tatumuzayyanahsworlds-blog · 11 months ago
Text
Tumblr media
Nin, begitulah cinta bekerja.
Meski jauh raga kita, fikiranku tetap keras bekerja mengingatmu.
Cinta memang tidak kenal jarak, pun tak pernah mengenal latar belakang.
Seperti kopi yang ku minum, hitam memang asalnya, tapi cinta akan membuatnya bekerja menghasilkan ASI terbaik untuk kau minum.
Anindya, sejatuh ini aku mencintaimu ❤️
Renjana, 2023.
1 note · View note
tatumuzayyanahsworlds-blog · 11 months ago
Text
Tumblr media
Nin, perjalananmu engga akan semulus dan sesuai harapan baikku.
kelak kamu akan melewati kerikilmu sendiri, menentukan arahmu sendiri, menghadapi badaimu sendiri, pun memilih jalanmu sendiri. Saat sampai dipersimpangan jalan; sungguh, kamu boleh memilih belok, lurus, mundur bahkan berhenti.
Kamu boleh pergi ke laut, ke gunung, ke udara, kemanapun, Nin.
Nin, aku engga tahu bagaimana kata demi kata harus aku rangkai sebagai bentuk cintaku padamu.
Tapi Nin, hatiku cuma ingin kamu menjadi manusia merdeka.
Nin, Aku ingin kau selalu berbahagia dan menjadi Anindya, dirimu sendiri. Bukan menjadi sesuatu yang asing hanya karena perjalanan dan keadaan.
Renjana, 2023.
1 note · View note
Text
Tumblr media
Kalaupun khayalan kita untuk duduk dan berbincang didepan teras rumah saban sore tidak menjadi kenyataan. Aku ingin banyak khayalan yang dulu kau bagikan kepadaku tetap bisa menjadi kenyataan; dengan atau tanpaku.
Sore ini, aku hanya ingin kebaikan menyertaimu disegala ruang dan waktu.
Untukmu, doaku selalu panjang.
'Sebait doa ditengah perjalanan susur hilir sungai Citarum; pesisir utara tatar Karawang'.
September, 2021.
5 notes · View notes
Text
Tumblr media
Perjalanan menuju Puncak Guha, Masjid estetik pinggir jalan, sunset yang membuat jingga seisi langit Garut Selatan, menjadi pemandangan perjalanan kami sore itu. Pukul 18:01 WIB kami sampai di Puncak Guha. Tak banyak gerakan, tak banyak bicara, aku memisahkan diri dari pasukan, duduk ditebing pantai, menyaksikan Mentari tersenyum disinggasana emasnya menutup hari, deburan ombak, sebatang kretek dan botol Anggur menemani lamunan panjangku. Mataku jauh menatap langit, ada banyak harapan yang ku semogakan, berharap mampu berdamai dengan diri sendiri, berharap bisa menemukan kehidupan yang lebih layak untuk tubuh dan jiwaku, ada satu harapan agar mampu sehat seperti sediakala, mataku berkaca, ada air yang ingin mengalir deras dari kelopaknya. Kedatangan Bre dan duduk disebelahku membuat airmata gagal mengalir.
Tidak ada sepatah katapun yang kami lontarkan, kami bersebelahan, asik dengan kretek dan pandangan jauh menatap laut. Sesekali ku sodorkan gelas yang berisi anggur. Kalau dari lagu-lagu yang diputar di playlist Bre, sepertinya ada gemuruh yang lebih besar didadanya ketimbang gemuruh ombak dihadapan kami. Lagu "Anyer 10 Maret" milik Slank, membuat Bre begitu menikmati senja sore itu.
Langit semakin gelap, hujan mulai turun rintik-rintik tanpa tahu diri mengganggu dan membuat kami menutup botol anggur, dan mulai bergabung bersama pasukan ditenda. Selepas Isya, hujan reda. Setelah makan malam, kami mulai sibuk menikmati waktu masing-masing. Ada yang telponan, ada yang asik main game, ada yang sedang bercengkrama dengan sunyi nya masing-masing.
Aku, Riky dan Deyus yang masih saja ngobrol ngalor-ngidul . Bernyani lagu-lagu Iksan Sekuter sambil bersama-sama mengikuti bernyanyi dengan suara yang gak bagus-bagus amat.
Bathinku bicara, Ah kalau ada tempat se-khidmat ini untuk merayakan kesunyian, kenapa harus ke tempat yang riuh.
