thejour
41 posts
Random Thought | By and For Myself
Last active 60 minutes ago
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Seringnya yang memperburuk keadaan adalah bagaimana cara diri dalam menanggapi segala yang berada diluar kendali, pikiran negatif yang datang akibat dari banyaknya kekusutan, hati yang sedang busuk karena jauh dari kebaikan².
Melelahkan ya, yang terlihat dari segalanya hanya sisi negatifnya saja sebab semua emosi itu menumpuk tidak terkelola dengan baik. Wahai jiwa, segalanya bisa membaik jika hatimu sudah mampu lebih lapang, pikiran mu mulai tenang, jiwa mu mampu menerima segalanya dengan sabar, Tuhan mu selalu memeluk jiwa yang datang dalam keadaan apa saja sekalipun banyaknya dosa yang membungkus diri, selama mau merubah ke arah lebih baik, tidak lagi banyak berandai-andai tentang yang sudah terjadi maka tidak ada yang tidak mungkin bagiNya.
Wahai jiwa, Tuhan mu Maha Baik, yakinlah akan selalu ada jalan keluar dari semua yang tampak kusut, buruk saat ini. Tenanglah wahai jiwa yang sedang terpuruk, tenang...
2 notes
·
View notes
Text
“Keluarga Impian, Edisi Realita”
Kami ini keluarga impian—versi yang tidak lulus sensor TV.
Ayah kami kena stroke ringan. Bukan lumpuh, bukan hilang akal—beliau masih ingin bekerja, masih ingin dianggap mampu. Tapi dunia lebih cepat memutuskan: “Sudah, istirahat saja, Pak.” Sejak itu, semua diam. Bukan karena tak bisa bicara, tapi karena sudah tak dianggap perlu didengar. Ibu kami sibuk—bukan sibuk rapat atau brunch. Sibuk mengais sisa² harapan jadi rupiah, jadi buruh di sebuah instansi rumah sakit daerah. Tangannya keriput bukan karena usia, tapi karena air sabun keras yang menyambut setiap hari. Anak²nya? Sarjana, katanya. Ijazah tersimpan rapi dan baik. Tapi setiap pagi bukan berangkat kerja— melainkan sibuk dengan sakitnya yang entah kenapa tak sembuh², yang entah juga sumber sakitnya apa. Mungkin debu. Mungkin nasib. Mungkin karena semesta sedang bosan dan ingin main².
Kami lebih banyak diam. Lebih suka mengurung diri daripada bertemu basa-basi yang terasa seperti evaluasi. Dibilang anti-sosial, padahal cuma terlalu sering dibandingkan. Dibilang sombong, padahal cuma takut disorot saat sedang runtuh.
Yang paling lucu: kami seolah bersalah..., entah pada siapa, entah atas apa. Hanya karena kami tak bisa tertawa seperti dulu. Tapi tidak apa. Kami tidak meminta dimengerti. Kami bahkan sudah tak menunggu dikunjungi. Kami hanya ingin satu hal: Sedikit ruang untuk bernapas, tanpa perlu menjelaskan kenapa nafas kami sesak.
Inilah keluarga kami. Lengkap, katanya. Utuh dari luar. Remuk halus dari dalam. Tapi tetap berdiri. Lucu ya?
Belakangan..., rasa-rasa dunia agak kejam. Kadang terlalu hening. Kadang terlalu keras. Kadang tak ada yang salah, tapi semua terasa seperti hukuman, di malam² paling sunyi, saat lampu sengaja dipadamkan agar tak perlu lihat kekurangan, kami sering bertanya—dalam hati, dalam diam: “Apakah Tuhan sedang menyiapkan bahagia?”, “Atau sedang menghapus banyaknya dosa?”, Kami tidak tahu. Kami hanya bertahan. Dengan sakit yang didera, dengan perut yang lebih sering kosong, dengan hati penuh pertanyaan dan rumah yang penuh kehilangan, tapi anehnya, masih bisa menampung kucing² liar yang datang tanpa syarat, meski jelas tak ada wiskas makanan baik untuk mereka, hanya ada nasi yang kadang kami beri, tapi mereka tetap saja datang silih berganti.
