada tanggal 17 Agustus 1950. Kiranya layak untuk berharap bahwa Sumpah Pemuda di era reformasi memperoleh perhatian yang memadai dengan mengadakan upacara peringatan yang meriah sebagai momentum membangkitkan kembali gelora kebangsaan.
0 notes
alya-djohan · 5 years
Text
Dra. Ny. Johanna Masdani mungkin nggak banyak dari kita yang pernah dengar nama beliau, begitupun denganku. Bangun terlalu pagi dihari sabtu ini membuatku ingin membaca buku-buku yang tidak kubeli sendiri. Atau mungkin aku lupa kalau aku pernah membelinya saat sedang obral. Terdapat satu buku yang menarik karena keusangannya. Aksen terkena tumpahan air (atau terkena hujan??) di covernya ditambah dengan robek dibagian samping membuatku semakin ingin membacanya, memang jiwa jadul nggak bisa bohong kalau sudah liat barang tua. “Sumbangsihku bagi Ibu Pertiwi: Kumpulan Pengalaman dan Pemikiran” begitu tulisan berwarna putih dengan huruf kapital yang tertera sebagai judul buku ini. Kukira nama-nama besar seperti Bung Karno, Bung Hatta, R.A.A Wiranatakusumah, Sutan Syahrir n friends akan banyak dijual sebagaimana buku sejarah pada umumnya, tetapiiii satu laki-laki pejuang kemerdekaanpun tidak ada yang menjadi fokus dalam buku ini. Bahkan, kisah sang pencetus habis gelap terbitlah terangpun tidak digunakan sebagai pemikat. Geniuuuus. Buku ini merupakan kumpulan cerita pendek perjuangan para wanita Indonesia yang ditulis sendiri! Wanita-wanita Indonesia yang bahkan namanya aja nggak pernah tersebut oleh guru sejarahku sampai aku lulus (plis gw termasuk yang rajin merhatiin kok dulu pas masih sekolah). Ada sesuatu dalam setiap cerita yang dituliskan oleh para wanita hebat nan keren ini yang membuat hatiku hangat dengan kejujuran dan semua tumpahan emosi yang dituangkan dalam tulisan sepuluh samapai lima belas halaman. Kekerasan, perjuangan dan penderitaan yang sudah sangat melekat diotak kita mengenai gambaran Indonesia sebelum hingga awal kemerdekaan memang benar adanya, bagi pribumi miskin. Juragan kebun kelapa di Amurang, para anak konglomerat yang juga hidup dan tumbuh dimasa itu belum tentu mengerti arti perjuangan. Bahkan, apabila anak mereka mengikuti organisasi pemuda yang mengatasnamakan perjuangan bangsa Indonesia akan diputus biaya kehidupannya. Hal ini nyata adanya sebagaimana yang dituliskan oleh Dra. Ny. Johanna Masdani atau Ny. Jos. Ditengah perjalanannya menempuh pendidikan di Batavia sebelum ke Belanda, beliau dihadapkan oleh jalan simpang antara perjuangan dan memenuhi ekspetasi orang tua. Dengan idealisme yang sangat tinggi dimasa itu, beliau memutuskan untuk tetap di Batavia dan meninggalkan semua kemudahan hidup yang beliau miliki tapii intinya Ny. Jos sukses dalam karir dan asmara dan rumah tangga. Kurang indah apa coba? Ada satu paragraf yang membuatku merasa bangga sebagai perempuan. Begini katanya, “Saya rasa ditangan wanita segala sesuatunya dapat diatur menjadi lebih baik dan menyenangkan. Hakekat wanita adalah merawat apa saja sehingga kehidupan ini lebih cantik dan sejahtera. Lebih-lebih tentu saja, wanita harus punya kesadaran untuk merawat dirinya dengan baik sehingga mempunyai kepribadian yang baik disamping penampilannya yang menarik.” Ny. Jos yang sebegitu sibuknya mengatur rumah tangga, pekerja-pekerja yang harus ia kasih makan, kegiatan-kegiatan sosial yang ia ikuti, melawan sia-sisa orang Belanda yang berani mematikan usahanya, masih mampu meluangkan waktu untuk dirinya sendiri untuk mengembangkan pemikirannya dan untuk mempercantik dirinya. Goddess of multitask. Ny. Jos urung berkoar