Text
2022
Tulisan keduaku di 2022 dan ternyata sudah menjadi akhir tahun :)
Banyak hal yang terjadi pada 2022 ini, tentang melepas, mencintai diri sendiri, dan berbagai mindset yang membuatku sadar bahwa aku sudah dewasa
Meski berat, banyak tangis, banyak peluh, 2022 ku tetap menjadi sesuatu yang begitu berarti. Perasaan yang hadir bercampur beradu begitu harmoni
Terimakasih kamu, semua orang yang hadir di 2022 ku.
0 notes
Text
Memaknai Momentum Waktu
Momen lebaran menjadi momen orang-orang mengucapkan kata maaf dan tak sedikit yang membubuhi kata terimakasih. Pun bagiku, momen lebaran juga seperti itu. Sekaligus melihat siapa orang-orang yang masih ada di sekeliling kita. Kita sama-sama tahu bahwa orang datang dan pergi, silih berganti bukan? Bisa jadi, dilebaran tahun depan, orang-orang yang ada dimasa sekarang sudah tak lagi membersamai, sudah memiliki kesibukan sendiri.
Kesadaran mereka yang bisa saja pergi dan tak lagi bercengkrama bercerita, membuatku sedikit effort untuk memberikan kata maaf dan terimakasih yang lebih bermakna. Agar setidaknya mereka ingat, bahwa mereka pernah disisi terdekat tazkia. Agar setidaknya mereka tau, bahwa saat ini, mereka orang-orang berharga yang hadir dalam hidupku. Siapa yang tau bukan? Bisa jadi bukan mereka yang pergi, tapi aku yang pergi.
Maka, mari maknai momentum waktu ini dengan sebaik-baiknya. Mungkin momen lebaran sudah tak seasyik dimasa kecil yang senang memiliki baju baru, makanan meriah, dan segala pernak perniknya. Tapi, momen ini dapat kita dapat maknai dengan melihat lebih jauh siapa yang membersamai kita hingga saat ini, lalu memberi momen kepada mereka yang berharga (yang bisa saja pergi).
Pada lebaran tahun ini, apa momen terbaikmu?
Wonogiri, 4 Mei 2022
0 notes
Text
Tak apa.
Hai,
aku memandangmu sebagai seseorang yang sederhana. Bicaramu meneduhkan, senyummu menenangkan, kebaikan hatimu yang berhasil membuatku hanya melihatmu.
Yang aku tau, prinsip kita sama. Meski cara memandang hidup kita sedikit berbeda, tak apa.
Bukan prestasi yang muluk yang aku lihat, bukan pencapaian setinggi gunung yang menjadi tolak ukur. Tapi, karena itu kamu, yang memiliki kehangatan dan begitu memegang teguh sebuah janji.
Wonogiri, 27 November 2021
0 notes
Text
Hai Kamu :)
Cuaca hari ini begitu cepat berubah. Ku tengok dari jendela kamar tepat di sebelah meja, hujan kembali mengguyur kota setelah seharian terik menerpa. Sejenak aku berfikir, ternyata semesta menggambarkan hatiku yang ‘kembali hidup’. Menjalani kehidupan dengan begitu bermakna, setelah sekian lama menepi dalam duka. Setelah sekian lama berusaha menata kembali serakan hati yang jatuh berkeping berakhir lara.
Aku dapat kembali tersenyum dengan tulus, bercerita dengan riang, penuh dengan kejujuran, serta kembali menuang harapan karena menatapmu diam-diam.
Hai kamu, terimakasih sudah hadir di semesta. Setidaknya membuat hariku penuh dengan tawa, canda, dan luka. Setidaknya membuat hatiku bahagia, sedih, cemas, dan berbunga. Memang benar kau tidak melakukan apa-apa, karena memang hanya aku yang diam-diam menatap dirimu, menjalani kehidupan beserta pahit manisnya~
(re: [aku;kamu])
Depok, 09 November 2021
0 notes
Text
Kali ini tentang prasangka. Buah pikiran dari sebatas mengira-ngira yang muncul akibat dari judge(label dari hal yang kita lakukan sebelumnya). Tapi, bukankah berulangkali aku katakan bahwa judge hanya akan merusak progress menuju baik?