Ah, barangkali kami ini bukan keluarga gagal. Hanya sedang diuji lebih lama dari biasanya. Atau mungkin, kami memang sedang disusun ulang, bukan untuk terlihat hebat di mata tetangga atau manusia manapun, tapi agar tak roboh saat benar² sendiri. Ya ku rasa begitu...
1 note
·
View note
Text
Aku masih nggak tahu apa ini. Ujian, hukuman, atau sekadar bagian dari dunia yang tak adil. Tapi yang ku tahu satu hal: aku ada di sana menatapnya saat satu persatu makhluk² Tuhan yang pada akhirnya pergi. Ku genggam dalam diam dengan perasaan campur aduk yang kadang tak ku pahami, untuk terakhir kalinya aku berusaha memastikan bahwa ia tak sendirian disaat-saat terakhirnya. Aku tahu aku gagal dalam banyak hal. Tapi aku juga tahu bahwa aku tidak pernah melarikan diri, ku lakukan semua ritual dalam diam. Dan, entah bagaimana, adalah bentuk dari tanggung jawab yang masih bisa ku lakukan. Aku hanya bilang "Tuhan, terimakasih sudah menjemput mereka"
Setelahnya bagian paling epik yang sering buat ku bingung adalah aku merasa baik² saja, balik seperti biasa, seperti tidak ada apa² yang terjadi. Duduk main hp, dengerin musik, ngabisin choki², seolah adegan yang beberapa waktu tadi hanya hal biasa yang ku lakuin. Lama² semakin tidak mengenali perasaan sendiri,
Tapi, semua keadaan yang harus dihadapi tetap harus dihadapi, entah apapun rasanya, kacaunya atau bahagianya, dan untuk setengah hari ini sudah mampu ku lalui, setidaknya aku tetap menuntaskan yang bisa ku kerjakan, yah setidaknya begitu, toh tidak segala pertanyaan ku langsung menemui jawabnya
4 notes
·
View notes
Text
Karena hasil 10 tidak hanya didapat dari 5+5 bisa saja dari 9+1 7+3 8+2 6+4 atau 2x5 dan lainnya untuk menemui hasil yang serupa, harusnya hidup tak membandingkan dengan lainnya, jalan hidup setiap orang sudah masing², tidak harus mengikuti standar yang ada saat ini, mana saja selama hasil yang didapat halal itu jauh lebih baik lagipula pintu rezeki banyak ragamnya, jadi sudah seharusnya tidak putus asa, sebagai hamba tentu kita paham bahwa segalanya sudah diatur Tuhan, tinggal jalan yang bagaimana yang ditempuh untuk menjemput takdir² yang Tuhan beri itu. Kita berhak merdeka atas pilihan yang kita ambil, tanpa memikirkan tuntutan standar yang beredar hanya agar dianggap ada. Hidup harusnya banyak tenang kan ya tanpa pusing mikirin omongan orang²?
3 notes
·
View notes
Text
— Hai Kamu,
Yang pagi ini duduk dengan segalanya berdesakan dalam kepala. Yang memilih diam, padahal banyak yang ingin diucapkan. Yang merasa bersalah bahkan ketika tak seorang pun menyalahkan. Aku tahu kamu tidak bermaksud lambat.
Kamu hanya sedang mencoba menyusun urutan di antara banyak yang harus dikerjakan. Tidak ada yang salah. Hanya keadaan yang kadang berjalan lebih cepat dari sanggupmu. Dan kamu menyesalinya, meski kamu sudah berusaha.
Kadang, kamu ingin orang lain mengerti tanpa harus kamu jelaskan. Kadang, kamu ingin diam tanpa dinilai. Kadang, kamu ingin hanya melakukan satu hal, tanpa harus terburu oleh yang lainnya. Tapi kamu juga sadar: tidak semua bisa berjalan sesuai harap. Dan disitulah kamu mulai menyalahkan diri.
Hari ini, izinkan aku menuliskan ini untukmu;
Tidak apa-apa. Kamu tidak salah. Kamu hanya sedang kelelahan—bukan karena tak sanggup, melainkan karena selalu mencoba untuk terus sanggup.