untuk diakui kehebatannya dimata dunia. Beliau melakukan semua sesuai dengan porsi dan kodratnya. Tersinggung karena merasa dipandang sebelah mata bukanlah hal yang harus ditakuti dan diperjuangkan karena beliau melakukan semua untuk memenuhi jiwa, bukan memberi makan ego. Menarik bagaimana buku sejarah ini bisa membuka pemikiranku sampai kepada pengembangan diri dan panduan untuk bersikap sebagaimana perempuan harus bersikap. Masih banyak Nyonya-nyonya lain yang tidak kalah inspiratif dari Ny. Jos, tetapi cerita beliau dan pesan yang berusaha disampaikan ntah kenapa sangat membekas. She truly is my new role model. Yasudah, karena kata Ny. Jos harus pandai merawat diri jadi kusudahi saja menulis ngalor ngidul kali ini dan beranjak untuk memakai masker tomat buatan sendiri SupaYAAA jerawat di jidat yang disebabkan kebanyakan makan makanan nggak sehat ini hilang. Ohiya, Ny. Jos, thankyou so very much.
0 notes
seputarbisnis · 7 years
Text
Kontribusi Ekonomi Warga Aceh di Sumut Sangat Besar
Medan (SIB)- Kontribusi ekonomi warga Sumatera Utara keturunan Aceh, khususnya yang tergabung dalam organisasi Aceh Sepakat, di daerah ini sangat besar. Kontribusi berupa aset organisasi senilai Rp1,2 triliun terdiri dalam bentuk gedung, rumah sakit, tanah, sekolah, serta lainnya, dan belum termasuk nilai produktif saat potensi aset itu diberdayakan. "Dan itu adalah bentuk dari sikap kami selaku keturunan Aceh yang berprinsip di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Hubungan kami dengan pemerintah daerah pun baik, dengan aparat keamanan juga baik, begitu juga dengan pihak terkait lainnya. Semua program pembangunan Sumatera Utara kami dukung," kata Ketua Panitia Maulid Raya Nabi Muhamad SAW 1438 Hijriah DPP Aceh Sepakat Sumatera Utara Ir H Mansoer Amin kepada para wartawan seusai pelaksanaan acara Maulid Nabi Muhamad SAW di Gedung Balai Raya Aceh Sepakat Medan, Selasa (28/3). Kontribusi ekonomi itu semakin besar bila melihat sepak terjang warga keturunan Aceh yang banyak terjun ke bisnis kuliner, perkebunan sawit, industri kelautan, dan lainnya. Semua aktivitas bisnis itu, ujar Ir H Mansoer Amin, dikoordinasikan dengan baik oleh Suriadin Noernikmat ST MM yang saat ini menjadi Ketua Umum DPP Aceh Sepakat. Acara Maulid itu sendiri berjalan dengan hikmat dan dihadiri lebih dua ribu warga keturunan Aceh dan warga sekitar serta dihadiri Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda) Sumatera Utara, utusan Wali Nanggroe Aceh dan utusan Gubernur Aceh, unsur masyarakat Aceh di Sumatera Utara yang terdiri dari Dewan Musapat Aceh Sepakat, Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Cabang, Anak Cabang, Organisasi-organisasi terkait seperti IKWASU (Ikatan Wanita Aceh Sumtera Utara) dan IPTR (Ikatan Pemuda Tanah Rencong). Ikut serta juga organisasi-organisasi terafiliasi lainnya seperti PABAM (Persatuan Abang Beca Aceh Medan), FORMA (Forum Mahasiswa Aceh), ABICOMM (Aceh Bussiness Community), dan lain-lain. Ikut serta juga yayasan-yayasan terkait Aceh Sepakat, yaitu YKA (Yayasan Kerukunan Aceh), YRSIMM (Yayasan Rumah Sakit Islam Medan, YDAM (Yayasan Darul Aitam Medan), YPIMM (Yayasan Pendidikan Islam Miftahussalam Medan) dan YAS (Yayasan Aceh Sepakat). Dalam acara itu diluncurkan buku "Karya Monumental Masyarakat Aceh di Sumtera Utara" yang ditulis oleh Imam Besar Mesjid Raya Aceh Sepakat Prof Dr HM Hasballah Thaib MA, penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Pengadaan Ambulans antara DPP Aceh Sepakat dengan Komunitas Masyarakat Aceh-Malaysia, peusijuk terhadap