Barangkali sebuah prasangka menjadi refleksi terhadap diri kita, mungkin sebelumnya aku melakukan kesalahan dan alpha. Barangkali pula prasangka terhadap kita menjadi catatan tersediri untuk tak sekalipun tega memberikannya pada orang lain. Atau bisa jadi kekesalan kita terhadap prasangka menjadikan kita lebih baik dan bertekad membuktikan tidak sesuai prasangka sebelumnya. Maka, langitkan harap pada Sang Pemilik Hati Manusia “Ya Allah, Jadikanlah aku lebih baik dari prasangka orang lain terhadapku”
Depok. 11 Oktober 2021
0 notes
Text
Untuk membuka hati
Teruntuk hati yang patah, hati yang jatuh pada lubang yang salah, hati yang akhirnya memilih untuk menutup rapat-rapat
Apa kabar? Semoga dikelilingi kehangatan dan ketenangan :)
Kadang, ketika kita terlalu sering dikecewakan, kita akan bercermin -tentu untuk melihat harapan diri sendiri- “Jangan-jangan selama ini aku yang terlalu berekspektasi tinggi?” “Jangan-jangan selama ini aku begitu polos menaruh kepercayaan yang begitu tinggi?”
dan hal itu membuat kita menyalahkan diri sendiri :) menepi dari keramaian, duduk termenung dan menangis, merasa bodoh hingga kehilangan diri sendiri. Pada akhirnya, kita kehilangan kepercayaan diri dan memilih untuk menutup hati
Pada hari-hari selanjutnya kita hanya disibukkan dengan tugas, berorientasi pada hal yang membantu kita untuk lupa, dan percaya bahwa kita mampu berdiri diatas kaki sendiri.
Lalu, apakah luka itu akhirnya sudah sembuh dengan sendirinya? Aku rasa tidak. Aku rasa, kita tetap harus berdamai dengan diri sendiri dan segala perasaannya.
Mungkin dengan mencoba kembali percaya dengan orang lain dan menggantungkannya pada pemilik hati. Kembali mencoba untuk membuka hati dan menitipkan ekspektasi pada pemilik semesta.
Ingat saja, adanya kecewa adalah suatu anugrah dari pemilik semesta bahwa ia memang bukan orang yang tepat untuk berjalan beriringan menemani perjalanan.
Depok, 10 Oktober 2021
0 notes
Text
Filosofi Pergi-7
Saat kau melaju kencang, ada satu hal yang akan membuat kecepatanmu melambat lalu kau berhenti sejenak. Ya, rambu-rambu lalu lintas berkata merah; pertanda kau harus berhenti.
Tapi, apa yang terjadi ketika kau memaksakan untuk terus melaju? Bisa jadi nyawamu sendiri yang akan menjadi taruhan. Sejujurnya, kau berhenti untuk kedelamatan dirimu sendiri.
Dari sana kita belajar tentang menghargai hak orang lain, atau mungkin ditengah perjalanannya ada perasaan orang lain yang harus tetap kita jaga; orang tua, sanak saudara, atau orang tersayang misalnya. Memang terlihat sedikit menghambat, tapi percayalah akan menyelamatkanmu kemudian hari.
Tak apa, ketika kau melaju gigih mencapai impianmu, lalu ada hak maupun perasaan orang lain yang membuatmu sedikit melambat atau bahkan berhenti sejenak.
Ingat saja, kalau semesta ini bukan hanya milikmu.
3 notes
·
View notes
Text
Filosofi Pergi-6
Ketika kau jadi penumpang, biasanya apa yang kau lakukan? Tidur, membaca buku, mendengarkan lagu, atau bermain game?
Memang benar, ketika kau jadi penumpang, kau merasa aman. Tak perlu tau arah jalan karena pada akhirnya sampai ke tujuan.
Tapi, pernahkah kau mencoba memperhatikan jalanan? Barangkali bisa mengingatkan ketika salah arah, atau bahkan bisa jadi kau yang akan menjadi pengemudinya kemudian?
Belajar dari pengalaman orang lain termasuk hal yang penting bukan?
0 notes
Text
Filosofi Pergi-5
Ketika kau menjadi pengemudi, kau harus menahan kantuk mati-matian. Kau harus tau arah jalan agar tak tersesat hingga sampai ke tujuan.
Begitu pula kamu dengan impianmu, pengemudi Impianmu adalah kamu sendiri;bukan orang lain.
Oleh karena itu, kamu juga harus tau arah jalan, kamu juga harus berjuang mati-matian. Karena yang berhak menentukan jalan hidupmu adalah kamu.
1 note
·
View note
Text
Filosofi Pergi-4
Ketika kau temui jalanan lebar, dan hanya kamu yang melaluinya, sesaat kamu merasa lajumu lambat sekali, padahal kamu sudah berusaha menggunakan kecepatan tertinggi yang kamu bisa.
Alasannya sederhana, karena kamu tak menemukan teman atau lawan untuk kamu dahului kecepatannya.
Kamu mulai bosan dan bertanya-tanya "kenapa tak sampai-sampai, berapa lama lagi?"