Apa yang kamu rasakan sah: Perasaan ingin sendiri. Perasaan ingin diam. Perasaan ingin ruang yang tidak diganggu. Bukan karena kamu menjauh, tapi karena kamu sedang mendekat pada diri sendiri. Mungkin kamu merasa tidak layak marah, tidak pantas kecewa, tidak semestinya menangis. Tapi kamu lupa— kamu pun manusia. Bukan si sulung, bukan penengah, bukan penanggung jawab segalanya. Kamu hanya seseorang yang sedang tumbuh, dengan cara dan waktu yang tidak selalu dipahami.
Hari ini kamu duduk di antara rasa ingin dimengerti, tapi takut menyakiti. Di antara ingin memulai, tapi takut gagal lagi. Di antara ingin menghilang, tapi tahu masih banyak yang perlu kamu jaga. Tapi kamu tidak sendiri. Boleh kamu tenang. Boleh kamu tidak menjelaskan. Kalau belum sanggup menyelesaikan semua hari ini, itu pun tidak masalah. Kamu tetap berarti. Tanpa perlu membuktikan apapun pada siapapun. Jangan terlalu keras dan terus-menerus menyalahkan diri sendiri. Kamu hanya perlu waktu untuk membenahi semuanya dengan tenang ditengah keadaan yang sedang kacau²nya. Tidak apa², semua akan segera baik² kembali.
— Aku, yang akhirnya memilih mendengarkanmu daripada menuntutmu.
3 notes
·
View notes
Text
Hidup tidak pernah benar² ideal, menunggu semua sempurna untuk mulai melangkah rasanya hanya buang² waktu, sebab waktu terbaik sering kali bukan saat segalanya serba selaras, tapi saat hati cukup berani untuk mulai berjalan lagi.
Di tengah ketidakpastian, bukankah sebuah langkah kecil hari ini bisa lebih bermakna daripada hanya menunggu esok yang belum tentu datang?
3 notes
·
View notes
Text
Kini, aku pun mulai gelisah. Bangun di tengah malam, bukan karena mimpi buruk, tapi karena ada yang berat di dada ku, dan aku tak tahu itu milik siapa. Aku kehilangan arah, bukan karena tak tahu jalan, tapi karena tenang ku telah terkikis, sedikit demi sedikit, oleh gelombang yang bahkan bukan milikku. Ternyata, begini rasanya membiarkan jiwa sendiri dibasahi oleh ketakutan orang lain. Tidak ada suara. Tidak ada ledakan. Hanya sepi yang menggeliat pelan, dan tiba² aku bukan lagi diriku yang kemarin.
*Jangan pernah lepaskan peganganmu pada dirimu sendiri hanya demi membuat seseorang itu tetap utuh.
8 notes
·
View notes
Text
Ketika hampir gila dengan dunia nyata, aku justru gila pada dunia imajinasi yang ku ciptakan sendiri, merangkai banyak kisah kejadian juga keadaan yang ku inginkan, persis reka adegan sebuah film atau novel yang kadang bisa buat ku menangis juga tertawa bahkan aku pernah salah tingkah sendiri hahaha benar² gila, setidaknya itu bisa membuat ku tetap waras di kenyataan hidup yang ku jalani. Sayangnya belakangan agak meragukan diri sendiri, benarkah sekarang masih tetap waras sempurna? Atau aku hanya sedang bermain peran dengan begitu apik sampai bingung sendiri; waras apa sudah mulai gila?
4 notes
·
View notes
Text
Kata orang² “Kamu kesulitan mempercayai seseorang yang begitu mencintaimu itu karena kamu belum serius mencintai dirimu sendiri, cintai dirimu sendiri lebih dulu dengan benar dan layak sebelum kamu memulai sebuah hubungan, jangan sia²kan usaha seseorang dalam memperjuangkanmu, jangan sampai kamu nanti menyesali semua saat dia akhirnya menyerah padamu, bereskan dirimu sendiri lebih dulu sebelum memulai semuanya.”
Kata ku Entahlah.....