Dato H Mansyur Bin Usman yang merupakan Panglima Mahkota Wilayah Kualalumpur Malaysia didampingi istri Datin Hj Noktah. Sejumlah kata sambutan disampaikan Ketua Umum Badan Pembinan Yayasan Kerukunan Aceh Masdani Ms SH MHum, Ketua Umum DPP Aceh Sepakat Suriadin Noernikmat ST MM, dan tausiah oleh Prof Dr H Djafar Siddik MA serta diakhir dengan kenduri massal. Suriadin Noernikmat ST MM selaku Ketua Umum DPP Aceh Sepakat menyebutkan pagelaran Maulid Nabi SAW selain untuk meningkatkan keimanan warga keturunan Aceh di Sumatera Utara dan masyarakat Muslim pada umumnya, juga untuk menjalin silaturahim yang terus-menerus dengan warga keturunan Aceh. "Kita ingin terus menjalin silaturahim dan berkomunikasi dengan warga keturunan Aceh di Sumatera Utara, termasuk dengan saudara-saudara kita yang belum terdata atau tercatat sama sekali. Itulah sebabnya acara ini disebut dengan istilah sebagai upaya untuk mengumpulkan yang terserak dan menjemput yang tertinggal," tegas Suriadin Noernikmat ST MM. (R6/h) http://dlvr.it/Nlb16h
0 notes
Text
Sejarah Indonesia dari sumpah puda hingga reformasi
Kevin Prawiro Satrio XII IPS4 Pemuda adalah agent of change. Dalam sejarahnya, perjuangan Bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari belenggu kolonialisme, yang lebih mengutamakan fanatisme kedaerahan selama tiga abad, memasuki sejarah baru dengan bangkitnya sejumlah pemuda mendirikan organisasiorganisasi kepemudaan nasional. Perjuangan yang pada awalnya lebih bersifat kultural berubah menjadi perjuangan yang membawa isu-isu nasionalisme dengan lebih mengedepankan diplomasi politik. Tercatat pada tahun 1915-an berdiri sejumlah besar organisasi kepemudaan yang masih bersifat kedaerahan, seperti Tri Koro Darmo yang kemudian menjadi Jong Java (1915), Jong Soematranen Bond (1917), Jong Islamieten Bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Roekoen dan Pemoeda Kaoem Betawi. Organisasi tersebut bersifat kedaerahan dan kelompok khusus. Adapun Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI) yang berdiri setelah selesai Kongres Pemuda I pada tahun 1926 memiliki perberbedaan, yaitu bersifat lintas primordial; organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Tokoh-tokohnya adalah Sigit, Soegondo Djojopoespito, Soewirjo, S. Reksodipoetro, Moehammad Jamin, A. K Gani, Tamzil, Soenarko, Soemanang, dan Amir Sjarifudin. PPPI memprakarsai dilaksanakannya Kongres Pemuda II. Kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam kesempatan itu, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan sebagaimana termuat dan dibacakan di akhir kongres. Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, sebagai hal yang dibutuhkan dalam perjuangan. Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia Raja” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia, berbunyi: POETOESAN KONGRES PEMOEDA-PEMOEDA INDONESIA Kerapatan pemoeda-pemoeda Indonesia jang berdasarkan dengan nama Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Batak Bond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi, dan Perhimpoenan Peladjar Indonesia. Memboeka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di negeri Djakarta. Sesoedahnja mendengar segala isi-isi pidato-pidato dan pembitjaraan ini. Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan: Pertama Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan asas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelanperkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloearkan kajakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar poetoesannja: Kemajoean Sedjarah Bahasa Hoekoem Adat Pendidikan dan Kepandoean Dan mengeloearkan penghargaan soepaja ini disiarkan dalam segala soerat kabar dan dibatjakan dimoeka rapat perkoempoelanperkoempoelan. Djakarta, 28 Oktober 1928 Kongres Pemuda II telah membangkitkan bersatunya gerakan pemuda bersifat nasional, memperoleh reaksi yang kurang menyenangkan dari pemerintah kolonial. Di mata kolonial Belanda, semangat Sumpah Pemuda yang terwadahi dalam statu gerakan organisasi merupakan kekuatan yang mengancam keberlansungan kegiatan eksploitasipenjajahan. Untuk itu, beberapa pejabat kolonial berupaya untuk memperlemah persatuan dengan memberikan angin sepoi-sepoi segar terhadap bangkitnya daerahisme kepada pribumi yang masih memendam sisa-sisa semangat patrimonial, sebagaimana dilakukan oleh Hendrikus Colijn mantan Menteri Urusan Daerah Jajahan, kemudian Perdana Menteri Belanda, Veteran perang Aceh dan bekas ajudan Gubernur Jenderal van Heutz, mengeluarkan reaksi negatif berupa pamflet yang menyatakan bahwa kesatuan Indonesia sebagai suatu konsep kosong. Katanya, masing-masing pulau dan daerah Indonesia ini adalah etnis yang terpisahpisah sehingga masa depan jajahan ini tak mungkin tanpa dibagi dalam wilayahwilayah. Suatu pernyataan yang merendahkan dan memandang sebelah mata terhadap gerakan pemuda tersebut, juga dinyatakan bahwa Belanda telah berkuasa di Indonesia selama tiga setengah abad dan akan berkuasa tiga setengah abad lagi. Sebagaimana yang diberitakan bahwa kerapatan dikunjungi beratus-ratus orang, dimana bagi siapa yang menyaksikan sendiri akan berbesar hati karena pemoeda-pemoeda kita bukan baru mencita-citakan saja, tapi telah tegak berdiri di pusat persatuan dan kebangsaan. Dalam kesempatan inipun telah diperdengarkan untuk pertama kali kepada umum oleh Pemoeda W.R. Soepratman, lagu Indonesia Raja. Dalam POETOESAN CONGRES PEMOEDA-PEMOEDI INDONESIA, tercatat bahwa “Poetra dan Poetri Indonesia” mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia; mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sebagai realisasi penyatuan ini, pada tanggal 31 Desember 1930 jam 12 malam, Jong Java, Perhimpunan Pemoeda Indonesia, Jong Celebes, Pemoeda Soematra (awalnya bernama Jong Sumatranen Bond) telah berfusi menjadi satu dan membentuk Perkoempoelan Indonesia Moeda. Para anggota panitia Kongres Pemuda ke II terdiri dari pemuda-pemudi Indonesia yang di kemudian hari amat berperan dalam gerakan pemuda yang memperjuangkan kebangsaan dan kemerdekaan. Di antaranya terdapat nama, Soegondo Djojopoespito dari PPPI (ketua), Djoko Marsaid dari Jong Java (wakil ketua), Muhammad Jamin dari Jong Sumatranen Bond (Sekretaris), Amir Sjarifudin dari Jong Sumatranen Bond (bendahara), Djohan Mu Tjai dari Jong Islamieten Bond. Kontjosoengkoeno dari P.I, Senduk dari Jong Celebes, J. Lemeina dari Jong Ambon dan Rohyani dari Pemoeda Kaum Betawi. Panitia didukung tokoh-tokoh senior seperti Mr. Sartono, Mr. Muh Nazif, A.I.Z Mononutu, Mr. Soenario. Dalam kongres ikut berbicara tokoh-tokoh besar kebangsaan lainnya seperti S. Mangoensarkoro, Ki Hadjar Dewantoro, dan Djokosarwono. Hadir sebagai undangan sekitar 750 orang. Terdapat nama-nama yang kemudian terkenal seperti Kartakusumah (PNI Bandung), Abdulrachman (B.O Jakarta), Karto Soewirjo (P.B Sarekat Islam), Muh. Roem, Soewirjo, Sumanang, Masdani, Anwari, Tamzil, AK Gani, Kasman Singodimedjo, Saerun (wartawan Keng Po), WR Supratman. Dari Volksraad yang hadir adalah Soerjono dan Soekawati dan dari pihak Pemerintah Hindia Belanda yang