Kamupun mulai khawatir, merasa tak melakukan progres apapun bahkan takut perjalanan panjangmu akan sia-sia.
Jadi, apakah menurutmu berbicara tentang tujuan adalah tentang mengalahkan orang lain?
2 notes
·
View notes
Text
Filosofi Pergi-3
Ketika kita melalui jalanan yang sepi, tiba-tiba mulai merasa ragu 'jangan-jangan aku salah jalan'. Lalu kita memastikan dengan bertanya pada orang sekitar.
Kita tau, jalan itu benar, tapi kita masih ragu karena hanya ada kamu sepanjang jalan.
Pertanyaannya, kamu sedang menuju tujuanmu atau orang lain? Lalu, mengapa masih ragu?
Memang tabiat manusia, merasa aman ketika mengikuti arus kebanyakan orang.
0 notes
Text
Filosofi Pergi-2
Dalam perjalanan mencapai tujuan, terkadang kita salah memilih jalan.
Saat tersadar kita tersesat, bukan berarti kita tak akan sampai ke tujuan. Kita hanya perlu menemukan kembali rute jalan tercepat, barangkali dengan memutar arah, berbelok, atau rambu-rambu jalan yang akan mengarahkan kita.
Tenaga yang terkuras dua kali memang, perasaan kecewa tak terhindarkan, bahkan waktu yang lebih lama dari seharusnya. Tapi, kita mendapat suatu hal yang membuat kita menjadi lebih siap; belajar dari kesalahan. Agar perjalanan selanjutnya tak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
Manusia memang selalu berbuat kesalahan, tapi setidaknya kita bisa menjadi manusia yang tak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.
Selamat berkelana.
Semoga sampai pada tujuan
2 notes
·
View notes
Text
Filosofi Pergi
Ketika memutuskan untuk pergi, hal pertama kali yang kita lakukan seharusnya menentukan tujuan.
Entah seberapa jauh perjalananannya, menggunakan jalan yang mana, ataupun jalan yang seperti apa, akan kita rencanakan kemudian.
Berbeda halnya ketika memutuskan pergi, lalu tak ada tujuan. Meski tau semua arah jalan, pada akhirnya kita bingung memilih jalan yang mana bukan?
Lantas kebingungan itu membuat kita tak melangkahkan kaki sedikitpun atau kita mengikuti arus kebanyakan orang.
Padahal, sejatinya hidup kita ini adalah tentang pergi dan sampai pada tujuan.
6 notes
·
View notes
Text
Percakapan Kemarin Sore
Kemarin sore, dalam perjalanan pulang, aku bertemu bapak paruh baya. Pulang dengan sebekal harapan dapat kembali berteduh, setelah seharian hujan mengguyur kotaku.
Percakapan sederhana, dimulai dari keramahan bapak itu bertanya kabar tentang tempat tinggal ku. Ya, ternyata beliau tengah melakukan perjalanan panjang, untuk menengok cucu katanya.
Lalu, setelah sekian lama, percakapan sederhana itu harus lekas kuakhiri, karena beberapa pemberhentian lagi aku sampai di tujuanku, rumah.
Bapak itupun mengakhiri percakapan dengan nasihat layaknya seorang kakek kepada cucunya.
"Jadilah manusia yang berfikir nak, agar kita sadar ketika tahun berganti bukan menjadikan kita lupa bahwa hidup di dunia hanya sementara. Tapi semakin membuat kita ingat bahwa waktu kita telah berkurang satu tahun. Lalu, renungi kembali 'sudahkah satu tahun yang lalu menjadi investasi kehidupan setelah kematian kita."
#aksara #sederhana
1 note
·
View note
Text
Kehidupan
Teruntuk sahabatku yang sedang berjuang. Apa kabar? Terhitung lama tak berkabar sapa. Mungkin kesibukan sama-sama menyita waktu kita, ceritanya simpan dulu ya; barangkali momentum waktu datang tepat sebelum kita berjuang (kembali).
Ah, dunia kini tak sesederhana sebelumnya. Yang hanya berkutat pada tugas harian, ulangan, ujian, pertemanan, bahkan pada saat itu kebaikan sangat mudah dilakukan bersama-sama bukan? Kalau ditanya rindu, tentu. Tapi bukan lagi saatnya untuk berandai dan berharap dapat kembali pada masa lalu.
Aku tau banyak hal telah terjadi, lebih dari 400 hari perjalanan. Lalu, sudahkah kita menyadari apa yang sebenarnya kita cari? Apa yang sebenarnya kita perjuangkan?