Pukul 21:00 WIB, ku rebahkan badan sejenak, ngantuk tidak bisa dihindari. Aku terlelap dengan kaki penuh pasir. Di mimpi, Bapak dan Ibuku Hadir, membawa segelas susu hangat, "tidur yang nyenyak, besok masih ada waktu" kata Bapakku dalam mimpi. Sentak aku terbangun, jam sudah menunjukan pukul 22:56 WIB.
Ku bakar kretek dikantong celanaku, Lagu "Pulang" milik Iksan Sekuter ku putar sambil duduk di tebing pantai. Kali ini perasaanku lebih rileks, meskipun otak masih perang dengan logika. Tak banyak yang aku fikirkan, hanya kalimat Bapak masih terus berulang-ulang hadir difikiran.
0 notes
Text
Tumblr media
Setiap orang memiliki tujuan perjalanan yang berbeda, ada yang mengisi kekosongan, ada yang ingin menjelajahi tempat baru, ada juga yang sekedar untuk memenuhi konten sosmed nya, kecuali aku yang terus berjalan entah ke tempat baru ataupun tempat yang sudah pernah dikunjungi bahkan berkali-kali tujuannya masih sama, meredam luka yang masih juga belum sanggup aku sembuhkan.
Kali ini Rimba (si motor kesayanganku yang kreditannya belum lunas) melaju menuju Garut bagian selatan, rencana kami akan bermalam di Buffaloo Hill atau Tegal Munding, lokasi tepatnya di Desa Pamulihan bersebelahan dengan Desa Pangauban Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. Setelah sehari sebelumnya bermalam dan istirahat di Kecamatan Lewi Goong.
Ada sesak yang tiba-tiba hadir saat memasuki wilayah Cisurupan, ingatanku memaksa mengajak ke memory beberapa perjalanan ke belakang. Otakku memaksa menolak mengingat, perasaan sudah sangat siap menerima semua rasa yang akan hadir. Tapi, begitulah aku. Tidak pernah memberi sedikitpun kesempatan untuk kenangan hadir memporak-porandakan dinding pertahanan hati, lebih baik perang dengan perasaan sendiri, padahal sudah pasti selalu kalah pada akhirnya.
Di jalan kali ini, banyak yang ingin ku selesaikan dan berharap mampu ku redam saat harus kembali menjalani kehidupan dan merawat rumah yang menjadi satu-satunya alasan aku untuk tetap pulang menengok kenangan-kenangan Bapak dan Ibuku selain batu nisan. Aku tidak pernah tahu akhir perjalananku menyembuhkan luka, aku juga tidak tahu seberapa maklum nya Tuhan padaku, tapi yang perlu dan harus terus ku lakukan adalah terus menjadi kuat. Dan proses "jalan" bagiku menjadi bagian terpenting dan wajib dilakukan sebagai bentuk self-healing.
Sampailah kita di pos pendakian Buffalo setelah menempuh perjalanan 1 jam 30 menit dari Lewi Goong. Disini tidak ada SIMAKSI, hanya ada uang parkir per motor 15rb dan bayar uang kebersihan seikhlasnya dilokasi camp.
Setelah sempat ditahan badai dan kabut, akhirnya kami sampai di Buffalo pada pukul 19:25 WIB dengan jarak tempuh 2.38km. Lokasinya perbukitan, sumber air sangat banyak, tidak perlu repot persediaan air dari bawah, disana juga ada 1 warung yang menyediakan kayu bakar, beberapa minuman hangat dan gorengan.