hadir adalah Dr. Pyper dan Van der Plas. Jelas bahwa Kongres Pemuda II yang mengikrarkan Sumpah Pemuda bukan pekerjaan dalam sedikit waktu saja, dan terang juga bukan hasil usaha dari beberapa gelintir orang saja. Hal ini merupakan perjuangan panjang sejak Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908. Bahkan ada sebuah peristiwa lainnya yaitu ketika tahun 1904 Dr A. Rivai lulus ujian dokter sebagai Nederland Arts di Utrecht Belanda, pupus sudahlah anggapan jelek bahwa bangsa Indonesia itu “laksheid”. Kata ini amat sakit didengar karena berarti pemalas, tidak punya kemauan bekerja atau berbuat sesuatu. Setelah Indonesia muda terbentuk, berarti pemuda Indonesia memiliki organisasi kepemudaan nasional yang solid, kuat dan bercita-cita menuju kemerdekaan yang lebih pasti. Anggota IM terdiri dari semua pemuda seperti anak-anak SLP, SLA, sekolah khusus, kejuruan sederajat dan mahasiswa. Sejak tahun 1931 kongres demi kongres diadakan sehingga lebih menampakkan eksistensinya. Nyatanya memang IM tidak berafiliasi dengan partai politik. Dari sekilas terhadap peristiwa bersejarah tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian dikenal sebagai “Sumpah Pemuda” terjadi berkat kesepatan yang muncul diantara pimpinan organisasi kepemudaan dan kedaerahan. Berangkat dari konflik secara damai simbolik keberadaan penjajah Belanda yang menyimbolkan berbagai kelompok pribumi sebagai bagian atau berada di bawah Belanda. Masyarakat di wilayah Nusantara terbagi menjadi tiga golongan yakni Eropa, Timar Asing, dan Pribumi. Kata-kata “kami” dalam Sumpah Pemuda menunjukkan keberadaan pihak lain dan ini sekaligus merupakan pencanangan “konflik dengan konsep” terhadap Belanda. Sebagaimana pendapat Asvi Warman Adam, Sumpah Pemuda 1928 dapat dipandang sebagai “Proklamasi” bangsa Indonesia dan perubahan sosial politik yang terjadi dalam dunia ide dan pemikiran. Secara terbuka, “jiwa” dan “roh” bangsa Indonesia “ditiupkan” dalam bentuk Sumpah Pemuda, diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh WR Soepratman di Kramat Raya 106 pada tanggal 28 Oktober 1928. Selanjutnya, jiwa itu menyertai “raga” bangsa (nation) Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 di tengah perjuangan menentang fasis Jepang dan kolonialis Belanda. Sebelum Sumpah Pemuda, konflik dengan kekerasan dilakukan pada tingkat lokal dan didasarkan rasa permusuhan terhadap penjajahan Belanda. Sejak Sumpah Pemuda terjadilah “Pemerdekaan secara simbolik dan mental”, karena saat itu diikrarkan kecintaan pada Indonesia. Ketika itu “Hindia Belanda” secara terbuka telah “didekontruksi” dan sekaligus “direkontruksi” menjadi “Indonesia”. Setelah proklamasi, yakni dalam perang mempertahankan kemerdakaan, kaum nasionalis berkonflik dengan Belanda demi Indonesia, bukan untuk kepentingan lokal lagi. Pada masa Sumpah Pemuda, sentimen kesukuan dan kedaeerahan dikalahkan oleh rasa kebangsaan, mereka yang membawa nama kedaerah dan agama sepakat berpikir dan bertindak sebagai satu bangsa. Demi kepentingan bangsa, mereka rela menyampingkan kepentingan organisai kedaerahan, kesukuan dan keagamaan. SUMPAH PEMUDA DALAM LINTASAN SEJARAH BANGSA Sumpah Pemuda yang pada tanggal 28 Oktober tahun 2012 ini akan diperingati dalam usianya yang ke-84, merupakan jiwa pemersatu bangsa, semangat dan roh yang menjiwai perjuangan bangsa. Kaitannya dengan perjuangan proklamasi kemerdekaan, uraian seperti berikut ini tidaklah berlebihan bahwa Sumpah Pemuda merupakan peristiwa besar dan maha penting bagi bangsa kita dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda dan merebut kemerdekaan nasional. Begitu besarnya arti atau peran yang dikandungnya, boleh dikatakan bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan dalam tahun 1945 tidak akan diperoleh oleh bangsa kita, seandainya tidak ada Sumpah Pemuda dalam tahun 1928. Sumpah Pemuda 1928 adalah cikal bakal proklamasi kemerdekaan 1945 yang melahirkan NKRI. Sumpah Pemuda adalah sumber konsep besar persatuan bangsa yang dikenal sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Sumpah Pemuda adalah juga landasan inspirasi gagasan besar Bung Karno yang kemudian dirumuskan dalam Pancasila. Arti penting semangat yang dijiwai oleh Sumpah Pemuda dalam menumbuhkan persatuan yang menjadi modal perjuangan merebut kemerdekaan untuk memasuki masa depan yang lebih baik, dalam perjalanannya sampai dengan era Reformasi telah mengalami berbagai ujian dan cobaan. Sebagian tonggak sejarah bahan tinjauan Sumpah Pemuda setelah tercapainya kemerdekaan, berikut ini dikemukakan beberapa pokok-pokok, di antaranya: 1. Kembali kepada Negara Kesatuan Kemerdekaan 17 Agustus 1945, mendapat ujian dan cobaan. Upaya Belanda untuk menguasai kembali dilakukan berbagai cara dengan segenap kemampuannya. Secara sistematis-politis, upaya memecah belah dilakukan dengan mendorong munculnya kembali semangat kedaerahan dalam wujud proyek Republik Indonesia Serikat dengan mendirikan negara daerah, negara bagian. Proyek itu mengalami kegagalan berkat kemauan dari bangsa Indonesia untuk tetap dalam semangat persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhir dari peristiwa tersebut menyisakan persilangan konsep dasar antara pengakuan kedaulatan dengan penyerahan kedaulatan. 2. Tantangan Eksternal dan Internal Gerakan Kedaerahan Dalam perjalananannya nasionalisme itu ditafsirkan berbeda-beda dari masa ke masa. Ketika Soekarno memegang tampuk kekuasaan, secara eksternal nasionalisme itu dihubungkan dengan kebangkitan dunia ketiga dan perjuangan anti kolonialisme. Adapun secara internal, terkait dengan mulai timbulnya gerakan separatis pada tahun 1956, maka Bung Karno berpidato tentang ”penyimpangan dari Sumpah Pemuda 1928”. Ketika keadaan menjadi kritis tahun 1957, pergolakan daerah muncul, maka justru ketika itu peringatan Hari Sumpah Pemuda dirayakan secara besar-besaran. Diperlukan simbol pemersatu, dan itu diperoleh dari pernyataan pada Sumpah Pemuda. 3. Merengkuh Kembali Wilayah Irian Barat Setelah pergolakan di daerah dapat diatasi, maka Sumpah Pemuda pun dikaitkan dengan Manipol tahun 1960 dan pada tahun berikutnya Sumpah Pemuda merupakan bagian dari slogan untut merebut Irian Barat. 4. Pembangunan Nasional Pada era Orde Baru, nilai-nilai pada Sumpah Pemuda dihubungkan dengan upaya untuk memantapkan landasan pembangunan nasional. Nasionalisme itu diberi makna dan diselaraskan dengan pembangunan yang mengandalkan stabilitas keamanan serta “persatuan dan kesatuan”. Sumpah Pemuda bukan hanya simbol pemersatu, tetapi mengakui adanya pluralisme bangsa. Setelah Soeharto jatuh, muncul istilah kemajemukan, sesuatu yang jarang disebut pada masa sebelumnya. 