Pada dasarnya jawaban tersebut yang akan membuat kita bertahan, pada ujian apapun di tengah perjalanan. Pada akhirnya kita mengerti bahwa pada setiap ujian hanya ada dua pilihan 'menjadi kuat' atau 'terpatahkan'. Aku tak berkata bahwa semua mudah dilalui, instan, dan dengan sendirinya terselesaikan. Untuk menjadi kuat, butuh proses yang panjang, mungkin berulang kali menangis, bahkan berulang kali jatuh-terjebak pada lubang. Maka, jangan pernah bosan untuk bangun-bangkit-menyemangati diri sendiri karena Allah sudah menjanjikan bahwa kapasitas kita mampu untuk melewati semuanya.
Semoga kita senantiasa terjaga pada bisingnya siang maupun senyapnya malam, di keramaian maupun sendirian. Pada atmosfir yang belum mengizinkan kita berjuang bersama; semoga do'a masih menjadi sarana kita menguatkan, menjadi satu dari sekian hal yang membuat kita bertahan dan percaya bahwa harapan tetap akan didengar meskipun disaat kita merasa tak pantas, sendirian, ataupun diujung kegagalan.
6 notes
·
View notes
Text
Aku rasa lama sekali aku tak berjumpa dengan aksara. Tak menuliskan beberapa patah kata, pun berdialog ala kadarnya; hingga muncul pertanyaan 'sebenarnya ada apa?'
Sempat ku bertanya-tanya, apakah perpisahan itu membuatku kehilangan? Bukan, bukan kehilanganmu. Tapi kehilangan diriku sendiri. Sungguh, aku rasa aku tak mampu menceritakan tentang diriku; aku tak kenal siapa aku.
Lalu pada satu titik waktu, langit mengingatkanku dari rintik hujannya 'Kamu berdiri disini, entah sedang berjuang ataupun bertahan, sebagai siapa? Sudahkah tugasmu diciptakan dilaksanakan sebaik-baiknya?"
Aku termenung. Aku harap jawaban kita sama, karena lagi-lagi aku berharap kita berusaha bersama-sama.
1 note
·
View note
Text
Tak Cukup
Hai, kamu yang menyatakan perasaanmu di saat aku berada di atas.
Di saat karirku cemerlang.
Di saat aku sedang cantik-cantiknya.
Di saat aku membuatmu kagum, entah dari sisi baikku yang muncul tiap kali kita bertemu, entah ide-ide cemerlangku yang ternyata juga menyihirmu, entah aku yang kepergok penuh kehangatan sejauh kamu diam-diam memerhatikanku.
Akankah kamu tetap memertahankan perasaan itu padaku, saat aku sedang kehilangan diriku sendiri? Saat kamu ternyata melihat banyak sekali kurangku? Saat aku sedang jatuh-jatuhnya?
Akankah kamu tetap memertahankan perasaan itu meski rasanya aku saja ingin menyerah dan bersembunyi, atau masuk lorong waktu dan lompat ke masa yang akan datang?
Akankah kamu tetap memertahankan perasaanmu itu…?
Perasaan saja tak cukup untuk memintaku hidup bersamamu. Karena aku tahu, semua sisi burukku belum tentu membuat kamu jatuh cinta setiap hari padaku. Aku sepenuhnya sadar cinta bukan penggerak satu-satunya.
Maka balut semuanya dengan iman dan keteguhan hati…aku tak bakal menjanjikan semua ini mudah, namun aku percaya rahmatNya yang akan menuntun kita terus menjadi versi terbaik kita setiap harinya, atasnama cinta padaNya. Menjalar menjadi pribadi yang patut dicintai dari hari ke hari, karena upaya berbenahnya.
Tak ada yang sempurna, tersisa kita yang tak henti mengusaha.
Mungkin kelak aku melakukan kesalahan-kesalahan, tapi orang beriman lapang hatinya untuk memaafkan.
Mungkin kelak aibku membuatmu terkaget-kaget, tapi yang teguh hatinya bahwa semua makhluk diciptakan dengan cela, akan menerima.
Mungkin kelak aku menghiasi harimu dengan hal-hal bodoh atau menyeretmu ikut serta dalam kegagalanku, tapi orang yang beriman dan teguh hatinya percaya bahwa semua ini sementara. Percaya bahwa Tuhan menilai semua prosesnya. Percaya bahwa masing-masing dari kita akan diuji sesuai kadarnya.
Teguh pula untuk fokus pada jalan keluar tiap masalah, bukan malah merutuki atau menyalahkan satu sama lain.
Kalau itu juga kamu temukan padaku, kalau aku kamu nilai juga sama eratnya memegang iman dan keteguhan hati ini, sepertinya kita cocok jalan bersama :)
Karena jatuh hati saja tak cukup…
1K notes
·
View notes