Toh itu semua kembali ke sudut pandang, pengalaman, pemahaman, juga pemikiran masing² orang, rasa²nya tidak bisa didikte sesuai kaca yang memperlihatkan segala rupa sendiri, sangat lucu jika yang terpantul di kaca adalah kita lantas harus dipaksakan pada lainnya
3 notes
·
View notes
Text
Jika bukan jadi takdir ku mau ku peluk seerat mungkin agar tidak terlepas ya akan tetap terlepas entah bagaimanapun jalan yang Tuhan tunjukkan, sedang mau ku lepas sejauh manapun kalau memang jadi takdir ku maka akan Tuhan berikan jalannya untuk menuju ku, dalam hal apapun selama hidup nyatanya itu memang berlaku begitu, dan seringnya Tuhan menunjukkan dari perkara² kecil dalam hidup jika kita sedikit menyadari
8 notes
·
View notes
Text
"Dia sempurna banget, hidupnya bener² sempurna."
Kita hanya tidak tahu seberapa banyak tangisan, kehilangan, hampir menyerah, lelahnya, banyak hal yang harus direlakan untuk dapatkan itu semua, semua yang terlihat sempurna dimata manusia. Kita hanya tidak melihat bagaimana proses yang dilaluinya, kita hanya melihat hasil dari kerja kerasnya saja. Dibalik sempurna yang terlihat ada banyak cacat yang masing² sembunyikan. Manusia dimanapun sama punya kurang juga lebihnya masing², tidak ada yang benar² sempurna.
7 notes
·
View notes
Text
Berdamai meski sulit, berdamai meski butuh proses yang tidak sebentar, berdamai sebab harus menjalani hidup ke depannya, berdamai sebab masalah musibah cobaan ujian atau apapun sebutan yang layak tetap akan hadir silih berganti sampai waktu pulang tiba. Berdamai sebab kebahagiaan didapat dari ikhlasnya sebuah hati dalam menerima segala hiruk pikuk dunia selama masih hidup. Dan, berdamai dengan apa yang terjadi kadang memang jalan keluar dari semuanya.
“Sometimes, the only way to move on is to accept what happened and keep going.”
3 notes
·
View notes
Text
Bahkan iblis menyeret manusia ke neraka pun tak perlu lagi, banyak manusia dengan sukarela memilih neraka secara terang²an ketimbang memperjuangkan surga. Apa neraka begitu menggoda untuk dinikmati nanti hidup setelah mati?
Haish, brengsek ya hidup di jaman ini, menakutkan. Manusia yang hama sesungguhnya kan? Ah aku manusia pula sayangnya, hama juga dong ya?! Hahaha
4 notes
·
View notes
Text
“Bertumbuh itu menyakitkan, hanya mereka yang sanggup menikmati tiap prosesnya yang akan mencecap manisnya sebuah keberhasilan, Growth is Painful, itu kenapa pohon tak pernah membenci angin meski terus membuatnya kehilangan, sebab ia tahu tiap proses gugur adalah cara untuknya semakin bertumbuh.”
Sebab kehilangan nyatanya tak selalu memberikan hal buruk.
9 notes
·
View notes
Text
Waktu tidak akan pernah sudi menghentikan ribuan detiknya meski dirimu sedang dilanda duka, meski dirimu ingin berlama dalam bahagia. Dia akan terus melaju tanpa peduli siapa², sebab rotasinya Tuhan yang atur, siapa yang enggan sadari tentangnya jelas akan habis olehnya, lantas apa yang tersisa? Penyesalan yang entah kapan usainya, sedang penyesalan katanya adalah bentuk penolakan diri terhadap takdir yang Tuhan tentukan.
:'(, harus bagaimana agar tak berlarut dalam euforia apapun? harus bagaimana agar mampu sewajarnya secukupnya saja?
4 notes
·
View notes
Text
“Lebih mudah mempercayai bahasa tubuh mu juga tatap mata mu ketimbang apa yang kau ucap atau senyum ramah yang kau sungging kan. Menjadi dewasa cukup berat ya, harus pandai² menutupi segala rasa dengan apik. Sayangnya kita lupa bahwa sepandai-pandainya kita tutupi akan ada yang lebih pandai lagi dalam membaca diri kita.”
Dan, bagaimana cara agar tidak menjadi yang mudah terbaca?
3 notes
·
View notes
Text
Yang menyesakkan dari saat hujan turun adalah apa yang kembali diputar oleh ingatan, tentang segala yang sudah menjadi kenangan, tanpa diminta, dan hanya karena sendirian.
Niatnya menikmati syahdunya malah jadi menangisi yang sudah berlalu. Hadeuh!
5 notes
·
View notes