5. Tantangan nasionalisme Pada era Reformasi, ide nasionalisme kembali di bawah bayang-bayang konflik komunal dan apa yang sering disebut sebagai “disintegrasi nasional”. Peristiwa Poso, Sampit, Aceh, dan Irian Jaya yang pada awal reformasi sempat berkobar panas membara tersulut oleh lepasnya Timor Timur dari bumi pertiwi, satu demi satu dapat didinginkan oleh upaya yang disemangati oleh roh persatuan dalam Sumpah Pemuda. Pencerahan reformasi dalam politik kebangsaan, tantangan keterpurukan harkat dan martabat bangsa mestinya dapat menyingkirkan kepentingan sempit kelompok partai sebagaimana dipertontonkan oleh elite partai. REFORMASI DALAM SEMANGAT SUMPAH PEMUDA Masa depan bangsa terletak di tangan pemuda. Sebagaimana Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama, proklamator kita pernah berucap “Berikan aku 10 pemuda dan akan aku goncang dunia”. Demikian pula yang dikemukakan oleh Ben Anderson dalam Revolusi Indonesia, bahwa pemuda merupakan sumber kekuatan utama revolusi. Sejarah Indonesia juga mencatat runtuhnya dua rezim karena gerakan pemuda. Tritura yang lahir dari gerakan pemuda tahun 1966 berhasil menghapuskan komunisme di tanah air. Dan tentunya masih terekam dengan jelas gerakan reformasi 1998 yang memakan korban sejumlah pemuda dan menjadi titik balik demokrasi di Indonesia, dipelopori oleh pemuda. Pemuda selalu berperan dalam setiap zaman. Ketika kolonialisme tidak lagi pada masanya, pemuda harus tetap memainkan peran dalam perang ekonomi global abad ini. Sumpah pemuda lahir karena adanya ruang-ruang sempit pemikiran kedaerahan bangsa ini. Mengusung semangat sumpah pemuda, kita harus menghapus batas-batas kedaerahan, agama maupun partai untuk memajukan negara ini sesuai cita-cita dari founding fathers. Hilangkan kepentingankepentingan sempit politik sesaat. Satukan pikiran untuk membawa kemerdekaan yang sesungguhnya kepada bangsa ini. Pembangunan negara ini harus kembali diarahkan ke jalur yang benar. Setelah 84 tahun sumpah pemuda, sudah saatnya pemuda di era reformasi tidak hanya menjadi Agent of Change, tetapi Agent of Solution itu sendiri. Setelah berhasil membidani lahirnya reformasi, suka atau tidak suka, dengan semangat membangun bangsa ke depan, semangat pemuda harus kembali tampil mempelopori perebutan secara beradap di partai politik di Senayan sebagai penentu rumusan perjalanan bangsa dan negara ke depan, menggeser pendompleng-pendompleng reformasi yang telah bertingkah mengingkari roh reformasi. Pada era reformasi, dalam kurikulum sejarah 2004 dimasukkan butir Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia tahun 1925 di negeri Belanda. Manifesto ini dianggap lebih maju dari Sumpah Pemuda karena memadukan unsur persatuan, kesetaraan dan kemerdekaan. Sedangkan pada Sumpah Pemuda hanya terdapat unsur persatuan. Persatuan itu hanya bermakna bila ada kesataraan, dan keduanya hanya dapat diperoleh bila ada kemerdekaan. Kesetaraan juga akan mewujudkan keadilan, sesuatu yang masih dicari sampai sekarang. Pada saat dibacakan Sumpah Pemuda dinyatakan pula bahwa sejarah (persamaan nasib, musuh bersama, tekad untuk hidup bersama le decir d’etre ensemble) memang telah menjadi faktor perekat bangsa. Demikian pula penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada tahun 1928 adalah pilihan yang jitu mengacu kepada masa depan. Bahasa Indonesia yang berasal dari Melayu selama berabad-abad telah digunakan sebagai lingua franca di Nusantara ini. Betapa arifnya pemimpin kita masa itu dengan kesepakatan memilih sebuah bahasa yang bukan digunakan oleh etnis mayoritas Jawa atau Sunda. Setelah berhasil dalam persoalan bahasa, kita juga mampu memecahkan masalah yang tidak kalah peliknya yaitu dasar negara. Pendiri negara ini telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam kaitan itu Piagam Jakarta dinyatakan menjiwai pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Sayang sekali seiring perjalanan waktu, masalah ini kembali diungkit. Harapan ke depan yang lebih