Tenda sudah berdiri, makan malam sudah selesai, kini saatnya aku menikmati segelas kopi dan bercumbu dengan semesta. Sendiri, dihadapan kayu bakar milik si abah warung, segelas kopi yang nyaris tak hangat lagi, jutaan bintang, bulan yang sempurna hadir persis diatas Kerucutnya Gunung Cikurai. Wajah Bapak dan Ibuku nampak jelas, senyum kecewa tersungging diujung bibirnya, tapi kelopak mata mereka memberitahu bahwa ada airmata yang berusaha ditahan agar tak jatuh dihadapanku. Kondisi yang tidak pernah bisa kuhindari dan terus aku nikmati, ini juga menjadi bagian tujuan aku melakukan "jalan", memberi ruang kepada diriku untuk siap diserang secara bringas oleh kenangan dan luka perpisahan. Perasaan semakin berkecamuk, gemuruh didada semakin tidak bisa aku kendalikan, fikirku mungkin ini saat yang tepat untuk membiarkan airmata keluar deras tanpa berniat membendungnya. Tapi kedatangan siabah pemilik warung yang tiba-tiba hadir dihadapanku membuat aku mengurungkan niat dan kembali ku bendung lagi. Ku sodorkan kretekku, abah membakar kretek dan mulai membuka obrolan. Katanya, Abah punya 4 anak, 2 anak sudah menikah dan 2 lagi masih bersekolah. Pandemi membuat ekonomi keluarganya menjadi rumit, belum lagi biaya sekolah yang harus tetap dibayar meskipun sekolah hanya dilakukan secara online, abah dan emak harus memutar otak agar semua tetap terpenuhi meskipun kedua anaknya tidak lagi bekerja dan memenuhi biaya sekolah adiknya. Abah baru satu bulan jualan disini katanya, anak-anak harus tetap sekolah, mereka berhak menerima kehidupan yang lebih layak dari abah dan emak. Abah terdiam sambil menarik kreteknya dalam-dalam di mulutnya sambil menatap langit, sesaat deyus dan riky bergabung dengan kami. Suasana berubah menjadi lebih menyenangkan ketimbang harus melihat abah yang menjadi korban kebijakan pemerintah yang begitu galau dalam mengurus pandemi di Negeri ini.
Bergabung juga bersama kami beberapa remaja di tengah api unggun, sambil mebawa gitar dan bertukar cerita, kami menghabiskan malam dengan sebotol anggur diiringi petikan gitar, teriakan nyanyian lagu-lagu perlawanan milik Iwan Fals memecah kesunyian malam itu. Aku bersyukur, Tuhan bersama semestanya selalu punya cara untuk terus membuat aku menjadi kuat dan melupakan sejenak beban dihidupku.
Garut, 2021.
3 notes · View notes
Text
Tumblr media
Dua belas tahun setelah kematianmu, aku sudah lupa berapa kali menangis, berusaha ku hitung yang paling pahit dari hidup, tetapi tidak ada jawaban yang muncul selain caramu meninggalkanku.
Membuka jendela yang terkunci, memandang halaman dan membayangkan kau adalah langit yang terus menjatuhkan hujan, dan aku tanaman yang mati kelebihan air.
Aku tidak ingat pasti, sudah berapa bunga yang tumbuh liar dimakam mu, mungkin jika aku biarkan mereka akan jadi taman yang menelan kau, sehingga aku lupa bahwa ini adalah pemakamanmu; tempat yang paling aku benci namun pasti aku kunjungi.
Untukmu yang pergi menuju keabadian; jaga diri baik-baik seperti aku menjaga ingatan tentangmu dengan apik.
Bunyi Sunyi, September 2021.
0 notes
Text
Tumblr media
Dari Negeri 1000 Pura, secangkir kopi berkisah tentang petualangan gadis malang yang kesepian, bahwa sejauh apapun ia melakukan perjalanan tetap saja tak menemukan terang.
Ia berkelana bukan mencari senang. Sebab, hidupnya menjadi bimbang sejak Bapak dan Ibu-nya ber-pulang, jiwanya hilang dan tak tahu jalan pulang.
1 note · View note
Text
Tumblr media
Bekal terbaik adalah kesederhanaan. Orang bisa pergi ke manapun, mencari, menjadi, atau mendapatkan apapun, tapi tanpa merawat kesederhanaan, ia tak pernah bisa (benar-benar pulang).
Kepadamu, sesuatu yang pernah gagal kurawat. Barangkali kau lelah, ini aku yang tidak mudah lelah. Barangkali kau kesepian (diantara kebijakan-kebijakan Negara yang semakin tidak masuk akal) ini aku kesepian yang lainnya.
Dari semua bencana, kata-kata dan luka, ada sesuatu yang akhirnya menggugah bahkan mengubah jalanku terhadap kehidupan, yaitu kesalahan yang tak akan pernah bisa kita maafkan, juga ketulusanmu yang tak pernah mampu ku balas.
Mari sekali lagi, kita merdeka. Bebas dari keharusan-keharusan. Sekali lagi, kita tentukan arah. Menjadi orang DESA yang berbahagia sebab mereka membahagiakan yang lainnya. Atau orang KOTA yang berbahagia sebab mereka tidak memikirkan yang lainnya.
Bunyi Sunyi, 2021.
3 notes · View notes
Text
Tumblr media
Entahlah, aku tak tau seberapa maklumnya tuhan atas apa yang telah ku lakukan kemarin.