cerah, dapat dipetik dari pidato kenegaraan 17 Agustus 2008 oleh Presiden Republik Indonesia: Saudara-saudara, Tahun 2008 ini merupakan tahun yang sangat bermakna bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Tahun ini kita memperingati kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63, bertepatan dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional; 80 tahun Sumpah Pemuda; dan 10 tahun Reformasi. Tonggaktonggak sejarah ini, membuktikan jati-diri Indonesia sebagai bangsa yang besar, bangsa yang tangguh, bangsa yang selalu mampu mengatasi tantangan zaman. Setiap cobaan yang kita alami, membuat kita lebih tegar. Setiap krisis yang kita hadapi, membuat kita lebih kuat. Setiap tantangan yang silih berganti, membuat kita lebih bersatu. Dalam 10 tahun terakhir semenjak bergulirnya reformasi, bangsa Indonesia telah menjalani salah satu era yang paling transformasional dalam sejarah Indonesia modern. Kita tahu, hanya segelintir bangsa-bangsa di dunia yang menghadapi badai dan gejolak bertubi-tubi sebagaimana yang kita alami. Dan hanya segelintir kecil bangsa-bangsa yang mampu bertahan, bahkan bangkit menjadi lebih tegar akibat dari cobaancobaan sejarah tersebut. Dari kondisi yang terpuruk 10 tahun yang lalu, Indonesia kini telah berubah menjadi bangsa yang dinamis dan penuh harapan. Kita sudah pulih dari krisis moneter yang dulu melumpuhkan Indonesia. Kita telah melaksanakan reformasi yang menyeluruh di berbagai sektor. Kita sudah berhasil menjalani transisi demokrasi yang penuh tantangan, yang kini menjadikan Indonesia negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Kita juga berhasil mengembangkan budaya politik baru yang demokratis, yang mengedepankan keterbukaan, kebebasan berpendapat, dan akuntabilitas pada rakyat, di mana sekarang hukumlah yang menjadi panglima. Kita juga berhasil, dalam tahun-tahun terakhir ini, memperkokoh integritas NKRI: Aceh yang damai, Papua yang stabil, serta Maluku, Poso, dan Sampit yang tenteram. Kita berhasil mengatasi bencana alam paling dahsyat di dunia, yaitu tragedi tsunami tahun 2004, dengan semangat solidaritas dan gotong-royong. Dan kita telah kembali menempatkan Indonesia di garis terdepan dalam percaturan regional dan internasional. Semua ini bukanlah prestasi individu atau kelompok, namun prestasi dan kerja keras seluruh bangsa Indonesia. Dengan segala perubahan mendasar ini, kita tetap melestarikan jati-diri bangsa kita, yang tercermin dalam empat pilar: yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Apapun yang terjadi, kita harus terus berpegang teguh pada keempat pilar itu, sebagai landasan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejarah kemudian membuktikan bahwa modal kejuangan diatas amat penting artinya pasca penjajahan Jepang (1942-1945), dimana api Revolusi Kemerdekaan mulai dinyalakan dengan kesadaran adanya kesatuan dan persatuan kebangsaan yang bermotifkan pantang untuk dijajah kembali oleh kekuatan asing apapun bentuknya. Proklamasi Kemerdekaan mengawali "Revolusi Pemoeda", dan berahir ketika penjajah terahir di Indonesia yaitu Imperium Belanda menyatakan pengakuannya pada Kemerdekaan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949. Tidak sampai 1 tahun kemudian, RIS bubar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk kembali pada tanggal 17 Agustus 1950. Kiranya layak untuk berharap bahwa Sumpah Pemuda di era reformasi memperoleh perhatian yang memadai dengan mengadakan upacara peringatan yang meriah sebagai momentum membangkitkan kembali gelora kebangsaan.
0 notes