Aku hanya menantang setan yang bersembunyi dalam gejolak gelombang, dan aku pernah membenci kota ini, kota dimana tersemat pengkhianatan.
Tapi setelah jauh ku berjalan hingga lelah ku jinjing kebencian, melepaskan segala nya memang tak mudah tapi bertahan dalam keadaan jahanam ini adalah omong kosong.
Maka kuputuskan hidup sehat kembali, jika besok aku gagal lagi, setidaknya aku pernah berjuang melawan sepi ini.
Warung Kopii Merdeka, (Karawang, 2021)
0 notes
Text
Tumblr media
Hujan yang begitu deras, membasahi jendela di Coffeshop sore itu. Angin yang datang bersama kabar kepergian nya, sedikit membuat kopi ku lebih beku.
Daun-daun dihalaman tempat ibadah yang persis disebelah Coffeshop berterbangan membawa keputus-asaan. Kilat dicakrawala seolah mengisyaratkan bahwa hanya harapan yang bisa membuat bertahan. Gelegur guntur yang bersahutan seolah berkata bahwa tak ada yang bisa diharapkan dengan meneriakan kemarahan.
Bandung, 20 Juni 2021.
0 notes
Text
Tumblr media
Belakangan ini, sederhana dianggap arogan. Dan mimpi semakin jauh dari kenyataan.
Belakangan ini, pemaaf dianggap bodoh, dan berbeda berarti diasingkan.
Kemudian tanpa kita sadari; detik melahap kita yang identik dengan amarah.
Bogor, 2020.
0 notes
Text
Tumblr media
Kenapa ragu untuk berbeda?
Yang membuat nada indah karena tak satu irama,
Yang membuat gambar indah karena memiliki banyak warna,
Memaknai hidup dengan keseragaman bukanlah pilihan,
tidak juga sebagai solusi,
Bahkan "seragam" pun terjual karena tak satu "ukuran".
Baduy, 2020.
0 notes
Text
Tumblr media
Kita pernah berpetualang mencari arti hidup,
Bebas,
Lepas,
Seperti burung dilangit biru.
Kita pernah satu wadah, bertekad menjaga pondasi idealisme agar tak rapuh digilas oleh sang waktu.
Kita juga pernah terperangkap oleh sistem, berdiri ditengah hiruk-pikuk manusia kampus, menyaksikan tubuh yang terburu-buru menuju kelas, berlari ketakutan mengejar waktu.
Kitapun pernah berada dalam kekacauan, cobaan datang menerpa dan lapar menyelimuti, meski kaki sempat goyah tanpa arah tapi kita mampu bertahan dari segala halang dan rintang berpegang teguh pada keyakinan.
Sampai pada detik ini, kita nyaris tak percaya bahwa roda nasib nyata berputar.
Teruslah terbang menggapai imajinasi kita, jangan larut dalam opini. Semesta tahu, kita akan tetap pada tujuan yang sama meski gerak kita tidak dalam ritme yang seirama.
Karawang, 2020.
0 notes
Text
Tumblr media
Terpasung di lembah kaki Gunung Kendeng, Desa Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten sungguh terlihat mempesona, di sela-sela kemakmuran desa terpencil ini, nampak dijejali ratusan leuit.
LEUIT dalam bahasa Sunda artinya adalah : LUMBUNG PADI.
Leuit berfungsi sebagai tempat penyimpanan gabah yang memiliki kemampuan tahan cuaca, tahan hama penyakit, dan memiliki sistem tata udara yang baik sehingga gabah kering dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Leuit ini merupakan reserve/ cadangan stok gabah kering dari masyarakat Sunda yang digunakan hanya untuk keperluan besar seperti membantu tetangga yang kesusahan, dan lainnya.
Setiap keluarga memiliki leuit. Jumlah leuit menentukan status sosial ekonomi sebuah keluarga. Semakin banyak leuit, semakin tinggi pula statusnya. Selain terdapat leuit yang dimiliki secara individual, terdapat juga leuit yang kepemilikannya komunal. Padi yang disimpan di dalam leuit dapat awet hingga 100 tahun.
Hal konkret nya adalah leuit merupakan bukti bahwa masyarakat Lebak telah berswasembada beras dan memiliki ketahanan pangan, sehingga dari mulai dengan ketahanan, diharapkan dapat memiliki ketahanan ekonomi, agar kelak dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain dengan tetap merawat kearifan lokal dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya..
Pejalan Sunyi, 2019
1 note · View note